Sementara itu Anggara mulai menyiapkan minuman yang dipesan kedua temannya. Dalam hati dia bertanya-tanya, tentang apa yang terjadi dengan Argi, memang semalam Akira sempat berkata kalau dia akan jujur pada Argi tentang perasaannya. Namun Anggara sedikit ragu gadis itu bisa melakukannya karena mengetahui sifat Akira yang kurang tegas. Sehingga dia memutuskan untuk nantinya akan menanyakan langsung ke Akira sepulang ia kerja.Anggara meletakkan dua gelas sloki tequila beserta jeruk nipis sebagai pelengkapnya di hadapan kedua temannya.“Lu gak minum, Ang?” Tanya Bayu sebelum menikmati minuman di hadapannya itu.“Gue kan lagi kerja.” Jawabnya, melirik sekilas ke arah Argi, yang hanya menatap ke arah minumannya tanpa menyentuhnya. Memang Argi jarang meminum minuman yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi itu, bahkan dia belum pernah merasakannya. Karena selama hidupnya baru kali ini dia merasakan patah hati dan galau tingkat tinggi seperti sekarang ini.Ini kali pertamanya dia akan minum
Akira dan Dany masih terbangun, mereka sedang tiduran di kamar dengan tangan yang memegang ponsel masing-masing. Setelah melihat pesan dari Anggara, dia bangkit dari kasur dan berjalan mengambil jaket putih milik Anggara dari balik pintu, lalu mengenakannya.“Dan, gue keluar bentar, lu mau nitip sesuatu?” Ucap Akira membuat Dany menoleh ke arahnya.“Lu mau kemana? Keluar sendiri?” Tanya Dany.“Lu mau nitip apa, nanti telpon saja, Dan.” Akira tak berniat menjawab pertanyaan Dany.Dia membuka pintu kamar dan berjalan keluar rumah, duduk di teras rumah untuk menunggu kedatangan Anggara.Dany bangkit berdiri, dia merasa penasaran dengan kemana perginya Akira. Berjalan membuntuti dari belakang, melihat pintu telah tertutup namun dia melangkah menuju jendela. Menyibak tirai untuk mengintip ke arah luar.Terlihat Akira tengah terduduk di teras rumah dengan mata yang fokus pada layar ponsel di hadapannya. Tak lama kemudian terdengar bunyi motor dari arah luar, motor vespa coklat sudah terpark
Bayu membangunkan Argi yang tengah memejamkan matanya, dalam posisi terbaring di sofa. Leo menghampiri mereka untuk menyampaikan niatnya akan menutup kafe, sehingga mereka harus meninggalkan tempat itu.“Gi, bangun lu. Ayo pulang!” Ujar Bayu sembari menggoyang tubuh Argi, namun sepertinya pemuda yang tengah mabuk itu masih ingin melanjutkan tidurnya. Membuat Bayu lebih keras mengguncang bahu Argi.“Apaan sih, Bay. Lu kalau mau pulang, pulang saja! Gue masih nyaman di sini.” Ucap Argi dengan mata yang masih terasa berat untuk dibuka.“Woi, kafe sudah mau tutup, ayolah pulang!” ajak Bayu kali ini dengan suara yang lebih keras agar temannya sadar dan mau pulang.Argi dengan malas bangkit dari tidurnya, memijat pelipisnya karena rasa pusing mulai mendera. Matanya terbuka perlahan melihat ke arah Bayu, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Leo yang berdiri di sebelahnya dengan jaket yang sudah melekat di tubuhnya bersiap akan pulang.Tanpa kata-kata, Argi meraih tas mencari kunci motor di
Dia telah menghabiskan dua batang rokok, hingga suara motor terdengar, dan dia melihat dari kejauhan kekasihnya telah datang. Segera dia bangkit berdiri menghampiri Dany.“Sayang, ayo masuk. Kita ngobrol di dalam.” Ajak Bayu sambil meraih tangan Dany.“Beb, dimana mobilmu?” Tanya Dany, sedari tadi dia tak melihat mobil merah milik kekasihnya, yang ada satu motor yang terparkir.“Di rumah Argi, gue dari siang main kesana. Tadi keluar pakai motor, baru saja sampai rumah, tadi Argi gue ajak minum biar bisa lupain sahabat lu itu.” Bayu menutup kembali pintu rumahnya lalu mengunci.“Terus mana Argi?” Tanya Dany.“Sudah tidur tuh.” Jawab Bayu sembari menunjuk kamar tamu. “Kita ke atas ya, sayang.” Bayu merangkul Dany, menuntunnya menaiki tangga menuju lantai dua.Langkah Bayu kini menggiring mereka menuju kamar di samping studio musik. Ya, kamar milik pemuda itu sendiri. Dany hanya mengikuti kemana kekasihnya akan membawanya.Setelah memasuki kamar bernuansa biru itu, Bayu membawa Dany untu
Mata indah itu tak lama terbuka perlahan, menatap sayu ke arah Bayu yang berada di atasnya. Bayu menggunakan kedua sikunya untuk menahan berat badannya agar tak menimpa gadis di bawahnya. “I love you, sayang.” Ucapnya lagi, seakan meyakinkan Dany. Dia tak ingin membuat gadis itu merasa ketakutan, seperti yang dia lakukan sebelumnya di villa milik temannya. Dia kini meminta persetujuan dari kekasihnya sebelum melakukannya. “Love you too, sayang.” jawab Dany yang telah kehilangan akal sehat, menatap pasrah dan mengisyaratkan Bayu untuk melakukannya. Bayu menatapnya mesra dan tersenyum manis, lalu mulai memagut bibir Dany, sembari mulai menggerakkan pinggulnya ke bawah. Kejantanannya mulai mengisi liang kewanitaan Dany dengan sangat mudah, karena cairan kewanitaan yang keluar begitu banyak hingga membuatnya licin. Bayu membenamkan juniornya hingga seluruhnya masuk ke dalam, merasakan sensasi yang begitu nikmat. Dia masih mengamati raut wajah Dany, yang menurutnya terlihat semakin cant
Tak sampai sepuluh menit mereka kini sudah berada di kos milik Anggara. Suasana kos sudah sangat sepi, kebanyakan dari penghuni kos yang kemungkinan sudah tertidur.Anggara mencari kunci kamarnya lalu membuka pintu itu, mengisyaratkan Akira untuk ikut masuk ke dalam kamar. Dia menyalakan lampu dan pendingin ruangan, sebelum mengunci kembali pintu kamarnya.Akira duduk di kursi depan meja, matanya tengah mengawasi gerak gerik Anggara. Pemuda itu tengah melepas jaket dan menggantungnya di belakang pintu. Lalu berjalan mendekat ke arah gadis yang tengah menatapnya.“Sayang, aku mandi dulu. Kalau sudah mengantuk, tidur saja dulu. Nanti kalau Dany ada kabar aku bangunin. Hm?”Akira mengangguk sembari tersenyum. Anggara mendekatkan wajahnya dan mencium dahi Akira, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.Terdengar bunyi shower yang menyala menandakan pemuda itu telah mandi.Akira bangkit dari duduknya, membuka jaket dan menggantungnya di samping jaket Anggara. Lalu berjalan menuju kasu
Setelah mematikan panggilan telepon dari Anggara, Bayu meletakkan ponselnya kembali di meja kecil samping kasur. Dia kembali meraih gadis yang telah tertidur itu ke dalam pelukannya. Mencium dahi Dany dengan penuh perasaan dalam durasi yang cukup lama. Bayu menutup tubuh polos mereka dengan selimut tebal, karena merasa kelelahan mereka lupa untuk membersihkan tubuhnya dari sisa percintaan terlarang yang sudah kesekian kalinya mereka lakukan. Bayu telah mendapatkan apa yang dia mau.Selama dia berpacaran dengan para gadis sebelum mengenal Dany, dia sudah terbiasa melakukannya. Namun dia selalu memakai pengaman untuk menghindari hal buruk yang terjadi, karena usianya yang masih muda dan tak cukup matang untuk memiliki anak dari pacarnya.Pergaulan bebas yang dijalani Bayu, karena pengaruh dari pertemanannya dengan anak-anak yang usianya berada di atasnya. Tak cuma dengan teman sebayanya di bangku sekolah, namun Bayu juga berteman dengan pemuda berusia di atas dua puluh satu tahun. Seper
Jam serasa bergerak lebih cepat, Anggara telah menyelesaikan tugas kuliahnya. Tak terasa kini sudah jam tiga dini hari.Dia bergerak merenggangkan ototnya yang kaku, tatapannya beralih pada gadis cantik yang telah terlelap di kasur. Wajah damai itu begitu menarik perhatiannya. Bukan baru kali ini ia melihat wajah tidur Akira, sebelumnya pernah menatapnya saat gadis itu tertidur di mobil.Senyum terbentuk di sudut bibirnya, segera Anggara mematikan komputernya. Berjalan menuju kasur untuk menghampiri gadis itu. Selimut yang tadinya menutup tubuh Akira, kini sedikit tersibak karena pergerakannya.Anggara memposisikan tubuhnya untuk berbaring di sisi Akira. Memasukkan tubuhnya ke dalam selimut yang sama. Suhu hangat dari kulit Akira yang bersentuhan dengan kulitnya, membuat hawa dingin menghilang secara perlahan.Anggara menatap lekat ke wajah Akira yang terlihat damai dalam tidurnya. Dia mensejajarkan tubuhnya agar lebih mudah menatap wajah cantik yang selalu mengisi pikirannya.Wajah y
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d