Jleb! Penuturan Laskar bagaikan pisau yang dia lempar dan tepat mengenai jantungku.
"Is-istri?" tanyaku terbata.
Aku Menatap tak percaya pada Laskar, lalu berganti ke wanita yang terbaring itu. Seketika aku merasakan mual di perut, pusing dan helaan napas yang intens.
Aku sudah diterbangkan sangat tinggi olehnya dengan kejutan dan sikap manisnya, lalu dihempaskan begitu saja sampai ke inti bumi.
Tubuhku ambruk ke lantai serasa ditimpa benda berat. Aku benar-benar tak bisa menerima kenyataan bahwa Laskar telah membohongiku. Hati ini lebih-lebih sakit ketimbang luka yang kuterima di lutut setelah bertumbuk dengan lantai.
Melihat aku terkulai di lantai, Laskar bergegas membantuku berdiri dengan tertatih-tatih kemudian menggendongku ke atas kursi sofa.
"Antony, ambilkan air putih!" suruh Laskar pada asistennya. Pria yang selalu setia di samping Laskar itu bergegas pergi ke dapur.
Mataku menerawang kosong sambil terduduk lemas di atas sofa. Bibirku kelu bahkan semuanya merambat hingga garis-garis wajahku terasa sangat kaku.
Dalam hati aku terus menenangkan diriku sendiri ‘Jangan menangis! Jangan menangis!’ Padahal air mata sudah mendesak di pelupuk mata. Aku tak kuat menahan kecewa, mengetahui Laskar memiliki istri selain aku.
Antony segera kembali membawa segelas air putih dan menyerahkannya pada Laskar. Laskar menyuruhku minum dengan suara lembutnya.
"Sabrina, ayo diminum."
Dia membantuku minum perlahan. Aku sengaja diam dan menunjukkan dengan jelas rasa kecewaku padanya. Namun semenjak tadi, dia belum memberi penjelasan apapun dan sengaja melihatku tersiksa karena perbuatannya.
Setelah itu dia menaruh gelasnya di meja lalu membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. Masih di sampingku, Laskar berusaha mengalihkan perhatianku dengan menatapku intens.
"Sabrina maafkan aku, aku tahu kamu pasti sangat terkejut mengetahui hal ini. Aku sungguh menyesal tidak memberitahumu dari awal kalau aku sudah memiliki istri…."
Laskar membuat dirinya seolah-olah sangat menyesal karena perbuatannya. Ia mengeluarkan suara yang begitu lemah untuk meluluhkanku.
Aku cuma diam, mengacuhkannya karena pikiranku masih melayang-layang soal perempuan itu.
"Sabrina...,"
"Apa tujuanmu Laskar?" tanyaku berusaha menarik ke inti permasalahannya, tanpa menoleh padanya.
Laskar yang awalnya cuma bisa menatap, kini semakin merapatkan tubuhnya dan menggenggam kedua tanganku ke dekapan dadanya. Jelas, pria ini sedang mencoba membujukku.
"Aku patut dihukum, tapi bisakah kamu hilangkan amarahmu dulu?" bujuknya dengan raut penyesalan.
"Aku tidak marah, dan siapa juga yang berani menghukummu? Aku hanya bertanya, apa tujuan kamu menikahiku?" tanyaku dengan bola mata bergetar menatap matanya.
Aku berkata sambil meredakan sesuatu yang bergejolak di dalam hati. Aku marah, merasa terkhianati karena mencintainya. Lagi-lagi aku teringat kalimat penolakan Laskar terhadap perjodohan di masa 6 tahun yang lalu.
Benar, bodohnya aku karena mengira dia bisa berubah sedrastis ini. Aku pun tersenyum miris.
Aku tidak tau masalah apa yang sudah terjadi dengan pernikahan Laskar dan istrinya sampai Laskar berani mengambil langkah untuk menikahiku. Yang aku pahami bahwa Laskar sudah mengkhianati istrinya di saat dia sedang terbaring tak berdaya.
"Sabrina kamu mencintaiku kan? Maka lahirkan anak untukku!" pintanya dengan wajah penuh harap.
"Apa?" untuk beberapa detik aku terkesiap.
“Aku sudah bilang dari awal, aku menyukaimu, aku tidak pernah menemukan wanita selembut dan sebaik kamu. Sejak kita berpisah, aku selalu dibayang-bayangi wajahmu.”
“Kau bilang kau putus dengan pacarmu!” aku menyambar ucapannya karena suatu hal terbesit di otakku.
“Iya, memang putus, Karina bukan pacarku yang waktu itu. Dia anak kolegaku yang baru-baru kutemui, aku tak bisa menolak permintaannya karena berurusan dengan kerjasama perusahaan, tapi aku mencintai Karina."
Aku menggeleng, tak habis pikir lagi dan sangat kesal mendengarnya. Kutepis jauh-jauh genggaman tangan Laskar
“Karina dan aku menginginkan anak. Tapi dokter bilang, sekalipun Karina bangun, dia tak bisa punya anak,” Laskar melanjutkan setelah melihat penolakanku. “Aku ingin dia bahagia. Dan Tuhan menunjukan jalan bahagia kita melalui kamu.”
Bagaimana bisa dia mengatakan itu? Aku kembali menerawang dengan sedikit acuh tak acuh.
"Itu tujuanmu?" tanyaku.
"Jangan salah paham, Sabrina. Bahkan aku merasa sangat bersalah dengan ucapanku waktu itu, aku sungguh sangat menyesalinya."
"Laskar! Istrimu sedang terbaring lemah! Bagaimana bisa kamu mengkhianatinya?" geramku menyela ucapannya.
"Sabrina, aku tak peduli! Yang terpenting adalah perasaanmu padaku!"
"Kenapa kamu tiba-tiba peduli dengan perasaanku? Kalau kamu peduli, bukan seperti ini caranya!"
"Sabrina, kamu mencintaiku, kan?"
Aku tahu, Laskar sengaja mengalihkan pembicaraan. Sengaja membuatku tak berdaya karena perasaanku padanya. Ia sangat tahu kelemahanku dengan nada bicaranya yang seperti itu.
"Aku tahu, kamu mencintaiku dari dulu, maafkan aku tidak bisa membalas perasaanmu waktu itu…." Laskar menunduk, kulihat kedua tangannya saling menggenggam dan gemetar.
Setelah dia mengatakannya, kenapa hatiku semakin hancur. Apakah perasaanku pantas dijadikan mainan untuknya? Namun di sisi yang berseberangan, aku benar-benar mencintainya.
"Sabrina, kita bisa bersama dan memiliki beberapa anak, kita bisa membesarkan anak-anak kita bersama dan menjadi orangtua yang baik,. Aku ingin memiliki keturunan yang dibesarkan olehmu, aku ingin membina pernikahan yang indah denganmu."
Ucapannya selalu bisa memerangkapku dalam sebuah ilusi. Aku tidak bisa berpikir logis, karena Laskar benar-benar memenuhi kepala dan hatiku. Bahkan wajah tampan itu tidak bisa aku lepas begitu saja.
Laskar menggamit bahuku, membawa tubuhku ke dalam dekapannya.
"Kau jahat, Laskar!" kupukul dadanya sebagai balasan. Aku yang sudah mati-matian menahan air mata, namun pada akhirnya jatuh juga.
"Maafkan aku, Sabrina… aku tidak bermaksud menyakitimu. Hanya saja aku tidak mau kamu langsung menolak lamaranku di saat kamu tahu aku sudah beristri," jelasnya.
"Jadi aku berbohong dan berniat memberitahumu setelahnya dan aku tidak bisa berpisah dengan Karina karena keadaannya yang menyedihkan. Aku tidak mungkin menjadi pria yang jahat membuang istri yang sedang sakit," terangnya sambil mengusap-usap rambutku dengan lembut.
Brak!
Pintu kamar terbuka dan muncullah perawat yang merawat Karina. "Pak Laskar! Nyonya Karina keadaannya semakin memburuk!"
Sigap, Laskar yang awalnya sedang menenangkanku, langsung melepaskan pelukannya begitu saja. Ia pergi dan masuk ke dalam kamar melihat keadaan Karina, meninggalkanku dalam bayang-bayang kehangatan yang semu itu lagi.
Kenapa suasananya sangat mencekam begini?Sejak Pak Dimas menyuruhku, sebagai ketua tim, untuk presentasi di depan presdir baru, ruang rapat yang temaram ini terasa semakin dingin. Dengar-dengar perusahaan ini memang sudah diakuisisi oleh perusahaan lain. Saham sedang turun drastis, dan entah apa yang terjadi dengan Presdir lama setelah kerugian itu.Kami sudah duduk di kursi masing-masing di ruang rapat, tapi orang yang disebut sebagai presdir baru itu belum juga muncul. Aku semakin gugup. Sepertinya ucapan Pak Dimas tadi mulai memenuhi kepalaku.Lima menit kemudian, pintu kembali dibuka. Seorang pria berjas biru tua dan kemeja putih masuk dengan penuh wibawa. Tubuhnya yang tinggi menjulang tampak kontras dengan Pak Dimas yang berjalan di belakangnya.Leher berurat dan garis potongan rambut yang rapi menampilkan sosok yang sangat maskulin. Tatapannya tampak misterius, membuat siapapun terintimidasi, penasaran, sekaligus tegang. Bahkan bau parfumnya sangat kuat dan khas, seperti bau t
"Kalian lagi! Kalian lagi! Apa kalian tidak serius bekerja?! Bisa-bisanya kalian ribut di hadapan Pak Presdir! Apa kalian ingin dipecat?!"Aku buru-buru menghadap komputer lagi, dan Tristan kabur begitu saja dari mejaku.Selesai mengancam, Pak Dimas menyusul Laskar dan sekretarisnya yang berjalan mendahului. Dua kali aku kena marah Pak Manajer hari ini.Waktu berjalan lambat setelah itu, sementara pekerjaanku tidak ada habisnya. Sepertinya aku terlalu fokus dengan pekerjaanku sampai lupa waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 ketika aku mematikan komputer.Segera aku membereskan barang-barangku yang ada di meja, lalu keluar dari kantor divisiku, dan berjalan menuju lift. Situasi sekitar sudah nampak sepi. Di depan lift pun hanya ada diriku seorang. Tak lama, pintu lift mulai terbuka, dan aku segera masuk. Namun, saat pintu lift hampir tertutup, sebuah tangan kekar terjulur dan seseorang berusaha masuk. Aku sedikit tersentak kaget. Kemunculan orang itu membuat aku refleks menghindar
Tiga hari waktu yang kubutuhkan untuk berpikir, sampai akhirnya aku menyetujui proposal Laskar. Hanya butuh sehari saja untuk Laskar mempersiapkan pesta pernikahan dan kami menikah tepat tanggal 29 bulan ini.Katanya, hari pernikahan adalah hari yang paling membahagiakan bagi seluruh wanita di dunia. Dan ternyata itu memang benar! Aku merasakan kebahagiaan itu.Dinikahi oleh pria tampan, kaya, dan memiliki segudang prestasi. Terlebih aku sudah memujanya diam-diam sejak 6 tahun yang lalu di rumah sakit, saat pertama kali bertemu dengannya. Cintaku padanya adalah cinta pada pandangan pertama.Pernikahan ini dilakukan secara tertutup, hanya keluarga dari nenek Salima dan ayahku saja yang menghadiri.Sebenarnya aku merasa ada sesuatu yang janggal, sekelas Bimantara, keluarga terkaya di kota ini melaksanakan pernikahan dengan tertutup bahkan tidak ada media sama sekali. Bukannya orang-orang kaya cenderung suka memamerkannya? Atau mungkin keluarga Bimantara itu berbeda dengan keluarga kaya
Dua Minggu berlalu, pernikahan kami tidak ada kemajuan sama sekali. Tidak ada keromantisan seperti pasangan suami istri pada umumnya. Biasanya hari-hari setelah pernikahan, suami istri akan merajut kasih sayang dan belajar memahami sifat satu sama lain. Tapi kenyataannya apa? Kami tidak melakukan hal yang seperti itu dan bahkan sama sekali belum melakukan malam pertama. Angan-anganku bahagia menikah dengannya seolah sirna perlahan-lahan. Setiap malam aku dihantui kesendirian di kamar yang luas itu. Dan berharap didekap kehangatan Laskar. Malah berakhir mendekap tubuhku sendiri dengan selimut yang tebal.Laskar jarang sekali datang ke rumah. Bahkan dia tidak bisa kuhubungi. Nomornya selalu centang satu. Bahkan nomor Antony, asistennya, pun tidak aktif sama sekali.Sikap Laskar acuh tak acuh seperti sengaja menghindariku. Dia selalu pulang malam di saat aku sudah tertidur, dan akan pergi sebelum aku baru terbangun. Begitulah menurut kesaksian Pak Ismam tukang kebun di rumah ini.Nafsu
Jleb! Penuturan Laskar bagaikan pisau yang dia lempar dan tepat mengenai jantungku. "Is-istri?" tanyaku terbata. Aku Menatap tak percaya pada Laskar, lalu berganti ke wanita yang terbaring itu. Seketika aku merasakan mual di perut, pusing dan helaan napas yang intens. Aku sudah diterbangkan sangat tinggi olehnya dengan kejutan dan sikap manisnya, lalu dihempaskan begitu saja sampai ke inti bumi.Tubuhku ambruk ke lantai serasa ditimpa benda berat. Aku benar-benar tak bisa menerima kenyataan bahwa Laskar telah membohongiku. Hati ini lebih-lebih sakit ketimbang luka yang kuterima di lutut setelah bertumbuk dengan lantai.Melihat aku terkulai di lantai, Laskar bergegas membantuku berdiri dengan tertatih-tatih kemudian menggendongku ke atas kursi sofa. "Antony, ambilkan air putih!" suruh Laskar pada asistennya. Pria yang selalu setia di samping Laskar itu bergegas pergi ke dapur.Mataku menerawang kosong sambil terduduk lemas di atas sofa. Bibirku kelu bahkan semuanya merambat hingga
Dua Minggu berlalu, pernikahan kami tidak ada kemajuan sama sekali. Tidak ada keromantisan seperti pasangan suami istri pada umumnya. Biasanya hari-hari setelah pernikahan, suami istri akan merajut kasih sayang dan belajar memahami sifat satu sama lain. Tapi kenyataannya apa? Kami tidak melakukan hal yang seperti itu dan bahkan sama sekali belum melakukan malam pertama. Angan-anganku bahagia menikah dengannya seolah sirna perlahan-lahan. Setiap malam aku dihantui kesendirian di kamar yang luas itu. Dan berharap didekap kehangatan Laskar. Malah berakhir mendekap tubuhku sendiri dengan selimut yang tebal.Laskar jarang sekali datang ke rumah. Bahkan dia tidak bisa kuhubungi. Nomornya selalu centang satu. Bahkan nomor Antony, asistennya, pun tidak aktif sama sekali.Sikap Laskar acuh tak acuh seperti sengaja menghindariku. Dia selalu pulang malam di saat aku sudah tertidur, dan akan pergi sebelum aku baru terbangun. Begitulah menurut kesaksian Pak Ismam tukang kebun di rumah ini.Nafsu
Tiga hari waktu yang kubutuhkan untuk berpikir, sampai akhirnya aku menyetujui proposal Laskar. Hanya butuh sehari saja untuk Laskar mempersiapkan pesta pernikahan dan kami menikah tepat tanggal 29 bulan ini.Katanya, hari pernikahan adalah hari yang paling membahagiakan bagi seluruh wanita di dunia. Dan ternyata itu memang benar! Aku merasakan kebahagiaan itu.Dinikahi oleh pria tampan, kaya, dan memiliki segudang prestasi. Terlebih aku sudah memujanya diam-diam sejak 6 tahun yang lalu di rumah sakit, saat pertama kali bertemu dengannya. Cintaku padanya adalah cinta pada pandangan pertama.Pernikahan ini dilakukan secara tertutup, hanya keluarga dari nenek Salima dan ayahku saja yang menghadiri.Sebenarnya aku merasa ada sesuatu yang janggal, sekelas Bimantara, keluarga terkaya di kota ini melaksanakan pernikahan dengan tertutup bahkan tidak ada media sama sekali. Bukannya orang-orang kaya cenderung suka memamerkannya? Atau mungkin keluarga Bimantara itu berbeda dengan keluarga kaya
"Kalian lagi! Kalian lagi! Apa kalian tidak serius bekerja?! Bisa-bisanya kalian ribut di hadapan Pak Presdir! Apa kalian ingin dipecat?!"Aku buru-buru menghadap komputer lagi, dan Tristan kabur begitu saja dari mejaku.Selesai mengancam, Pak Dimas menyusul Laskar dan sekretarisnya yang berjalan mendahului. Dua kali aku kena marah Pak Manajer hari ini.Waktu berjalan lambat setelah itu, sementara pekerjaanku tidak ada habisnya. Sepertinya aku terlalu fokus dengan pekerjaanku sampai lupa waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 ketika aku mematikan komputer.Segera aku membereskan barang-barangku yang ada di meja, lalu keluar dari kantor divisiku, dan berjalan menuju lift. Situasi sekitar sudah nampak sepi. Di depan lift pun hanya ada diriku seorang. Tak lama, pintu lift mulai terbuka, dan aku segera masuk. Namun, saat pintu lift hampir tertutup, sebuah tangan kekar terjulur dan seseorang berusaha masuk. Aku sedikit tersentak kaget. Kemunculan orang itu membuat aku refleks menghindar
Kenapa suasananya sangat mencekam begini?Sejak Pak Dimas menyuruhku, sebagai ketua tim, untuk presentasi di depan presdir baru, ruang rapat yang temaram ini terasa semakin dingin. Dengar-dengar perusahaan ini memang sudah diakuisisi oleh perusahaan lain. Saham sedang turun drastis, dan entah apa yang terjadi dengan Presdir lama setelah kerugian itu.Kami sudah duduk di kursi masing-masing di ruang rapat, tapi orang yang disebut sebagai presdir baru itu belum juga muncul. Aku semakin gugup. Sepertinya ucapan Pak Dimas tadi mulai memenuhi kepalaku.Lima menit kemudian, pintu kembali dibuka. Seorang pria berjas biru tua dan kemeja putih masuk dengan penuh wibawa. Tubuhnya yang tinggi menjulang tampak kontras dengan Pak Dimas yang berjalan di belakangnya.Leher berurat dan garis potongan rambut yang rapi menampilkan sosok yang sangat maskulin. Tatapannya tampak misterius, membuat siapapun terintimidasi, penasaran, sekaligus tegang. Bahkan bau parfumnya sangat kuat dan khas, seperti bau t