"Tante, titip Zura!" pintanya sambil menggenggam tangan Catra.
"..." Catra bergeming, belum menjawab pertanyaan dari Melisa. Catra tersenyum sambil mengelus tangan wanita yang dipanggilnya Tante tersebut secara lembut.
Saat Catra akan menjawab permintaan dari Melisa, tiba-tiba seseorang datang.
"Daddy!" panggil seseorang dari balik pintu masuk ruangan Melisa. Saat ini Gisa tengah masuk kedalam ruangan tersebut.
Melisa menatap bingung pada wanita yang berdiri didepan pintu masuk ruangannya.
"Mommy sudah bangun?" tanya Catra lembut sambil berjalan menyambut kedatangan istrinya.
Catra lilitkan tangannya, melingkar pada pinggang ramping istrinya. Dia membawa Gisa kehadapan Melisa.
Melisa masih dengan wajah bingungnya. "Tante ini Gista, istri Catra!" Catra memperkenalkan Gisa pada Melisa.
Gisa dengan sopan menunduk sambil membawa tangan wanita paruh baya itu untuk dia kecup sebagai salam perkenalan.
"Salam kena
Hai... Hai... Hai... Pengumuman pemenang Giveaway hari Senin ya! Yo masih ada kesempatan untuk menyumbangkan GEMS nya dan menjadi 3 Top Fans yang akan mendapat pulsa untuk membeli koin. Dukung Author dengan membaca menggunakan koin ya! Biar Author tambah semangat nulisnya. Love u ❤️❤️
Gisa menatap suaminya, menunggu jawaban apa yang akan suaminya berikan. Apakah Catra akan menuruti permintaan Fazzura dan melupakan janjinya pada Dean? Kedua tangan Gisa mengepal, 'Please, Daddy! Jangan buat Mommy kecewa!' batin Gisa mengucapkan harapannya. "..." Catra bergeming. Dia masih bungkam dengan alis yang berkerut. Gisa menunggu dengan cemas jawaban apa yang akan suaminya berikan pada rubah licik itu. Dada Gisa berdetak cepat. Ia takut terluka dengan jawaban yang akan suaminya utarakan. 'Please Daddy!' mohon Gisa dalam hati. "Abang!" panggil Fazzura kembali dengan nada manjanya. Catra mengangkat tangannya keudara, meminta Fazzura untuk diam. Fazzura mengerucutkan bibirnya kesal. Sementara Gisa, mengerutkan dahinya bingung dengan apa yang suaminya lakukan. Catra mengeluarkan iPhone miliknya, dari saku sweater yang dipakainya. "Novera, tolong hubungi pihak RS Queen Elizabeth dan minta mereka untuk mengirimkan perawat ke
Gisa tengah duduk diatas pangkuan Catra dengan milik mereka yang menempel satu sama lain. Saat ini Catra tengah mengulum ujung merah muda dan memainkannya dengan lidah. Gisa mendesah dengan tangan yang meremat bagian belakang kepala suaminya. Catra terus menggoda bagian sensitif dari dada istrinya, dengan permainan lidah dan beberapa kecupan serta sedotan yang membuat bagian dalam milik Gisa berkedut, memijat milik Catra yang tengah menancap gagah memenuhi milik Gisa yang sempit. "Ough ... Dad!" desahannya. Gisa mulai meliukan tubuhnya, bergerak dengan alami mencari kenikmatannya sendiri. Catra menyandarkan kepalanya pada jok mobil yang dibuat setengah berbaring. Matanya terpejam menikmati setiap gerakan lembut yang istrinya lakukan. Gerakan lembut yang mengurut setiap sisi dari milik Catra. Kedua tangan Catra tidak tinggal diam. Tangan itu mengelus, memijat dengan sesekali memelintir bagian dari dada Gisa yang menonjol. Gisa membusungkan dadanya, mem
"Daddy, si-siapa?" tanya Gisa ketakutan. "Sebentar," pinta Catra akan membuka jendela mobil. "Daddy, jangan!" Gisa menahan lengan suaminya, dengan kepala yang menggeleng pelan. "Percaya sama, Daddy!" sambil memegang dan mengelus tangan istrinya lembut. "Tapi, Dad," ucapnya. Namun Catra tidak menghiraukan ketakutan istrinya dan tetap membuka jendela mobilnya. "Maaf, Pak!" ucap seorang pria berjas hitam tersebut. "Semuanya sudah siap." lanjutnya. "Oke, saya kesana sekarang!" jawab Catra kemudian menutup kembali jendela mobil nya. Gisa membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Gisa memberengut kesal, merasa sudah dibohongi oleh suaminya. Gisa membuang wajahnya kearah jendela luar, tempat duduknya. Catra dibuat gemas oleh tingkah istrinya yang sedang ngambek karena ulahnya. "Mommy kenapa?" tanya Catra polos. 'Pura-pura tidak berdosa, lagi!' gerutu Gisa dalam hati. Gisa masih bergeming,
Catra dan Gisa sampai di tempat sang anak, dengan Zeca sebagai pembimbing jalan. Dean tersenyum cerah diatas stroller yang sedang dinaikinya. Gisa risih karena menjadi pusat perhatian dari orang-orang disekitarnya. Namun inisiatif Gisa untuk memakai masker sebelum naik keatas heli tadi, dapat menyelamatkan identitas dan privasinya. Gisa dan Catra menghampiri sang anak. Tanpa menunggu lama, Catra langsung membawa tubuh mungil sang anak, kedalam pangkuannya. Dean membalik topi yang tengah dipakainya, sehingga bagian depannya menghadap ke belakang. Setelahnya, dia cium pipi kanan dan kiri dari sang Daddy. "Telima kasih, Daddy cudah datang!" bisiknya pada telinga Catra. Catra mengecup pipi sang anak, kemudian membalas bisikan dari anaknya. "Tidak masalah. Apapun Daddy lakukan untuk kamu, Baby!" bisiknya pada telinga Dean. Dean menatap mata hijau, Catra. Warna mata yang sama persis dengan bola mata yang dimiliki Dean. Dia mengangguk sambil
Pagi-pagi sekali, Gisa sudah sibuk dengan peralatan memasaknya. Sebuah celemek berwarna pink, melilit indah pada tubuh rampingnya. Gisa bawa rambut panjangnya yang menjuntai untuk dia gulung keatas membentuk bound. Dengan mahir, Gisa memotong beberapa bahan untuk dia olah menjadi makanan sehat, yang akan dibawa pulang oleh sang bibi. Bi Sera tetap ingin pulang kerumahnya dan menolak untuk tinggal bersama Gisa, di mansion mewah milik suaminya. Pagi ini, porsi memasak Gisa 3 kali lebih banyak dari pada biasanya. Selain memasak untuk Bi Sera, Gisa pun memasak untuk Melisa, ibu dari Fazzura yang saat ini masih dirawat di rumah sakit. Saat bangun pagi tadi, bahkan suaminya masih terlelap dengan tangan yang melilit posesif pada pinggang Gisa. Sebenarnya, Gisa masih ingin bermalas-malasan diatas tempat tidur. Tapi apa daya, kewajibannya untuk menyiapkan sarapan setiap pagi, mau tidak mau membuatnya beranjak dari tempat tidurnya dan mulai berkutat den
Catra dan yang lainnya melanjutkan kembali sarapan mereka. Sementara Abhi sudah melesat pergi entah kemana. "Dad, memang Zeca mau nikah?" tanya Gisa pada suaminya. Gisa sempat terkejut saat suaminya menuturkan kalau asisten pribadinya itu, akan menikah. Gisa hanya khawatir, jika Zeca harus menikah karena sebuah perjodohan. Cukup dia saja yang menikah mendadak karena dipaksa oleh keadaan. Gisa masih beruntung karena menikahi lelaki sebaik Catra. Dia tidak dapat membayang jika lelaki itu bukan suaminya yang sekarang. "Gak," jawabnya acuh. Tangannya terangkat untuk menghapus sudut bibirnya menggunakan serbet yang tersimpan diatas pahanya. Gerakannya anggun dengan tangan yang dia lipat kembali setelahnya. "Hem?" bingung Gisa dengan alis yang berkerut. "Enggak! Itu rencana Tuan Arsenio! Dia hanya ingin memastikan sesuatu saja." lanjut Catra. "Memastikan?" tanya Gisa kembali. Catra sudah menyelesaikan sarapannya. Di menatap a
Abhi berlari diantara kerumunan orang-orang yang memadati Bandara, pagi ini. Matanya meneliti seluruh ruangan yang terjangkau oleh pengelihatannya. Setiap perempuan yang mempunyai perawakan serta model rambut seperti Zeca, Abhi hentikan terlebih dahulu untuk dia pastikan kalau orang tersebut adalah orang yang Abhi cari. Namun nihil, tidak ada Zeca diantara perempuan-perempuan tersebut. Setelah mendengar kabar Zeca akan menikah begitu tiba di Italia, dengan refleks Abhi berlari keluar dari kediaman Catra dan melajukan mobilnya menuju Bandara. Setelah sampai bandara pun Abhi dengan tidak sadarnya terus mencari-cari sosok Zeca yang bahkan kalau bertemu pun dia bingung akan memberi jawaban apa jika Zeca mempertanyakan kedatangannya. Abhi berjalan mendekati Public Information Service.Dia bertanya tentang jadwal penerbangan ke Italia, yang ternyata sudah lepas landas 10 menit yang lalu. "Ckk, Lo telat, Bi!" desis Abhi sambil berjalan
Gisa dan Danisha masuk kedalam ruangan mereka, setelah Danisha dapat menormalkan kembali ekspresinya dari keterkejutan. Siapa yang tidak terkejut, jika ternyata teman magang yang merupakan juniornya, adalah istri dari pemilik perusahaan tempat dia mencari nafkah. Gisa dan Danisha menempati tempatnya masing-masing. Gisa mulai mengerja kan apa yang menjadi tugasnya. Ini adalah Minggu terakhir Gisa bekerja sebagai anak magang dan tinggal menunggu pemberitahuan tentang diterima atau tidaknya Gisa sebagai karyawan tetap di perusahaan Ganendra Group. Saat mereka semua tengah fokus pada pekerjaannya masing-masing, tiba-tiba ... BRAK ... Seseorang menggebrak meja dengan cukup keras, sehingga mengagetkan semua orang yang ada di ruangan tersebut. Gisa memegang dadanya sambil terjengkat karena kaget. Sementara Danisha dan Milea, latah dengan menyebutkan hal-hal yang menggelikan. "Derina!" bentak Danisha. Ya! Yang menggebrak meja a
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad