Annisa dan Zidane berjalan beriringan ke luar dari area kantor menuju ke restoran yang biasa mereka kunjungin untuk mencari makan siang. Langkah Annisa terhenti tepat saat setelah dia membuka pintu dan akan masuk ke mobil."Ada apa? Apa kau melupakan sesuatu?" tanya Zidane terheran. Dia pun ikut mengurungkan niatnya untuk masuk ke mobil."Sebenarnya siang ini Nayla mengajakku bertemu. Mungkin sekarang dia sudah menungguku di restoran," ucap Annisa."Untuk apa kalian bertemu?" tanya Zidane.Entahlah, sejak saat mengetahui bahwa Nayla adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya membuat Zidane merasa tidak suka kepada gadis itu. Rasanya Zidane tidak ingin istrinya memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan Nayla lagi."Memangnya kenapa kalau aku bertemu dengan Nayla? Apa kau sudah lupa kalau kami itu bersahabat sejak lama?" Annisa mencercah Zidane dengan sederet pertanyaan."Bukan begitu, tapi aku merasa sepertinya kau harus berjaga jarak den
Wajah Annisa langsung memucat mendengar perkataan Nayla baru saja. Refleks dia melirik ke arah Zidane, menatapnya dengan sorot yang sulit diartikan.Sementara itu Zidane mengernyitkan kedua alis, menatap Nayla dengan mata elangnya yang tajam."Kenapa kau menanggapinya dengan serius? Aku hanya bercanda saja," ucap Nayla sembari terkekeh pelan.Annisa mengejapkan mata merasa tak percaya, yang baru saja dia dengar seperti bukan sedang bercanda. Lamat iris cokelat itu memandang wajah sahabatnya, mencoba membaca ekspresi. Namun, tetap saja, Annisa tidak bisa asal menebak."Aku kira kau serius," ucap Annisa lirih sambil tersenyum kecut. "Syukurlah kalau hanya bercanda," sambungnya lagi.Gadis berhijab itu berdehem serta menundukkan pandangannya sesaat untuk menetralkan kecanggungan yang sempat mendera perasaannya."Sebenarnya, kalau pun kau serius dengan perkataanmu baru saja, aku sudah memiliki jawaban." Annisa berucap sembari menatap Nayla dengan sorot yang
"Kamu kenapa, Sayang? Aku perhatikan sejak dari tadi kamu melamun terus? Mikirin apa?" tanya Zidane.Annisa tidak menyadari Zidane sudah berada di kamar dan sedang menatap ke arahnya. Seingat dia, tadi Zidane sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."Eh, kapan kamu masuk?"Zidane menghela napas panjang. Dia berjalan mendekat dengan posisi kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celana. Kemudian, dia duduk di tepi samping ranjang, menghadap ke arah istrinya.Refleks, satu tangan Zidane terangkat mengusap puncak kepala Annisa yang sedang tidak mengenakan kerudung sambil menampakkan senyum manis.Ya, entah sejak kapan tepatnya, sekarang Annisa sudah tidak mengenakan kerudungnya ketika sedang di dalam kamar berdua dengan Zidane."Apa yang sedang kamu pikirkan hingga tak menyadari aku ada di sini sejak tadi?""Tidak ada. Aku tidak sedang memikirkan apa pun," Jawab Annisa mengulas sebuah senyum menutupi kebohongannya.Sayang, g
"Bagaimana hasilnya, Dok?" tanya Zidane kepada dokter kandungan yang baru saja selesai memeriksa Annisa."Sebenarnya saya tidak terlalu peduli dengan hasilnya. Tapi istri saya ini ...."Zidane melirik sekilas ke arah istrinya yang nampak gugup dan cemas menunggu hasil pemeriksaan lalu kembali menatap dokter wanita yang ada di hadapannya."Itu hal yang wajar, Pak Zidane. Semua wanita yang sudah menikah pasti merasa cemas saat belum kunjung hamil," ucap dokter itu sambil tersenyum ramah kepada pasangan suami istri yang ada di hadapannya."Bu Annisa tidak perlu cemas, kondisi Ibu baik-baik saja begitu pun juga dengan rahim Ibu," jelas dokter itu lagi."Kau dengar itu, Sayang? Kau baik-baik saja dan kita bisa memiliki anak," ucap Zidane kepada Annisa dengan lembut.Annisa menghela napas panjang. Dia bersyukur karena tidak ada masalah apa pun pada rahimnya."Tapi, Dokter, kenapa sampai saat ini saya masih belum hamil juga?" tanya Annisa penasaran.Dok
Annisa bergeming melihat keakraban Nayla dengan Vivi yang terlihat natural. Lain hal dengan dirinya yang merasa canggung sendiri dan keberadaannya pun seperti tak dianggap. Dia melirik ke arah suaminya lalu menghela napas panjang. Seperti mengerti perasaan sang istri, Zidane mengelus punggung Annisa lembut lalu tersenyum tipis untuk meyakinkan istrinya itu bahwa dia akan selalu ada untuknya tak peduli walau seluruh dunia menolak hubungan mereka. "Mau pulang sekarang?" tanya Zidane dengan suara pelan. Annisa menggelengkan pelan kepalanya menanggapi pertanyaan suaminya. "Sebaiknya aku pulang sendiri saja. Kau di sini dulu temani mamamu." Annisa berbisik kepada Zidane. "Tidak, kita akan pulang bersama," putus Zidane yakin. "Biarkan saja dia pergi, kau tidak perlu menghiraukannya, Kay," sahut Vivi yang sedari tadi memerhatikan tingkah pasangan suami istri itu. "Kau harus tetap di sini temani mama," sambungnya lagi. "Ma, aku akan antar istriku pulang, s
Sepasang mata menyipit melihat seorang wanita yang nampak familiar baru saja ke luar dari gedung rumah sakit yang sama dengan rumah sakit yang baru saja dia kunjungi saat menjenguk seorang teman. Dia yang sudah memasuki mobilnya kembali turun untuk menghampiri wanita itu. "Nayla," panggil Yogi sambil berjalan menghampiri Nayla yang berada tidak jauh dengannya. Wanita itu menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang untuk melihat orang yang baru saja memangil namanya. Mata Nayla menyipit melihat Yogi sedang mendekat ke arahnya. "Hai," sapa Yogi sambil tersenyum dan mengangkat telapak tangannya menyapa Nayla. "Yogi? Sedang apa kau di sini?" tanya Nayla sambil mengernyitkan kedua alisnya lantas mengedarkan pandangan ke area gedung rumah sakit. "Seorang teman sedang di rawat di rumah sakit ini, dan aku baru saja menjenguknya. Kau sendiri sedang apa di sini? Siapa yang sedang sakit?" tanya Yogi. Nayla terdiam sejenak, lalu meng
"Nampaknya kau masih sangat peduli kepada Annisa," kata Nayla sambil menatap Yogi. "Kenapa? Apa kau masih berharap?" tanyanya.Mendengar perkataan tersebut membuat perut Yogi terasa bagai digelitiki. Lucu sekali, padahal dulu wanita yang duduk di sebelahnya itu menjadi garda terdepan untuk melindungi Annisa darinya. Namun, rupanya sekarang semua telah berubah.Sungguh kedalaman hati seseorang tak bisa diselami. Semua tak sama seperti yang terlihat dari luar."Kenapa kau malah tertawa? Apa aku salah berbicara?" Nayla terheran-heran melihat Yogi yang malah tertawa kecil sambil menggelengkan pelan kepalanya dari pada menyahuti perkataannya.Yogi masih belum ingin menjawab perkataan Nayla. Dia masih fokus mengemudikan mobilnya sambil terus berpikir hal apa yang sedang direncanakan oleh Nayla saat ini."Aku sudah lama mengikhlaskannya," jawab Yogi beberapa saat setelah terdiam. "Tak ada yang bisa kuharapkan dari seseorang yang sudah memiliki tambatan hati," sambu
"Bagaimana? Apa kau sudah membicarakan semuanya dengan Kayson? Kapan pertunangannya akan dilanjutkan?" tanya Diki kepada Alfian.Dua pria paruh baya itu baru saja selesai meeting dengan klien masing-masing dan tidak sengaja bertemu. Keduanya memutuskan untuk lanjut mengobrol membicarakan kelanjutan hubungan putra putri mereka.Alfian menghela napas panjang, menatap datar wajah sahabatnya yang duduk tepat di hadapannya."Aku masih berusaha membujuknya," jawab Alfian tenang. Dia mengambil cangkir berisi minuman miliknya lalu menyeruput kopi hangat itu secara perlahan."Apa maksudmu? Aku sudah cukup lama memberikan kau waktu, kenapa kalian masih belum memberikan kepastian? Apa kalian sedang mencoba mempermainkan aku?" geram Diki. Nampak jelas ekspresi kekesalan tersirat di wajah tuanya."Ingat Alfian, nasib perusahaanmu ada di tanganku sekarang!" ancam Diki penuh penekanan.Pria paruh baya itu langsung saja pergi tanpa berpamitan meninggalkan Alfian yang na