Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas50. Informasi Ellen (Bagian A)"Assalamualaikum …."Abdul memasuki rumah dengan langkah tegap, dia melihat ke sekeliling dan belum juga menemukan istrinya dan juga yang lain. Padahal, Abdul sudah menjelajahi sampai ke ruang santai, tapi tak ada sekelebat orang pun di sini.Abdul heran, rumah kosong, tetapi kenapa tidak di kunci? Maka dia bergegas ke halaman belakang, di sana ada sebuah gazebo di atas sebuah kolam ikan hias kecil. Abdul mengira, Dewi dan yang lainnya pasti ada di sana.Namun salah, karena saat melewati kamar Ambar ternyata Dewi dan yang lainnya sedang ada di dalam. Entah membicarakan apa, makanya Abdul segera berdehem dan sukses mengagetkan mereka semua."Astaghfirullah!" Dewi dan Ajeng berucap bersamaan." Abang! Kenapa tidak salam?" katanya Dewi bertanya sambil memegangi dadanya."Abang sudah salam, bahkan dari depan sana. Tapi, tidak ada yang menjawab," kata Abdul sambil menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu."Bang, keluarga Ge
51. Informasi Ellen (Bagian B)"Oh iya, Dek. Ada kabar dari Gery?" tanya Dewi sambil menatap Galuh."Ada! Tadi pagi Sugeng menelpon, katanya Bang Gery sudah sadar. Lumayan parah, tulang hidung patah, tiga tulang rusuk juga patah, dan beberapa luka lebam di setiap inci tubuhnya!" kata Galuh dengan nada geram."Kurang itu!" kata Dewi dengan geram. “Berani-beraninya dia memukuli adikku, kalau kakak yang di sini tadi malam maka akan kakak pastikan dia sudah kehilangan tangannya itu!” lanjutnya emosi.Namun Abdul yang berada di sampingnya melotot memperingatkan, dan Dewi menggigit bibirnya salah tingkah."Maaf, Bang!" katanya sambil mengerling."Yang diucapkan Kak Dewi memang betul, Bang!" kata Galuh singkat. "Bisa-bisanya dia selama ini memukuli Kak Ambar, sedangkan Bapak dan Ibu saja tidak pernah bahkan hanya sekedar membentaknya. Bahkan dia mati pun, aku tidak akan menyesal!" kata Galuh lagi sambil mengeratkan genggaman tangannya."Sabar! Kendalikan amarahmu, agar tidak diperdaya setan!
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas52. Kepolosan Ibu (Bagian A)POV AMBARAku terdiam saat mendengar informasi yang diberikan oleh Ellen, informasi yang sukses membuat aku membatu. Kenapa begini? Walaupun sudah bertekad untuk bercerai dengan Bang Gery, namun ketika mendengar hal itu tetap membuat aku sakit. Sesuatu yang berdetak di dalam dadaku berdenyut nyeri, seolah tengah diremas dengan kuat oleh tangan-tangan tak kasat mata. Ya Allah, kenapa harus aku?Tak cukupkah semua cobaan yang engkau berikan ini? Apakah ini caramu untuk menegurku? Untuk membuat aku kembali ke jalanmu? Setelah banyaknya kesalahan yang aku lakukan dulu?Berita Tuti yang ingin meminta hak Bang Gery yang berupa motor dan tanah yang dibelikan oleh ibuku, sukses membuat kami semua menganga. Tidak semua orang mempunyai urat malu setebal itu, dan aku cukup salut untuknya. Ingin meminta yang bukan hak nya! Entah urat malunya yang terlalu tebal, atau memang dia tidak mempunyai rasa malu sedikitpun. Istri simpan
53. Kepolosan Ibu (Bagian B)"Astaghfirullah, Bu! Kalau itu alasannya, kenapa tanah itu tidak dibuat nama Ambar saja?" tanya Kak Dewi tidak habis pikir."Memang bisa?" tanya Ibu polos. "Wong, kata Gery surat yang ingin di jaminkan ke bank, haruslah atas nama kepala keluarga," lanjut Ibu tanpa dosa.Aku dan yang lain hampir menepuk dahi secara bersamaan, apa selama ini Ibu tidak tahu? Wajar, saja sih. Walau Ibu ini kaya dan banyak uangnya, namun Ibu tidak pernah mempunyai pinjaman ke siapapun apalagi ke bank. Pantas saja dia tidak tahu syarat-syaratnya.Dan kenapa pula Ibu tidak mengatakan hal ini padaku lebih awal? Walau aku mencintainya, tapi tidak mungkin aku membiarkan dia membohongi Ibu."Ya Allah, Bu! Bahkan jika surat itu atas nama Ibu pun, Gery tetap bisa meminjam ke bank. Asal, Ibu juga yang ikut menjaminkan," kata Kak Dewi gemas."Ya mana Ibu tau, Wi. Kamu kan tahu, Ibu sangat awam untuk masalah seperti itu," bela Ibu tak mau kalah."Lagipula, kenapa kamu tidak memperingatkan
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas54. Kesadaran yang baru (Bagian A)POV ELLENASemua terdiam saat mendengar ucapanku, aku memandang sekitar dan bahkan aku bisa melihat Kak Ambar dan juga Bang Galuh yang menganga lebar. Cih, lebay! Seperti tidak kenal aku saja mereka ini, mana bisa aku membiarkan ketidakadilan di depan mataku.Aku ini pembela keadilan! Keadilan itu nama tengahku! Lagi pula yang aku katakan itu benar, kok malah terkejut seperti itu sih? “Kok, ngeliatin aku seperti itu, sih?” tanyaku sok polos.Ibu diam tidak menjawab, namun wajahnya terlihat tidak enak. Aku sih santai saja, masak seperti itu saja baperan. Salah siapa terlalu percaya dengan orang lain ketimbang anak sendiri. Toh, aku juga dulu dikatain mandul biasa saja.“Kan, bener? Aku salah ya?” tanyaku lagi.“Dek!” tegur Bang Galuh.Aku melirik suamiku itu, dan dia menunjukkan wajah tidak enak sambil melirik Ibu. Wah, Bang, Bang! Inilah kesempatan untuk menyadarkan Ibu, kok malah kamu hentikan sih? Batinku me
55. Kesadaran yang baru (Bagian B)"Nah, nah, Ibu tidak belajar kan?" kataku lagi. "Sekarang saja Ibu bisa kehilangan uang dengan mudah, jika Allah ambil harta Ibu dalam keadaan Ibu sedang sakit bagaimana?" tanyaku menantang.Dia terdiam, dan sedikit merenung. Kak Dewi dan Kak Ambar hanya diam melihat, mereka pasti penasaran dengan akhir pembicaraan kami. Sedangkan Bang Galuh dan Bang Abdul lebih ke arah memahami segala ucapanku."Tapi, Ibu punya BPJS!" kata Ibu sambil mengejek."BPJS? Lah, semisal lah pengobatan Ibu gratis, emangnya Ibu nggak perlu biaya operasional untuk bolak balik ke rumah sakit? Untuk makan dan lain-lain?" tanyaku lagi.Dia kembali diam, dan aku segera berucap cepat saat aku lihat dia ingin mengucapkan sesuatu."Kalau Ibu bilang punya Kak Ambar dan Kak Dewi, iya kalau mereka juga punya uang! Rezeki orang siapa yang tahu?" tanyaku lagi.Ibu kembali diam merenung, dan tidak mengeluarkan sepatah katapun lagi untuk membantahku. Aku kembali bersiap melanjutkan petuahk
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas56. Salah paham (Bagian A)"Ehemmm …."Kak Dewi berdehem, mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba terasa beku dan juga dingin. Aku bisa melihat rahang Bang Galuh yang mengeras. Tangannya mengepal menahan amarah, dia menatapku tajam.Tapi aku salah apa? Bukan aku yang cari perhatian! Salahkan saja Pak Suryo yang tertarik! Lagian, aku juga sadar aku ini sudah bersuami. Dasar cemburuan! batinku menjerit gemas.Aku saja tidak pernah cemburuan. Walau yang suka sama Bang Galuh itu bejibun, aku sama sekali tidak pernah ambil pusing. Bahkan saat Sarah kesini, aku tidak cemburu. Dan, ya! Sarah adik Bang Gery itu dulu pernah menjadi mantan Bang Galuh sewaktu di SMA. Namun, aku biasa saja, tuh! Lagian, kenapa pula kesalahpahaman ini bisa terjadi sih? Pak polisi ini terlalu polos, atau penyampaian Ibu yang salah?Aku kan tidak menyukainya, jadi salah besar jika Bang Galuh marah padaku. Aku lantas memalingkan wajahku ke arah Pak Suryo, aku memindai penamp
57. Salah paham (Bagian B)Dan menambah kerunyaman yang ada, Bang Galuh bisa saja ikut menghajar Pak polisi ini seperti dia menghajar Bang Gery tadi malam."Umur Nak Surya berapa? Masih semuda ini sudah jadi seorang Kanit, hebat loh!" kata Ibu takjub."Umur saya 28 tahun, Bu!" kata Surya sopan."Wah, seumuran Galuh, ya Wi?" tanya Ibu memastikan pada Kak Dewi."Iya, Bu," jawab Kak Dewi sambil mengangguk."Galuh? Siapa, Bu?" tanya Surya penasaran."Itu, anak Ibu," tunjuk Ibu pada Bang Galuh yang hanya diam. "Anak lanang satu-satunya!" kata Ibu lagi."Bang Abdul ini siapa jadinya, Bu? Bukannya anak Ibu juga?" tanya Surya pada Ibu."Dia menantu Ibu, suaminya Dewi, anak Ibu yang paling besar." Ibu menunjuk kak Dewi. "Itu Ambar, anak saya yang nomor dua," kata Ibu lagi, kali ini dia menunjuk Kak Ambar."Galuh anak Ibu yang nomor tiga?" tanya Surya pada Ibu.Ibu mengangguk membenarkan, dan Surya pun segera menghadap ke arah Bang Galuh dengan lengkungan indah yang tercipta di bawah hidungnya.