Kala itu, Syifa bertengkar hebat dan berpisah dengan Henda Albar dikarenakan oleh kematian sang ibu. Dengan susah payah Henda Albar menyelesaikan kesalahpahaman dan membujuk Syifa untuk pulang, tentu dia sangat bersikap hati-hati terhadap Syifa. Syifa sama sekali tidak tahu-menahu, Henda Albar juga tidak berniat membiarkan Syifa untuk tahu dengan banyak hal. Jika begitu, Sansan Carell melibatkannya, Syifa pasti akan tahu kalau masalah-masalah itu ada hubungannya dengan dirinya. Kemungkinan, nantinya dia akan salah paham lagi, bahkan akan sangat dendam kepada Henda Albar. Sansan Carell sudah melakukan penelusuran dengan jelas terlebih dahulu, sehingga dia dapat menggenggamnya dengan tepat. Debora Albar pun tidak dapat menahan dirinya untuk menghela napas dan melontarkan, "Sansan memang tidak boleh diremehkan." "Tetapi, apa manfaat baginya dengan berbuat demikian?" Debora Albar tidak mengerti, "Bahkan jika kita ingin membantunya pun, tidak ada satupun saksi
Soraya Lindsay mengangkat kepalanya, matanya sedikit memerah, "Apa maksudnya? Dapat membaik? Membaik seperti apa?" Ken Lindsay tidak mengatakan apa maksud dari membaik itu, dia hanya berkata, "Aku hanya menebak saja, segala sesuatu itu tidak pasti." Soraya Lindsay sedikit kaku, lalu dia bangkit berdiri dan mengatakan, "Aku tahu, kalau begitu, aku tidak akan mengganggu ayah beristirahat lagi, aku akan kembali dulu." Ken Lindsay mengangguk-anggukkan kepalanya, dia tidak banyak berkata-kata, dan melihat kepergian Soraya Lindsay. Saat ini, Tasya Lindsay pun keluar dengan wajah yang penuh cemas, "Apakah yang kamu katakan barusan itu benar? Masalah itu sungguh dapat membaik?" "Tidak tahu." Ujar Ken Lindsay dengan datar. Setelah mendengarnya, Tasya Lindsay memelototi Ken Lindsay sekilas, "Jika tidak tahu, kenapa kamu berbicara sembarangan? Bukankah itu sama saja memberikan harapan kepada Soraya? Jika pada akhirnya hasilnya tidak dapat diubah, aku ingi
Cheon Carell memutar kepalanya, "Kamu adalah kamu, dia adalah dia, dia berbuat demikian karena tidak ada orang yang mampu menghalanginya. Namun kamu tidak sama, kamu masih memiliki sebuah keluarga, apakah kamu merasa keluargamu akan mengizinkan kamu berbuat demikian?" "Betul!" Fajar Pratama mengambil napas dengan dalam, "Apa yang kamu katakan itu betul, itu juga adalah letak ketidaksamaan aku dengannya." Cheon Carell tidak menjawabnya. Fajar Pratama berkata dengan tegas, "Lusa adalah acara perjamuan ulang tahun ayahku, aku mengundangmu untuk hadir." Cheon Carell mengangkat kepala, "Mengundangku? Apakah kamu yakin?" "Tidak perlu curiga, aku memang ingin mengundangmu," Fajar Pratama menoleh kepada Cheon Carell sekilas, "Sansan sudah tidak memiliki jalan untuk keluar lagi, Keluarga Carell juga telah merelakannya, dan kamu adalah satu-satunya sang penerus." Alis mata Cheon Carell sedikit terangkat setelah mendengarnya, "Kenapa? Bagaimana kalau terj
Sang sopir berseru, "Sialan, siapa yang mengemudikan mobil itu? Apakah dia tidak bisa menyetir?" Jarak di sini dengan pusat kota sedikit jauh, kendaraan tidak begitu banyak, dan yang berada di depan mobil mereka adalah sebuah mobil van hitam yang terbentang di arah depan dan menghalangi jalan. Tidak lama kemudian, terlihat tiga orang keluar dari dalam mobil, semuanya adalah pria yang bertubuh tinggi dan besar. Melihat itu, Soraya Lindsay langsung memiliki perasaan buruk, dia berniat untuk turun dari mobil dan melarikan diri. Namun dia malah ditangkap oleh seorang pria, "Hahaha… mau kemana, cantik? Jangan mencoba kabur!" Sang sopir sangat ketakutan melihat dengan situasi ini, "Kakak, apa yang ingin kalian lakukan? Aku tidak memiliki uang..." Ketiga pria itu tidak mempedulikan sopir itu, mereka menarik Soraya Lindsay ke arah mobil van. "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Soraya Lindsay tidak henti-hentinya memberontak. Pria itu pun kehilangan kesabaran
Begitu kalimatnya dilontarkan, pintu mobil pun dibuka. Pria di dalam mobil itu langsung membalikkan kepalanya. Kemudian, pupil matanya menyusut, belum sempat mengeluarkan suara, tenggorokannya pun digorok dengan pisau. Satu pria lainnya masih membelai paha Soraya Lindsay, mendengar adanya suara, dia baru merasa ada yang tidak beres, dia pun bergegas memutar badannya, sayangnya, sudah terlambat. Sebuah pisau mendarat di kepalanya. Ketiga orang itu pun mati. Soraya Lindsay gemetaran saking terkejutnya, di saat yang sama, dia menatap tajam pria yang memegang pisau di depannya itu dengan perasaan takut. Wajah pria itu tidak terlihat, dia memakai topeng, hanya terdapat dua buah mata yang terpampang keluar, membuat orang yang melihatnya merasa ketakutan. "Kamu... apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Soraya Lindsay menguatkan dirinya. Mendapati ini, pria itu berkata dengan datar, "Namaku Gilbert, aku adalah Kaki tangan dari Tuan Muda keluarga Carell. Tuan Mu
Sekali lagi Daniel Sturridge meliriknya sekilas, "Sebenarnya, kamu tidak perlu membunuh orang." Wardani telah menjadi orang yang lumpuh, namun pada akhirnya dia masih memiliki sebuah nyawa. Daniel Sturridge juga tidak mengerti kenapa Sansan Carell malah membunuh banyak orang? Sansan Carell mengangkat tatapan matanya dengan pelan, sesekali dia tertawa pelan, "Jika aku tidak membunuhnya, maka dia akan datang untuk membunuhku." Memang benar kalau Wardani masih hidup, namun apa bedanya dengan dirinya yang telah mati? Selain itu, pada dasarnya, orang yang diutus oleh Febri Hernanto itu adalah untuk membunuhnya. Apakah ternyata dirinya tidak boleh melawan balik? Apakah ternyata dia pantas untuk dibunuh oleh mereka? Pantas untuk melibatkan saudara dan temannya sendiri? Daniel Sturridge dan Syifa saling menatap untuk sesaat, Syifa mengatakan, "Jika dia mengutus orang untuk membunuhmu, kamu dapat melapor kepada polisi." Sansan Carell tidak setuju dengan
Semua orang yang berada di dalam ruangan itu menatap Sansan Carell, melihatnya berjalan dan duduk di sana dengan polos. Tapi tidak terlihat adanya niat buruk darinya, secara tidak sadar, semua orang pun mengira kalau dia adalah seseorang yang gampang untuk ditindas. Tentu saja, sebelum itu, mereka perlu bertanya kepadanya kenapa dia bisa masuk ke sini. Sehingga, ketika baru saja Sansan Carell duduk, terdapat seorang pria yang mendekatinya, kemudian bertanya kepadanya, "Saudara, apa yang telah kamu lakukan? Dihukum selama berapa tahun?" Sansan Carell mengangkat kepalanya dan sekilas menatap pria itu, dengan datar dia berkata, "Membunuh orang, hukuman mati." Begitu kalimatnya diucapkan, semua orang pun terkaku, lalu pria itu membuang air liurnya, "Membunuh? Orang dengan tubuh kecil seperti kamu ini bisa membunuh? Sialan, apakah kamu kira aku akan percaya?" Kalimat tersebut sepertinya adalah sebuah isyarat, selesai berbicara, orang-orang yang awalnya be
Sansan Carell memelintir tangan pria itu ke belakang dan menahannya dengan erat, suaranya terdengar dingin, "Aku tidak ingin membuat masalah. Kalau tidak, aku tidak keberatan untuk membunuh lagi." Begitu kalimat itu diucapkan, pria itu merasa ketakutan, kemungkinan orang ini masuk ke penjara karena memang telah membunuh orang. Sansan Carell melepaskan pria itu, cukup dengan memberikan sebuah pelajaran kepada mereka. Karena perkelahian barusan, luka pada tubuhnya pun semakin menyakitkan, dia perlu beristirahat. Namun, tepat pada saat Sansan Carell melepaskan tangannya, pria itu bangkit berdiri, dia mengepalkan telapak tangannya dan mencoba untuk memukul kepada Sansan Carell. "Memangnya kenapa kalau kalau kamu pernah membunuh orang? Aku adalah bos di sini, selain itu, Aku yang akan membunuhmu!" Reaksi Sansan Carell sangat cepat, dia langsung menahan kepalan tangan pria itu, lalu dengan mudah dia menekannya dan membalikkan tubuhnya. Kemudian duduk di atas pun
Fajar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sansan mengucapkan terima kasih dan menutup telepon.Hyorin mendengarkan seluruh percakapan mereka, wajahnya juga menjadi serius. "Apa yang harus kita lakukan?"Sansan berkata dengan tak berekspresi. "Pergi ke RS Kyoto dulu dan buat strategi," Sansan menatap Hyorin dengan sedikit ragu. "Tapi, sebelum itu kamu pergi dan bawa Soraya pulang!"Soraya adalah kelemahannya. Jika orang-orang itu ingin menyerangnya dan membiarkannya tertangkap, mereka pasti akan menyerang Soraya terlebih dulu. Jadi, melindungi Soraya adalah hal yang paling penting.Hyorin mengangguk. "Aku akan pergi!""Biarkan Busby pergi, kamu ikut aku ke RS Kyoto," ujar Sansan sambil berjalan.Hyorin tidak keberatan, Sansan menelepon Matt Busby, berbicara singkat tentang situasinya dan pergi ke RS Kyoto.***RS Kyoto.Sansan memanggil Ramdan dan Leona. "Hari-hari indah akan segera berakhir."Mereka tidak mengerti. Ketika Sansan memberi tahu berita tentang Henda dibunuh oleh Zoran, semua
"Brengsek!"Sansan benar-benar menganggap Hiden sebagai teman dekatnya. Jika tidak, dia tidak akan pergi mencari Hiden setelah menerima Grup Hour, apalagi memberikan Hiden banyak sumber daya untuk membuatnya berkembang.Alhasil, Hiden bekali-kali menyerobot sumber daya yang layak didapatkan Grup Hour secara diam-diam! Bahkan, dia melakukan tindakan kecil di belakang punggungnya dan sekarang bahkan mencari pembunuh untuk membunuhnya!Perasaan dikhianati oleh teman dekat ini membuat Sansan merasa tercekik. Jelas sekali mereka adalah teman dekat. Wardani bisa mati untuknya, tetapi Hiden malah ingin membunuhnya!"Ahh …" Sansan tinggal di gang gelap itu untuk waktu yang lama sebelum perlahan keluar dari gang, tetapi aura permusuhan di tubuhnya menjadi lebih berat dari sebelumnya.Ponsel Sansan terjatuh ketika dia dan Downey melompat keluar jendela. Saat itu, dia tidak ada waktu untuk mencari ponsel lagi. Setelah melompat keluar jendela, dia berusaha keras berlari.Mereka berada di depan Hy
"Tentu!" Sansan mengangguk tanpa terkejut, dan menghabiskan seteguk anggur terakhir. "Waktu untuk duel akan diatur secara terpisah. Sekarang bukan waktu yang tepat."Downey tidak keberatan.Pada saat ini, Sansan hendak bangun dan Downey tiba-tiba menahannya. Sansan bingung. "Kenapa? Apakah kamu ingin melakukannya sekarang?"Downey menatap dingin ke belakang Sansan, seolah sedang mengamati sesuatu. Sansan melihat ada yang tidak beres, berpaling untuk melihat dan dia melihat beberapa orang berpakaian rapi duduk di pojok sambil minum alkohol. Ketika Sansan menoleh untuk melihat, mereka dengan cepat menarik kembali pandangan mereka.Meskipun orang-orang ini tampil sebagai gangster kecil, tetapi niat membunuh di dalamnya belum sepenuhnya disimpan dan bisa dirasakan hanya dengan satu tatapan.Sansan mengerti dalam sekejap, berbalik dan berkata kepada Downe.y "Sepertinya ada yang datang untuk membunuhku lagi.""Mungkin masih orang yang sama?" Downey sepertinya tidak khawatir sama sekali, tap
Di dalam kamar. Setelah memastikan bahwa mereka telah pergi, ekspresi semua orang kembali normal dan seorang wanita pergi mengetuk pintu kamar mandi. Setelah beberapa saat, pintu kamar mandi terbuka dan Lou Zheng berjalan keluar.Ketika pria itu sedang berbicara di telepon, Lou Zheng kebetulan pergi ke kamar mandi. Ketika dia akan keluar, dia mendengar jeritan di dalam kamar dan tahu ada yang tidak beres, jadi dia tetap di dalam kamar mandi dan tidak keluar.Saat itu, Sansan mematikan suara lagu karena dia ingin bertanya, sehingga Lou Zheng bisa mendengar suara Sansan dengan jelas.'Sansan belum mati?! Dia bahkan datang sampai kesini.' Lou Zheng sangat gugup pada saat itu.Untungnya, orang-orangnya tahu apa yang harus dikatakan dan apa yang tidak boleh dikatakan. Jadi mereka tidak mengungkapkan identitasnya.Lou Zheng memandang semua orang dengan puas. "Bagus sekali! Setelah beberapa hari lagi, kalian akan menjadi eksekutif Grup Hour yang baru.""Baik, bos." Lou Zheng tersenyum.Sansa
Melihat Sansan yang menatapnya, ekspresi Downey berubah drastis, dia berusaha menahan dan akhirnya dia mengutuk. "Sialan, jangan omong kosong kamu!""Uhm …" Sansan terbatuk geli menatap mata Downey. "Hahaha …" Sansan tidak bisa menahan tawanya saat melihat alis Downey yang terangkat.Karena tatapan serius Downey, ditambah dengan kesan bahwa Sansan yang berperilaku baik, sangat lucu jika dia tiba-tiba mengutuk kalimat seperti itu.Raut wajah Downey semakin buruk. Bagaimanapun, dia telah mengutuk, jadi tidak ada bedanya jika dia mengutuk sekali lagi. "Sialan, apa yang kamu tertawakan?"Sansan tercengang, dan kemudian berkata dengan cukup serius. "Aku hanya tertawa saja!"Tatapan mata Downey langsung memuram dalam sekejap.Yang lain tampak berbeda ketika mereka melihatnya dan mata mereka diam-diam mengkomunikasikan sesuatu.Karena keremangan kamar, Sansan dan Downey tidak menyadari ada yang janggal dengan mata mereka. Sansan berhenti terawa dan menatap pria itu dengan tajam. "Satu kesemp
"Bodoh!" Pria itu berteriak dengan kesal. "Tentu saja si br*ngsek Sansan!""Tunggu?!" Usai bicara, pria itu merasa ada yang janggal, jadi dia segera berbalik. Ketika dia melihat Sansan yang baru saja dia sebut berdiri di depannya, dia langsung melebarkan matanya, "K-Kamu—"Dia sangat ketakutan hingga ponselnya jatuh ke lantai. Pria itu menggigil dan menunjuk ke arah Sansan.BRUK!Tiba-tiba Sansan yang sedang menatap sosok pria itu dengan tajam, dengan cepat menarik lengan pria itu dan membantingnya ke lantai.Saat ini, Downey yang berdiri di belakang Sansan berjalan keluar perlahan dan berkata dengan ringan. "Hei, tempramenmu tidak terlalu bagus.""Tidak juga," jawab Sansan dengan datar.Mereka juga mendengarnya tadi. Pria itu berkata bahwa Downey juga akan dibunuh bersama.Downey yang memikirkan itu mendengus pelan. "Aku terlibat karena kamu."Sansan hanya terdiam mendengar ucapan Downey, tanpa banyak basa basi lagi dia berjalan menuju sebuah ruangan lain.BRAK!Sansan menendang pint
Orang-orang telah menggali lebih dari satu jam, dan mereka tidak menemukan apa-apa. Mereka hanya membongkar puing-puing bangunan yang sudah berserakan menjadi hitam."Tidak ada apapun disini.""Apakah kamu yakin mereka berada tepat di daerah ini?""Coba ingat-ingat kembali?"Orang-orang mulai kebingungan dan ada rasa pasrah di dalam benak mereka, mereka berpikir bahwa orang yang memanggil mereka datang itu salah ingat lokasi.Shifa yang mendengar itu segera menggelengkan kepalanya ketika melihat ini. "Tidak mungkin, mereka pasti ada di sini, tidak mungkin tidak ada!""Tetapi kami tidak menemukannya!""Bagaimana kalau kita mencari ke dalam lagi, mungkin mereka mengubah rute pelarian?" Seseorang menyarankan.Hyorin dan Matt Busby tampak bergairah saat melihat ini. "Tidak perlu menggali lagi.""Apa? Berhenti menggali?""Iya, berhenti menggali," Hyorin mengangguk mengangguk dengan datar.Saat itu, bom datang dari belakang pabrik, jadi tidak mungkin bagi Sansan dan Downey untuk berlari ke
Di kamar lantai dua.Sekelompok pria dan wanita duduk bersama, mereka terlihat sangat menikmati suasana di dalam bar. Meja penuh dengan gelas anggur dan ada kaleng bir di bawah kaki mereka. Mereka sudah minum cukup banyak.Semua orang sangat senang, kecuali pria yang duduk di tengah. Dia hanya memegang gelas anggur dan minum perlahan, wajahnya terlihat sangat tidak puas. Dia adalah Lou Zheng yang selalu berada dalam kegelapan sepanjang waktu.Lou Zheng mengerutkan keningnya dengan kuat. "Sansan seharusnya sudah mati. Mengapa dia masih belum kembali?" Lo Zheng mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya. "Atau apakah terjadi sesuatu yang tidak terduga?"Pada saat ini, pria dengan topi itu mengetuk pintu dan memasuki kamar. Setelah dia masuk, semua orang yang ada di dalam kamar itu berhenti bergerak, bahkan suasana meriah di dalam bar itu menjadi hening.Pria itu melepaskan topinya, memperlihatkan sedikit perubahan raut wajahnya dan menjawab dengan hormat, "Sudah, bom itu meledak dan pabrik t
Downey bereaksi secara naluriah, dia dengan cepat segera mengelak. Namun, begitu keduanya bertemu, terjadi pukulan yang saling beradu.BUK!Suara tabrakan antara tinju Downey dan juga Sansan terdengar sangat jelas.BOOM!Tiba-tiba suara ledakan terdengar diiringi suara pukulan itu.Hyorin dan Matt Busby saling memandang, dia berteriak. "Lari! Ini bom!"Sehabis berteriak, Hyorin dan Matt Busby buru-buru berlari keluar. Sansan juga langsung tanggap, dia bergegas membalikkan badannya dan berlari.Mendengar itu, Downey melihat ke arah Shifa. Shifa berdiri di dekat tempat sampah yang lumayan jauh darinya. Karena ledakan, sebuah pohon tiba-tiba tumbang dan seperti akan jatuh."Shifa!" Melihat tong kayu hampir jatuh, Downey segera bergegas menghampiri Shifa, menahan pohon itu, lalu berkata kepada Shifa yang terpana. "Lari!"Shifa tiba-tiba tersadar. Setelah melihat Downey, dia terkejut. "Kak …" Dia ingin mengatakan sesuatu.Tapi Downey memotongnya. "Lari! Kalau tidak, kamu tidak akan sempat