Keluarga Ganendra, saat ini tengah berkumpul di rumah sakit. Mereka tengah menunggu dengan cemas. Sudah hampir satu jam, namun dokter belum ada yang memberi kabar tentang kondisi Gisa, dan seseorang yang menyelamatkannya.
Kayanna sendiri, saat ini tengah mendonorkan darahnya untuk Gisa. Stok darah milik Gisa, tidak sebanyak yang di butuhkannya. Gisa kekurangan satu labu lagi.
Kakek Brahmana sendiri, terus mencari keberadaan Catra. Dia mengerahkan anak buahnya, untuk mencari sang cucu di setiap negara yang mungkin di kunjunginya. Keluarga kehilangan kontak dengan Catra, sejak satu Minggu yang lalu. Dia pergi begitu saja, setelah menitipkan perusahaan kepada Kaisara. Kesedihan dan penyesalan dari perubahan sikap Dean, membuat Catra terpuruk dan memilih pergi untuk menenangkan diri.
"Keluarga dari Ny. Astra Zeneca!" panggil dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. Semua yang ada di sana bergegas bangkit untuk menanyakan kondisi dari Zeca dan Gisa, kepad
Sumbangkan gems kalian, Terima kasih atas segala dukungannya 😘😘😘
Hari ini merupakan hari ke empat Gisa koma. Dia sudah dipindahkan, dari rumah sakit umum ke rumah sakit Queen Elizabeth yang fasilitasnya jauh lebih lengkap dan lebih canggih.Alat-alat masih terpasang pada tubuh Gisa. Kondisi dari bayinya sendiri, terus di pantau oleh dokter Rumi, dokter kandungan yang menangani Gisa selama beberapa bulan terakhir ini.Seperti biasa, setiap sore giliran Kayanna yang menjaga Gisa. Walaupun kondisi Gisa masih koma, keluarga tidak meninggalkannya. Mereka tetap setia menjaga Gisa secara bergantian setiap harinya.Sore ini, Kayanna tidak sendiri. Dia mengajak serta Dean, untuk menjenguk sang mommy."Aunty, mommy masih bobo?" tanya Dean pada aunty-nya. Pasalnya, tiap Dean berkunjung, Gisa selalu dengan kondisi yang sama."Ya, mommy bobo. Mommy kakak Dean sedang istirahat sebentar. Nanti kalau istirahatnya sudah cukup, mommy bangun lagi,""Kenapa banyak kabel di tubuh mommy?" tanya Dean penasaran."Duh ... " celetuk Ka
Saat ini Gisa tengah di periksa oleh dokter. Semua berkumpul menunggu hasil pemeriksaan. Kayanna memeluk kakek Brahmana dengan haru. Sementara Dean tengah anteng di atas pangkuan Abhi. "Kek, ingatan kak Gisa sudah kembali," ucap Kayanna dengan antusias. Brahmana mengangguk, "Ya, Anna. Kamu sudah mengatakan itu beberapa kali," jawab kakek Brahmana. "Anna terlalu excited, jadi Anna lupa kalau sudah beberapa kali memberitahu kakek, tentang ingatan kak Gisa yang sudah kembali," cicit Kayanna pelan. "Ckk ... ckk ... " decak Abhi sambil menggelengkan kepalanya. Setelah selesai memeriksa kondisi Gisa, beberapa dokter itu pun berjalan menghampiri kakek Brahmana, untuk menyampaikan secara langsung kondisi Gisa yang sudah bangun dari koma nya."Bagaimana kondisi cucu saya, dok?" tanya Kakek Brahmana. "Perkembangan dari Bu Gisa sangat baik. Semua di luar prediksi kami sebagai dokter. Semangat juangnya berpengaruh besar terhadap masa koma yang terb
Gisa sudah kembali dari rumah sakit, sejak 2 hari yang lalu. Kondisi Gisa sendiri sudah jauh lebih baik dari pada beberapa hari ke belakang. Dia saat ini tinggal di rumah yang Catra siapkan untuknya. Sampai sekarang, Catra belum juga di temukan. Anak buah kakek Brahmana, mendatangi setiap tempat yang Gisa sebutkan. Tapi, tidak ada satupun dari mereka yang menemukannya. Sebenarnya, masih ada satu tempat yang belum Gisa beritahukan pada kakek Brahmana. Tempat tersebut menjadi pilihan terakhir dari Gisa. Jika Catra tidak di temukan di sana, Gisa benar-benar tidak tahu lagi harus kemana, mencari manatan suaminya tersebut. Gisa menunggu waktu yang tepat. Dia berusaha sembuh secepat mungkin, agar bisa pergi mendatangi tempat terakhir tersebut. Kondisinya harus benar-benar sehat dan prima. Perjalanan yang akan di tempuhnya sangatlah jauh. Malam ini, Gisa mengumpulkan semua anggota keluarganya, termasuk Abhi dan Zeca. Dia mengundang semua orang untuk makan ma
Gisa dan Catra, saat ini tengah duduk di halaman belakang pondok yang Abhi sewa. Mereka masih membisu. Tidak ada satupun dari keduanya yang membuka pembicaraan. Abhi sendiri, saat ini mengajak Zeca pergi untuk berkeliling. Dia sengaja meninggalkan Gisa dan Catra, untuk memberikan ruang bagi keduanya. Gisa tengah mengompres pipi Catra yang lebam menggunakan es batu. Abhi melampiaskan kekesalannya selama ini, dengan cara meninju wajah tampan Catra dengan sangat keras. Sebenarnya, Abhi belum puas. Namun, Gisa melindungi Catra dengan cara memeluknya. Mau tidak mau, Abhi memilih untuk mengalah. Catra mematung. Dia menatap Gisa penuh rindu. Hampir satu bulan lamanya, mereka tidak bertemu. Begitu banyak perubahan pada diri Gisa. Perutnya membesar dengan begitu cepat. Namun, tubuh Gisa sendiri semakin terlihat kurus. Gisa hanya bisa menunduk. Dia tidak kuasa menatap mata hijau mantan suaminya. Gisa yakin, begitu matanya bertemu dengan mata Catra
Gisa mematung. Ternyata yang tadi memijat tengkuknya adalah Catra, bukan Zeca. "Ini luka apa??" tanya Catra kembali. "Ke-kecelakaan." jawab Gisa gugup. "Dua minggu lalu," lanjutnya dengan suara pelan. Gisa meraih handuk yang tergeletak di bawah lantai, kemudian dia lilitkan kembali pada tubuh polosnya. Posisi Gisa masih membelakangi Catra. "Apa?? Kecelakaan??" pekik Catra terkejut. Salep yang tengah dia pegang, jatuh begitu saja. Gisa mencoba bangkit. Dia berpegangan pada ujung kloset. Kondisi perut Gisa yang semakin membesar, membuat dia kesusahan, bahkan hanya untuk berdiri. Catra masih mematung. Dia memperhatikan Gisa secara diam-diam. "Shit!!" pekiknya dalam hati. Nuraninya tergerak melihat Gisa yang untuk bangun saja sulit. Catra sadar semua ulahnya. Dialah penyebab utama dari membesarnya perut Gisa. Dengan tiba-tiba, Catra menggendong tubuh Gisa, dan membawanya masuk kedalam kamar. "Aaaaaa ... " pekik Gisa terkejut.
"Baby ... " panggil Catra saat masuk kedalam rumah Gisa. Sudah empat hari berturut-turut, Catra mengunjungi rumah mantan istrinya. Sejak pulang dari Swiss, Catra berniat memenangkan kembali hati Dean. Dean masih belum luluh, dia masih acuh dengan Catra. Dean tampak menoleh sesaat, kemudian kembali fokus pada bukunya. "Mommy kemana?" tanya Catra saat tak mendapati Gisa di sana. Dean menggedikan bahu, sebagai jawaban. Dia masih tetap fokus dengan buku yang di bacanya. "Baby, mau ikut ke zoo?" Catra mulai melancarkan aksinya. Dia membujuk Dean dengan mengajaknya jalan-jalan. Namun, Catra lupa, anaknya berbeda dengan anak-anak lain seusianya. Dean masih membisu. Dia hanya menjawab ajakan Catra dengan gelengan kepala. Catra menarik nafas. Dia sudah kehilangan akalnya. Segala cara yang Abhi sarankan sudah Catra coba. Namun, sang anak masih tidak bergeming. Dia masih tidak tertarik dengan segala hal yang Daddy-nya tawarkan. Catra meny
"Kamu!!!" ucap Catra dingin, dengan tangan terangkat menunjuk wajah pria yang datang bersama Gisa. "Ayo kak Nio, ikut sarapan juga," ajak Gisa pada Ardenio yang datang bersamanya. Pria yang datang bersama Gisa adalah Ardenio Galaksi Sky. Gisa tidak menghiraukan Catra, yang terlihat kesal saat melihat Ardenio. "Jangan sungkan! Kita sudah biasa, numpang sarapan di sini," cicit Abhi, sambil mengarahkan tangan pada dadanya dan pada Catra. Catra mendelik tajam. Dia tidak suka mendengar kata "numpang" yang Abhi lontarkan. Ardenio, duduk di samping Abhi, berhadapan langsung dengan Catra. Sementara Gisa, duduk di samping Dean, bersebelahan dengan Catra. Catra tersenyum sinis, untuk menyapa Ardenio. Ardenio membalasnya dengan senyuman ramah. "Kalian dari mana?" tanya Abhi, melupakan nasehat Dean, yang memintanya untuk diam saat makan. "Mommy, Dean selesai!" lapor Dean pada mommy-nya, dengan tangan bergerak membersihkan mulutnya menggunakan serb
Catra berjalan masuk kedalam perusahaan, sambil menggendong tubuh mungil Dean, yang terlelap di atas bahunya. Lengan sebelah kanan menyangga tubuh Dean, sementara lengan sebelah kirinya menenteng tas dinosaurus milik Dean, yang sudah terisi penuh dengan buku-buku baru. Para pegawai kantor di buat tersihir dengan ketampanan duda dua anak tersebut. Catra sosok sempurna dari seorang pria idaman wanita. Tampan, kaya, populer. Wanita mana yang dapat menolak pesonanya? Siang ini catra datang dengan kemeja hitam yang dua kancing teratasnya dia biarkan terbuka. Warna tersebut begitu kontras dengan warna kulit Catra yang putih. Abhi berjalan di belakang Catra, sambil menjinjing tas kerja milik bos-nya itu. Sementara Novera, berjalan di depan Catra, untuk membuka akses jalan, yang akan membawa Catra menuju lantai atas, tempat kantornya berada. "Kerja woy!!" ucap Abhi memperingatkan para pegawai yang mematung, menatap kepergian Catra. Para karyawan wanit
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad