"Apa-apaan ini! Kenapa bisa gagal," murka Max pada anak buahnya yang gagal mendapatkan tander untuk perusahaan.
"Maafkan kami pak."
"Siapa, siapa yang berani bersaing dengan perusahaan saya?"
"Dari perusahaan Dirojo Company pak dengan penanggung jawab tuan Darma Dirojo."
Max terkejut saat mendengar nama Darma yang disebutkan oleh anak buahnya, kini ia berfikir apakah Darma yang disebutkan sama dengan Darma yang dikenalnya?
"Darma kalian bilang?"
"Benar pak."
"Baiklah, kalian boleh keluar sekarang."
Max kini terduduk dengan amarah yang memuncak, ia benar-benar tak terima jika harus terkalahkan dalam tender yang sangat besar ini. Ia benar-benar ingin tahu, siapa Darma yang berani melawannya.
Namun tiba-tiba saja Syan masuk dan membuka pintu ruangannya dengan begitu keras hingga mengejutkannya. Max menatap heran anaknya yang tengah menangis tersedu-sedu dihadapannya, ia menautkan alisnya menatap heran putrinya.
"Papa
Antonio yang sedang sibuk meeting tak sadar jika ponselnya dalam keadaan silent, ia juga tak tahu jika istrinya sejak tadi terus berusaha menghubunginya."Silahkan kalian semua cek email yang sudah saya kirim," ucap Antonio.Semua orang fokus dengan apa yang ada didepannya, mereka larut dalam keseriusan yang tercipta dalam ruang meeting tersebut.Sabrina meremas tanganya saat berada didalam mobil menuju perusahaan milik Max, ada sedikit rasa takut dalam dirinya mengingat sikap Max terhadapnya. "Pak agak cepat dikit ya," serunya pada supir rumahnya."Baik nona."Aldo yang saat ini sedang berada disebuah cafe besama Rey terkejut saat ada beberapa orang laki-laki bertubuh besar menarik paksa tubuhnya. "Apa-apaan ini," seru Rey yang tak tahu apa-apa."Diam kalau leo nggak mau kena batunya!""Siapa kalian ini, lepasin gue," berontak Aldo pada beberapa orang yang sedang menarik tubuhnya."Ikut kami atau loe gue haja
Sabrina sedikti tesentak saat mendengar Syan meminta cambuk pada salah satu anak buah papanya, ada rasa takut namun ia mencoba menyembunyikannya. Aldo menatap heran kedua wanita dihadapannya kini, ia begitu penasaran ada hubungan apa antara mereka."Syan, mau apa kamu nak.""Apalagi pah, tentu saja menghukum perempuan jalang ini.""Lakukanlah apapun yang bisa membuat kamu senang nak.""Apa-apaan anda ini tuan, membiarkan Syan berlaku seenaknya," protesnya Aldo."Siapa kamu berani melarang anak saya."Syan mengabaikan kedua pria yang kini tengah berdebat didepannya, ia hanya fokus pada Sabrina yang memberinya tatapan tajam dan menantang."Ini cambuknya nona muda.""Kalian berdua, pegangin wanita ini baik-baik," senyumnya begitu sinis."Apa yang kalian lakukan, lepaskan Sabrina," teriak Aldo saat melihat Sabrina terdiam saat tangannya dicekal oleh dua orang laki-laki."Loe lihat, wanita idaman loe ini bakal me
Setelah puas mencambuk dan melukai seluruh tubuh Sabrina, Syan menghempaskan dirinya diatas sofa disebelah Max. Matanya dengan tajam menatap Aldo yang terlihat sangat jelas tengah memperhatikan Sabrina.Bajunya yang rapi kini berubah compang camping akibat cambukan Syan barusan, tak hanya itu bahkan kulit putihnya berubah memerah bahkan memar juga akibat ulah Syan. Aldo kini benar-benar tak suka dengan Syan, anak manja yang ternyata hanya ingin menang sendiri."Untuk kamu, nikahi anak saya hari ini juga."Ucapan Max barusaja membuat mata Aldo dengan tajam menatap dirinya, ada rasa marah juga tak suka mendengar dirinya dipaksa melakukan apa yang tak disukainya."Tuan, semua sudah siap. Penghulu sudah datang disini.""Bawa keruang sebelah, pastikan penghulu tidak tahu situasi ini.""Baik tuan.""Anda tidak bisa memaksa saya tuan," tolak Aldo yang mencoba memberontak."Apa yang tidak bisa saya lakukan, bahkan membunuh gadis
Tiga orang laki-laki kini tengah sangat serius dengan pembicaraannya, Alex dengan seksama mendengar apa yang kini dibahas oleh tuan mudanya. Sedang Darma juga hanya mendengar apa yang kini diminta oleh anaknya."Burhan," batin Darma."Saya mau semua info sudah ada sebelum siang ya," pinta Nio."Baik tuan," patuh Alex."Kalian bicara dulu, papa mau keluar sebentar."Darma perlahan menjauh dari rumahnya, ia keluar dan duduk dihalaman belakang rumahnya."Halo, Burhan?""Halo ada apa pak Darma."Darma menceritakan semua yang terjadi hari ini, dan ia juga meminta bantuan kepada Burhan untuk menyelidiki Max tentang hal ini."Tenang aja, saya pasti bakal bantuin semua ini.""Terima kasih ya.""Pah," panggil Bulan yang tiba-tiba muncul sambil menggedong Sasa ditubuhnya.Bulan duduk disebelah Darma, memegang tangan suaminya sambil tersenyum tulus diwajahnya."Kenapa?""Gpp mah, papa
Burhan menyelidiki keluarga Max sesuai dengan apa yang diminta Darma padanya. Dan ia sungguh terkejut dengan apa yang diketahuinya, sebuah fakta yang tak disangka akan diketahuinya. Pagi ini semua tengan menikmati sarapannya, termasuk Sabrina yang memaksa untuk ikut makan pagi dimeja makan. Sasa nampak sekali menyayangi Sabrina, ia terlihat begitu mengurus mamanya yang tengah sakit itu. Sasa yang masih kecil dengan telaten menyuapi Sabrina dengan makanannya, memberikannya minum saat ia kehausa. "Mama, makan yang banyak ya, cepet sembuh juga." "Iya sayang, sekarang kamu makan juga dong kan mau kesekolah," ucap Sabrina. "Sasa makan aja ya, biar papa yang gantian suapin mamanya." "Yaudah, tapi papa pelan-pelan ya suapinnya." Semua hanya bisa tersenyum mendengar apa yang barusan diucapkan gadis kecil tersebut. Dan ditengah acara makannya, tiba-tiba saja Sabrina mengernyitkan dahinya. "Ada apa, kenapa? Mana yang sakit," tanya Ni
Berbekal foto liontin yang dikirimkan oleh Antonio, kini Alex berburu informasi apapun yang bisa ia temui. Tak hanya bekerja seorang diri, namun Alex juga mengerahkan beberapa anak buahnya untuk ikut membantu pencarian tersebut."Gue harus bisa nemuin info itu secepatnya," gumam Alex menatap lekat foto liontin dilayar ponselnya.Namun sudah hampir satu minggu ia mencari belum ada satu informasipun yang ia peroleh, hal ini membuat Nio semakin menekan Alex untuk segera memberinya hasil.Sudah satu minggu juga Sabrina berada dirumah sesuai keinginan suaminya, dan selama satu minggu itu juga Nio selalu memanjakan dan menemani istrinya dirumah."Hubby," panggil Sabrina yang kini tengah berbaring diranjang dengan suaminya yang sibuk bekerja."Ada apa sayang," jawab Nio tanpa melihat istrinya."Besok aku masuk kuliah ya."Nio menghentikan pekerjaannya, menatap lekat Sabrina yang kini memberinya senyuman paling manis. Nio menakup wajah
Pagi yang sangat cerah dan menggembirakan, terutaman bagi Nio yang kini sangatlah ceria. Wajah itu bahkan itu bahkan sangat memerah saat mengingat permainan panasnya, mengingat bagaimana menggodanya Sabrina. "Nio," panggil Darma. "Ada apa sayang," sahutnya masih melamun. Semua orang kini menatap heran Nio yang sedang tersenyum sendiri, bahkan Sabrina merasa malu dengan tingkah suaminya saat ini. Sabrina segera menyenggol lengan Nio hingga membuatnya hampir saja jatuh. "Apa sih yank, gimana kalau tadi aku jatuh," ucap Nio. "Nio kamu sehatkan," tanya Darma. "Sehat pi, sehat banget malah ini," senyumnya yang selalu mengembang. "Maaf ya pi, lagi panas mungkin," malu Sabrina. "Kayak kamu ya yank panas," memeluk pinggang istrinya. Bulan tersedak makanannya mendengar apa yang baru saja diucapkan anaknya, rasanya ia seakan salah pendengaran. Sedang Sabrina hanya membulatkan matanya dan berusaha melepaskan diri dari suam
Syan diijinkan pulang, namun ia harus beristirahat total selama satu minggu kedepan jika tidak ingin kehilangan bayi dalam kandungannya. Namun Carisa masih saja tak terima atas apa yang terjadi dengan anaknya tadi pagi, hatinya masih saja dongkol dan mendendam dengan Sabrina yang dituduh anaknya tengah bersama dengan menantunya. "Pah, kamu jagain Syan ya. Mama mau keluar dulu." "Mau kemana?" "Ketemu temen, tadi pagi udah janjian jadi nggak enak kalau tiba-tiba dibatalin." "Yaudah, tapi jangan lama-lama." Kini Carisa melajukan mobilnya menuju kampus yang dikatakan Syan padanya, ia ingin membuktikan apa benar yang dipikirkan oleh putrinya. Sabrina baru saja tiba saat tiba-tiba Aldo datang menghampirinya. Pengawal Sabrina berusaha menghalanginya, namun Aldo yang kekeh memaksa untuk berbicara dengan Sabrina. "Bapak tunggu disini aja ya, saya bisa masuk sendiri kok," ujar Sabrina pada pengawalnya. "Baik nona."
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt