Di sudut lain kota Victoire, Galen tiba-tiba merasa terdorong untuk mengunjungi apartemen Kevin, tempat menantu dan anak angkatnya tinggal. Begitu membuka pintu, seketika itu juga Zara menyapanya dengan terbata, "Pa–papa… ."Namun, seolah tak mendengar salam Zara, Galen justru sibuk memeriksa isi apartemen dengan tatapan tajam. "Apakah semua ini pemberian dari bosnya Kevin?" tanya Galen, merasa heran dan curiga sang menantu gembel tinggal di tempat mewah. Hatinya mencoba untuk menahan rasa penasaran dan marah yang mulai menyeruak. ‘Kenapa Kevin tidak pernah memberitahuku tentang semua ini? Apakah ia sengaja menyembunyikan sesuatu dari kami, keluarga yang telah membesarkan istrinya sejak kecil? Apa mungkin ada Bos sebaik cerita Zara?’ ungkap Galen dalam hati, mencoba menahan emosinya di depan Zara.Zara tampak kian cemas melihat ekspresi sang Papa angkat. Tanpa disadarinya, Galen telah terjebak dalam kebingungan dan pertanyaan yang hanya mampu dijawab oleh Kevin sendiri. "Apa yang
Kevin mencoba tetap tenang, menguatkan hati sekuat mungkin, namun kata-kata Galen membawa perasaan tak nyaman di dalam dadanya. "Biarkan hanya Zara saja yang ikut, kau tak perlu ikut juga. Bukankah kau masih sakit? Sebaiknya gunakan waktumu untuk istirahat di rumah. Kami hanya berniat mengajak Zara untuk sekedar jalan-jalan," ujarnya pada menantunya yang dianggap tak berguna. Kevin tahu sebenarnya Galen memiliki niat jahat di balik omongannya, karena dia terlibat dengan sang mafia yang masih menginginkan kehancuran hubungannya dengan Zara. "Apakah kami sudah tidak punya waktu untuk pergi seperti waktu Zara belum menikah?" tanya Galen lagi.Galen mengingat bahwa dia harus menyerahkan Zara kepada tuan Baron dalam beberapa hari ke depan, dan waktu mereka sangat terbatas. Bagi Galen dan istrinya uang adalah segalanya, lebih baik mereka mengorbankan Zara untuk kebahagiaannya bersama anak dan istrinya. ‘Apa yang akan terjadi pada keluargaku jika aku mencoba dari sekarang untuk meyakink
"Tutup mulutmu Kevin, kau masih saja sombong. Jaga bicaramu kita sedang berada di tempat umum, apa kau tak malu?" hina Galen pada menantu gembelnya ini.Kevin tersenyum kecut, "bagaimana mungkin aku bisa diam melihat istriku direndahkan? Kalalu Papa memang tidak keberatan kenapa tidak Papa biarkan saja Irfan menikahi anak Papa dari pada menggoda istri orang?"Galen sudah melayangkan tangan ke udara untuk memukul Kevin, namun sang presdir berhasil menghentikannya."Kenapa Papa marah? Apa anak kandung Papa anak emas? Atau Papa tahu sebenarnya dia sudah tidak suci lagi?""Tutup mulutmu menantu sialan, kau berani mengatakan anak gadisku seperti itu?" giliran Mika Johanes yang marah pada Kevin. Zara berusaha meminta suaminya untuk diam, tapi mungkin siapapun yang di posisi Kevin akan melakukan hal yang sama bila istrinya digoda pria lain."Diamlah, kau harus mengalah," bisik Zara penuh permohonan."Tidak bisa, aku bicara yang sebenarnya, ada teman Bosku yang menjadi selingkuhan Jenni."Je
“Pa–paku di mana?” tanya Zara dengan suara terbata-bata. "Apakah itu benar-benar dia?" Kevin terdiam sesaat, merasa tidak tega untuk mengatakan kebenaran kepada istrinya mengenai kondisi sang ayah mertua. Hatinya sangat yakin bahwa itu adalah ayah kandung Zara, tapi untuk memastikannya, tes DNA harus dilakukan. "Aku belum berani memastikan itu Papamu atau bukan, Zara. Makanya aku sarankan untuk melakukan tes DNA. Wajah kalian memang mirip, tapi..." ucapnya dengan perasaan tidak enak. “Tapi apa?” tanya Zara dengan wajah mulai pucat. “Orang yang mirip Papamu itu mengalami gangguan jiwa,” jawab Kevin jujur meski hatinya menolak untuk melukai perasaan sang istri. “Apaaaaaaaaaa?” Zara terkejut. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tubuhnya bergetar hebat. Kevin merasa kasihan padanya dan langsung membawanya dalam dekapan. "Ini yang aku khawatirkan bila aku mengatakan kebenaran tentang kondisi pria itu. Maafkan aku, Zara, aku tidak bermaksud melukaimu," ucap Kevi
Kevin menyerahkan kembali ponselnya pada sang istri lalu berucap, "dengarlah ini," pinta Kevin sambil menyerahkan ponselnya pada Zara. Pada layar itu, ada sebuah bukti rekaman yang sebelumnya Kevin simpan di ponselnya. "Aku menyimpan rekaman ini agar kau tahu betapa serius situasi yang kita hadapi," ucap Kevin dengan ekspresi serius. Zara menerima ponsel Kevin, hatinya berdebar kencang. “Sebentar lagi, kebenaran akan terungkap, aku janji setelah ini hanya akan ada bahagia untuk kita," tegasnya dengan rasa haru dan takut yang bercampur.Zara mengangguk, karena meyakini apapun yang diucapkan sang suami pasti akan terwujud."Aku tak menyangka mereka sejahat ini pada kita," gumam Zara setelah menyaksikan rekaman rencana jahat ayah angkatnya di ponsel Kevin.Pikirannya kembali melayang pada masa lalu, saat dirinya merasa aman bersama mereka, namun kini terasa begitu jauh. Zara merasa dikhianati oleh orang yang seharusnya melindunginya."Makanya aku mengajakmu pindah agar dia kehilangan
"Katakan pada Papa, kalau itu tidak benar!" teriak Galen penuh emosi pada anak gadisnya. Hatinya terasa remuk saat mengetahui apa yang tengah menimpa sang anak. "Pa, tolong jangan seperti ini, kasihan Jenni ketakutan," sahut Mika, istrinya, dengan nada berat dan penuh keprihatinan. Wanita itu memeluk erat sang anak semata wayang, mencoba menenangkannya. "Kasihan katamu?" Galen terdiam sejenak, merasa kecewa dengan tanggapan istrinya. "Dia menjadi simpanan pria tua di luar sana, dan dia juga di D.O dari kampusnya... Apa kau tak malu telah gagal menjadi ibu huh?" sentak Galen dengan nada meluapkan amarah pada istrinya. Saat itu, Galen merasa terpuruk.Dalam benaknya, berkecamuk pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang sebenarnya telah terjadi."Mengapa ini harus terjadi pada keluargaku? Apakah aku gagal menjadi ayah yang baik? Bagaimana cara menyelesaikan masalah ini agar kami bisa kembali seperti dulu?" pikir Galen dengan hati hancur. Di saat yang sama, ia berusaha menahan amarah
Esok harinya, Mika Johanes merasa sangat gugup saat meminta bantuan pada Irfan untuk membujuk Zara, sang anak angkat, agar mau ikut dengannya. "Irfan, tolong antarkan Tante menemui Zara dan bantu membujuknya agar mau ikut bersama tante," ucap Mika dengan raut wajah yang menunjukkan keinginannya agar rencana liciknya segera terlaksana. Namun, di lubuk hati terdalam Mika, ia merasa khawatir akan tindakan yang dilakukannya. Apakah benar ini yang terbaik untuk dirinya dan sang suami setelah menyerahkan Zara pada Tuan Baron? Apakah ia bisa bertanggung jawab atas segala konsekuensinya? "Irfan sih tak masalah, tapi jangan libatkan Irfan nanti kalau terjadi hal buruk dengan rencana tante itu ya," jawab Irfan dengan ekspresi waspada, seolah tahu apa yang ada di benak Mika. Ia bisa merasakan bahwa Mika tidak sepenuhnya yakin dan mantap dengan rencananya, namun Mika berusaha untuk menyembunyikan perasaan tersebut.Irfan merasa sedikit bersalah tak mendengarkan nasehat sang papa agar tak men
"Kalian mau mencari Zara?" tanya Kevin dengan nada sinis. Sudah bisa ditebak, ternyata mertua angkatnya ini memang mengincar Zara. Beruntung Kevin lebih dulu membawa Zara pergi dari apartemen ini. "Dan kau..." tegas Kevin, sambil menunjuk Irfan, "apa gunanya permintaan papa mu yang melarangmu mencampuri urusan orang lain, kalau pada akhirnya kau masih tetap berbuat jahat?" Kevin, sangat marah melihat Irfan kembali ikut campur urusannya. Dia akan membuktikan ancamannya pada Papanya Irfan tak main-main. Kevin akan mengungkap semua aib pria itu dalam dunia bisnis. "Aku tidak akan membiarkan Zara jatuh ke tangan kalian, aku harus melindunginya dari orang-orang seperti kalian, jadi jangan pernah berpikir kalian dengan mudah menemukan Zara," ucap Kevin tegas, bertekad untuk menjaga Zara sampai titik darah penghabisan."Tutup mulutmu menantu tak berguna! Cepat katakan di mana Zara!" teriak Mika dengan emosi pada Kevin. Mika merasa tertekan, kepalanya terasa berdenyut, namun dia berusah
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb