Sebuah pertaruhan besar ketika akhirnya Rindu benar-benar menolak semua tawaran kerjasama yang mengharuskannya "makan besar". Yang diterimanya hanya yang bersifat review singkat. Sebagai gantinya dia lebih sering nge-vlog bareng Duta.Awalnya baik-baik saja, penonton lumayan suka dengan penampilan Duta. Kehadirannya membawa angin segar di channel Rindu. Namun, setelah seminggu video mukbang absen, para netizen mulai mencari-cari.Suplemen pelangsing yang dipesan Rindu sudah datang tiga hari yang lalu. Artinya, program diet dengan niat yang sangat kuat pun resmi dimulai. Rindu bukannya tidak bersyukur dengan apa yang telah Tuhan berikan. Hanya saja, dia harus bertindak cepat sebelum Duta benar-benar jatuh ke pelukan Tiwi. Dia harus berhasil mendapatkan berat badan ideal sebelum kontrak pernikahannya dengan Duta berakhir.Saat ini fokus Rindu benar-benar hanya ke program dietnya. Sampai-sampai dia tidak sadar telah menelantarkan channel yang susah payah dibangunnya. Dia tidak pernah lag
Saat ini, hal yang paling membahagiakan bagi Rindu adalah ketika berdiri di atas timbangan dan mendapati angkanya berkurang. Pagi ini misalnya, dia jingkrak-jingkrak kegirangan saat mendapati berat badannya sudah turun tiga kilo setelah dua minggu rutin mengonsumsi suplemen pelangsing dan menekan konsumsi kalorinya. Dia benar-benar bahagia.Hanya saja, Rindu tidak sadar, bahwa bahagianya itu semu belaka. Di balik perjalanan menuju bentuk tubuh ideal, ada hal lain yang pergi pelan-pelan. Persahabatannya, misalnya. Tasya dan Beni tidak pernah lagi muncul sejak hari itu. Hanya Devi yang masih bertahan menemani Rindu mengelola channel yang semakin hari semakin meredup.Rindu pernah kepikiran untuk merekrut anggota baru, tapi urung, karena sebenarnya masalah utamanya bukan di kekurangan orang. Channel-nya kehilangan ruh sejak ditinggal Tasya dan Beni. Ada semacam unsur magic yang tiba-tiba terlepas dan membuat segala hal yang berjalan di dalamnya tidak sinkron lagi. Ditambah lagi sekarang
Duta agak kaget. Belum pernah Rindu menatapnya seperti ini."Lagian ini bukan yang pertama, harusnya kamu udah terbiasa.""Maksudnya, aku harus terbiasa dihina, gitu?"Rindu memutar bola mata. Maksudnya sungguh bukan ke arah situ."Kita ini beda. Aku nggak terima diginiin terus, atau pura-pura baik-baik aja dengan bikin video nggak jelas setiap hari."Rindu menoleh secepat kilat. Bukan karena videonya dicap tidak jelas, tapi karena merasa Duta mulai lancang mengomentari hidupnya. "Aku baru tahu kamu setidak bisa ini berpura-pura, sampai-sampai status pernikahan kita pun kamu beberkan ke orang lain." Dia melontarkan kalimat itu dalam sekali tarikan napas. Matanya memanas.Duta mengernyit. "Maksudnya?""Kamu ngomong ke Tiwi, kan, kalau pernikahan kita ini cuma kontrak!"Deg!Duta tercekat."Demi apa, ha?"Duta menelan ludah kelat. Untuk bagian ini dia mengaku salah. Pengakuan itu adalah hal yang paling dia sesali belakangan ini. Namun, semua sudah terlambat. Dan saat itu posisinya benar
Duta mondar-mandir di ruang tunggu ICU dengan kegelisahan yang kian bergumul. Setibanya tadi, dia langsung ke ruang administrasi untuk mengurus beberapa hal agar Tiwi bisa langsung ditangani sebagaimana mestinya. Sekarang yang terpenting adalah Duta harus bisa menghubungi keluarga Tiwi. Siapa pun. Dia tidak bisa tinggal diam, membiarkan cewek itu terombang-ambing di antara hidup dan mati tanpa ada satu pun pihak keluarga yang tahu.Setelah berusaha menenangkan diri, akhirnya Duta kepikiran untuk membuka Instagram Tiwi, barangkali dia bisa menemukan sesuatu di sana. Namun, agaknya nihil. Memang ada beberapa foto bareng keluarganya, tapi tidak ada akun yang ditandai.Duta hendak mengantongi kembali ponselnya ketika dia tiba-tiba kepikiran sesuatu. Dia cepat-cepat membuka kembali Instagram Tiwi. Cewek itu lumayan sering memosting foto berdua dengan seseorang yang sepertinya sahabat atau minimal orang terdekatnya di tempat kerja. Ada juga beberapa video lucu mereka. Dan hampir di semua po
Setelah menjelaskan sebentar ke Meta, Duta langsung meluncur ke alamat rumah sakit yang di-share Devi. Matahari belum bangun, jalanan masih lengang. Kurang dari 20 menit Duta sudah tiba di sana. Dia langsung menelepon Devi untuk menanyakan posisi.Duta membuka pintu kamar perawatan Rindu pelan-pelan. Devi langsung menoleh saat menyadari ada yang datang. Duta mendekat sambil mengamati Rindu yang terbaring dengan cairan infus yang masuk ke tubuhnya perlahan-lahan. Matanya tertutup rapat."Gimana keadaanya?" tanya Duta senada bisikan.Alih-alih menjawab, Devi malah menarik Duta keluar ruangan."Kata dokter, daya tahan tubuhnya menurun karena kekurangan nutrisi," terang Devi setibanya di luar. Dia mendesah pelan sambil memijat keningnya. "Dietnya emang keterlaluan, sih. Dia makan nasi cuma satu kali sehari, itu pun cuma satu centong.""Emang kenapa harus diet sampai segitunya segala?"Demi kamu lah! Devi hampir berkata begitu. Namun, kalimat itu agaknya kurang tepat untuk saat ini. Akhirn
Duta tidak tahu pasti sejak kapan dia harus memilih antara Rindu dan Tiwi. Rindu jelas hanya istri kontraknya. Ikatan di antara mereka tidak didasari perasaan apa pun. Bahkan, keduanya sepakat untuk tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Sementara Tiwi, hanya seseorang yang pernah melewatkan sebuah kesempatan, dan kini seolah berusaha membuka kesempatan lain lagi. Harusnya mereka tidak di posisi yang memberatkan Duta untuk memilih. Namun, nyatanya Duta terjebak secara misterius di antara keduanya.Hingga pada akhirnya, Duta memilih beranjak dari keduanya. Ini terasa lebih adil. Dari rumah sakit tempat Rindu dirawat, Duta melajukan vespanya ke arah mantan kosannya. Sebelumnya dia sudah menghubungi Meta, menyampaikan bahwa dia tidak bisa datang karena ada urusan mendadak. Meta memaklumi. Lagian katanya, dia sudah berhasil menghubungi keluarga Tiwi. Mereka langsung memesan tiket penerbangan pagi. Duta lega mendengarnya. Bagaimana pun, dukungan terbaik adalah dari keluarga inti.Ja
Duta larut dalam lamunan. Andai hidup punya tombol pause, dia teramat ingin menggunakannya saat ini. Biarkan dunia jalan tanpa dirinya dulu. Dia butuh hening paling hening untuk mengurai kekusutan di kepalanya.Dosa apa yang telah dia perbuat selama ini hingga harus mencicipi aroma tahanan yang pengap ini? Dia memang tidak salah, tapi ini jelas cara Tuhan menegurnya. Barangkali dia sudah terlalu jauh melenceng dari hal entah. Sejujurnya sejak tiba di tahanan ini beberapa jam yang lalu, Duta langsung kepikiran satu hal, tentang kebohongannya selama ini kepada Ibu. Hingga detik ini, Ibu masih mengira dia kerja kantoran seperti pengakuannya. Meski tujuannya agar Ibu tidak perlu mencemaskan apa-apa, tapi yang namanya bohong tetap saja salah. Terlebih terhadap orangtua.Semoga malasah ini cepat selesai. Duta akan pulang ke Makassar dan jujur sepenuhnya."Saudara Duta, ada tamu untuk Anda."Suara itu mengangkat Duta dari lamunan. Dia menoleh. Melihat Pak Polisi itu sedang membuka pintu taha
Duta sama sekali tidak mengira akan berhadapan dengan Rindu di ruang besuk ini. Pertama, istri kontraknya itu sedang sakit. Kedua, bagaimana terakhir mereka berselisih. Mengingat marahnya kemarin, serta sorot kekecewaan di matanya, rasa-rasanya pemakluman, maaf, atau apa pun itu tidak akan turun secepat ini.Namun, kini mereka sedang berbagi udara di ruang yang sama. Hal ini membuat Duta teringat dengan perkataan Devi; "Rindu cinta sama kamu.". Benarkah cinta yang membawanya ke sini?Dalam tundukannya yang kian senyap, Rindu seolah sedang menyembunyikan sesuatu, atau berusaha merangkai kalimat yang bisa meleburkan kekakuan di antara mereka. Andai Devi ikut masuk, mungkin suasananya akan beda. Namun, temannya itu malah memilih menunggu di luar. Katanya, untuk saat ini berdua lebih baik daripada bertiga.Di tengah laju waktu yang terus bergulir, Duta setia menelisik setiap pergerakan Rindu, sekecil apa pun itu. Sama, dia juga tengah berjuang menemukan sesuatu untuk membuka suara lebih d