"ABANG!!!" teriak Kayanna kencang.
Setelah mendengar teriakan adiknya, Catra sadar apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dia mendorong Fazzura hingga terjerembab ke bawah lantai.
Kayanna maju, kemudian menampar Catra dengan segala kekuatannya. "GILA!!" teriak Kayanna, melampiaskan kekecewaannya.
Mata Kayanna berkilat tajam, menatap Fazzura penuh benci. Dia setengah berjongkok, kemudian langsung menarik rambut Fazzura dan menyeretnya keluar dari kamar sang kakak.
"Brengsek!!! Wanita sialan!!! Tidak tau terima kasih!!!" teriak Kayanna penuh nafsu. Fazzura berteriak kesakitan dengan apa yang sudah Kayanna lakukan.
"Anna, sakit!" teriak Fazzura dengan tubuh terseret keluar. Kedua tangannya meronta mencoba melepaskan tangan Kayanna dari atas kepalanya.
"Sakit??? Sakit Lo bilang, heh???" tanya Kayanna dengan senyum liciknya yang menakutkan.
Jangan salah, dari zaman sekolah, Kayanna memang terkenal bar-bar. Dia sering membuat ulah denga
Maaf kalau kurang maksimal, mommy benar-benar sedang sakit. Ini pun harusnya masih panjang, tapi kepala mommy benar-benar sakit, demam pun gak turun-turun. Maaf ya, terima kasih sudah menunggu, jaga kesehatan kalian. Jangan keluar rumah kalau benar-benar tidak penting,
Di jalan pulang, setelah meninggalkan Fazzura seorang diri di tengah keheningan malam, Kayanna menghubungi Abhi. "Kenapa Anna? Ssshhh " tanya Abhi sedikit mendesah. "Kak Abhi enak-enak dimana? Jangan bilang kalau kak Abhi pergi ke club' dan hunting jalang di sana," celetuk Anna tanpa menyaring pertanyaannya. "Mulut Lo mau gue cabein? Gara-gara Lo si zeze kabur di tengah klimaks," gerutu Abhi tidak terima. "Gak ada klimaks ini itu, ya. Keadaan lagi genting! Taruhannya rumah tangga Abang!" sewot Anna di balik teleponnya. "Gue udah urus Kayanna! Abang Lo udah gue nasehatin," jawab Abhi dengan percaya dirinya. "Kak Abhi Nasehatin Abang buat ciuman sama si Fazzura?" tanya Kayanna, membentak. "Gila aja! Mana ada gue nasehatin Abang Lo kaya gitu!" jawab Abhi tidak terima. "Tapi buktinya Abang kaya gituuu ..., mana kak Gisa lihat saat Abang lagi ciuman sama si Zurra," "Brengsek!!!" bentak Abhi sambil bangkit dari tidurn
Catra masih terlelap di atas ranjang sang anak. Tangannya memeluk guling roket, yang biasa Dean peluk saat tidur. Entah tertinggal atau sengaja di tinggal, guling itu tidak Dean bawa pergi. Catra mengerjap kaget, saat telepon genggam miliknya berbunyi. Dia menurunkan guling dari tangannya secara hati-hati. "Sebentar baby, ada__" setelah berucap demikian, Catra mematung. Dia menatap guling yang sejak tadi di peluknya. Dalam ingatan Catra, dia tertidur sambil memeluk tubuh mungil sang anak. Bau minyak telon yang masih menempel pada guling pun, membuat segalanya seakan nyata. Setelahnya, Catra tersenyum getir, sambil menggeleng pelan, mentertawakan kelakuannya. "Iya Abhi," jawab Catra. "Si boy suka kan, hadiahnya?" tanya Abhi dengan antusias. Lagi-lagi Catra tersenyum hampa. Dia menatap kado yang masih terbungkus rapih itu, dengan getir. Itu kado yang Abhi titipkan untuk Dean. "Kado itu gue beli saat pulang dari bandara. Kado khusus untuk si kutu
Beberapa Minggu telah berlalu, sejak terakhir kali Catra dan Gisa bertemu. Catra benar-benar mengabulkan keinginan Gisa untuk bercerai. Dia menandatangani surat cerai yang Gisa tinggalkan di rumah Catra. Sebagai gantinya, Catra meminta Gisa untuk menempati rumah yang sudah Catra siapkan untuknya, serta mengijinkan dia untuk menemui Dean, kapanpun Catra mau. Namun Dean masih enggan bertemu ataupun berbicara dengan Catra. Luka yang Catra torehkan, membekas cukup dalam di hati Dean. Dengan segala luka dan penyesalan, Catra pergi meninggalkan tanah kelahirannya. Tidak ada yang tahu kemana dia pergi. Perusahaannya pun, Catra percayakan kepada Kaisara, sang adik ipar. Catra pergi begitu saja. Barang-barangnya pun, tidak Catra bawa selain baju yang dipakainya. Barang penting seperti handphone pun, Catra tinggalkan. *** "Uuuoooo ... " Dari dalam kamar mandi, terdengar suara Gisa yang tengah muntah. Bik Serra yang memang tinggal bersama Gisa, b
Keluarga Ganendra, saat ini tengah berkumpul di rumah sakit. Mereka tengah menunggu dengan cemas. Sudah hampir satu jam, namun dokter belum ada yang memberi kabar tentang kondisi Gisa, dan seseorang yang menyelamatkannya. Kayanna sendiri, saat ini tengah mendonorkan darahnya untuk Gisa. Stok darah milik Gisa, tidak sebanyak yang di butuhkannya. Gisa kekurangan satu labu lagi. Kakek Brahmana sendiri, terus mencari keberadaan Catra. Dia mengerahkan anak buahnya, untuk mencari sang cucu di setiap negara yang mungkin di kunjunginya. Keluarga kehilangan kontak dengan Catra, sejak satu Minggu yang lalu. Dia pergi begitu saja, setelah menitipkan perusahaan kepada Kaisara. Kesedihan dan penyesalan dari perubahan sikap Dean, membuat Catra terpuruk dan memilih pergi untuk menenangkan diri. "Keluarga dari Ny. Astra Zeneca!" panggil dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. Semua yang ada di sana bergegas bangkit untuk menanyakan kondisi dari Zeca dan Gisa, kepad
Hari ini merupakan hari ke empat Gisa koma. Dia sudah dipindahkan, dari rumah sakit umum ke rumah sakit Queen Elizabeth yang fasilitasnya jauh lebih lengkap dan lebih canggih.Alat-alat masih terpasang pada tubuh Gisa. Kondisi dari bayinya sendiri, terus di pantau oleh dokter Rumi, dokter kandungan yang menangani Gisa selama beberapa bulan terakhir ini.Seperti biasa, setiap sore giliran Kayanna yang menjaga Gisa. Walaupun kondisi Gisa masih koma, keluarga tidak meninggalkannya. Mereka tetap setia menjaga Gisa secara bergantian setiap harinya.Sore ini, Kayanna tidak sendiri. Dia mengajak serta Dean, untuk menjenguk sang mommy."Aunty, mommy masih bobo?" tanya Dean pada aunty-nya. Pasalnya, tiap Dean berkunjung, Gisa selalu dengan kondisi yang sama."Ya, mommy bobo. Mommy kakak Dean sedang istirahat sebentar. Nanti kalau istirahatnya sudah cukup, mommy bangun lagi,""Kenapa banyak kabel di tubuh mommy?" tanya Dean penasaran."Duh ... " celetuk Ka
Saat ini Gisa tengah di periksa oleh dokter. Semua berkumpul menunggu hasil pemeriksaan. Kayanna memeluk kakek Brahmana dengan haru. Sementara Dean tengah anteng di atas pangkuan Abhi. "Kek, ingatan kak Gisa sudah kembali," ucap Kayanna dengan antusias. Brahmana mengangguk, "Ya, Anna. Kamu sudah mengatakan itu beberapa kali," jawab kakek Brahmana. "Anna terlalu excited, jadi Anna lupa kalau sudah beberapa kali memberitahu kakek, tentang ingatan kak Gisa yang sudah kembali," cicit Kayanna pelan. "Ckk ... ckk ... " decak Abhi sambil menggelengkan kepalanya. Setelah selesai memeriksa kondisi Gisa, beberapa dokter itu pun berjalan menghampiri kakek Brahmana, untuk menyampaikan secara langsung kondisi Gisa yang sudah bangun dari koma nya."Bagaimana kondisi cucu saya, dok?" tanya Kakek Brahmana. "Perkembangan dari Bu Gisa sangat baik. Semua di luar prediksi kami sebagai dokter. Semangat juangnya berpengaruh besar terhadap masa koma yang terb
Gisa sudah kembali dari rumah sakit, sejak 2 hari yang lalu. Kondisi Gisa sendiri sudah jauh lebih baik dari pada beberapa hari ke belakang. Dia saat ini tinggal di rumah yang Catra siapkan untuknya. Sampai sekarang, Catra belum juga di temukan. Anak buah kakek Brahmana, mendatangi setiap tempat yang Gisa sebutkan. Tapi, tidak ada satupun dari mereka yang menemukannya. Sebenarnya, masih ada satu tempat yang belum Gisa beritahukan pada kakek Brahmana. Tempat tersebut menjadi pilihan terakhir dari Gisa. Jika Catra tidak di temukan di sana, Gisa benar-benar tidak tahu lagi harus kemana, mencari manatan suaminya tersebut. Gisa menunggu waktu yang tepat. Dia berusaha sembuh secepat mungkin, agar bisa pergi mendatangi tempat terakhir tersebut. Kondisinya harus benar-benar sehat dan prima. Perjalanan yang akan di tempuhnya sangatlah jauh. Malam ini, Gisa mengumpulkan semua anggota keluarganya, termasuk Abhi dan Zeca. Dia mengundang semua orang untuk makan ma
Gisa dan Catra, saat ini tengah duduk di halaman belakang pondok yang Abhi sewa. Mereka masih membisu. Tidak ada satupun dari keduanya yang membuka pembicaraan. Abhi sendiri, saat ini mengajak Zeca pergi untuk berkeliling. Dia sengaja meninggalkan Gisa dan Catra, untuk memberikan ruang bagi keduanya. Gisa tengah mengompres pipi Catra yang lebam menggunakan es batu. Abhi melampiaskan kekesalannya selama ini, dengan cara meninju wajah tampan Catra dengan sangat keras. Sebenarnya, Abhi belum puas. Namun, Gisa melindungi Catra dengan cara memeluknya. Mau tidak mau, Abhi memilih untuk mengalah. Catra mematung. Dia menatap Gisa penuh rindu. Hampir satu bulan lamanya, mereka tidak bertemu. Begitu banyak perubahan pada diri Gisa. Perutnya membesar dengan begitu cepat. Namun, tubuh Gisa sendiri semakin terlihat kurus. Gisa hanya bisa menunduk. Dia tidak kuasa menatap mata hijau mantan suaminya. Gisa yakin, begitu matanya bertemu dengan mata Catra
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad