Arman menuruni anak tangga sudah dengan pakaian kerjanya. Tak lupa juga tas jinjing yang selalu ia bawa yang berisi laptop dan dokumen penting. Mata Arman langsung menemukan Arnita yang sedang duduk di ruang tengah sambil jarinya sibuk menggeser layar tablet. Tidak biasanya Arnita duduk di ruang tengah, biasanya gadis itu akan duduk dengan tenang di ruang makan sambil menunggunya turun ke bawah.Arman berjalan menghampiri Arnita tanpa sepengetahuan Arnita. Arman berniat ingin mengagetkan Arnita, tetapi ia pikir jika itu terlalu kekanak-kanakan jadi ia mengurungkannya."Sedang apa?" Arman mencuri lirik pada tablet ditangan Arnita untuk melihat apa yang sedang perempuan itu lihat."Oh ini mas aku lagi coba cari-cari tempat buat warung makannya." ujar Arnita sambil memperlihatkannya kepada Arman.Arman menganggukan kepalanya. Tangannya ikut menggeser layar tablet untuk melihat tempat-tempatnya. "Yang ini lumaya
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Arman dalam perjalanan pulang ke rumah. Pikirannya benar-benar sedang kacau karena masalah perusahaan yang menyangkut atas dirinya. Arman bingung mencari cara untuk menangkap siapa pelaku dari penyalahgunaan uang perusahaan. Arman harus mencari pelaku yang sebenarnya untuk memberikan bukti jika ia tidak bersalah.Tin tinArman mengerjapkan matanya beberapa kali. Suara klakson mobil di belakangnya mampu membuat lamunan Arman buyar seketika. Arman menggelengkan kepalanya untuk mengusir sejenak pikirannya agar ia bisa fokus untuk menyetir. Saat berhenti di lampu merah perempatan jalan, mata Arman tidak sengaja menangkap sosok Arnita yang tak lain dan tak bukan adalah istrinya. Arman menajamkan penglihatannya untuk memastikan jika yang ia lihat itu benar-benar Arnita. Tak lama kening Arman berkerut setelah menangkap sosok laki-laki yang duduk di samping istrinya. Mereka terlihat sedang berbincang dengan sesekali tertawa. Entah apa yang me
Jangan ditanya bagaimana keadaan Arnita saat ini. Ia yang tadinya berbicara sambil menatap mata Arman secara langsung kini langsung menundukkan kepalanya dengan wajah yang sudah memerah. Arnita menggigit bibir dalamnya untuk menahan senyum di bibirnya. Arnita tidak tahu kenapa ia merasa seperti ada yang akan meledak dalam dirinya dan ia juga merasa sedikit kepanasan karena terlalu menahan emosinya.Saat Arnita sudah menstabilkan emosi dalam dirinya, Arnita kembali menatap ke arah Arman. Jantung Arnita kembali menjadi-jadi setelah menemukan wajah Arman begitu dekat dengan wajahnya. Sejak kapan wajah Arman menjadi sedekat ini dengan wajahnya? Arnita bahkan menahan nafasnya saat merasakan hembusan nafas Arman yang menerpa wajahnya. Wajah mereka benar-benar sangat dekat, mungkin hanya berjarak lima sentimeter atau mungkin kurang dari itu?Arnita langsung memejamkan matanya begitu tangan Arman tiba-tiba meraih sisi samping wajahnya. Ia bahkan hampir berte
Sudah tiga hari ini Arman tidak banyak berbicara dengan Arnita. Ia juga selalu pulang larut malam akhir-akhir ini karena ada banyak pekerjaan dan masalah di kantor yang harus ia selesaikan. Setiap Arman pulang dari kantor ia selalu menemukan Arnita dalam keadaan tertidur di ruang tengah. Padahal Arman sudah mengingatkan Arnita untuk tidak perlu menunggunya pulang. Bahkan yang paling parah perempuan itu sampai melupakan makan malamnya karena menunggu Arman pulang dari kantor.Arman membolak-balikan kertas di tangannya. Matanya melebar menatap tidak percaya pada tulisan yang ada di kertas. Ia tidak menyangka jika kakaknyalah yang sudah mencoba memfitnahnya. Kakaknya telah mentransfer kas perusahaan kedalam rekeningnya dengan mengatasnamakan dirinya. Ia benar-benar tidak menyangka jika kakaknya akan memperlakukannya sejauh ini. Padahal Arman tidak pernah sama sekali berusaha untuk menjatuhkan kakaknya. Memang apa yang ingin kakaknya itu ambil darinya? Bukankah kakak
Setelah kejadian korupsi yang memfitnah Arman, akhirnya Arman diundang ke rapat dewan perusahaan. Disana Arman harus menjelaskan yang sebenarnya dan juga menjelaskan bukti yang ditemukan perusahaan dalam ruang kerjanya. Arman terpaksa menjelaskan tentang transaksi keuangan dalam jumlah besar yang masuk ke dalam rekeningnya. Sebenarnya Arman memiliki usaha diluar perusahaan keluarganya. Ia membuka pabrik sepatu dan juga beberapa tempat makan di beberapa kota. Pemasukan yang ia dapat lumayan dari usaha yang ia rintis sendiri. Bahkan penghasilan dari usahanya lebih besar dari gajinya di kantor.Setelah menjelaskan semuanya dan juga memberikan bukti atas penyalahgunaan kekuasaan yang kakaknya lakukan, akhirnya Arman diputuskan tidak bersalah. Dan kakaknya juga mendapatkan hukuman dari tindakannya. Dewa diberhentikan selama satu bulan untuk mengintropeksi diri dan sebagai gantinya untuk sementara waktu perusahaan akan dipimpin oleh Cintya mamanya selama
"Mas ini beneran kita mau makan malam disini?" Arnita menatap ke sekitar restoran."Iya." Nyali Arnita menciut saat Arman membawanya ke restoran yang mewah. Memang ini bukan pertama kalinya Arman membawanya ke restoran mewah, tetapi restoran yang saat ini mereka datangi jauh lebih mewah dari restoran sebelumnya. "Silahkan pak." ujar seorang pelayan mempersilahkan Arman dan Arnita ke meja mereka.Terlihat sekali orang-orang yang datang ke restoran ini sangat kaya dan berkelas. Setahunya jika ingin makan di restoran ini harus memesan tempat jauh-jauh hari dan tidak bisa langsung pesan di hari H. "Kamu mau makan apa?" tanya Arman yang sepertinya sudah tahu apa yang akan dia pesan. "Emm aku mau spaghetti sama air lemon aja." ujar Arnita. Ia sengaja memilih makanan yang harganya paling murah."Ada lagi yang mau kamu pesan?" Arman kembali bertanya."Emmm udah itu aja ma
"Eh Arnita! Sini!" Imel melambaikan tangannya melihat kedatangan Arman dan Arnita.Arnita memeluk Imel sebentar dan bercipika-cipiki. Sedangkan Arman menyalami mas Rehan. Arnita berjalan ke arah Asa dimana yang saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena sedang berulang tahun. Asa terlihat sangat cantik dengan pakaian princess Ana dalam kartun Frozen. Saking gemasnya Arnita mencubit pelan kedua pipi Asa. "Selamat ulang tahun keponakan aunty." Arnita mengulurkan bingkisan hadiah yang ia sudah siapkan untuk Asa. Asa terlihat sangat senang menerima kado dari Arnita."Terima kasih Aunty." ujar Asa dengan menunjukkan deretan giginya. Asa memberikan sebuah kecupan singkat dipipi Arnita."Sama-sama sayang." Arnita merasa senang Asa menerima kadonya. "Kalian nikmati pestanya ya, Ar ajak Arnita ke tempat makanan." ujar mbak Imel sambil mendorong tubuh Arman pelan agar mengajak Arnita ke tempat makanan.
Semua orang saat ini sedang berkumpul di ruang keluarga setelah acara ulang tahun Asa selesai, tak terkecuali Arman dan juga Arnita. Imel terlihat ingin memarahi Dewa adiknya yang tadi membuat keributan di pesta anaknya. Ia menahan kekesalannya sampai pesta ulang tahun Asa selesai. "Kamu tadi kenapa tiba-tiba mecahin gelas?" tanya Imel menatap Dewa dengan kedua tangan terlipat di dada."Tadi tanganku licin mbak, jadi nggak sengaja jatuhin gelasnya." jelas Dewa. Imel tak langsung mempercayai alasan yang Dewa berikan.Jelas-jelas ia tadi melihat ada kilatan amarah dalam mata Dewa. Pasti terjadi sesuatu hingga membuat Dewa harus menahan amarahnya dan melampiaskan amarahnya pada gelas di tangannya. Imel yakin ada sesuatu yang Dewa sembunyikan dari mereka."Sudah tidak perlu dibahas lagi, lagian pestanya juga berjalan dengan lancar." ujar Cintya menengahi perdebatan antar Imel dan Dewa."Tapi ma, Dewa benar-benar
"Nit?" Arman menyentuh bahu Arnita."Mas, mas kapan pulangnya?" tanya Arnita dengan bingung."Kamu dari tadi duduk di balkon nggak lihat saya masuk?" kini gantian Arman yang bingung.Sebab Arnita sudah duduk di balkon kamar cukup lama tapi tidak melihat mobil Arman masuk ke halaman. Arman juga tadi sempat memanggil Arnita saat masuk ke dalam kamar, tetapi Arnita tidak menjawabnya. Dan akhirnya Arman menemukan Arnita duduk termenung di balkon kamar."Kamu nggak papa? Apa yang kamu pikirkan sampai nggak denger saya panggil." tiba-tiba Arnita memeluk pinggang Arman sambil menyandarkan kepalanya di perut Arman."Kamu mikirin apa hmm?" tanya Arman lagi karena masih belum mendapat balasan dari Arnita."Tadi mbak Jenny datang ke rumah." gumam Arnita di perut Arman. Arnita tahu jika ucapannya pasti tidak akan terdengar jelas di telinga Arman."Hmm?" Arman bergumam mendengar ucapan Arnita yang kurang jelas.Arman menangkup wajah Arnita dan menjauhkannya dari perutnya. "Coba ulangi lagi tadi ng
Dewa merangkul pinggang Mawar sambil tersenyum lebar ke arah semua tamu. Dewa membawa Mawar semakin masuk ke dalam pesta. Mata Dewa menjelajahi setiap tamu yang datang ke pesta itu. Satu sudut bibirnya terangkat ketika melihat targetnya tertangkap oleh penglihatannya. Dewa menarik Mawar ke arah meja tersebut. Matanya tak lepas menatap laki-laki yang berdiri di kerumunan itu."Pak Dewa." sapa laki-laki paruh baya yang berada di kerumunan itu."Selamat malam pak Albert." Dewa balas menyapa pria paruh baya itu dengan ramah."Selamat malam pak Atlas." sapa Dewa dengan menekan nama laki-laki di depannya itu.Dewa merasakan atmosfer disekitarnya berubah menjadi canggung dan tegang. Ia menatap Atlas di depannya yang terlihat kikuk saat melihat kehadirannya."Selamat malam pak Dewa." balas Atlas.Beberapa kali Dewa menangkap tatapan Atlas yang mencuri lirik ke arah istrinya. Dewa menatap istri Atlas yang terlihat seperti tidak tahu apa-apa yang sudah diperbuat suaminya di belakangnya."Bagaim
Arnita menunggu Arman di meja makan. Kepalanya terus menatap ke arah pintu menunggu kedatangan Arman. Dua porsi sate yang tadi ia beli sudah disiapkan di piring. Karena Arman terlalu lama berada diluar, Arnita jadi berpikir untuk memanggil Arman untuk segera masuk ke dalam. Perutnya sudah lapar minta diisi."Mas Arman." panggil Arnita sambil kepalanya celingukan mencari keberadaan suaminya itu.Seketika Arnita sadar jika mobil suaminya yang tadi terparkir di halaman rumah sekarang sudah tidak ada lagi disana. Arnita terdiam berpikir apa yang sebenarnya sudah terjadi. Apa Arman pergi lagi setelah mengangkat telepon tadi? Sepertinya memang ada hal penting yang Arman lakukan saat ini.Dengan langkah lesu Arnita kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia kembali membungkus sate milik Arman dan menyimpannya. Arnita kemudian menghabiskan seporsi sate ayam seorang diri di meja makan.Selesai makan Arnita menunggu Arman pulang di depan tv. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh mala
Kandungan Arnita sudah memasuki bulan ketiga kehamilan. Tak terasa perut Arnita semakin membesar. Seperti menjadi kebiasaan baru Arman, setiap kali Arnita berada di dekatnya ia selalu mengelus perut istrinya itu. Hingga kadang Arnita kesal kepadanya karena risih dengan sikapnya itu.Hingga sampai sekarang Arman belum memberitahu mamanya tentang kehamilan Arnita. Tapi rencananya Arman akan memberitahu mamanya dalam waktu dekat. Ia akan membawa Arnita ke rumah.Arman menggeser layar tab nya. Keningnya berkerut melihat berita sebuah agensi model yang ia ketahui Jenny menjadi salah satu model disana itu sedang terjerat kasus penipuan. Arman membuka artikel berita tersebut dan mencari tahu kebenarannya. Ia tercengang jika agensi tersebut benar-benar melakukan tindakan penipuan. Bukan hanya menipu modelnya saja, tetapi juga menipu pengusaha lain yang menggunakan jasa modelling perusahaan tersebut. Kasus itu juga ikut menyeret para model di perusahaan tersebut dan Arman melihat nama Jenny ju
"Makasih ya Ar udah mau temani aku makan." ujar Jenny."Hmm." "Istri kamu nggak akan marah kan?" tanya Jenny hati-hati. Arman menggelengkan kepalanya."Oh iya untuk perpanjang kontrak yang kamu tawarkan sepertinya aku nggak bisa ambil." tangannya memainkan pisau dan garpu di atas steaknya.Arman mendongakkan sedikit kepalanya untuk menatap perempuan di depannya. "Kenapa?" "Emm, bukannya aku nggak tertarik mau ambil perpanjangan kontrak yang kamu tawarkan. Tapi aku mau mencoba untuk ekspor modelling yang beda dari sebelumnya.""Manajer aku bilang kalau ada salah satu merk fashion ternama di Indonesia yang nawarin kerja sama dengan aku. Aku harap kamu nggak tersinggung sama keputusan aku."Arman menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengerti jika Jenny ingin mencoba dunia modelling lain yang ada di negara ini. Itu juga akan mempermudah karirnya di negara ini."Bagus kalau kamu mau ekspor dunia modelling disini." balas Arman.Jenny lega mendengar jawaban Arman yang mendukung keputusannya.
Arman menyandarkan kepalanya ke bahu Arman. Kakinya diluruskan sampai ujung kakinya menyentuh batas ujung sofa yang ia duduki. Tangannya asik menggeser layar ponselnya. Disisi lain Arman terlihat sibuk dengan tab di tangannya. Ia tidak sama sekali tidak kelihatan pegal saat Arnita menyandarkan tubuhnya ke tubuh Arman. Arman melepas kacamata yang bertengger di hidungnya dan meletakkan tab di tangannya ke atas meja. Ia sedikit menggerakkan tubuhnya dengan pelan."Kamu sudah minum susu hamilnya?" tanya Arman."Belum." balas Arnita pelan seperti gumaman."Kenapa belum? Ayo minum susunya dulu." Arman mengambil ponsel yang ada di genggaman Arnita.Arnita sempat memasang wajah kesalnya saat Arman tiba-tiba mengambil ponselnya. Namun segera ia merubah raut wajahnya saat Arman menatapnya dengan tatapan tajam. "Jangan main ponsel terus. Ayo saya buatkan susu." Arman menggandeng lengan Arnita ke dapur. Ia menyuruh Arnita untuk duduk sambil menunggunya selesai membuatkan susu untuk Arnita."Mi
Mawar berjalan berlenggak-lenggok memasuki lobi hotel. Dengan masker dan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya tidak akan membuat orang lain mengenalinya. Mawar berjalan ke arah meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya resepsionis hotel tersebut dengan ramah."Saya ingin ambil kunci nomor 506." ujar Mawar."Atas nama siapa bu?" "Pak Atlas." "Tunggu sebentar ya bu." "Silahkan di isi data diri ibu disini." resepsionis wanita tersebut menyerahkan buku tamu kepada Mawar.Setelah mendapatkan kunci kamar milik Atlas, Mawar masuk ke dalam lift menuju lantai lima hotel tersebut. Langkahnya berhenti di depan pintu bernomor 506. Dengan menempelkan kartu akses, pintu itu sudah bisa terbuka.Mawar masuk ke dalam kamar itu. Matanya menyoroti setiap sudut ruangan. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyum miring. Diambilnya pigura foto yang ada di atas meja. Terlihat sebuah keluarga bahagia di foto itu. Tiitt tittSuara seseorang yang baru saja menempelkan kar
Alif dan Arnita menengokkan kepalanya ke belakang secara bersamaan. Terlihat mobil Arman yang berhenti tepat di belakang mereka. Arman berjalan cepat menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Arnita meneguk ludahnya dengan susah payah ketika melihat Arman terus menatap Alif dengan begitu intens."Kaki kamu kenapa?" tanya Arman dengan khawatir."Ini tadi nggak sengaja nginjek pecahan kaca mas." ujar Arnita sambil menunjuk ke pecahan kaca yang sudah Alif singkirkan ke tepi jalan."Kamu kenapa bisa disini?" "Aku tadi habis ikut penyuluhan RT terus pulangnya mampir ke warung es dawet di depan. Ini aku baru mau pulang ke rumah." jelas Arnita menceritakannya dengan singkat dan jelas."Kamu bisa jalan?" tanya Arman lagi. Pandangannya tidak lepas dari kaki Arnita yang terluka."Bisa kok mas." Arnita berjalan pelan menunjukkannya kepada Arman."Bisa dari mana? Kamu jalan aja kesusahan." Arman sedikit membungkukan badannya. Satu tangannya ia selipkan di belakang dengkul Arnita."Mas!" Arn
Arnita berusaha menahan tawanya agar tidak mengeluarkan suara yang mengganggu tidur Arman. Sudah hampir sepuluh menit Arnita terbangun. Pertama ia terbangun ia terkejut dengan Arman yang memakai piyama hello kitty miliknya. Pagi ini piyama berwarna ungu itu sudah tidak berbentuk lagi. Dua kancing piyama di bagian tengah terlepas entah kemana. Mungkin karena terlalu sempit di tubuh Arman hingga membuat kancing piyama itu terlepas dengan sendirinya. Arnita merasa kasihan dengan Arman yang terlihat tidak nyaman memakai piyama miliknya. Tangan Arnita bergerak membuka satu persatu kancing piyama. Ia hanya ingin membukakan kancing piyama itu agar Arman bisa bergerak dengan nyaman dalam tidurnya. "Hmm." tanpa sepengetahuan Arnita, Arman terbangun dari tidurnya karena gerakan tangan Arnita.Arman menundukkan pandangannya ke bawah di mana Arnita sedang sibuk membuka kancing piyama yang ia pakai. Tangan Arman langsung memegang tangan Arnita. Arnita yang sebelumnya sedang terfokus membuka kan