"Jika ruangannya masih utuh dan belum diperbaiki, hitunglah dari pojok kanan 5 ubin, lalu dari samping 3 ubin. Bongkar di situ, maka akan ada peti rahasia di sana," ujar sang Papa mertua kepada Kevin dengan nada misterius dan penuh harap. Kevin merasa terombang-ambing antara percaya dan tidak dengan ucapan sang Papa mertua. Sejenak, ia berpikir mungkin pria paruh baya itu sedang mengalami halusinasi. Namun, hati kecilnya meyakinkan kalau apa yang diungkapkan Papa mertua merupakan kebenaran yang tak terbantahkan. Maka, tanpa ragu, Kevin mengangguk menyetujui sambil berdekap ngeri. "Di mana lagi ada bukti kejahatannya, Papa?" tanya Kevin dengan napas tersengal-sengal, berusaha menahan gelombang kepanikan yang menghantui benaknya. "Semua di sana, Nak. Galen berhasil menyembunyikan kejahatannya yang ia dokumentasikan sendiri, tapi tak mampu menyelamatkannya dari kecaman sekaligus kehancuran. Cepatlah cari, karena di situ juga ada bukti mengerikan bagaimana ia menghabisi keluarga Ada
"Ayo keluarkan semua, berapa peti ada di sana?" tanya Kevin pada anak buahnya, Dimas. "Hanya satu, Tuan. Tapi ini lumayan besar," ucap Dimas sambil menunjukkan peti kayu itu. Kevin mengangguk lalu mengajak Dimas duduk di meja kerja di ruangan itu. Meskipun sedikit kotor, mereka sudah menggunakan masker untuk melindungi diri. Di dalam peti, terdapat beberapa barang, termasuk sertifikat kepemilikan tanah dan foto keluarga yang menampilkan wajah bahagia kedua mertua Kevin saat menunggu kehadiran anak mereka. "Ada dua flashdisk di sini. Sebaiknya kita cek dulu, Tuan" ujar Dimas dengan penuh perhatian.Kevin setuju. Dia dan Dimas sudah tidak sabar dan berharap ada bukti yang benar-benar kuat bisa menggiring kedua pelaku kejahatan itu ke balik jeruji besi untuk selama-lamanya. Kevin akan menuntut mereka dengan hukuman mati, karena kesalahan yang mereka lakukan begitu fatal. Dimas mengeluarkan laptop lalu Kevin mulai membuka data di dalam flashdisk itu. Raut wajah kecewa terpancar dar
Dua hari kemudian, setelah tiba di kota kelahirannya, Kevin segera mengajak Dimas untuk menemui dokter di rumah sakit. Hatinya terbakar ingin menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin, setidaknya demi mencegah kedua mertua angkatnya melarikan diri dari kota ini. "Jadi, bolehkah saya minta izin untuk mengajak mertua saya pulang sebentar, Dok?" tanya Kevin dengan tatapan yang penuh harap. "Boleh sih, Tuan, karena memang urusannya mendesak," jawab dokter dengan hati-hati, "tetapi terpaksa saya harus ikut serta dalam urusan ini dan membawa dua orang perawat bersama. Takutnya nanti ketika pasien bertemu dengan orang yang menyakitinya di masa lalu, beliau akan kumat. Saya tidak bisa lepas begitu saja karena pasien belum sembuh 100%." Mendengar hal itu, Kevin merasa lega dan sekaligus berterima kasih. "Dengan senang hati, Dok! Saya ingin menitipkan pakaian rapi ini untuk mertua saya. Lusa, jam delapan malam, orang suruhan saya akan menjemput di sini dan mengajak Dokter serta yang lainny
“Dia pembunuh sesungguhnya! Dia yang membunuh istri saya, tapi dia malah menyalahkan saya!" teriak mertua Kevin, penuh emosi. Polisi yang hadir segera meringkus Galen dan istrinya, sementara Jenni hanya bisa tertegun di tempat. "Jahat sekali kalian! Membunuh Mamaku demi menguasai harta warisannya? Apa dalam benak kalian hanya ada uang?" Zara menatap nanar kepada orang tua angkatnya."Itu tidak benar! Mama dan Papa tidak pernah melakukannya, semua ini bohong!" teriak Mika Johanes menolak semua bukti yang sudah ada. Namun, fakta yang ada dihadapan mereka jelas dan sulit dibantah."Bahkan dengan segala bukti yang sudah kami miliki ini, kalian masih menyangkal? Segera buktikan saja di pengadilan kalau kalian benar-benar tak bersalah. Kami akan menuntut kalian dengan hukuman seberat-beratnya!" ancam Kevin dengan nada dingin. Mendengar hal itu, Jenni berlutut di kaki Kevin, mencoba meminta belas kasihan demi kedua orang tuanya."Kak, mohon, jangan penjarakan Mama dan Papa. Tanpa mereka,
Esok harinya Kevin datang ke kantor polisi ditemani oleh Dimas dan sang pengacara dia menyerahkan semua bukti kejahatan Galen dan Daniel, keduanya akhirnya terpojok.Kebenaran telah terungkap dan kejahatan mereka segera mendapatkan balasan yang setimpal."Terima kasih, Tuan, atas kerjasamanya," ucap polisi dengan nada hormat. "Sama-sama, Pak. Saya juga berterima kasih dan memohon agar kasus ini diusut tuntas. Mereka harus menerima ganjaran yang setimpal. Jika mereka telah merenggut nyawa begitu banyak orang, maka mereka pun harus siap kehilangan nyawa mereka," sahut Kevin dengan tegas dan tanpa keraguan sedikitpun."Baik, Tuan, serahkan pada kami. Kami akan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika Anda ingin bertemu dengan para tersangka itu, kami siap memfasilitasinya," ucap polisi tersebut, menawarkan kepadanya.Kevin mengangguk tegas, "Baik, Pak, tolong antarkan saya menemui mereka." Polisi itu pun mengantarkan Kevin ke dalam sebuah ruangan khusus. Di sana, Galen dan D
Beberapa minggu kemudian, Proses hukum Galen dan Daniel sudah berlangsung di pengadilan, sidang pertama akan dilaksanakan minggu depan.Dan Kevin sudah menyiapkan tuntutan maksimal hukuman mati untuk keduanya atas kejahatan yang dilakukan. Kevin kembali ke dunia kerjanya, larut dengan aktivitas sebagai pimpinan sebuah perusahaan besar.“Terima kasih Tuan, atas kerjasamanya, kami sangat berterima kasih karena Anda mempercayakan perusahaan kami untuk menjadi partner kerja anda.” ucap salah satu rekan kerja Kevin sambil mengulurkan tangan pada Sang Presiden.“Saya yang harusnya berterima kasih Tuan, karena anda sudah jauh-jauh datang ke kota ini hanya untuk menemui saya, mudah-mudahan kerja sama yang akan terjalin membawa dampak baik antara perusahaan anda dan perusahaan saya.” jawab Kevin elegan sambil membalas uluran tangan klien bisnis yang tersebut.“Pasti Tuan, saya yakin Kesuksesan akan kita raih,” jawabnya.Kevin tersenyum, “saya pun mengharapkan hal itu, dan maaf saya datang ter
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Kevin tiba. Kali ini adalah sidang pertama pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa pembunuhan yang terlibat, yaitu Galen Johanes dan Daniel. "Sayang," panggil sang istri, ketika melihat Kevin di ruang tengah rumahnya, sedang menatap foto keluarga, di mana dirinya masih dalam gendongan sang mama. Kevin tak bisa menyembunyikan kesedihannya; bahkan saat ini, matanya telah basah oleh air mata.Sang istri memeluk Kevin dari belakang, mencoba menguatkan hatinya. "Mama dan Papa, dan keluarga yang lain pasti sudah bahagia di sana. Terlebih, mereka sangat bangga memiliki anak sehebat kamu. Sekarang, kita harus tetap melanjutkan hidup agar tidak larut dalam kesedihan yang tak berujung. Mama dan Papa pasti tidak suka hal itu," ucap sang istri, memberikan dukungan pada suaminya. Kevin mengangguk menyetujui ucapan istrinya, hatinya terasa teriris. "Semoga saja, Sayang. Mama, Papa, nenek, kakek, dan yang lainnya bahagia di sana." Dia mengepalkan tangann
Setelah sidang pertama berakhir, Kevin dengan penuh kelembutan mengantarkan sang istri pulang ke rumah. Sejak mengetahui bahwa wanita itu mengandung anak kembar mereka, ia lebih protektif dan mengutamakan keselamatannya. Bersama-sama mereka melangkah menuju kediaman mewah yang telah lama menjadi saksi kebahagiaan mereka. "Sayang, jangan lupa makan banyak ya, agar anak-anak kita tetap sehat dan kau juga tetap kuat. Aku yakin kau akan menjadi Mama yang hebat," ucap Kevin lembut pada sang istri saat mereka telah tiba di halaman rumah. Dimas dan sopir masih setia berada di sisi mobil yang terparkir di halaman depan rumah Kevin. "Iya, sayang, aku pasti akan menjaga kesehatan kita berempat," jawab sang istri dengan penuh kasih."Aku harus kembali ke kantor ya, Sayang. Hari ini ada pertemuan penting dengan klien baru, dan setelah itu ada peninjauan proyek mall di sudut kota. Mungkin aku akan pulang agak malam," ucap Kevin penuh penyesalan dan rasa cemas."Iya sayang, hati-hati di jalan
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb