Bab 77. Jangan Gadaikan Agamamu
"Sebenarnya kamu kenapa, Ainun?" tanya Alia lagi ketika senja telah menyapa. Pelanggan pun sepi, jadi Nawaf dan Alia berinisiatif untuk mendesak gadis itu bercerita.
"Tidak apa-apa. Hanya masalah kecil, kok. Kalian gak usah khawatir." Ainun memaksakan senyum meskipun matanya tidak mampu menutupi kesedihan yang mendera dalam hati.
"Ainun, tolong jangan berusaha menutupi sesuatu. Aku tidak bisa melihatmu sehancur ini. Apa Diqi menyakitimu? Dia bilang ingin memutuskan lamaran atau ada kaitannya dengan Nizar?"
Gadis bermata indah itu menggeleng. Bibirnya masih mengulum senyum walau air mata terus saja berlinang. Sungguh Ainun tak ingin hatinya jadi milik yang lain, tetapi Diqi sosok yang tak mungkin ditemukan pada diri orang lain.
Ainun pernah berpikir, entah apa jadinya tanpa Nizar, mungkinkah dia harus mati daripada melihatnya bersanding dengan yang lain? Malam itu, saat yang terindah dalam hidup Ainun, tepat ketika Ni
Bab 78. Pamer PacarHari berganti minggu, minggu pun berganti bulan, semua kembali seperti semula. Nawaf sudah kembali ceria, melayani semua pembeli dengan senyum merekah sempurna. Tidak ada lagi kericuhan karena mereka yang modus hanya datang membeli.Semua itu terjadi setelah Ustazah Halimah singgah membeli bakso dan melihat tingkah mereka yang genit. Akhirnya, beliau memberi nasihat bahwa seorang perempuan harus menjaga kehormatannya.Sejak saat itu, baik Amira dan semua perempuan di sana mendadak pura-pura salihah. Ketika datang membeli bakso, memakai jilbab walau ada yang masih mengenakan celana jeans termasuk Maria, padahal agamanya berbeda.Yah, meski sesekali mereka mengambil gambar Nawaf diam-diam. Adapun jika ketahuan, Alia pasti menegur dengan sopan. Pembeli semakin ramai, mungkin karena sering bersedekah."Kak, Bu Rina pesan lima porsi, anter ke sekolah aja katanya." Alia memberi tahu, Nawaf mengacungkan kedua jempol.Sementara N
Bab 79. Pengantar UndanganMinggu itu, mereka memilih untuk tidak berjualan setelah dua hari sibuk membuat ratusan porsi bakso meriang love. Hanya rasa lelah yang dirasakan saat ini sehingga Nizar menyarankan rehat karena mereka sampai telat salat subuh.Bagaimana tidak, mereka membuat bakso sampai pukul empat subuh. Lima belas menit sebelum waktu salat, malah ketiduran. Alhasil, mereka bangun pukul delapan pagi.Pulas karena terlalu lelah dan mengantuk.Padahal salah seorang Habib dari Hadramaut, Yaman mengatakan, Allah sudah menjamin rezekimu, tetapi tidak menjamin ibadahmu. Maka jangan sampai kamu mencari rezeki hingga tak sempat ibadah.Alia menggeliat di tempat tidur. Setelah meng-qadha salat tadi, dia kembali ke peraduan meski suami dan kakaknya sibuk bersiap mengantar pesanan."Lia, temen kamu nyariin!" Bu Zahra membuka daun pintu semakin lebar, lantas menepuk bokong putrinya."Siapa, Ma?""Ainun sama Rania."Mata
Bab 80. Qobiltu"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq," ucap Diqi begitu lantang melafazkan sighot qabul di depan penghulu dan semua orang.Air mata Ainun kembali menggenang ketika mengingat momen beberapa jam lalu saat dia telah resmi menjadi seorang istri. Seluruh keluarga serta tamu undangan nampak bahagia, Ainun mengulum senyum.Achmad Asshidiqi adalah sosok lelaki yang sudah lama menjadi sahabat gadis bermata indah itu. Mereka sering berbagi pengalaman dan saling melempar pendapat sehingga Diqi tidak menyadari bahwa benih cinta perlahan tumbuh di dalam hatinya.Dia anak bungsu, tetapi hidup mandiri. Tanpa sahabatnya ketahui bahwa sejak sekolah, Diqi memang pernah diajari berbisnis oleh orang tua. Padahal dia terlahir dari keluarga berada.Cinta yang terus tumbuh detik demi detik. Diqi berjanji akan selalu menjaga Ainun, dalam suka duka bahkan di siang dan malamnya."Alhamdulillah, s
Bab 81. Gemuruh dalam DadaLepas salat asar, kedua mempelai kembali ke pelaminan. Semua masih saja, tamu undangan silih berganti menyalami mereka. Tentu saja, baik Ainun maupun Nizar hanya mengulurkan tangan kepada mahram saja dan mengatup kedua tangan di depan dada untuk yang lainnya.Rasa lelah duduk seharian hadir memeluk raga mereka. Ainun ingin sekali masuk kamar untuk meregangkan otot walau sebentar. Namun, senyum dari setiap tamu seolah membakar semangatnya lagi dan lagi."Kamu udah buka kado dari Alia?" Kembali Diqi bertanya sesuatu yang tidak ingin Ainun bahas saat ini."Belum. Gak mau buka sekarang, nanti saja.""Kenapa?""Pokoknya nanti saja. Gak usah terlalu penasaran, nanti malah gak sesuai harapan. Alia pasti ngasih jilbab kalau gak gamis.""Menurut aku bukan gamis, melainkan ...." Diqi tersenyum, sengaja menggantung ucapannya lantas mengerling manja pada sang istri.Ainun sendiri menghela napas panjang, lalu memb
Bab 82. Takdir yang DirindukanPukul sebelas malam, kedua mempelai sudah memasuki kamar karena kelelahan karena terus melayani tamu dan memaksakan senyuman. Padahal, Ainun merasa nyeri di bagian perut dan pinggangnya.Saat sedang duduk di depan kaca rias untuk menghapus make up dengan remover, tiba-tiba Diqi berlutut dan memeluknya dari belakang membuat bulu kuduk perempuan itu meremang."Ada apa?" tanya Ainun sedikit gugup. Dia takut melakukan itu. Apalagi sekarang ada di rumah Diqi, mudah bagi lelaki itu untuk memaksanya.Bibirnya yang sedikit gemetar terlihat jelas dari pantulan cermin. Diqi menarik sudut bibir tipis, kemudian berdiri, melangkah menuju lemari pakaian.Setelah kembali, dia meletakkan hadiah dari Alia tadi di meja, tepat depan Ainun. "Buka sekarang!""Nanti saja, Diq–""Eh, bukan Diqi. Habibi, singkatnya 'bi'. Mengerti, Sayangku?"Jauh di lubuk hati, Ainun merasa senang karena melihat binar cinta terpanc
Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan
Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m
Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk