Share

BAB 140

last update Last Updated: 2022-11-16 08:56:58

“Aku balik, ya? Kamu jaga diri baik-baik. Ingat, kan, sekarang bukan lagi cuma kamu yang ada di sini, tapi juga ini!” Brian mengelus lembut perut Heni, membelai perut yang masih rata itu tanpa memalingkan wajah dari sang istri.

Senyum Heni merekah. Brian makin lembut dan tentu saja makin cerewet semenjak Heni hamil. Sebuah sikap yang terkadang sangat menyebalkan namun terkadang mampu membuat Heni seketika melted, seperti subuh hari ini.

“Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja bersamaku. Aku janji bakalan jaga dia dengan baik, Mas.”

Brian tersenyum, ia menarik Heni ke dalam pelukan. Mendekap tubuh Heni erat-erat dan menjatuhkan kecupan di puncak kepalanya.

“Maafin aku nggak bisa selalu ada buat kamu di saat kamu dalam kondisi seperti ini ya, Hen. Maaf aku harus berada jauh dari kamu.” Bisik suara itu lirih yang sontak mampu membuat mata Heni memerah.

“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti. Jalan kita masih panjang banget buat raih masing-masing mimpi kita. Intinya saling jaga satu sama lain
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Angela Kim
aduh penasaran knp bs karina hamil lagi? kebobolan apa sengaja? wkwk. diamuk ini yudha pasti wkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mendadak Kawin   BAB 141

    “Yan ... selamat ya, mau jadi ayah.”Mata Brian seketika berkaca-kaca, biasanya papanya ingin menelepon untuk mengomel panjang kali lebar, terkadang malah dengan nada tinggi. Tapi sekarang ... Brian membiarkan air matanya menitik, ia menghirup udara banyak-banyak lalu tersenyum dengan begitu manis.“Makasih banyak, Pa. Brian sama Heni minta doanya ya, Pa?” mohon Brian dengan begitu tulus.“Nggak usah kamu minta, papa sudah pasti akan selalu mendoakan kalian, mendoakan cucu papa. Papa bener-bener bahagia denger kabar ini, Yan.”Brian menyeka air matanya, menahan agar isaknya tidak keluar dan ia bisa dengan jelas berkata-kata. Apakah Brian juga akan seperti ini besok ketika mendapat kabar hendak punya cucu? Ah ... agaknya terlalu jauh! Anaknya saja belum lahir, kenapa pikiran Brian sudah sampai sana?“Pa ... buat PPDS-nya, bagaimana kalau—““Papa mau kamu tetep lanjut, Yan. Kamu harus cepet sekolah lagi!” potong suara itu tegas.“Loh tapikan—““Yan ... kali ini saja, jangan membantah pa

    Last Updated : 2022-11-16
  • Mendadak Kawin   BAB 142

    “Jadi begitu ceritanya, Rin. Aku benar-benar minta maaf, sudah punya pikiran jelek ke kamu. Padahal kita ini apa sih, Rin? Tahun-tahunan kita sama-sama, berjuang bareng buat jadi dokter, tapi kenapa aku bisa punya pikiran kayak gitu sama kamu, Rin? Aku jahat, kan?” Kini gantian Heni yang terisak, ia begitu lega menceritakan kesalahpaham yang dulu pernah terjadi. Sebuah tuduhan yang dulu pernah dia tuduhkan pada Karina akan masa lalu suaminya. Kini Heni pasrah, apakah Karina mau memaafkan dia, atau persahabatan mereka selesai sampai di sini saja? “Hen ... kamu nggak salah kok. Wajar kalo kamu punya pikiran kayak gitu ke aku, toh aku juga nggak ada cerita apapun ke kamu soal ini. Tapi alasan aku nggak mau cerita bukan bermaksud mau ngejebak kamu, Hen. Bukan begitu.” Jawab suara itu lirih. “Aku nggak mau cerita apapun soal bang Brian karena aku merasa nggak ada yang perlu diceritakan, Hen. Antara aku dan dia nggak pernah ada hubungan apa-apa.” Heni mengangguk, ia masih sibuk menyeka a

    Last Updated : 2022-11-16
  • Mendadak Kawin   BAB 143

    “Yah, pindah ke puskesmas beneran, Mbak?” wajah Yana nampak ditekuk, ia mengekor di belakang Heni yang hendak melangkah ke kamar jaga.“Ya serius toh, masa iya aku bercanda sih?” Heni tersenyum, bukan hanya tempat magang Heni yang pindah, kost Heni pun pindah.“Yah ... syedih aku, Mbak!” desisinya yang terus mengekor hingga Heni masuk ke dalam kamar jaga.Tawa Heni kontan pecah, ia terbahak sambil merebahkan tubuh di atas kasur. Mendadak Heni melotot ketika merasakan perutnya seperti diaduk-aduk. Sekonyong-konyong Heni segera bangkit dan berlari masuk ke dalam kamar mandi, diikuti Yana yang panik setengah mati.“Mbak ... kenapa ih?” Yana memburu Heni sampai dalam kamar mandi, memijit tengkuk Heni yang tengah mengeluarkan isi perutnya ke dalam kloset.“Nggak ... aku nggak apa-apa, Yan. Serius!” Heni segera menyiram kloset, melangkah ke wastafel untuk berkumur-kumur.Yana mengerutkan keningnya, ia menatap Heni dari atas sampai bawah. Memperhatikan sosok itu dengan sangat serius sampai H

    Last Updated : 2022-11-19
  • Mendadak Kawin   BAB 144

    “Heni!”Heni yang tengah melangkah keluar dari gerbang rumah sakit kontan menoleh, ia melihat Jose nampak berlari kecil kearahnya. Setelah banyak sekali perbincangan yang terjadi di antara mereka, hubungan mereka membaik. Tapi perlu digarisbawahi hubungan rekan satu tim di IGD dan hubungan antara dokter dan pasien, tidak lebih dari itu apalagi kembali seperti dulu.“Kenapa, Bang? Lembar hasil follow up udah aku setor ke nurse station, Bang.” Lapor Heni kalau-kalau Jose memanggilnya karena hal itu.“Nih!” bukannya menjawab, Jose malah menyodorkan paper bag polos berwarna cokelat.Heni tidak langsung menerima paper bag itu, ia malah membulatkan mata dan menatap Jose dengan tatapan tidak mengerti. Ini apa? Heni belum sempat menjawab ketika Jose sudah terlebih dahulu menjejalkan benda itu ke tangan Heni.“Diterima, ya! Tenang, aku nggak ada niatan buruk sama sekali, Hen. Semua masih bersegel dan expired masih aman.”Kontan Heni membelalak, ia menepuk gemas lengan obgsyn itu dengan tatapan

    Last Updated : 2022-11-22
  • Mendadak Kawin   BAB 145

    Kini Ridwan mengerti kenapa istrinya itu menggerutu karena dia sekarang pun tengah menggerutu sambil menyapu rumah. Mana ada tamu disuruh beres-beres begini? Dan lihat debu ini! Banyak sekali! Apakah selama menantunya itu internship, Brian tidak pernah menyapu sama sekali?“Dasar ... lama-lama jadi pantai ini lantai penuh debu sama pasir!” gerutunya yang bersiap memindahkan sampah dan kotoran itu masuk ke dalam tong sampah.Ridwan baru saja hendak meraih vacum cleaner ketika suara mobil itu terdengar dan berhenti di depan gerbang. Seketika Ridwan langsung berkacak pinggang. Menatap sosok yang keluar dari mobil dan setengah berlari hendak masuk ke dalam rumah.“Ass—““Selama Heni nggak ada, kamu nggak pernah beberes rumah apa, Yan?” potong Ridwan dengan wajah gemas.Anak lelakinya itu kontan nyengir, memamerkan deretan gigi putih miliknya dan segera meraih tangan Ridwan guna diciumnya dengan pernuh hormat. Sudah Brian duga! Pasti begitu sampai di rumah, mama dan papanya akan mengomel p

    Last Updated : 2022-11-22
  • Mendadak Kawin   BAB 146

    “Gimana kabarnya, Bumil?” Heni tengah video call dengan Karina, pipi sahabatnya itu sudah nampak gembil. Padahal usia kandungan Karina dan Heni lebih tua kandungan Heni, dan gadis itu malah terlihat lebih membulat daripada dia? “Baik ... emak otw dua anak, apa kabarmu?” balas Heni sambil mengaduk susu cokelat di dalam gelas. Ia terpaksa membuka salah satu koper yang menyimpan semua peralatan makan yang selama ini dia bawa ke kost. Agaknya masih besok pagi dia pindah ke kost barunya. Bukannya menjawab, Karina malah tertawa terbahak-bahak. Nampak dia jauh lebih baik dan lebih tenang dari beberapa hari yang lalu saat Karina menelepon Heni dan mengabarkan bahwa dia sudah hamil lagi. Agaknya, Karina sudah bisa menerima kondisi dan takdir bahwa dia harus secepat ini hamil lagi. “Sialan!” gumam Karina setelah sukses menghentikan tawanya. “Loh ... kan kamu otw dua anak beneran, Rin. Di mana letak salahnya.” Bela Heni yang tidak terima Karina hendak meningkari kenyataan. “Dan jangan lupa .

    Last Updated : 2022-11-22
  • Mendadak Kawin   BAB 147

    “Mama? Papa?” Heni terkejut setengah mati melihat kedua mertuanya sudah berdiri di depan pintu kamar kostnya. Bagaimana bisa? Brian tadi tidak bilang apa-apa kecuali dia akan kemari guna mengantarkan Heni ke tempat kost baru.“Sureprise! Gimana udah siap semua?” Astrid tersenyum, ia berjalan mendekati Heni, mengulurkan tangan agar menantunya itu bisa meraih dan mencium tangannya dengan penuh hormat.“Sudah dari kemarin, mama sama papa kapan sampai?” kini Heni melangkah mendekati Ridwan, memberi salam hormat pada pemilik nomor yang diberi nama ‘Donatur Hidup’ oleh suaminya itu.“Siang tadi, gimana kabar cucu papa?”Wajah Heni memerah, senyumnya merekah sempurna. Bagaimana kabarnya? Tentu baik karena Heni menjaganya dengan begitu baik. Kedatangan Ridwan dan Astrid makin membuatnya tenang dan tidak lagi overthinking dengan kehamilan dan masa internshipnya.“Baik, Pa. Semua dalam kondisi baik.” Heni tersenyum, menatap Brian yang sejak tadi terpaku menatapnya tanpa kedip. Kenapa lagi suami

    Last Updated : 2022-11-23
  • Mendadak Kawin   BAB 148

    “Dua kamar kalo bisa jejeran ada, Mbak? Terserah deh mau tipe apa aja. Orang cuma buat semalem ini kok.” Pinta Brian pada petugas resepsionis hotel.“Mau ambil yang include breakfast, Pak?” tampak mata itu menatap ke arah Brian meskipun wajah wanita muda itu menatap layar komputer yang ada di depan.“Boleh sekalian. Untuk empat orang, Mbak.”Wanita itu mengangguk, kembali fokus pada layar komputernya sementara Brian merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Matanya membulat ketika secara kebetulan ada panggilan telepon masuk. Siapa lagi kalau bukan sahabat karibnya itu?“Apaan lagi sih? Mau nyuruh gue gantiin elu kawin?” semprot Brian kesal, bukan apa-apa akhir-akhir ini selalu itu yang Kelvin minta ketika meneleponnya begini.“Nggak kok! Tenang kenapa sih, Yan? Sentimen banget sama gue?” balas suara itu dengan segera.“Masalahnya otak lu dah geser, Vin. Gimana gue nggak jadi sentimen sih?” damprat Brian yang rasanya ingin sekali menemui lelaki itu untuk dia tonjok hidungnya sekali

    Last Updated : 2022-11-23

Latest chapter

  • Mendadak Kawin   EP. END

    “Suka?”Heni berdiri di depan cemin besar yang ada di kamar itu. Dan dia dan Brian yang sama-sama masih telanjang bulat, bedanya kini di leher Heni melingkar sebuah kalung dengan liontin berbentuk pita bertabur permata.“Bagus banget, Mas!” sahut Heni dengan begitu riang. Sebenarnya dia sudah tahu tentang kalung ini, tetapi tentu ia tidak ingin mengecewakan suaminya. Jadi pura-pura syok dan terkejut adalah jalan ninja untuk membahagiakan Brian.“Kalung yang aku kasih buat seserahan itu katamu terlalu besar rantainya, jadi ini aku belikan yang rantai kecil dan tipis biar kamu nyaman pakainya. Tahu apa yang spesial dari kalung ini?”Heni menatap wajah Brian dari pantulan cermin, Brian masih berdiri di belakangnya, memeluk tubuh Heni dari belakang dan menyandarkan kepaal di bahu Heni.“Nggak! Memang kenapa? Apa yang spesial?”Brian tersenyum, “Kalung ini aku beli dari gaji terakhir aku dari rumah sakit kemarin, Sayang. Jadi sisa yang aku kirim ke kamu aku beliin ini buat kenang-kenangan.

  • Mendadak Kawin   EP. 8

    Keringat Brian mengucur. Jangan tanyakan kenapa. Segala macam hasrat dan gairahnya meledak-ledak sempurna hari ini. Tubuh yang selama ini Brian rindukan, kini ada di hadapannya dan dalam mode pasrah. Membuat Brian ingin rasanya segera menyerang tubuh itu kalau saja dia tidak ingat ada janin dalam rahim Heni yang juga harus dia pikirkan.Ia tidak boleh sembarangan, terlalu kasar dan menggebu-gebu, tentu Brian tidak ingin anaknya kenapa-kenapa. Ia sudah begitu ingin menggendong darah dagingnya sendiri.“Kalau ada yang sakit bilang, ya?” desis Brian yang masih mencoba menahan diri.Heni tersenyum, wajahnya merah padam. Mengingatkan Brian pada momen di mana mereka pertama kali melakukan hal ini. Malam di mana Heni menyerahkan diri sepenuhnya pada Brian untuk disentuh dan saling menikmati satu sama lain.Brian mengelus lembut bibir memerah yang sedikit bengkak dan basah itu. Sebelumnya ia tidak percaya bahwa ada bibir yang rasanya begitu manis. Dan setelah mengenal bibir ini, Brian baru pe

  • Mendadak Kawin   EP. 7

    Heni tersenyum melihat betapa rapi baju di dalam lemari. Kenapa tumben? Heni meneliti baju-baju suaminya, menumpuknya agar ada lebih banyak space untuk bajunya. "Coba kalo aku di sini nanti, masih mau rapi kayak gini apa bergantung kayak dulu?" desis Heni seraya menata pakaiannya di dalam lemari. Heni menarik tumpukan baju Brian untuk dia jadikan satu, tiba-tiba suara benda jatuh itu mengalihkan fokus Heni. Heni menatap ke lantai di mana suara itu berasal. Ia tertegun ketika menemukan ada kotak bludru berwarna biru tergeletak di bawah kakinya. "Itu apa?" Heni buru-buru meletakkan tumpukan pakaian sang suami, ia lantas memungut benda itu dari lantai, mengamatinya dengan saksama lalu dengan penuh rasa penasaran ia membuka kotak itu dan tertegun melihat benda apa yang ada di dalam sana. Mata Heni terpaku, rasanya jantung Heni seperti hendak berhenti berdetak. Matanya memanas, bayang-bayang air mata mengambang di pelupuk mata. Dengan tangan bergetar Heni meraih benda yang ada di dala

  • Mendadak Kawin   EP. 6

    “Bun ... masa udah harus balik, sih?” Heni nampak tidak terima, mereka baru saja sampai di apartemen dan bundanya itu sudah ribut harus kembali ke Tangerang sekarang? Brian saja padahal belum balik!“Aduh, Sayang ... sebenarnya Bunda juga masih pengen di sini, cuma ini dadakan dan penting banget.” Irma mengangkat wajahnya dari layar ponsel, menatap anak gadis kesayagannya itu dengan tatapan penuh rasa bersalah.“Yah ... Bunda!” renggek Heni macam anak kecil. Masa iya dia hanya kumpul satu hari dengan Irma, sih? “Dipending nggak bisa, Bun?”“Nggak bisa! Bentar Bunda mau nelpon suami kamu dulu, mau minta maaf kalo Bunda harus pulang lebih cepat.”Heni menghela napas panjang, ia duduk di tepi ranjang dengan wajah ditekuk. Ia baru tahu kalau sekarang ini Irma sesibuk itu. Bisa Heni lihat Irma tengah menghubungi sesorang. Seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Brian, suami dari Heni.“Udahlah, nanti kapan-kapan kalau Mas pas pulang Mas ajak bunda kesini lagi.” Bagas mendadak munc

  • Mendadak Kawin   EP. 5

    Heni membelalak ketika melihat sosok itu berdiri di sebelah mobil yang terparkir di depan rumahnya. Itu kan ... senyum Heni merekah. Ia sudah begitu rindu pada Karina dan dengan sangat kebetulan Karina malah stand by menunggunya di depan rumah? Luar biasa sekali!“Heni!” teriaknya dengan suara khas Karina yang tidak ada duanya.Heni buru-buru turun dari mobil, melangkah mendekati sahabatnya itu dan memeluknya erat-erat.“Kamu bahkan nungguin aku di sini?” tanya Heni disela-sela rasa harunya bisa kembali bertemu dengan Karina.“Sebelum kamu nyusul lakikmu ke Jogja, nanti kita nggak bisa ketemu lagi, kan?” desisnya lirih lalu melepaskan pelukan mereka. Mata Karina tertuju pada perut Heni yang sudah menyembul, membuat senyum Karina merekah sempurna.“Aduh ... calon mantu!” desis Karina sambil mengelus perut itu dengan lembut.“Amin!” jawab Heni lalu memperhatikan perut Karina dengan saksama. “Loh ... Rin? Tuaan aku umurnya kok perut kamu le—““Eh Tante!” Karina bergegas menghampiri Irma,

  • Mendadak Kawin   EP. 4

    Heni melambaikan tangan ketika melihat mobil itu melaju ke arahnya, bisa dia lihat sosok itu pun turut melambaikan tangan. Kalau saja Heni tidak ingat ada janin dalam perutnya sekarang ini, rasanya ia sudah melompat ke arah orang itu dan memeluknya erat-erat.“Bunda!” lansung Heni menghambur ke dalam pelukan sosok itu. Air mata Heni kontan menitik, sudah cukup lama ia tidak bersua langsung dengan ibunya seperti ini.“Baik-baik saja, kan, Sayang? Aduh cucu Bunda ... kalian sehat, kan?” Irma melepaskan pelukan, langsung menatap perut anak bungsunya yang sudah terlihat menyembul.“Baik, Bun. Bunda juga baik selalu, kan?” Heni menyeka air matanya, segala rasa rindunya terbayar sudah hari ini.“Baik! Nunggu lama tadi, Hen? Ini apa aja yang mau dibawa?” Irma mengalihkan pandangan pada beberapa koper yang ada di belakang Heni, sementara Heni tersenyum lebar pada sosok yang turun dari mobil itu.“Mas Bagas!” teriak Heni tidak kalah antusias dan bahagia, bagaimanapun, setelah bapak meninggal,

  • Mendadak Kawin   EP.3

    Brian merebahkan tubuh di atas ranjang. Akhirnya dia sampai di apartemen yang akan dia tempati selama beberapa tahun ke depan. Tempat yang entah akan Brian tiduri tiap malam atau tidak, dia sendiri tidak tahu. Ia segera meraih ponsel, ada hal penting yang harus dia lakukan, hal yang sejak tadi sudah dipesankan padanya oleh sang istri.“Halo, udah sampai, Mas?” sapa suara itu begitu manis, suara yang seketika membuat Brian merindukan sosok itu. Ah ... bukankah beberapa saat yang lalu mereka masih bercengkrama bersama?“Udah, Sayang! Kalo belum sampai, mana mungkin mas nelpon kamu, Cintaku?” balas Brian sambil membayangkan wajah yang di mata Brian makin cantik dan mempesona semenjak dia hamil.“Cepet istirahat, besok hari pertama, kan?” desis suara itu lembut.“Kamu cepet nyusul, ya? Sepi banget rasanya di sini. Kamu udah makan lagi belum?” cecar Brian yang rasanya tidak ingin buru-buru mengakhiri sambungan telepon mereka.Terdengar tawa lirih dari seberang, membuat senyum Brian ikut te

  • Mendadak Kawin   EP. 2

    "Aku berangkat hari ini, malam nanti bablas ke Jogja, maaf aku nggak bisa nginep."Heni menghela napas panjang, ada sedikit perasaan tidak rela suaminya malam ini tidak menginap. Padahal Heni begitu ingin malam ini tidur dalam pelukan sang suami, melihat interaksi Brian dengan calon bayi mereka seperti biasanya. Tapi malam ini ...Ia tersentak ketika merasakan tangan Brian meraih dan meremas tangannya dengan begitu lembut. Mata Brian menatap ke dalam mata Heni, seolah ingin mengatakan pada Heni bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa tidak akan ada yang terjadi apapun itu. "Nggak apa-apa, kan, kalau aku nggak nginep?" Brian kembali meminta persetujuan, tentu Brian tahu betul arti dari tatapan mata istrinya itu. Heni tersenyum, kepalanya mengangguk pelan. Menolak kata hati dan keinginannya untuk ditemani dan dimanjakan oleh sang suami. Bukankah sejak awal sudah dibahas?"Nggak apa-apa, hati-hati yang penting. Nggak ada yang lupa, kan?" Brian menggeleng, tangan itu masih meremas lembu

  • Mendadak Kawin   EP. 1

    Brian berhenti sejenak, ia kembali menoleh dan menatap rumah yang belum lama dia tempati bersama sang istri. Seulas senyum getir tergambar di wajah itu. Berat rasanya, tapi demi cita-cita dan masa depan, Brian menganggukkan kepala lalu kembali melangkah menghampiri mobil dengan koper di tangan. Ia sudah mulai bersiap, statusnya kini bukan lagi seorang dokter umum, melainkan seorang dokter residen. Bukankah ini cita-citanya? "Bismillah! Semoga lancar, Ya Allah!" desis Brian lirih kemudian menghidupkan mesin mobil. Perlahan tapi pasti Brian membawa mobilnya pergi dari depan rumah. Setelah ini, rumah itu akan kosong sementara. Heni masih harus mengabdikan diri di sana, jangan lupa sesuai rencana, Heni akan ikut Brian ke Jogja dan menetap di sana sampai anak mereka berusia sekitar satu tahun. Sebuah pengorbanan tentunya karena Heni harus merelakan cita-citanya untuk bisa praktek mandiri tertunda hanya demi menemani Brian berjuang mewujudkan mimpi. "Kelar PPDS, balik ke sini, kerja be

DMCA.com Protection Status