Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters.
"Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan pulang dulu, aku ada kejutan untuk kalian."Mario tiba-tiba bersuara. Dia tentu saja tidak mau jika Saras pulang sebelum keduanya menjadi “dekat”.Hanya saja, Saras tampak tak peduli. "Aku, mau pulang saja. Mama, masih mau di sini tidak apa-apa," putusnya."Saras, kita baru saja–""Maaf, Ma. Saras, tahu Mama ingin menyenangkan orang yang mengundang. Tapi Saras, merasa tidak nyaman. Tolong, biarkan Saras pulang," potong Saras–tidak mau berbasa-basi lagi."Tunggu sebentar. Setidaknya, minumlah dulu!" Mario, berusaha menahan Saras, supaya tidak pulang sebelum meminum jus khusus yang sudah dipesannya tadi.Saras sontak membuang nafas kasar.Namun, ia tetap meminum jus tersebut sebagai bentuk sopan santun. Begitu juga dengan Diana, meminum jus yang baru saja dihidangkan waiters di depannya.Di sisi lain, Mario sudah tidak sabar menunggu reaksi dari obat yang dicampur dalam jus tersebut.Dia ingin segera mendapatkan Saras, meskipun harus dengan cara yang licik.Anehnya, Dianalah yang justru tampak gelisah.Mario tentu merasa terkejut. 'Ini tidak benar! Bagaimana mungkin, Saras tidak bereaksi? Sedangkan Diana ... oh tidak! Ini tidak benar!'Pria itu panik setelah sadar bahwa rencananya gagal. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.Di sisi lain, Diana mulai tidak sadar dengan tingkah lakunya sendiri…"Eh, kamu tampan sekali, Sayang," godanya pada Mario, “ayo! Kita bisa bermain-main dengan panas, sepuasnya! Aku pasti akan membuatmu puas, Sayanggg ... ugh!"Wanita itu bahkan mulai menggapai tangan Mario!Mario sontak mendorong tubuh Diana yang tiba-tiba menempel padanya.Dia tampak kesal, sehingga berbicara dengan suara keras meminta Diana supaya menyingkir dan tidak bicara seenaknya saja."Apa yang kamu pikirkan, Nyonya Diana? Kamu melakukan tindakan yang sangat tidak pantas! Bagaimana bisa kamu melakukan hal ini? Dasar brengsek!"Surya, yang baru saja datang bersama dengan Gilang tampak bingung.Dia berusaha menggapai tubuh Diana, yang tiba-tiba bertingkah aneh."Kamu, kenapa?" tanya Surya bingung dan kesal menjadi satu."Urus kekasihmu!" geram Mario dengan suara keras.Saras yang tidak tahu apa-apa–juga heran dengan perubahan mamanya. Tapi, Gilang tertawa dalam hati, mengetahui kebenaran tentang situasi ini."Ayo pergi Diana, ikut denganku!" ucap Surya–menarik tangan Diana supaya menjauh dari Mario."Aku, tidak mau. Aku, mau dia. Aku, ingin dipuaskan. Apakah kamu, bisa? Ahhh!" ocehnya tak jelas."Apa …?"Surya, tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melirik ke arah Mario, dengan kode. Setelahnya, matanya melirik ke arah gelas jus sudah habis.Mario, yang tahu kode lirikan mata Surya, menepuk keningnya sendiri. "Sial! Brengsek!" umpatnya.Sebagai pemain, berondong Diana itu jelas tahu apa yang sedang terjadi."Kamu tahu, mengapa tiba-tiba Diana melakukan hal itu? Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri karena apa? Apa kamu sengaja?" tuduhnya.Mario tentu saja tidak terima. "Brengsek! Kamu pikir aku sengaja melakukannya pada kekasih tuamu?"Mereka berdua saling berdebat dalam ketegangan yang tidak terlihat oleh siapapun, termasuk Saras yang sedang sibuk menenangkan Gilang.Berbeda dengan Diana. Hawa panas yang berbeda di sekujur tubuhnya membuatnya mulai bertingkah seperti jalang yang merengek-rengek pada pelanggannya!"Ck! Aku, tidak tahu. Aku, hanya bermaksud ingin bermain-main dengan Saras. Tapi, waiters tadi ... argh sial!"Tangan Mario terkepal erat, menandakan bahwa dia sedang marah besar.Sayangnya, dia tidak bisa meluapkan emosinya sekarang. Ada Saras dan dua temannya yang lain, yang tidak boleh mengetahui kebenaran tentang situasi ini."Urus kekasihmu! Aku, akan mengurus waiters tadi."Mario pun bergegas ke arah pantry–mencari keberadaan waiters yang tadi diberi tugas. Bahkan, dia juga sudah memberikan imbalan yang cukup besar sebagai ucapan terima kasih."Emh, Saras. Kamu, di sini dulu, ya? Aku, ada perlu dengan mamamu." Surya juga ikut pamit pada Saras.Tapi sebelum Saras menanggapi, Surya langsung pergi bersama dengan Diana.Gilang memerhatikan itu semua dengan tatapan datar."Kenapa semua pergi? Tadi, aku yang pamit pergi tidak boleh," ucap Saras kebingungan.Seketika, pria itu pun tersenyum."Makan, mau makan!" rengek Gilang, berusaha mengalihkan perhatian Saras dari kekacauan yang terjadi.Karena pesanan makanan sudah terhidang, sedangkan semua orang pergi dan tinggal mereka berdua, akhirnya Saras mengangguk mengiyakan permintaan Gilang yang minta makan.Mereka belum sempat makan malam.Seandainya menunggu makan setelah sampai di rumah, belum tentu juga ada makanan. Gilang bisa saja juga sudah tidur dalam perjalanan pulang.Tidak peduli jika harus membayar mahal tagihan hidangan di meja, Saras segera menyuapi Gilang dan memastikan suaminya itu senang dan kenyang.***Di mobil yang dikendarai oleh Surya, Diana masih bertingkah.Semua baju sudah dilepaskan, sehingga kini setengah telanjang."Panas, ini panas. Apa yang terjadi? Ayo, puaskan aku!" gumamnya meracau.Surya hanya menggeleng beberapa kali, sebab ia tidak pernah berpikir akan kejadian ini."Sayang, sentuh aku! Puaskan, aku! Ah, brengsek!" pekik wanita itu berusaha agar Surya mau menyentuhnya."Diam, Diana! Kamu, mengacaukan segalanya!" bentak Surya kesal.Dia sudah berharap banyak. Seandainya Mario berhasil mendapatkan Saras dan menikahinya, semua hutang-hutangnya yang ada pada Mario akan dianggap lunas."Kamu, harus menanggung akibatnya. Aku, tidak mau rugi, Diana!""Apa? Aku, tidak gagal.Kita belum melakukannya, jadi cepat sentuh aku!" racau Diana–masih tidak sadar dengan maksud perkataan Surya."Ah, sial tua bangka! Seharusnya kamu tidak mengacaukan segalanya!"Kemarahan Surya, akan dilampiaskan pada Diana. Dia akan menghajar wanita itu malam ini.Setelah selesai berkata demikian, Surya membelokkan mobilnya ke gerbang sebuah hotel melati yang ada di pinggir jalan."Aku, pastikan kamu tidak bisa berjalan besok!" gerutunya, "anakmu dan menantumu akan kuurus lain kali."Sehari setelah semua kekacauan yang terjadi malam itu, Diana merasa sangat malu untuk menghubungi Mario.Dia tidak punya keberanian untuk melanjutkan rencana perjodohan Saras dengan pengusaha muda tersebut.Sementara itu, di kantornya, Mario sedang marah. Tiba-tiba dia menggebrak meja kerjanya, membuat Surya yang saat ini berada di ruang kerjanya terkejut.Brakkk"Sialan! Benar-benar sial!" umpat Mario geram, "Semua rencana untuk Saras, sudah hancur!""Hm, maaf Mario. Tapi aku sudah mencoba untuk merayu Diana, dan katanya dia malu atas kejadian malam itu. Itulah sebabnya, dia ragu melanjutkan rencana yang kemarin." Surya, memberitahu alasan Diana.Mario terdiam sejenak untuk berpikir.Dia sudah terlanjur terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Saras. Jadi, ia jelas masih menginginkan perempuan itu.Akhirnya, Mario meminta kepada Surya memberitahu Diana, untuk melanjutkan rencana mereka dengan imbalan yang lebih."Bilang sama pacar tuamu itu! Aku, akan memberikan uang 1 M. Ada satu
Mario duduk di meja kerjanya dengan ekspresi wajah yang tegang. Matanya membelalak saat ia melihat layar komputernya yang menampilkan grafik saham perusahaannya yang terus merosot. Alisnya mengernyit, dan ia menggigit bibirnya dengan gerakan kasar."Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa saham kami jatuh seperti ini?" tanya pria itu kebingungan.Sambil memegang kepala dengan satu tangan, Mario mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja dengan keras, mencerminkan tingkat stres yang tinggi."Mengapa investor kehilangan kepercayaan pada kami?"Ekspresi wajah pria tersebut mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam karena dia menyadari bahwa situasi ini bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaannya, yang telah dia bangun dengan susah payah."Saya telah bekerja keras untuk membangun perusahaan ini, dan sekarang semuanya hancur!"Tanpa sadar, Mario mulai mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jari tangan menancap di telapak tangan-membuat tetesan darah mulai menitik diatas meja kerj
"Sejauh ini kita sudah berhasil di planning B, Mas Gilang. Tinggal planning C dan itu tidak lama lagi."Ryan melaporkan hasil pertemuannya dengan Mario, bahwa pria tersebut sudah setuju menjual saham dan menerima investasi darinya.Sesuai dengan rencana, Ryan masuk ke perusahaan Mario sebagai investor.Semuanya sudah mereka planning-setelah dikuasai Gilang dengan bantuan Ryan, mereka akan membuat Mario hingga jatuh miskin dan tidak semena-mena lagi."Bagus. Tetap pantau secara langsung perkembangan yang ada. Jika ada sesuatu yang dia putuskan tanpa meminta pertimbangan darimu, beri peringatan!"Gilang memberikan jawaban dengan tegas. Saat ini mereka terhubung melalui telepon."Siap, Mas Gilang!" jawab Ryan patuh."Pokoknya buat dia semakin merasa tertekan dan tidak bisa bebas," ungkap Gilang, menginginkan kejatuhan Mario."Pasti! Sesuai dengan arahan Mas Gilang," tegas Ryan.Mereka berdua masih berbicara melalui telepon, membicarakan rencana selanjutnya."Terima kasih atas bantuannya,
"Ryan, lanjutkan planning selanjutnya!"Tegas, Gilang meminta Ryan untuk melanjutkan terencana mereka--terkait masalah Mario."Siap, Mas Gilang!" sahut Ryan dari seberang sana.Siang ini, Gilang menerima panggilan telepon dari Ryan di balkon kamarnya di lantai dua.Kebetulan mama mertuanya sedang pergi keluar rumah sehingga tidak ada orang yang mengawasinya."Pastikan dengan benar, bahwa harga saham perusahaan Mario benar-benar jatuh. Dan ingat, buat seperti tidak ada investor yang tertarik!"Lagi, Gilang memberikan instruksi terkait pekerjaan yang harus dilakukan Ryan."Semua sudah sesuai dengan planning, Mas Gilang. Tinggal menunggu saatnya tiba," ujar Ryan meyakinkan."Ya, aku percaya padamu."Setelahnya, Ryan memberikan laporan seperti biasa terbaik usaha yang dikelolanya."Satu jam yang lalu, sekretaris Mario juga sudah menghubungi saya, Mas Gilang. Dia berharap bisa bekerja sama denganku."Gilang tersenyum senang mendengar berita ini--rencananya akan segera terwujud!"Bagus, Rya
Ibra melihat adiknya yang terlihat sangat marah--membuatnya bingung."Gilang, apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat begitu marah?" tanyanya--ingin tahu.Gilang tersenyum sinis mendengar pertanyaan tersebut."Oh, kau akhirnya datang kesini, Ibra. Aku marah karena selama ini kau telah menyakiti aku tanpa henti!"Mendengar jawaban dengan suara keras dan penuh amarah, membuatnya merasa bersalah."Maafkan aku, Gilang. Aku menyadari bahwa perbuatanku menyakitkanmu. Tapi aku hanya ingin melindungimu. Percayalah!"Tapi adiknya itu menggeleng cepat, tidak mau mendengarkan penjelasannya.Bahkan adiknya juga berkata dengan keras--mencerminkan emosio yang tidak bisa ditahan."Aku merasa diabaikan dan diacuhkan olehmu. Kau selalu berpikir hanya tentang dirimu sendiri dan tidak memperhatikan bagaimana aku!"Ibra ingin membela diri, tapi ternyata Gilang tidak mau mendengarkan penjelasannya."Aku menyesal sekali telah bersikap seperti itu. Sebagai kakak, seharusnya aku lebih perhatian terhadapmu.""H
Ibra mengusap wajahnya dengan kasar-ingat akan mimpinya lagi."Huhfff ... apa ini? Kenapa aku tidak bisa berkonsentrasi?" gumamnya bertanya.Setelah berpikir lagi, Pria sukses itu memutuskan menghubungi seseorang-seseorang yang dulu pernah dipekerjakan.Seseorang itu dimintai tolong untuk menjadi "eksekutor", menabrak Gilang lima tahun lalu!Dia ingin kembali menugaskan orang tersebut mulai mengawasi adiknya-lagi."Aku tidak mau mimpi itu jadi nyata "Ibra akan memantau gerak-gerik Gilang-yang bodoh!Semua karena kegelisahannya, berpikir bahwa mimpinya adalah sebuah petunjuk, bukan sekedar mimpi biasa saja."Ini seperti memberikan gambaran, bahwa selama ini Gilang hanya pura-pura saja."Menurutnya-bisa jadi, pada akhirnya Gilang merebut perusahaan yang dikuasainya saat ini!Padahal perusahaan ini bukan milik Ibra secara mutlak, karena sebenarnya perusahaan keluarga.Seharusnya dikelola bersama-sama dengan Gilang, tapi itu jika mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan kondisi Gilang "no
"Hem, capek di dalam kamar terus. Aku mau keluar sebentar," keluh Gilang.Pria itu bosan berada di dalam rumah. Dia keluar menuju ke balkon kamarnya di lantai atas.Rumah sepi karena hanya ia saja di rumah-saat ini. Untuk pembantu rumah, mereka hanya datang saat diperlukan tenaganya saja.Dengan berada di balkon kamar, pria itu bisa melihat situasi teras depan dan samping rumah."Aku bisa melihat seandainya Diana agar bisa bersiap-siap," gumamnya."Semoga tidak ada yang mengintai lagi," ujarnya, dengan melihat sekitar rumah.Pria itu kembali sibuk dengan ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon dengan Ryan.Dia pura-pura idiot jika berbicara dengan orang lain, tapi tidak dengan Ryan seorang!"Lanjutkan saja rencana berikutnya," perintah pria itu dengan seseorang yang dihubungi."Baik, Mas Gilang. Pak Ibra tidak menaruh curiga atau apapun pada saya," lapor Ryan di seberang sana."Bagus. Pastikan dia masuk dalam rencana kita, biar lebih mudah."Nada bicara Gilang lebih rendah, mem
Mario berada di ruangan kerjanya yang terletak di lantai atas sebuah gedung perkantoran yang megah. Ruangan kerjanya didesain dengan gaya modern dan minimalis, dengan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota yang sibuk di luar. Meja kerjanya berantakan dengan berbagai laporan keuangan, data saham, dan perangkat teknologi seperti laptop dan layar monitor.Suasana di dalam ruangan terasa tegang dan berisik dengan suara tik-tok jam dinding dan telepon yang berdering terus menerus.Tapi pemilik ruangan tetap diam tanpa merespon."Oh tidak, grafik saham semakin turun! Bagaimana bisa ini terjadi? Perusahaan ini benar-benar berada dalam bahaya."Saat menghadapi masalah dengan grafik sahamnya yang terus menurun, pria itu tampak cemas dan tegang. Dia duduk di kursi kerjanya dengan posisi badan sedikit maju, tangan bertautan di atas meja, dan mata yang sering kali terpaku pada layar monitor yang menampilkan data saham perusahaannya.Pria itu menggigit bibirnya, mengedipkan mata, menun
"Hai, tekan dada bagian jantungnya!" seru penjaga, pada napi yang berikan bantuan pertama."Egh! Eh, tetap gak bisa, pak!" teriak napi tersebut, merasa putus asa.Napi-napi lainnya berusaha memberikan pertolongan pertama pada Mario, tetapi sayangnya, kondisinya sudah terlalu parah.Meskipun upaya mereka lakukan sebaik mungkin, Mario akhirnya meregang nyawa dalam keadaan yang menyedihkan. Suasana sel berubah menjadi hening dan penuh duka cita.Pagi harinya, berita kematian Mario telah menyebar ke seluruh lapas. Para napi terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut. Beberapa berbisik-bisik dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Gak nyangka," kata napi yang memiliki kamar di seberangnya Mario."Tapi, apakah tidak ada yang mencurigakan sebelumnya?" tanya yang lain."Apa? Sepertinya tidak ada. Mario, bersikap seperti biasanya tidak ada yang terlihat aneh." Napi yang kebetulan satu ruangan dengan Mario, memberikan jawaban.Beberapa dari mereka mencoba mendekati Rico, yang
"Hai, Bos Mario. Saya mendengar Anda cukup terkenal di dunia ini," sapa Rico, yang mencoba mendekati Mario."Heh, siapa yang memberi tahu tentang itu, bocah?" sahut Mario dengan nada sombong."Oh, banyak orang di sini. Mereka bilang Anda punya reputasi yang hebat," terang Rico yang mulai berakting.Kekasih Diana itu memang sengaja menyanjung Mario, agar pria itu percaya padanya. Dengan demikian, ia bisa dengan mudah melakukan rencana yang sudah dibuat oleh Gilang untuknya.Gilang harus berhati-hati, karena rencananya melibatkan tindakan ilegal dan berbahaya. Langkah ini bisa memiliki konsekuensi serius, termasuk hukuman pidana bagi Gilang sendiri jika dia ketahuan terlibat dalam rencana tersebut.Tapi Gilang juga yakin jika Rico mampu melakukan semua hal yang sudah dipersiapkan untuk balas dendam pada Mario."Hm, tergantung perspektif orang sih. Bagaimana denganmu, bocah? Bagaimana kau bisa di sini?" Mario bertanya pada Rico."Hahaha ... Sama seperti banyak dari kita di sini, terjebak
"Mama!" Setu Saras, melihat keadaan mamanya yang tidak sadarkan diri."Sayang?" Rico ikutan panik.Situasi semakin rumit. Rico yang memberikan keputusan penting dalam hubungan percintaannya, membuat Diana terkejut dan akhirnya kehilangan kesadaran.Gilang dan Saras saling berpandangan, tak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua sangat terpukul dengan kondisi Diana yang seperti ini, namun mereka tetap berusaha untuk menangani situasi dengan bijak.Mereka segera memanggil bantuan dan berusaha meredakan keadaan. Semua ini tidak mudah, tetapi mereka harus bersikap tenang dan bijaksana untuk menghadapi masalah ini.Setelah beberapa saat, Diana akhirnya sadar. Gilang dan Saras masih berusaha menjaga ketenangan."Mama Diana? Mama Diana?" panggil Gilang, mencoba menyadarkan Mama mertuanya."Ma, bangun, Ma!" lirih suara Saras, dengan menekan-nekan telapak tangan mamanya."Kita bawa ke rumah sakit, saja!" ajak Gilang, mengingat kondisi Diana.Saras hanya mengangguk lemah, masih terlihat terpukul
"Hai, sayang. Uluh-uluh ... Mama kangen sama kamu dan Rafi," ungkap Diana, Begitu tiba di rumah Gilang. Wanita itu datang keesokan harinya, setelah mendapatkan undangan dari Gilang kemarin. Diana dan kekasihnya datang ke rumah Gilang, sesuai dengan permintaan dari Gilang."Apa kabar, Ma? Bagaimana keadaan, Mama? Sudah benar-benar sehat?" tanya Saras."Emh ... Mama__""Ma, urusan dengan keluarga korban bagaimana? Mereka tidak mempermasalahkan lagi, kan?"Saras langsung mengajukan beberapa pertanyaan secara bersamaan, tidak memberikan kesempatan pada mamanya untuk menjawabnya satu persatu terlebih dahulu."Mari, kita duduk dulu! Aku juga ingin berbincang-bincang dengan kalian berdua," terang Gilang, mengajak kedua orang yang baru saja datang untuk duduk di ruang tamu."Tentang apa?" Kekasih Diana mengajukan pertanyaan - seperti merasakan tidak nyaman."Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berbincang-bincang saja," terang Gilang menjelaskan agar Rico tidak curiga.Diana melirik ke arah Sa
"Sayang, mmmhhh ... aku ingin mencari tahu lebih mengenai kekasih muda mama. Aku merasa curiga dengan niatnya mau bersama dengan mama," terang Gilang."Ya, mas. Mungkin sebaiknya kita mencari tahu lebih lanjut agar tidak ada masalah di kemudian hari," jawab Saras, yang tidak pernah setuju dengan kelakuan mamanya.Mereka kemudian bekerja sama untuk mencari informasi mengenai kekasih muda Diana, untuk memastikan bahwa tidak ada yang akan merugikan mama mertuanya dalam hubungan tersebut.Mereka berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang kekasih muda Diana. Ternyata, pria tersebut memang seorang model yang cukup sukses. Namun, Gilang masih merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres."Sayang, aku masih merasa curiga. Mungkin sebaiknya aku bicara langsung dengan mama Diana, atau bagaimana ya?" Gilang meminta pendapat isterinya."Iya, mas. Aku rasa itu adalah langkah yang baik," ujar Saras setelah berpikir.Gilang kemudian menghubungi Diana dan meminta untuk bertemu dengan kekasih mudan
"Saat ini tim sedang melakukan riset pasar potensial, Mas. Kami akan segera menyusun strategi untuk memasuki pasar baru." Akhirnya Ryan memberikan jawaban."Bagus, Ryan. Pastikan kita memiliki rencana yang matang sebelum melangkah lebih jauh," puji Gilang dengan menepuk Bunda asistennya tersebut."Saya akan memastikan semuanya terencana dengan baik, Mas." Ryan mengangguk patuh.Begitulah Ryan, yang selalu melakukan tugas dari Gilang tanpa banyak protes. Ia akan berusaha untuk melakukan semuanya dengan sebaik mungkin.Gilang juga tidak pernah ragu, apalagi kecewa dengan kinerja Ryan selama ini. Asistennya itu adalah orang yang sangat setia dan jujur. Jadi, tentunya Gilang selalu bisa menjadikan Ryan sebagai andalannya."Bagus, Ryan. Teruskan kerja kerasmu. Kita harus terus berkembang dan menghadapi setiap tantangan dengan baik." Gilang berbicara dengan nada bangga."Tentu, Mas. Saya dan tim, siap untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan ini." Ryan menggangguk - memastikan.Gilang
"Hm, kita harus mencari tahu apa motif di balik ini. Apakah ada pihak lain yang memang ingin mencelakai Ibra atau mungkin ada konflik internal di dalam lapas?" Gilang mengangguk setuju dengan pertanyaan Ryan yang tadi."Saya akan meminta tim keamanan lapas untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Semua harus dipastikan tidak adanya ancaman serius terhadap Ibra." Ryan menambahkan.Gilang dan Ryan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan teliti dan mengambil langkah-langkah tegas untuk melindungi Ibra, meskipun itu di dalam lapas.Setelah berdiskusi dengan Ryan, Gilang juga memutuskan untuk menghubungi pihak kepolisian untuk memberikan informasi tambahan dan meminta bantuan dalam penyelidikan kasus makanan dan minuman beracun di dalam lapas.Sementara itu, Ryan akan segera mengatur pertemuan dengan ahli untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan di lapas sudah diperketat. Mereka juga akan melakukan audit internal untuk memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfa
"Halo, siapa ini?" tanya Gilang, saat ada nomor tak dikenal menghubungi ponselnya."Halo, maaf. Saya dari Lapas ingin memberitahukan bahwa kakak Anda, Ibra, sedang mengalami kondisi kesehatan yang memburuk. Kami akan segera membawanya ke rumah sakit." Orang di seberang, menjawab dengan memberikan kabar."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi? Segera berikan alamat rumah sakitnya, saya akan datang secepatnya."Gilang sigap saat mendengar jawaban tersebut. Ia tidak mau jika terjadi sesuatu pada kakaknya, meskipun selama ini Ibra tidak pernah bersikap baik padanya.Karena kabar ini juga tiba-tiba, Gilang tidak ada persiapan apapun. Tapi ia memutuskan untuk segera pergi ke rumah sakit dan menemui kakaknya.Tapi sekarang ini pria itu tidak lagi memiliki keluarga lain, selain kakaknya itu - di luar keluarga kecilnya yang sekarang."Baik, alamatnya adalah rumah sakit pemerintah, yang ada di seberang lapas. Mohon segera datang," pinta orang tersebut."Terima kasih, saya akan segera menuju ke sana."
Gilang tiba di kantor lagi bersama dengan Ryan. Ia menggerutu dengan kegagalannya bertemu klien dari Meksiko, tapi justru nona Tan yang datang.Pria itu masih ingat betul bagaimana Nona Tan yang menyapanya dengan senyum yang memiliki arti tersembunyi."Selamat bertemu lagi, Tuan Gumilang. Maaf jika datang tiba-tiba. Saya melihat kalian, dan ...""Ya, itu benar. Tapi sepertinya pertemuan itu gagal terlaksana," sahut Gilang tersenyum kecut."Sayang sekali. Mungkin saya bisa membantu Anda mengatasi masalah ini. Saya memiliki beberapa kontak dengan pengusaha Eropa atau Amerika, yang mungkin bisa membantu." Nona Tan justru memberikan penawaran.Ryan melihat dengan tidak suka, sebab ia tahu jika Gilang juga merasa tidak nyaman dengan kehadiran Nona Tan di antara mereka berdua saat seperti ini.Gilang sendiri terlihat jelas jika sedang kesal. Ia tidak pernah menyangka jika bertemunya kali ini akan gagal bahkan terasa seperti sedang terkena sial, sebab bertemu dengan Nona Tan juga."Ini sungg