Raka
Hatiku belakangan ini terasa lebih tenang, semua berkat kata-kata Reza tempo hari. Ia mengatakan jika Citra mengecek kehamilannya sembunyi-sembunyi di klinik yang jauh sekali. Sudah tentu dia punya agenda lain, mungkin dia takut ketahuan jika dia punya affair dengan lelaki lain dan sampai hamil.
Huh, tak kusangka dia rupanya cukup liar.
Padahal jika pikiranku tak salah, dia masih virgin saat hubungan itu terjadi di antara kami. Lantas kenapa? Virgin atau tidaknya seseorang tidak menghentikan sisi liar dan binal seseorang. Mungkin Citra menyukai aktivitas itu dan mencari lelaki lain yang bisa menyenangkan dia. Mungkin?
Gila, dalam waktu kurang dari dua minggu?!
Brak!
Seseorang membanting pintu kamar, begitu keras sampai aku yakin kaca jendela di belakangku bergetar. Kurasa orang yang membanting pintu adalah Maureen, sebab tak mungkin ada pelayan yang melakukan hal seperti itu di rumah ini.
Bergegas aku
CitraSudah seminggu aku bekerja sebagai pelayan di cafe Aloha ini, selalu ramai setiap hari, apalagi di weekend. Nyaris tidak bisa duduk santai lebih dari 30 menit, selalu ada saja tamu yang datang dan pergi.Selama ini aku juga tidak mendapatkan banyak masalah, aku bisa bekerja dengan baik, bosku baik, teman-temanku lumayan walaupun belum akrab, paling hanya Lola saja yang sering ketus karena merasa dia lebih senior dibandingkan aku.Kemudian si kecil dalam perutku ini juga sangat mendukung kondisi kami saat ini, aku sama sekali tidak banyak mual, hanya sesekali dan bisa makan apapun dengan leluasa.“Cit, tolong ke meja 12 ya? Hati-hati agak berat.”Jalu memanggilku dari jendela dapur, ia menyodorkan satu baki penuh makanan dan minuman yang harus kuantarkan ke meja 12.“Baik. Upp, ternyata memang agak berat...”“Iya, makanya kubilang hati-hati.”Aku melirik Jalu,
CitraMatahari sudah lewat dari atas kepala, sudah beranjak sore. Mungkin sekarang pukul dua siang, atau lebih? Aku tidak membawa ponsel dan tidak juga mengenakan jam tangan untuk mengecek waktu. Lagipula siapa peduli ini jam berapa? Aku hanya ingin berlama-lama memandangi laut di kejauhan.“Cuekin aja Lola, dia emang begitu. Nyolot. Tapi kalo udah berlebihan aku juga pasti enggak tinggal diam kok.”Kutolehkan kepala, Jalu tiba-tiba saja duduk di sebelahku tanpa permisi. Ia menyodorkan sebotol minuman dingin, kuterima dan langsung kuminum setelah mengucapkan terima kasih.Sejak tadi aku memang duduk di sini, di bawah pohon yang tak jauh dari lokasi cafe. Sendirian memikirkan hidupku yang bisa jadi seperti ini, sendirian di tempat sangat jauh dari kota asal. Di tempat baruku ini juga tidak semulus itu, malah aku langsung dapat fitnahan di hari ketujuh bekerja.Tapi jika kupikir-pikir lagi, fitnahan ini tidak ada apa-a
RakaEntah sudah berapa malam Citra pergi dari rumah dan membatalkan kontrak sepihak, aku tak pernah menghubunginya sama sekali sejak hari pertama. Sudahlah, anggap saja kontrak kami sudah selesai karena sekarang Maureen pun mau denganku walau banyak syaratnya.“Raka! Kapan kita mau ke notaris?”Maureen yang baru selesai mandi langsung menagih janjiku, untuk memberikan mayoritas saham padanya. Aroma segar buah tercium dari tubuhnya, perutnya yang mulai membuncit terlihat lucu di balik gaun tidur yang ia kenakan.“Kamu maunya kapan? Kapan pun aku mau.” Jawabku penuh keyakinan.“Hmm, kapan yaa? Besok?”“Mau besok aja?”“Iya lah! Biar cepet kesampaian nih ngidamku!” Maureen mengatakan itu sambil mengusap-usap perutnya.“Haha, kayaknya anakmu ini bakalan jadi pebisnis handal deh nantinya. Ngidamnya aja sekarang pengen jadi pe
CitraSetelah pergi ke klinik ibu dan anak, aku merasa lebih tenang karena sudah memeriksakan kondisi kehamilanku. Dokter bilang kandunganku kuat, dan sehat. Si kecil dalam rahimku juga bertumbuh dengan baik, sejauh ini tak ada keluhan berarti dan aku juga merasa tak ada masalah apapun.Sedikit kelalahan dan selalu lapar, wajar. Bahkan aku yang selalu lapar katanya lebih baik, karena bisa makan enak tanpa dihantui mual, yang sering jadi momok bagi ibu hamil muda lainnya. Aku sempat merasa bangga, karena kehamilanku ini sepertinya tidak akan rewel dengan morning sickness, ngidam dan sebagainya.Aku bisa santai menjalani kehamilanku ini tanpa masalah.Tapi cepat atau lambat aku harus memberi tahu Dadan dan teman-teman kerjaku bahwa aku sudah menikah, dan sudah mengandung. Jika salah satu dari mereka yang tahu lebih dahulu sebelum kukabari, bisa-bisa mereka menilai aku mengada-ada. Apalagi insiden alat kontrasepsi itu, bisa-bisa a
RakaSetelah pertengkaranku dengan ayah kemarin, Maureen tak keluar kamar sama sekali. Aku mengetuk pintu kamarnya dan bertanya apakah ia lapar atau tidak. Sudah semalaman dia tidak keluar sama sekali, bagaimana jika ia lapar?Tetapi yang paling aku khawatirkan adalah Maureen melakukan hal-hal yang bisa mencelakakan dirinya sendiri. Seperti tempo hari.“Maureen?”Belum ada sahutan dari dalam. Kugedor pintunya agak kencang, mencoba membuka pintu tetapi terkunci dari dalam. Rasa panik mulai muncul karena bayangan buruk beberapa waktu silam kembali lagi, mungkin ia merasa ketakutan dan tertekan melihat ayahku kemarin.Ia memang baru melihat sifat ayah yang sesungguhnya setelah tinggal di sini. Saat kami masih berteman dan hubungan kami baik-baik saja sebelum kehadiran Citra, Ayah selalu bersikap baik dan lembut. Bahkan teman-temanku yang pernah datang ke rumah menganggap ayah adalah orang yang paling baik. Seper
CitraTidak seperti biasanya, hari ini cafe Aloha sangat sepi. Sejak pagi baru datang kurang dari 10 pelanggan, mereka juga hanya makan dan minum sebentar lalu pergi. Mungkin karena cuaca sedang mendung, melihat laut jadi kurang nyaman karena awan hitam yang menggantung di ujung sana.“Sepi banget ya hari ini...”Amel melonjak kaget saat kusapa, ia sepertinya sedang banyak pikiran karena sejak pagi juga dia cuma bolak balik mengecek HP. Pekerjaannya di meja kasir jadi kacau dan Dadan sampai beberapa kali menegurnya karena tidak fokus.Beruntung hari ini sepi, jadi kesalahannya bisa terdeteksi dan bisa diperbaiki dengan cepat. Bayangkan jika keteledoran Amel terjadi saat cafe sedang ramai-ramainya, bisa-bisa malah membuat cafe jadi rugi besar.“Kamu lagi ada pikiran, Mel?”“Hah? Kenapa?”“Kamu lagi ada pikiran? Dari tadi kayaknya gelisah terus.” Tanyaku sambil
RakaSetelah kejadian tadi pagi dengan Maureen, ditambah dengan telepon dari mama, akhirnya aku tak bisa berkonsentrasi di tempat kerja. Beberapa dokumen yang harusnya aku cek dan kutandatangani menumpuk di atas meja, belum lagi laporan-laporan yang ada dalam laptopku yang dikirimkan oleh sekretaris sejak kemarin.Semuanya belum kusentuh sama sekali.Pikiranku masih bercabang kemana-mana.“Pak Raka?”Widya—sekretarisku, mengetuk pintu yang setengahnya terbuka untuk meminta izin masuk.Kuanggukkan kepala untuk mengizinkn perempuan 40 tahunan itu untuk masuk ke dalam ruangan, ia membawa ponsel dan memasang wajah ragu.“Ada masalah apa lagi?” tanyaku cepat, aku sudah yakin ada hal yang tak beres.“Uhm, pak Bayu dari Cemara Group membatalkan meeting..”“Apa?! Mana bisa begitu?! Susah-susah atur jadwal malah dibatalkan, tinggal berapa hari lagi padahal!”
Raka***Sudah hampir satu jam aku duduk di sini, berkali-kali mengusir pelayan yang menawarkan buku menu untukku. Saat ini sama sekali tidak tertarik untuk makan apapun, aku hanya berkonsentrasi pada bilik VIP di mana orang-orang yang kukenal ternyata diam-diam mengadakan pertemuan.Sejak kapan mereka menjadi sangat akrab?“Sial. Mereka ngapain sih di sini? apa mendingan aku samperin aja?”Ketika aku mengangkat bokongku untuk menghampiri ruangan kecil yang tak jauh dari tempatku itu, dengan sudut mataku kutangkap sosok pelayan menghampiri lagi. Sekarang wajahnya tak sama ramah dengan awal kami bertemu,“Mohon maaf sebelumnya pak, apabila bapak tidak akan memesan silahkan keluar. Karena masih banyak antrian pelanggan yang mau masuk.”“Okee oke! Aku akan memesan! Berikan buku menunya!”Pelayan itu menyodorkan buku menu dan aku sembarangan menunjuk menu-menu yang kul