Paket makanan yang dipesan Sofia akhirnya datang. Sofia sendiri yang menerimanya. Ia tak ingin para pelayan sampai menyentuh pesananya. Dengan antusias Sofia segera menikmati makanannya di meja makan keluarga. "Ini pesanan terakhirmu di sini Sofia " ucap Sabina dengan wajah sinis."Kau tak bisa melarangku. Toh ini uangku sendiri,"kata Sofia mencoba tak peduli. Sabina mendengus. "Ini bukan rumahmu. Kau menantu keluarga ini sekarang. Kau harus menuruti semua aturan disini ,""Ini hanya pernikahan bisnis. Jangan samakan,"bantah Sofia santai.Sabina langsung menggebrak meja."Bahkan Ramon menolakmu meskipun pernikahan bisnis. Harusnya kau bersyukur Tobias masih mau menikahii jalang. Jadi sekarang dengarkan baik-baik." ucap Sabina tanpa mau dibantah. Ia tak ingin Tobias terjebak dengan wanita macam Sofia. "Pertama kau tak boleh memakai ponsel. Tak boleh keluar kecuali untuk belanja keperluan dapur. Fungsimu di sini adalah membantu bibi Carmen mengurus rumah besar ini. Jangan pernah
Hari itu Ramon berpamitan dengan Mara. Mata Mara menatap pria itu dengan tatapan prihatin. Kemarin Ramon telah melantik CEO untuk perusahaan hasil interview beberapa waktu yang lalu."Aku sudah bicara dengan CEO yang baru untuk berdiskusi denganmu jika diperlukan," kata Ramon."Pak aku tak habis pikir seperti apa wanita yang bisa membuat anda meninggalkan perusahaan dan pernikahan anda seperti ini," ucap Mara menggeleng."Seseorang yang juga awalnya aku tak mengira. Aku tak akan kembali ke perusahaan sampai gadis itu bisa aku temukan dan bisa hidup bersamanya," kata Ramon dengan wajah muram."Apakah ini berkaitan dengan adik anda Marco?" Ramon hanya diam tapi sinar matanya mengiyakan. "Aku percayakan jalannya perusahaan ini padamu Mata. Kau bisa menghubungiku jika kau sudah mentok tak bisa mengatasinya. Aku harap itu tak terjadi," kata Ramon akhirnya mengulurkan tangannya. "Lantas pak Ramon akan menetap atau bagaimana?" tanya Mara masih sangat mencemaskan bosnya itu."Aku akan berke
"Maaf anda memanggil siapa? apa aku mengenalnya?" ucap Ganis mencoba untuk tetap terlihat tenang. Ramon berjalan mendekati Ganis. "Nis jangan berpura-pura. Tak mungkin kau melupakan aku," ujar pria itu menatap ke dalam mata gadis itu. Ganis segera menghindari tatapan Ramon. Masih sama tatapan yang membuatnya terlena. Ia tak boleh membiarkan sesuatu yang dikuburnya dalam-dalam mengusik kehidupannya lagi. Entah apa yang terjadi pada Ramon dan pernikahannya."Maaf aku bukan Ganis. Mungkin aku agak mirip dengannya. Kau salah orang. Aku harus kerja. Silahkan ambil motor anda, bayar di kasir dan pergilah," tukas Ganis segera menjauhi Ramon. Ramon langsung meraih tangan Ganis dan menariknya."Tidak. Kau Ganis. aku tak mungkin salah," ucap Ramon dengan penuh penekanan.Ganis mencoba untuk tetap santai tak terbawa perasaan. "Sudahlah! Mungkin. Anda terlalu merindukannya hingga melihat wajah gadis itu di wajahku. Saya tegaskan sekali lagi. Saya bukan Ganis tapi Gendis," ungkap Ganis mencoba
Ramon menyesap anggurnya dengan dada sesak. Ingatan dari ucapan Ganis berulang-ulang berputar di otaknya. Ia terus minum meskipun sudah mabuk. Hatinya terasa sakit dan remuk. Begini menyakitkannya patah hati itu. Baru pertama kali seumur hidupnya ia merasakannya. Kenapa pada Ganis? gadis biasa dengan standar biasa yang berani-beraninya memporak-porandakan dirinya. Begitu mudahnya gadis itu bilang kalau cintanya sudah hilang. Malah menuduh cinta yang ia rasakan adalah cinta yang semu dan tak nyata. Ia memang tak pernah jatuh cinta seperti pada Ganis sebelumnya. Mengapa di usianya yang sudah hampir kepala 4 ia baru mengalaminya. Selama ini ia selalu menganggap cinta sejati yang dialami dan dikatakan orang hanyalah suatu sia-sia. Kini rasanya bernafas saja susah. Hatinya mulai memanas rasa sakit itu kini menjadi kemarahan. Ia marah pada dirinya sendiri. Kenapa tidak sedari awal ia menyadari perasaannya yang sesungguhnya. Kenapa ia begitu bodoh menuruti saran Ganis untuk tetap bersama S
Malam itu Sofia seperti biasa terbangun di tengah malam. Ia akan mengambil air minum ketika ia melihat sinar dari luar. Ia bergegas melihat ke jendela kamarnya. Ternyata api telah berkobar dari beberapa sudut Mansion. Anehnya tak ada suara-suara ribut minta tolong atau kepanikan. Apakah semua penghuni tidak tahu kalau ada kebakaran. Sebenarnya inilah kesempatannya untuk melarikan diri. Kobaran api begitu cepat melahap seluruh bagian Mansion. Sofia dengan susah payah mencoba keluar dari kamarnya. Dari lantai dua lewat jendela ia terlalu takut. Jadi ia memilih lewat pintu utama. Sungguh ia sangat takut ketika merasakan api panas menyengat kulitnya. Asap mulai membuatnya sesak. Ia sempat berpikir mungkin saja ini perbuatan ayahnya untuk menyelamatkannya. Tapi mana ayah atau anak buahnya. Mengapa mereka tidak menyelamatkan dirinya terlebih dahulu sebelum membakar seluruh Mansion. Tiba-tiba sebuah papan terjatuh menimpanya. Ia merasa sudah tidak mungkin mencapai pintu keluar. Samar-samar
Dalam bunker di bawah bangunan mansion yang sudah tinggal puing-puing menghitam tampak semua penghuni mansion yang semuanya selamat dan sehat bugar. Mereka dikumpulkan dengan masih tanda tanya besar tentang peristiwa kebakaran yang terjadi begitu tiba-tiba.Tobias duduk di bawah tatapan ingin tahu semua orang. Kedua orang tuanya juga sama sekali tak mengerti apa yang sebenarnya direncanakan putranya itu."Hari ini kalian yang telah bekerja di mansion aku bebas tugaskan. Kalian akan mendapat pesangon dan tunjangan berikut sisa gaji kalian. Bilang pada orang luar kebakaran ini terjadi karena ada yang membakar," ucap Tobias memandangi satu persatu para pegawai yang sudah mengabdi berpuluh tahun pada keluarga Soares."Bagaimana kalau Tuan muda Ramon datang dan melihat mansion dan mencari kita semua?" ucap bibi Carmen masih tak bisa menghentikan tangisnya karena harus melihat mansion yang mengenaskan."Aku tak bisa pastikan kak Ramon akan kembali. Biarlah itu menjadi urusanku nanti. Jadi
"Mama!!" teriak Sofia sambil terisak begitu melihat mama dan juga kedua adik perempuannya. Kedua adiknya hanya memandang kakaknya sinis. Mereka kesal gara-gara untuk menyelamatkan kakaknya Ayah mereka harus mendekam di penjara."Sofi kau baik-baik saja nak?" ucap Clarita memeriksa penampilan Sofia. Tampak kuyu dan kantong mata menghitam. "Aku yakin kau gadis kuat. Sofia," ujar Clarita menghela nafas penuh keprihatinan. Ia bersyukur anaknya tenyata selamat dalam kebakaran itu. Mulanya semua sudah mengikhlaskan jika Sofia tak dapat selamat seperti yang dikatakan Alfaro. "Tobias menyelamatkanku. Terlambat sedikit aku sudah tewas terpanggang. Sekarang ayah ada di mana Ma?" tanya Sofia memandang dua saudaranya. "Kakak jangan pura-pura. Apakah Tobias tak bilang sama sekali. Ayah di penjara. Dengan tuntutan tak main-main. Kita akan jatuh miskin," ujar adik kedua Sofia. Sofia begitu sedih mendengar itu. Tobias menatap Clarita memberi tanda kalau waktu mereka telah habis. "Sofia kembalila
Ramon menerima ponselnya dan segera membuka pesan dan panggilan. Pesan Tobias muncul dan membuatnya terdiam sejenak. "Hallo Tobias?" ia memutuskan untuk menghubunginya."Kak Ramon aku kira aku sudah hilang kontak denganmu," sahut Tobias sangat senang akhirnya kakak sepupunya itu merespon pesannya. "Apa maksudmu dengan membakar mansion?" tanya Ramon tak mau bereaksi sebelum tahu apa yang terjadi selengkapnya."Alfaro sudah kalah kak. Dia sudah miskin dan sebentar lagi akan masuk ke hotel prodeo selamanya," jawab Tobias dengan penuh kebanggaan."Yah aku salut padamu. Kau hebat. Dia tak akan jadi duri lagi di Soares grup," sahut Ramon tak mengira bakal secepat itu Tobias menyingkirkan Alfaro yang begitu serakah dan licik. "Tapi maksudmu mansion telah habis terbakar?" tanya Ramon yang hatinya sedikit terganggu. Gimanapun juga mansion itu adalah tempat untuknya pulang. Mansion itu sarat kenangan dengan ibunya."Ya lebih baik aku sendiri yang membakar mansion itu dengan semua penghuni da