Tubuh Syams basah kuyup akibat perbuatan istrinya. Kepalanya masuk ke dalam ember hingga membuat hidung dan telinganya kemasukan air. Telinganya berdengung.
“Starla! Awas kamu, ya!”Syams sudah hendak memaki istrinya, tetapi dia malah terpaku melihat Starla yang hanya memakai handuk. Rasanya dia ingin menerkam Starla sekarang juga. Gadis itu memang polos atau sengaja memancing Syams?“Mak! Tolongin Starla.” Starla bersembunyi di balik punggung ibu mertuanya. Dia sepertinya takut melihat wajah Syams yang memerah. Entah memerah karena melihat istrinya yang aduhai atau karena marah.“Kamu mandi sekalian, Syams. Nanti ajak Starla jalan-jalan keliling kampung. Biar semua orang tahu kalau kamu sudah menikah. Dengan begitu, Emak tidak perlu memperingatkan mereka supaya berhenti mengejarmu lagi.”Selama ini Syams memang memiliki banyak penggemar sampai Emak bingung harus memilih yang mana. Pun malas dengan pertanyaan orang yang menanyakan 'kapan mantu?'Sesuai saran emaknya, Starla diajak jalan-jalan keliling kampung menggunakan motor matic milik Syams. Tujuan pertamanya adalah toko pakaian. Starla belum memiliki pakaian di sini. Dia mengenakan daster kelelawar milik Painem. Wajahnya yang cantik membuat semua orang terpana melihatnya meski pakaiannya longgar.Mereka berhenti di depan toko Mbak Mita. Starla menggandeng tangan Syams seperti apa yang Painem katakan. “Kamu harus selalu terlihat mesra dengan Syams ketika di luar rumah. Banyak sekali perempuan yang menyukainya, bahkan ada janda muda yang mau menjadi istrinya Syams.”Mereka membuka pintu kaca di toko itu kemudian masuk. Di pasar ini, toko Mbak Mita tergolong cukup besar dan isinya juga beragam. Mulai dari pakaian bayi, anak-anak, maupun dewasa. Syams langsung mengajak Starla memilih baju yang cocok untuknya.“Pilih yang kamu suka, tetapi jangan yang mahal!” ucap Syams.Sembari menunggu istrinya memilih baju, Syams melihat beberapa topi untuknya dan Starla. Tiba-tiba seorang gadis datang mendekatinya.“Mau beli apa, Mas?” tanyanya.“Eh, Fira. Ini lagi cari topi,” jawab Syams.“Buat siapa?” tanya Fira sambil tersenyum manis.“Istriku.” Jawaban Syams membuat Fira terkejut.Syams ingin membelikan topi untuk Starla karena takut wajah istrinya terbakar akibat sinar matahari. Padahal sudah sore, matahari tidak sepanas saat siang hari.“Syams, ini bagus, nggak?” Starla datang membawa dua baju yang menurut Syams cukup terbuka.“Jangan pakai itu, nanti cupangmu kelihatan.”Syams berdiri dan mengambil baju yang dibawa Starla. Dia mengambil baju panjang sampai mata kaki dengan lengan tiga perempat. “Yang ini aja. Bagus, menutup aurat, dan ... murce.” Syams melihat bandrolnya yang menurutnya lumayan murah.Starla mendelik melihat pilihan Syams. “Tidak sekalian jilbabnya?” tanya Starla. Dia kesal karena tidak bisa memilih baju sesuai dengan keinginannya.“Ini istrimu, Syams?” tanya Fira.“Oh iya, kenalkan ini istriku, Starla.”“Selamat, ya!” ujar Fira sambil mengulurkan tangan kepada Syams, tetapi Starla lekas menjabat tangan Fira.“Makasih,” balas Starla sambil tersenyum. “Jangan lupa datang ke rumah Minggu depan. Kita mau adain acara syukuran.”Fira hanya tersenyum kemudian lekas pergi dari hadapan pengantin baru itu. Dia yang selama ini mengagumi Syams diam-diam kalah start dengan Starla. Kini hatinya hancur berkeping-keping sebelum cintanya tersampaikan.“Kita pulang! Beli satu aja, besok bajumu dikirim sama papamu.” Syams menarik tangan Starla dan membayar baju itu ke kasir.“Berapa, Mbak Mita?” tanya Syams.“Seratus ribu. Enggak sekalian sama dalemannya?” tanya Mita.“Daleman?”“Ah iya, aku tadi dipinjamin sama emak. Beliin lagi, ya! Aku juga mau beli sesuatu, kamu keluar aja dulu. Sini dompetnya biar nanti aku yang bayar!” Starla tanpa malu-malu meminta uang kepada Syams. Dia paham jika setelah menikah, semua kebutuhan istri menjadi tanggung jawab suami.Setelah Syams keluar, Starla segera membeli kebutuhan wanita yang sangat penting. Dia tidak bisa tidur malam ini jika tidak memakainya. Dia memilah dan memilih beberapa barang pribadi wanita di toko itu kemudian segera membayarnya.“Semuanya berapa, Mbak?” tanya Starla.“Seratus lima puluh ribu.”Starla memberikan dua lembar uang kertas berwarna merah dari dompet suaminya. Tenyata itu adalah lembaran terakhir yang ada di dompet Syams. Dia tidak menyangka jika suaminya benar-benar miskin. “Padahal aku mau beli hape. Aku nggak bisa hidup tanpa ponsel,” keluh Starla.Dia segera mengambil belanjaannya kemudian keluar menghampiri Syams. Namun, suaminya sedang mengobrol dengan seorang wanita yang menggendong anak kecil. Mereka tertawa seolah apa yang dibicarakan sangat lucu.“Mas, ayo pulang!” Starla bergelayut manja di lengan suaminya.“Siapa, Syams?” tanya wanita itu.“Dia Starla, istriku.”Mendengar jawaban Syams, wajah wanita itu mendadak berubah seketika. Dia adalah salah satu wanita yang mengagumi Syams. Starla tidak menyangka jika apa yang dikatakan mertuanya memang benar. Meski Syams tidak ganteng-ganteng banget, ternyata banyak yang menyukainya.“Starla.” Tanpa diminta, Starla mengulurkan tangan seolah mengajak kenalan.“Fatimah, janda kembang di Desa Telaga.” Fatimah menerima jabat tangan Starla sambil tersenyum.“Jangan dengarkan dia, Starla. Di sini banyak janda.” Ucapan Syams bukannya menenangkan, malah membuat istrinya semakin kesal.“Tapi aku yang paling cantik, Syams. Iya, kan?”Syams menggaruk kepalanya kemudian mengangguk karena sungkan. Starla semakin naik pitam.Ucapan Fatimah seolah memberikan ancaman kepada Starla akan kedudukannya sebagai janda kembang. Belum genap 24 jam, Starla sudah menemukan benih-benih pelakor di sekitarnya. Dia memang tidak menyukai Syams, tetapi dia juga tidak mau jika rumah tangganya diganggu oleh wanita lain.Starla segera mengajak suaminya pulang karena dia merasa kesal. Sudah tiga wanita yang terang-terangan mencoba mendekati Syams.Mereka sampai rumah tepat sebelum Maghrib. Syams mengajak istrinya untuk bersiap melaksanakan salat, tetapi Starla menolak.“Aku nggak bisa salat!” jawab Starla jujur.“Astaghfirullah!” Syams memijit pelipisnya. “Jadi, kamu tadi nggak salat Zuhur dan Asar?”Jangan lupa tinggalkan komentar yak ^_^
“Jadi, kamu tadi nggak salat Zuhur dan Asar?” Dengan pola Starla menggeleng. “Aku Islam, kok. Kamu tenang aja walaupun hanya di KTP.” Jawaban Starla rasanya ingin membuat Syams pingsan. Bagaimana mungkin dia bisa menikahi gadis seperti itu? Starla dari kecil memang tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai muslim. Apalagi kedua orang tuanya selalu sibuk. Dia menjadi anak yang sangat bandel sehingga papa dan mamanya lelah menghadapinya. Dia berbeda dengan sang kakak yang selalu taat beribadah. Kakanya lulusan pesantren, sedangkan dia baru sehari di pesantren sudah kabur. Orang tuanya sudah sampai frustrasi memiliki anak sepertinya. Hal terakhir yang membuat orang tuanya sangat murka yaitu ketika dia kabur bersama pacarnya saat hendak dijodohkan. “Sekarang kamu ambil wudu, aku akan ajarin kamu salat.” “Aku nggak mau!” “Aku akan memaksa. Kamu sudah menjadi tanggung jawabku. Kamu mau aku tinggal di neraka?” “Jahat banget sama istrinya. Aku bilangin sama emak, nih!” Starla sud
“Ngapain kamu di sini?” tanya Starla sambil menarik selimutnya. “Aku ini suami kamu. Baru tadi pagi kita menikah. Apakah kamu lupa?” tanya Syams. Starla duduk dan menarik selimut supaya menutupi tubuhnya. Dia masih memakai daster milik Painem. “Jangan mendekat. Aku nggak bisa layanin kamu malam ini.” “Eh!” Syams terkejut mendengar perkataan Starla. Dia tidak berniat meminta jatah sebenarnya, tetapi sepertinya istrinya menganggap Syams adalah lelaki yang menginginkannya. Muncullah ide jahil dalam otak Syams. “Bukankah tadi siang kamu yang nantangin? Aku tagih malam ini.” Syams mengucapkannya sambil menahan tawa. Terlihat sekali ketakutan di wajah Starla. Namun, hal itu malah membuat Syams semakin ingin menggoda istrinya. Dia yang awalnya ketakutan, kini malah berbalik. Segalak-galaknya Starla, pasti mempunyai sisi lemah dan lembut. Pada dasarnya wanita itu makhluk yang paling rapuh karena dia diciptakan dari tulang rusuk, bukan tulang punggung. “Tadi siang aku bercanda, Syams. Ema
Syams terbangun kala mendengar azan Subuh. Dia bergegas untuk pergi ke masjid. Namun, pergerakannya terhenti kala melihat tangan Starla memeluk tubuhnya. Semalam mereka sempat berdebat sebelum tidur hingga akhirnya memutuskan untuk damai dan tidur di kasur yang sama. “Oke, aku nggak akan tidur sama emak kamu, tetapi aku butuh guling. Aku nggak bisa tidur kalau nggak meluk guling.”“Dasar bocah! Maaf aku enggak punya guling.” Syams berkata jujur. Dia memang tidak memiliki guling di kamarnya. “Ya sudah, aku mau ke kamar Emak aja.”“Di sana juga nggak ada guling, Starla. Kami tidak memiliki guling, syukur masih bisa tidur di atas kasur. Banyak orang yang hanya tidur beralaskan tikar.”Sangking kesalnya, Syams menaikkan suaranya hingga membuat Starla menangis. Ah, rasanya dia ingin menjedotkan kepalanya di tembok. Entah berapa umur istrinya hingga terlihat kekanakan dan masih sangat cengeng.“Kamu boleh jadikan aku guling. Tapi jangan grepe-grepe. Hanya dipeluk, oke?”Starla mengangguk
“Jangan ngomong begitu, Mak. Setiap ucapan itu jadi doa. Memangnya emak nggak ingin anaknya sukses gitu?” Mendengar ucapan anaknya, Painem menjewer telinga Syams. “Tanpa kamu minta, emak selalu mendoakanmu, Syams.” “Ampun, Mak! Syams udah beristri. Jangan jewer telinga Syams terus. Malu dong kalau dilihat orang.” “Kamu juga ngeselin, Syams.” Mereka sudah sampai di pasar desa yang tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Di pasar itu memang pedagangnya tidak sebanyak di pasar pusat pada umumnya. Namun, berbagai kebutuhan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari sudah cukup lengkap di sana. Painem juga berjualan di pasar itu semenjak Syams masih kecil. Hanya dari situlah mata pencaharian mereka selama ini. “Nggak buka warung, Mak?” tanya Mita yang baru saja membuka tokonya. “Libur, Mbak Mita. Besan saya mau datang. Jadi mau beli daging sama sayuran.” “Sendiri, Mak?” tanya Mita. “Sama Syams. Dia kayaknya di warung.” Mendengar jawaban Painem, Mita hanya ber oh ria kemudian masuk ke k
Dada Syams naik turun. Rasanya dia sangat marah kepada Starla, tetapi dia yakin semua akan percuma karena Starla tidak peka. Syams kembali ke rumah setelah memberi makan semua peliharaannya dan memakamkan burung yang meninggal tadi. Untung saja murainya masih hidup. “Makanan sudah siap, Syams. Buruan bantu Emak siapin di meja. Habis ini kamu cepat mandi. Jangan sampai orang tua Starla mencium tai burung di bajumu!” Syams tetap membantu emaknya meski dengan diam seribu bahasa. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia enggan berbicara karena sedang berduka hingga kehadiran Starla membuatnya tercengang. “Mak, aku udah siap.” Starla memakai baju yang kemarin dibelikan Syams. Sebuah gamis dengan lengan tiga perempat membuat Starla terlihat begitu anggun. Meski wajahnya polos tanpa make up, Starla masih saja cantik bahkan mampu membuat Syams terpana. Suaminya itu memandang Starla tanpa berkedip hingga tepukan di
“Maksud Anda apa, Pak?”Syams tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat oleh mertuanya. Dia mencoba menelaah dan memahami perkataan Antonio, tetapi dia belum yakin. “Saya tidak bisa menjelaskan semuanya kepadamu. Yang jelas tidak ada orang tua yang tega membuang anaknya. Kami sangat menyayangi Starla lebih dari apa pun. Namun, untuk saat ini biarkan dia membenci kami. Jadilah suami yang baik. Jangan manjakan dia, ajarkan dia kesabaran dan hidup sederhana. Saya akan memberikan pekerjaan untukmu. Besok datang ke kantor kecamatan. Temui Pak Umar, dia akan membantumu mendapatkan pekerjaan. Tinggal kamu bilang bidang apa yang kamu kuasai.” Syams hanya mengangguk meski banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikan kepada mertuanya, tetapi sepertinya papa Starla tidak akan menjawabnya. Pernyataannya sudah cukup jelas bagi Syams. “Terima kasih, Nak!” Antonio mengembuskan napas lega setelahnya. Mereka bertiga masuk membawa t
Starla akhirnya membuka pintu dan membantu Syams menyeret kopernya. Kamar Syams menjadi sempit karena koper Starla sangat besar. Mereka meletakkannya di atas kasur kemudian mulai memilah dan memilih baju yang akan dipakai Starla di sini. Dua koper berisikan pakaian Starla sedangkan satunya lagi barang pribadi Starla. Mereka membuka dua koper itu kemudian akan memilih baju yang pantas dikenakan Starla. Satu koper disisihkan untuk menyimpan baju Starla yang tidak terpakai. Starla memilih baju yang menurutnya bagus, tetapi semua pilihannya ditolak oleh Syams. “Jangan pakai pakaian terbuka di sini. Ini desa, Starla. Mungkin jika kamu mengenakannya di kota, hal itu terlihat wajar. Di sini kamu harus lebih sopan.”“Bajuku ini udah sopan, Syams. Ini ada lengannya. Panjangnya juga di bawah lutut.” Starla merebut beberapa baju yang hendak disimpan Syams dalam koper satunya. “Kenapa nggak sekalian aja kamu suruh aku pakai gamis?” Syam
“Raja?” Starla gelagapan mendapati Raja yang tiba-tiba menghampirinya. Setelah apa yang lelaki itu lakukan, berani-beraninya dia muncul di hadapan Starla. Rasanya Starla ingin mencakar wajah Raja supaya dia malu untuk sekadar bertemu orang. “Sayang, ngapain kamu di sini?” “Sayang? Cih!” Starla berdecak kesal. Dia beringsut mundur dan bersembunyi di belakang Syams.Di sebuah gazebo berukuran 2x2 meter itu, Starla dan Syams awalnya duduk bersebelahan. Kini Starla berlindung di belakang Syams. Dia takut jika Raja melakukan hal yang tidak-tidak. Masih terbayang jelas dalam ingatan Starla saat lelaki itu mencumbunya dalam keadaan setengah sadar ketika mabuk.“Siapa kamu?” tanya Syams yang menghadang Raja ketika hendak menyentuh Starla. Entah mengapa Syams merasa tidak rela ada lelaki yang memanggil istrinya dengan kata ‘sayang’. Starla sudah menjadi istrinya, hanya dia yang boleh memanggilnya ‘sayang’. Namun, lagi-lagi Syams menggeleng. Dia bukan suami yang sesungguhnya bagi gadis itu.
Posisi Syams dan Starla sedang berada di depan panggung. Semua orang yang hadir di acara itu tentu melihat bagaimana pertemuan mereka setelah lama tidak bersua. Dua orang yang menikah dan berpisah karena terpaksa akan keadaan, kini kembali bertemu. “Starla kangen sama Emak.” Starla beralih memeluk Painem kemudian saling menanyakan kabar. Mereka tidak mengikuti acara sampai selesai karena langsung pamitan pulang. Starla dengan senang hati mau pulang ke rumah suaminya. Dia sama seperti Syams, tidak berani menghubungi suaminya padahal setiap hari selalu stalking sosial medianya. Hari ini pun dia tidak akan datang jika bukan karena Eksa. “Kenalkan, ini Eksa. Sepupu sekaligus sopir pribadi.” Lelaki dengan perawakan tinggi itu mengulurkan tangan hendak menyalami Syams, tetapi diabaikan. Syams masih cemburu melihat istrinya dekat dengan lelaki lain. Starla menyenggol lengan suaminya supaya mau berjabat tangan dengan sepupunya. “Eksa!” ucap lelaki itu dengan nada sensual ketika bersalaman
Kehilangan adalah salah satu hal yang menyakitkan bagi beberapa orang, termasuk Syams dan Starla. Namun, dari sanalah mereka berproses menjadi dewasa. “Hari ini kafenya tutup, Syams?” tanya Emak. “Iya, Mak. Kita ‘kan mau ke nikahan Raja sama Fatimah,” ucap Syams sambil tersenyum. Dia sedang menyisir rambutnya, sesekali bergaya di depan kaca. Hampir satu tahun Syams merintis usaha kuliner di dekat telaga. Dia awalnya mendirikan sebuah warung makan sederhana. Ruko yang dia beli dari temannya, Udin. Awalnya memang hanya ruko kecil, tetapi lama kelamaan dia memiliki banyak pelanggan hingga mampu membuka cabang di beberapa titik lokasi. Sekarang dia memiliki sebuah kafe utama yang dijadikan sebagai kantor dan empat warung yang merupakan cabangnya. Syams selalu membuat dirinya sibuk supaya lepas dari rasa bersalah terhadap istrinya. Dia terpuruk beberapa saat setelah Starla pergi sampai akhirnya mendapatkan kabar dari mertuanya jika Starla melanjutkan kuliah. Istrinya juga sama sepertiny
Malam itu Syams tidak bisa tidur karena ucapan mertuanya. Bagaimana mungkin dia melepaskan Starla begitu saja? Banyak waktu yang mereka habiskan bersama, tidak mungkin semudah itu dia merelakan kepergian Starla. Bahkan ketika keadaan istrinya belum kembali pulih. Syams sampai menjatuhkan harga dirinya sebagai lelaki. Dia memohon dan bersujud ketika orang tua Starla hendak membawa anaknya pergi. “Jangan bawa Starla pergi, Pa. Papa harus mendengarkan penjelasanku lebih dulu. Baru setelah itu Papa boleh pergi.”Antonio mengembuskan napas berat. Mereka berdua keluar dari ruang tengah. Antonio tidak mau Starla mendengar penjelasan Syams. Dia takut anaknya terluka lagi jika bersama suaminya. “Papa sudah mendengar semua ceritaku dan tidak ada yang kututupi sama sekali. Papa harus percaya jika semua yang terjadi ini hanya jebakan Raja dan Fatimah. Aku bahkan melihat pengakuan mereka di depan mata kepalaku sendiri.”“Maafkan Papa, Syams. Relakan
“Starla keguguran, Pa.”Hening. Syams tidak mendengar suara Antonio lagi. “Pa! Papa masih mendengarkanku?”Syams mulai panik karena tidak ada jawaban. Dia takut papa mertuanya jantungan dan meninggal di tempat seperti di film televisi. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Di rumah sakit mana?” tanya Antonio. “RSU, Pa, tapi ....” Belum sempat Syams melanjutkan ucapannya, telepon sudah dimatikan. Syams segera menghubungi tetangga supaya bisa menyampaikan kabar ini kepada Painem. Setelah itu dia masuk ke tempat di mana Starla dirawat. Dia mengambil tangan Starla dan mengecupnya perlahan. “Maafkan aku, Starla. Aku belum bisa membahagiakanmu. Aku berjanji setelah ini tidak akan ada air mata yang menetes di pipimu.” Starla bangun setelah 3 jam tertidur. Syams beberapa kali menangis melihat istrinya terbaring lemah di brankar. Dia bingung harus mengatakan apa jika istrinya sudah bangun. Usia kandungan
“Maafkan aku, Syams!”Hanya kata maaf yang mampu terucap dari bibirnya. Dia lekas pergi meninggalkan Syams karena tidak kuasa melihat lelaki pujaannya menangis. Hal yang paling membuat sakit adalah melihat orang yang dicintainya terluka, entah fisik maupun hatinya.Dia berjalan tanpa arah hingga sampailah di sebuah taman rumah sakit. Di sana ada beberapa orang yang sedang berbincang dengan keluarganya. Mungkin mereka sedang menunggu atau menjenguk keluarga yang sakit. Dia melihat sebuah bangku kosong di bawah pohon beringin. Langkahnya terhenti di sana kemudian dia duduk. Lama dia termenung, dia putuskan menghubungi Marlan dan mengajaknya pulang. Sepertinya dia sudah tidak dibutuhkan lagi di sini. Dia menunggu di parkiran dengan resah. Entah mengapa perasannya tiba-tiba menjadi tidak nyaman. Dia ingin segera pulang menemui Lala. Namun, belum sampai Marlan datang, dia dikejutkan dengan suara seseorang yang sangat familiar di telinganya.“K
“Mau di kamar atau di sofa?” tanya Raja kemudian mendorong tubuh Fatimah hingga terduduk di sofa. “Aku sedang hamil. Aku tidak mau melakukannya denganmu.” “Kamu sudah melakukannya dengan Syams? Atau dengan siapa lagi? Aku tahu kamu janda gatel.” Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Raja. “Pantas saja Starla tidak mau denganmu. Dasar laki-laki brengsek!” Hendak pergi, tetapi Fatimah tidak bisa keluar karena Raja menahannya, pun pintunya terkunci. Akhirnya siang itu mereka melakukannya lagi. Sore hari Fatimah baru pulang dengan banyak memar di tubuhnya. Raja melakukannya dengan kasar tanpa perasaan. Hal itu semakin membuat hati Fatimah sakit. Raja menganggapnya seperti pelacur. Padahal Fatimah hanya melakukannya dengan Raja. Selama ini dia hanya menginginkan Syams, tetapi karena sudah terlanjur berbohong hamil, dia meminta Raja menghamilinya. Siapa sangka jika Raja berpikir bahwa dia tidur dengan banyak lelaki? “Ma
“Kalian enak banget makan berdua.” Fatimah yang tiba-tiba masuk menyilangkan kedua tangan di dada melihat Syams menyuapi Starla. Mereka masih asyik menyantap ikan bakar gosong. Starla dan Syams berhenti mendengarnya, tetapi tetap melanjutkan makan seolah-olah tidak ada orang lain selain mereka berdua. Brak!Fatimah menggebrak meja hingga keduanya berhenti.“Kamu apa-apaan, sih?” tanya Syams. “Aku mau meminta pertanggungjawabanmu, Syams. Aku hamil,” ucap Fatimah sambil memberikan tespek kepada Syams. “Ini bukan anakku. Kamu pasti main dengan lelaki lain.”“Dulu kamu bilang aku berdusta karena mengaku hamil. Sekarang sudah satu bulan, Syams. Usia kandunganku sudah empat minggu. Aku takut jika perutku semakin membesar, tetapi tidak ada yang menikahiku. Apa kata orang nanti?”Mata Starla memanas mendengarnya. “Kamu menghamilinya, Syams?”“Demi Allah, Starla. Kali ini kamu harus percaya. Dia
“Syams, aku ingin makan ikan bakar.”Syams menarik napas panjang. Setiap hari selalu ada-ada saja keinginan Starla semenjak hamil. “Ya udah, ayo ke warung pojok.”Starla menggeleng. “Kita ke telaga, yuk! Aku kepingin makan ikan bakar hasil pancingan kamu sendiri.” Sudah satu bulan lebih Starla pulang ke rumah Syams. Sekarang usia kandungannya memasuki minggu ke 11. Dia tidak pernah mengalami morning sickness, tetapi Syams lah yang menanggungnya. Starla sendiri malah ngebo (doyan makan).Memiliki suami pengangguran tidak menyurutkan kebahagiaan mereka. Syams masih memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari sampai melahirkan. Dia juga sudah membuat BPJS supaya biaya melahirkan nanti lebih murah. “Kalau mancing, keburu kamu kelaparan, Starla!” “Nanti aku bawa camilan yang banyak. Sambil nunggu kamu mancing, aku bisa piknik kayak di pantai.”“Mau piknik apa mancing, sih?” tanya Syams dengan kesal. Starla hanya terkekeh pelan.Starla sudah mempersiapkan sega
“Sayang, buka pintunya!” Syams menarik napas panjang. Jantungnya semakin berdebar karena pintu tak kunjung dibuka. Syams meraih gagang pintu dan hendak membukanya, tetapi tiba-tiba pintu di sebelahnya terbuka. Dia terkejut hingga memegangi dadanya. “Syams, kamu sudah datang?” tanya Adi, kakak iparnya. Dia sudah jantungan, tetapi malah orang lain yang ditemui. “Sudah, Mas. Starla di mana?” “Dia lagi jajan. Starla hamil dan lagi hobi jajan. Sepertinya kamu harus bekerja lebih keras untuk memenuhi ngidamnya. Papa sudah tidak tahan dengan segala keanehan Starla, makanya kamu diminta menjemputnya.Memang awalnya kami menyembunyikan kabar tentang pulangnya Starla. Dia yang meminta kami supaya tidak menghubungimu. Raja sudah tidak tahan dengan Starla yang selalu minta aneh-aneh hingga akhirnya dipulangkan ke rumah. Sekarang, kami yang kewalahan menghadapinya.” Adi mengucapkannya sambil terkekeh. Adik kandungnya itu rasanya sa