“Kau baru pulang?” tanya Zara saat membukakan pintu apartemen untuk sang suami.“Hmmmm, hari ini ada pertemuan dengan para pengusaha,” jawab Kevin.Pria itu masuk ke dalam kamar lalu melonggarkan dasi yang sejak tadi mecekik lehernya.‘Kenapa dia tampan sekali tanpa menyamar jadi gembel.’Zara merutuki pikirannya itu, padahal dia menerima Kevin tanpa syarat saat sang kakek menyatukan cinta keduanya.Zara mengambilkan air minum untuk sang suami, Kevin duduk di ujung tempat tidur, dan tanpa diduga Zara malah berlutut membuka sepatu dan kaos kaki Kevin untuk pertama kalinya.‘Shiiiith.’ Kevin mengumpat di dalam hati saat melihat dua benda menyembul nan putih mulus di sela-sela baju yang dikenakan Zara.“Kau mandi dulu ya biar aku siapkan makan,” ucap Zara.Kevin bagai kerbau dicocok hidungnya hanya mengangguk patuh. Pria itu masuk ke dalam kamar mandi.“Sial, sampai kapan aku baru bisa menyentuhnya? Berkali-kali aku harus berjuang sendiri di dalam kamar mandi,” gumam pria itu.Tapi dia t
“Kau harus berhasil membujuk anak-mu Zara untuk ikut datang ke tempat ini. Bila tidak semua kejahatanmu akan diungkap oleh Tuan Baron!”Mimpi apa Galen semalam pagi-pagi buta sudah dihadang anak buah mantan Bosnya.“Kau boleh kembali bekerja pada Tuan Baron, dan beliau akan memberikan posisi yang bagus untukmu setelah berhasil mengajak Zara datang. Kau sedang membutuhkan uang bukan? Apa kau tidak rindu mendapatkan uang banyak seperti dulu?”Mika Johanes yang kebetulan sedang bersama suaminya seketika berbinar.“Terima saja tawaran itu. Aku akan membantumu membujuk Zara untuk ikut. Dan kita pastikan Zara lebih bahagia bersama Tuan Baron daripada hidup dengan suaminya yang gembel.”Wanita paruh baya itu mencoba mengompori suaminya agar tak menolak permintaan sang mafia.“Lihatlah hidupmu setelah bertobat? Apa yang kau punya? Justru kita kembali miskin. Kalau kau menolak maka aku dan Jenny akan memilih pergi meninggalkanmu!”Anak buah Tuan Baron tersenyum bahagia. Ternyata justru istri
Jantung Galen berdebar kencang ketika dirinya dan sang istri tiba di sebuah Villa yang sering dipakai sebagai tempat beristirahat ketika sang mafia datang ke kota Victoire. Dia pernah kabur dari mantan bosnya ini, dan demi apapun dia takut kalau ini justru membuatnya akan dibunuh oleh Tuan Baron.Galen saksi hidup betapa kejamnya sang mafia dan tidak pernah mau peduli alasan apapun.“Silakan masuk.” ucap salah satu tangan kanan Tuan Baron mempersilahkan Galen dan istrinya menuju ruangan khusus.Dan di dalam ruangan khusus itu sudah ada pria yang menakutkan itu sedang menatap keluar jendela.“Kau masih ingat aku kan?” Suara itu diucapkan dengan pelan namun entah kenapa berhasil membuat Galen mengeluarkan keringat dingin.“Ma–Maafkan saya tuan,” ucapnya penuh sesal dan takut.‘Sial kemana larinya keberanianku tadi?’ Galen membatin.Sang mafia membalikkan badan untuk melihat wanita paruh baya dan mantan anak buahnya yang kini sedang berdiri menunduk tak berani menatapnya.“Aku akan mem
“Apa yang kalian bilang?” tanya Kevin dengan suara menahan amarah.“Kami sedang mencari Tuan, Tapi kita harus berhati-hati karena di dalam hutan ini banyak sekali binatang buas.”Kevin menggeleng, “Bisa-bisanya yang ada di depan mata kalian biarkan pergi, dasar tak becus bekerja!”Anak buah Kevin tak melawan, karena mereka memang salah, “maafkan kami, kami akan menemukan beliau.”Kevin menggeleng, “ayo kita cari sekarang, jangan membuang-buang waktu!”Pedro menahan tangan Kevin, “Tuan saya mohon tetaplah di dalam mobil, kami akan mencarinya.”“Tidak, aku harus ikut.”Dengan perlengkapan seadanya mereka pun berjalan menyusuri hutan belantara.Bahkan di desanya sendiri pun sepi, sangat sepi apalagi masuk ke dalam hutannya.Mereka didampingi oleh pemuka adat di desa itu. Kevin terus menyusuri hutan belantara dan hari semakin gelap karena perjalanan dari kota menuju ke desa yang sangat terpencil ini membutuhkan waktu yang sangat lama.Kevin tak ingin kehilangan mertuanya yang sudah ada di
“Kau tahu tidak kalau kau mati aku juga akan mati,” ucap Zara di samping ranjang pasien.“Aku tidak akan makan kalau kau tak mau bangun. Aku benar-benar akan mati denganmu.”Zara kembali menangis.Dia tak sanggup ditinggal Kevin, “aku harus bicara dengan dokter. Aku tinggal kau sebentar ya,” ucapnya.Zara pun berdiri lalu melangkah keluar bersamaan dengan suster yang akan memeriksa.“Suster saya titip suami saya dulu ya, saya ingin keluar sebentar,” tuturnya.“Oh iya, sekalian Non, saya membawa kwitansi pembayaran, anda boleh selesaikan dulu agar kami bisa memasukan obatnya ke tubuh pasien.”Zara mengangguk, Pedro mendekat. “Biar saya saja Non,” pintanya.“Tidak usah,” tolak Zara, “kau jaga sebentar suamiku ya, aku ingin bertemu dokter,” tambahnya lagi.Pedro pun mengangguk.Zara berjalan mendekati lift, sedangkan pengawalnya membuntuti di belakang. Mereka tahu Zara paling tidak suka dikawal. Bahkan para pengawal kevin duduk menyebar di dekat ruang rawat inap.Saat tiba di lantai sat
Zara melangkah keluar dari ruang rawat inap Galen dengan hati berdebar, ia merasa ada yang ganjil di udara. Matanya mencuri pandang ke sudut ruangan, di mana pria tua itu tengah berbincang serius dengan istrinya, sepertinya mereka mencoba menyembunyikan sesuatu. Ekspresi wajah mereka penuh kegelisahan, seolah-olah topik pembicaraan mereka sangat berat dan penting. Alis Zara berkerut mendalam, rasa penasaran yang menyiksa di dadanya membuat nafasnya terasa pendek dan sesak. "Apa yang sedang mereka bicarakan? Apakah mereka berusaha menyembunyikan sesuatu dariku?" gumam Zara lirih seraya menggenggam erat tangannya, mencoba menenangkan denyutan jantung yang semakin memburu."Kita harus berhasil meyakinkan Zara dan suami gembelnya, agar mereka percaya sepenuh hati bahwa kita telah menerima mereka," ujar Galen, wajahnya mencerminkan keteguhan hati. Di lubuk hatinya, dia merasa miris melihat nasib Zara dan suaminya yang pastinya hidup serba kekurangan karena pria itu sampai sekarang bel
Esok harinya, secara mengejutkan, Jenni dan sang mama datang mengunjungi ruang rawat inap Kevin sambil membawa parsel buah. "Ma, Jenni, kalian datang?" Zara menyapa Mama dan adik angkatnya yang tiba-tiba berubah sikap menjadi baik.Padahal selama ini dia tahu keduanya sangat membenci Kevin dan menganggapnya lelaki tak berguna.“Ini buat kak Kevin.”Zara menerima parcel buah itu sambil mengucapkan terima kasih.‘Jangan-jangan mau menyakiti Kevin lagi,’ Zara membatin."Iya sayang, sebelum Papa pulang kami mampir dulu untuk menjenguk Kevin sekaligus mau minta maaf atas kesalahan yang sengaja maupun tak sengaja yang kami lakukan dulu," ucap mama. ‘Kenapa aku merasa seperti ada yang aneh, bukan karena mereka datang menjenguk Kevin, tapi karena sikap baik mereka yang tiba-tiba berubah begitu saja.’Zara tersenyum ramah.‘Selama ini, mereka sangat membenci Kevin dan bahkan menghancurkan hidupku. Tapi, aku mencoba menenangkan hati dan percaya pada kebaikan mereka,’ sambungnya lagi di dalam
‘Apa yang harus aku lakukan? Rasanya mustahil aku berkata jujur pada Zara sekarang, hatinya pasti sakit saat mengetahui kalau Papa kandungnya mengalami gangguan Jiwa. Aku tak ingin melihatnya terluka lebih dalam.’Batin sang presdir berkecamuk bingung harus jujur atau menunda berita itu pada istrinya.Menghadapi mafia bukan hal sulit untuk kevin, tapi saat melihat wanita yang dia cintai merasa tak nyaman hatinya seketika berdenyut ngilu.Sedangkan Zara tak lagi bertanya apapun pada Kevin, dia memilih diam namun terus memberi suapan demi suapan pada sang suami agar Kevin bisa segera minum obat.“Suatu saat kau akan tahu semuanya, bila aku belum memberitahumu itu artinya semua untuk kebaikanmu,” ujar Kevin.Zara mendesah panjang, tapi tak ada satupun kalimat yang terucap dari mulutnya.“Meski kau belum bisa mencintaiku layakan istri mencintai suaminya, tapi aku akan sabar menunggu hari itu tiba, aku tak punya siapa-siapa lagi selain dirimu di dunia ini, jadi ku mohon percaya padaku kala
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb