"Will, apa ada informasi lebih lengkap tentang nama penerima kerja atas nama Mazaya," perintah Devan kepada sekretarisnya melalui saluran telepon di kantor."Baik, Pak. Akan saya kirimkan. Tapi, Bu Mazaya salah satu karyawan yang direkomendasikan oleh Bu Erina, apa karena hal itu bukan?" William terdengar penasaran karena selama ini Devan tidak pernah terlalu tertarik dengan urusan karyawan.Untuk sesaat Devan terdiam ia tidak mungkin mengatakan maksud dan tujuan yang sebenarnya terhadap Mazaya. "Iya, kamu benar. Kalau bisa Bu Elina supaya datang ke kantor hari ini dan segera membuat tanda tangan kontrak dengan Mazaya. Maksudku dengan Bu Mazaya besok aku ada acara mendadak ke keluar kota dan tidak ada di kantor." Devan sengaja berdusta agar Mazaya segera menjadi karyawannya dan terikat kontrak. Bukan tanpa alasan, mungkin saja wanita Mazaya akan menolak jika tahu bahwa dirinya adalah pimpinan di perusahaan tersebut."Bu Erina sedang dalam perjalanan bisnis, Pak. Tapi, akan saya usa
"Selamat datang di Mahardika Grup, Bu Mazaya."Dengan ramah dan senyuman di wajahnya, Devan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Mazaya yang ada di depannya itu.Tangan Mazaya rasanya begitu berat menyambut uluran tangan Devan. Itu sama saja dengan melemparkan diri di bawah aturan pria tidak berperasaan seperti Devan.'Apa gak bisa kontrak kerjanya dibatalkan aja?' batinnya yang menjerit saat ini."Bu Mazaya," ulang Devan karena Mazaya tak kunjung membalas uluran tangannya.Di saat yang sama Erina menyenggol lengan Mazaya agar segera berjabat tangan.Mazaya sejenak mengerjapkan katanya. "Ah, iya, terimakasih, Pak Devan," ucapnya dengan memaksakan bibirnya untuk tersenyum dan berjabat tangan dengan Devan. Padahal ia sebelumnya menghindar dengan mengatakan bahwa bukan Mazaya, tapi kini ucapan itu malah dipatahkan dengan situasi mereka saat ini.Devan tersenyum kecil, lalu melirik pada Askara yang tertidur di atas sofa dengan lelapnya."Apa itu anak anda?" tanyanya."Iya, Pa
"Om papa, Om Papa. Aka kangen."Askara menanggil Malvin dengan panggilan 'om papa' . Namun, seketika Mazaya menggelengkan kepalanya karena sikap putranya tersebut. Padahal mereka sudah tidak bertemu hampir tiga bulan karena Malvin yang sibuk dengan pekerjaannya di Ibukota."Aska, gak boleh gitu, sayang. Panggil Om Malvin ya," ucapnya pada Askara.Malvin sendiri tersenyum kecil dan tampak tidak mempermasalahkan panggilan Askara pada dirinya."Gak apa-apa, Yaya. Dari kecil dia juga udah panggil kayak gitu 'kan. Malah orang-orang sangkanya aku ayahnya," ucapnya dengan kekehan pelan di akhir kalimatnya."Kalian udah cocok, nikah aja," celetuk Erina yang berada di antara dua orang tersebut.Mazaya hanya tersenyum getir. Ia merasa tidak pantas jika harus disandingkan dengan Malvin karena pria tersebut terlalu baik untuknya. Terlebih lagi waktu itu ia mendengar bahwa Malvin katanya sudah bertunangan dengan wanita lain."Itu juga kalau Mazaya mau Bu Erina," sambung Malvin dengan senyuman kec
Begitu tiba di rumah barunya, Mazaya mengerjapkan matanya berulang kali karena rumah tersebut lebih besar dan berlantai dua, jauh lebih bagus dari rumah kontrakan sebelumnya.Selain itu ada beberapa rumah lainnya yang dapat dihuni oleh orang lain, di sisi kiri dan kanan rumahnya."Bu Erina, apa gak salah saya tinggal di tempat ini?" tanyanya dengan mata berbinar."Gak salah Mbak Yaya. Ayo, saya bantu turunkan barang-barangnya."Erina membuka pintu rumah tersebut, lalu menawarkan diri untuk memberikan bantuan kepada Mazaya, namun malah ditolak oleh wanita tersebut."Gak apa-apa, Bu. Biar saya aja, ibu pasti capek karena udah mengemudi dan antar kami sampai ke sini," ucap Mazaya yang tidak ingin semakin merepotkan Erina.Bersamaan terdengar sorak Askara yang memasuki rumah tersebut."Lumah balu ....""Gak juga kok, Mbak Yaya. Saya udah biasa bolak-balik ke luar kota," kukuh Erina yang bergerak ke pintu bagasi mobilnya.Mazaya memang tidak enakan orangnya, sama seperti hal sekarang. Tapi
"Aku gak main-main! Tolong pergi sekarang juga! Pintu keluar terbuka lebar untuk anda!"Dengan mata yang nyalang, bahkan menaikkan nada bicaranya, Mazaya mengusir Devan dari rumahnya, hingga membentangkan satu tangannya menunjuk ke arah pintu.Akan tetapi, Devan tetap bergeming di tempatnya karena tamparan Mazaya sama sekali tidak berpengaruh kepadanya.Di saat yang sama terdengar suara langkah kaki kecil menuju ke ruang tamu."Ibu, ibu ciapa itu?" Askara yang mendengar suara ribut-ribut langsung ke tempat ibunya berada saat ini."Itu om yang tadi ya? Om cini main sama Aka, tapi Aka gak punya mainan balu, Om," celoteh Askara menghampiri Devan dan juga sang ibu."Oh iya, Om ke sini memang mau main sama Aska. Om punya mainan banyak di rumah, mau enggak," balas Devan seakan ingin mencari alasan untuk bisa tetap berada di tempat itu.Sementara Mazaya memejamkan matanya dalam-dalam melihat Devan yang tampaknya tidak mau angkat kaki dari rumahnya. Terlebih lagi saat ini ada Askara yang aka
"Kuliah? Dan kamu jadi dosenku lagi? Mana mau aku!" gumam Mazaya bermonolog, di dalam kamarnya saat ini mengingat apa yang dikatakan oleh Devan tentang tawaran kuliah.Tentu saja jawaban Mazaya adalah tidak, bagaimana pun waktunya akan terkuras habis dan tidak ada waktu untuknya bersama Akara nantinya.Di saat Mazaya beristirahat di rumah barunya, sementara itu di tempat lain.Tampak Devan yang masih berada di mobilnya yang baru terhenti."Tunggu di sini, Will. Jika, Nasuha menelpon katakan kita sedang menuju ke restoran dan terjebak macet."Devan memerintahkan sekretarisnya itu agar tetap di mobil dan tidak lupa mewanti-wanti tentang Nasuha, jika menghubunginya."Baik, Pak," jawab William, ia sudah biasa untuk mengatakan kebohongan untuk disampaikan kepada istri atasannya tersebut.Menit selanjutnya, Devan turun dari mobil. Ia dengan langkah cepat, segera memasuki gedung rumah sakit. Begitu bertemu dengan dokter kenalannya, Devan langsung memberikan sampel yang didapatnya yaitu ram
"Mas, kamu gak lagi bercanda 'kan? Menikah lagi? Maksudnya apa menikah lagi dengan siapa?" tanya Nasuha dengan suara bergetar.Devan tersenyum tipis mendengar bagaimana Nasuha yang terdengar tidak terima dengan apa yang dikatakannya. Ia seharusnya sudah bisa menebak jika istrinya itu akan beraksi seperti sekarang ini."Itu hanya pertanyaan, Suha. Apa kamu kaget?" tanyanya."Gimana gak kaget, Mas. Kamu tiba-tiba bilang mau nikah lagi. Tentu aja kaget dan gak akan terima gitu aja, ya walaupun kamu juga gak bisa melakukan hubungan badan sama perempuan itu 'kan. Karena anumu itu yang gak bangun-bangun. Tapi, tetap aja aku gak mau dimadu," ungkap Nasuha dengan tegas. Ia tidak mau posisinya tersingkirkan oleh wanita manapun.Sedangkan Devan malah mengepalkan tangannya mendengar Nasuha yang terdengar kembali merendahkan dirinya yang alat vitalnya tidak mampu berdiri alias impoten. "Tapi, bagaimana kalau ada perempuan lain yang bisa buat aku kembali normal. Kamu harus mau dimadu dengan aku a
"Pak Devan, hentikan! Anda sudah keterlaluan!," sentak Mazaya dengan menyorot tajam kepada atasannya tersebut, usai membantu Malvin kembali berdiri.Sementara Devan malah mendelikkan matanya menatap dengan penuh kebencian kepada Malvin dan menghiraukan apa yang dikatakan Mazaya kepadanya."Oh jadi ini yang kamu bilang menemani Vivian, Malvin? Tapi, sejak kapan Vivian berubah menjadi Mazaya."Devan dengan sarkas berbicara kepada Malvin. Terlebih lagi sebelumnya pria tersebut mengatakan di telpon sedang mengurusi sang tunangan."Aku memang di tempat Vivian sebelumnya dan baru sampai," sergah Malvin.Devan berdecih dan tidak percaya dengan kebohongan yang dikatakan oleh pamannya tersebut."Kamu pikir aku anak kecil yang bisa dibodohi?! Sebaiknya kamu keluar dari--""Cukup Pak Devan!" Mazaya langsung memotong ucapan Devan dengan menaikkan volume suara. Tapi, di saat yang sama ia khawatir Askara mendengar keributan yang terjadi saat ini.Devan terdengar menghela nafas panjang karena Mazay
"Mas, kita harus bagaimana menghadapi Patricia? Pasti dia akan cari cara buat bisa nikah sama Mas Devan. Selain itu juga aku khawatir Askara sekolah dengan guru TK seperti dia."Mazaya mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya saat ini, di saat minum teh di balkon kamar karena hari itu waktu libur kerja mereka.Devan menghela nafasnya panjang. Ia pun sama gelisah dan khawatir seperti Mazaya. Tapi, ia tidak akan tinggal diam saja. Itu karena dirinya sudah diam-diam menyewa detektif swasta untuk mengikuti dan mengawasi PatriciaDan siapa sangka usaha Devan itu membuahkan hasil. Di mana Patricia pada akhirnya ditangkap, hingga kabar tentang penangkapannya segera menyebar luas.Ternyata Patricia selama ini menjadi duri bagi Devan dan Mazaya itu telah melakukan penipuan kepada beberapa orang, hingga akhirnya aparat kepolisian berhasil menangkapnya karena laporan beberapa korbannya. Di balik jeruji besi, Patricia harus merasakan kepedihan hati dan penyesalan.Devan dan Mazaya yang menden
"Apa ini sebenarnya? Sejak kapan aku menulis ini semua?"Devan membaca surat perjanjian yang ada di tangannya dengan perasaan tidak percaya. Kata-kata dalam surat tersebut terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya. Semakin ia membaca, semakin sulit baginya untuk menahan ketakutan yang melanda dirinya, menyadari bahwa isinya bisa menyeretnya ke dalam jeruji besi penjara. Meskipun begitu dirinya tidak menunjukkan langsung bagaimana raut wajahnya saat ini di depan Patricia.Sementara itu, di sudut ruangan tersebut, Patricia menatap Devan dengan senyuman licik yang tersungging di bibirnya. Ia menikmati melihat bagaimana raut wajah Devan berubah-ubah, mulai dari penasaran, kemarahan, hingga ketakutan yang tergambar jelas. Matanya terus mengikuti gerak-gerik Devan, seakan ingin memastikan bahwa pria itu benar-benar merasa terpojok.Tangan Devan bergetar saat dirinya mencoba menahan amarah yang membara. Ia menggenggam surat perjanjian itu dengan erat, seolah mencoba menemukan kekuatan u
"Bercerai? Apa aku gak salah dengar, Mas? Bukannya dia waktu itu ngotot dan gak mau pisah sama kamu?"Mazaya hampir saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Devan, mengenai permintaan Nasuha yang ingin berpisah. Padahal jelas-jelas semalam kakak angkatnya itu dengan tegas mengatakan tidak mau bercerai apapun alasannya"Bukannya kamu senang kalau dia minta bercerai? Itu kan yang kamu mau, Yaya?" Devan balik bertanya."Iya sih, Mas. Tapi, kok aku ngerasa ada yang aneh aja. Kenapa dia tiba-tiba minta pisah gitu aja. Apa Mas Devan gak ngerasa curiga apapun gitu," ungkap Mazaya yang merasa harus waspada untuk hal-hal yang tidak diinginkan."Aku juga sama, makanya aku ingin menemuinya langsung dan mungkin saja ada hal yang bisa ketahui nanti," ungkap Devan yang saat ini memiliki pikiran yang sama dengan istrinya tersebut.Mazaya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan oleh Devan."Memang harus seperti itu, Mas. Syukur-syukur kalau dia memiliki niatnya untuk berubah, ta
"Ini maksudnya apa ya? Saya calon istri dari mana, Pak? Pak Malvin jangan seenaknya gitu dong! Saya gak terima diperlakukan seperti ini!"Melinda langsung melayangkan protes kepada Malvin karena pria tersebut malah bersikap seenaknya, mengatakan dirinya itu adalah calon istri dari pria tersebut. Terlebih lagi dirinya sudah mempunyai kekasih dan apa jadinya sampai menimbulkan kesalahpahaman nantinya.Malvin nyatanya tanpa sadar mengatakan hal tersebut sebagai refleknya agar mantan tunangannya itu menjaga sikap. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana tanggapan Melinda akibat perbuatannya tersebut."Maaf, tadi aku salah bicara, Linda. Aku tidak bermaksud lain," ucapnya yang tidak ingin memperpanjang masalah yang ada di depan matanya saat ini. Belum sempat Melinda menanggapi ucapan Malvin, tapi pria tersebut malah bergegas pergi dengan membawa Vivian dari hadapan mereka."Kita harus bicara di tempat lain, Vivian?!" Malvin dengan nada tegas."Oke, ayo," jawab Vivian yang memang ingin
Tiga puluh menit sebelumnya.Patricia, yang mengenakan pakaian serba hitam dan berkacamata gelap, melirik Mazaya dengan tatapan tajam. Ia berjalan mendekati Mazaya dan Devan dengan langkah pasti dan pura-pura bertanya, "Permisi, apakah anda tahu dimana toilet di tempat ini?" Patricia pura-pura tersenyum ramah pada Mazaya.Mazaya menoleh, awalnya tersenyum ramah sambil menjawab, "Oh, itu tinggal mengikuti jalur ini saja, Mbak pasti akan sampai di sana."Namun, tidak lama setelah itu raut wajah Mazaya berubah dingin, dan ia mulai berbicara dengan nada lebih tegas."Sebenarnya, apa mau kamu di sini, Mbak?" tanya Mazaya dengan curiga dan setengah berbisik.Devan pun ingin mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh istrinya tersebut. Tapi, ia harus bertemu dengan beberapa kliennya yang datang ke acara tersebut."Sayang, aku ke sana dulu sebentar. Gak apa-apa kan?" tanyanya memastikan terlebih dahulu."Iya, Mas," jawab Mazaya. Ia lebih dari mampu menghadapi Patricia seorang diri
"Om aku mau es krim yang rasa blueberry. Yang ukurannya besar ya. Terus nanti beli popcorn juga."Askara tampak membuat Malvin dibuat pusing tujuh keliling dengan permintaan bocah laki-laki tersebut yang ternyata begitu banyak ini dan itunya.Berbanding terbalik dengan Melinda saat ini, ia malah senang dengan kata-kata yang keluar dari wajah menggemaskan bocah laki-laki di depan itu dan sama sekali tidak menunjukkan lewat wajah kekesalan atau merasa dibuat pusing dengan tingkah Askara saat ini. Seakan wanita tersebut sudah terbiasa menghadapi yang namanya anak kecil."Hmm, boleh. Boleh banget Aska mau es krim, popcorn atau permen dan bahkan coklat. Tapi ada satu syarat yang harus dilakukan sama Aska," ucapnya yang bernegosiasi dengan Askara saat ini."Apa syaratnya, Tante?" Askara langsung menanggapi ucapan Melinda dan tampak begitu antusias.Dan Melinda pun tak kalah antusiasnya saat ini. "Hmm, syaratnya mudah kok. Askara harus mau makan makanan berat dulu sebelum makan eskrim, mau
[ Aku akan ke rumah sakit nanti untuk membicarakan keputusan kamu itu, Suha ][ Baik, aku tunggu, Mas ]Devan membalas pesan Nasuha secara singkat, lalu langsung dibalas oleh Nasuha di waktu yang sama.Devan memang harus memastikan sendiri dengan menemui istri pertamanya itu di rumah sakit. Selain itu juga ia harus berbicara dengan William untuk memastikan sesuatu. Meskipun pria tersebut sudah mengkhianatinya, tapi dirinya juga harus mengorek informasi dari mantan sekretarisnya."Ada apa, Mas?" Mazaya menghampiri Devan karena suaminya tersebut malah fokus ke layar ponselnya dan tampak begitu serius. Padahal jarang-jarang Devan bersikap seperti itu dengan benda pipih tersebut, kecuali memang ada hal yang begitu penting.Devan menoleh, lalu menyimpan ponselnya itu ke saku jasnya kembali."Oh tadi ada beberapa laporan dari divisi lain, mengenai acara yang sebentar lagi dilangsungkannya," jawab Devan yang terpaksa berdusta kepada Mazaya, ia akan membicarakan tentang Nasuha usai acara di m
Mazaya menghela nafasnya panjang karena Devan tak kunjung mengatakan, hal yang paling diinginkannya.Bukan tanpa alasan, sang suami malah mendadak sakit perut dan katanya harus ke toilet. Lalu Mazaya bisa apa saat ini, selain menunggu Devan selesai dengan urusannya."Jangan lama-lama ya, Mas. Aku tinggal tidur nanti," seru Mazaya dari balik pintu kamar mandi. Ia bahkan saat ini sudah berganti pakaian tidur, itu karena merasa tidak nyaman dengan memakai lingerie dan khawatir sewaktu-waktu Askara terbangun dan mengetuk pintu kamar mereka"Iya, gak akan lama. Ini sebentar lagi selesai kok," sahut Devan dari dalam kamar mandi.Sambil menunggu Devan, Mazaya memutuskan membuka laptopnya untuk memeriksa jadwal kegiatan di kantor besok. Di mana akan diadakan event peragaan busana di mall dengan tujuan untuk amal, meskipun sempat terjadi insiden. Tapi, acaranya masih harus berlangsung sesuai dengan jadwal."Oke, gak ada masalah kayaknya. Semuanya juga sudah lapor di bagiannya masing-masing ...
Patricia baru saja keluar dari ruangan Nasuha dirawat dengan senyuman tipis, lalu melanjutkan perjalannya sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya."Iya, ini aku Patricia. Aku baru saja bertemu dengan Nasuha, sesuai dengan permintaan kamu. Sebaiknya kamu secepatnya ke sini dan bawa dia pulang."Usai berbicara dengan seseorang di telepon, Patricia menutup panggilan tersebut. Kemudian kembali tersenyum tipis dan melangkah kakinya keluar dari rumah sakit tersebut.Patricia teringat pertemuannya dengan Nasuha, yang mana wanita tersebut adalah istri pertama dari Devan. Ia sudah mengetahui banyak tentang Nasuha selama ini."Siapa kamu dan apa maksud tujuan kamu ke sini?" Itulah hal pertama yang dikatakan oleh Nasuha, ketika bertemu pertama kali dengan Patricia. Ia sama sekali tidak mengenali wanita tersebut dan tiba-tiba datang menjenguknya.Patricia mengulas senyumnya. Ia sudah menebak, jika sikap Nasuha memang tidak akan seramah yang diharapkannya."Aku Patricia. Dulu aku pacarnya De