"Entahlah, aku lihat dulu."Austin langsung memakai bath robes di tubuhnya, berjalan perlahan, membuka pintu dan melihat siapa yang telah memanggilnya. "Ikut aku ke ruang kerja," perintah Tuan Arhur begitu Austin membuka pintu kamarnya."Ada apa, Kek?" tanya Austin."Nanti akan aku jelaskan, sekarang juga kau ikut denganku." Tuan Arthur menarik tangan Austin, tapi Austin langsung menahannya."Tunggu sebentar, aku ganti pakaian dulu," ucap Austin menghentikan langkah Tuan Arthur.Tuan Arthur mengembuskan napasanya perlahan. "Baiklah, aku tunggu sekarang juga."Austin masuk ke dalam kamarnya lagi, mengganti pakaian dan berpamitan dengan Kenny. Setelahnya ia berjalan dengan langkah lebar sambil mengancingkan kemejanya. "Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Austin.Langkahnya semakin memburu dan membuka pintu besar ruang kerja Tuan Arthur. Ia langsung duduk di hadapan Tuan Athur dan menanyakan apa yang menjadi kecemasan sang Kakek."Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Tuan Aldrik memberi
"Hanya membahas masalah perusahaan aja," balas Austin."Aku tahu kau berbohong, katakanlah," pinta Kenny."Rupanya kau sudah pandai membaca wajahku. Baiklah, akan aku katakan, Kakek memintaku untuk bertapa dalam waktu dekat. Tuan Aldrik melihat jika penghancur itu adalah keturunan Perneco yang masih hidup," balas Austin menjelaskan."Perneco? Siapa dia?" tanya Kenny lagi."Perneco adalah musuh besar Kakek Arthur, mereka memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan yang kami miliki. Dahulu Kakek sudah membinasakan mereka semua, entah mentapa Tuan Aldrik melihat di dalam mimpinya jika orang itu adalah keturunan Perneco yang masih hidup."Kenny menundukkan wajahnya, ia menahan kesedihannya, tapi ia juga tidak bisa menahan keberadan Austin di sisinya. Hati kecilnya memiliki keegoisan yang sangat luar biasa, tapi akal sehatnya terus memperingati diri untuk menerima kenyataan."Kenapa kau diam saja?" tanya Austin dan mengangkat dagu Kenny agar pandangan mereka bertemu.Kenny mengulas senyum
"Tidak ada apa pun yang terjadi, aku hanya sedang iseng saja bertanya padanya," balas Tuan Arthur mengalihkan kecemasan Kenny. "Benarkah begitu?" tanya Kenny. Tuan Arthur sangat memahami situasi, ia pun mengingat pembicaraannya pada Austin semalam. Austin menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Tuan Arthur. "Jangan banyak berpikir, lebih baik kita bersiap. Kau telpon saja orangtuamu dulu, setelah itu kita pergi. Kau tahu sendiri jika di sana tidak ada signal," balas Austin. Kenny menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalau begitu aku akan bersiap." Austin menatap wajah Tuan Arthur dan mengacungkan ibu jarinya pada sang Kakek. Ia juga menganggukkan kepalanya untuk berpamitan keluar ruangan. "Beruntung aku mengingatnya. Jika tidak pasti anak itu mencemaskan keluarganya. Akan sangat bahaya jika ia memilih tinggal di Racoon city," gumam Tuan Arthur. Tuan Arthur pun keluar, berjalan menuju meja makan. Lama ia menunggu, hingga penghuni lainnya menempati tempatnya masing-masing. "
"Baiklah, kalau begitu kita istirahat sebentar," balas Austin.Mereka beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. Kedua pengawal dan dokter itu bersantai sambil mengatur napasnya. Kenny turun dari tubuh Cloe dan bergabung bersama suaminya, duduk di bawah pohon rindang sambil menghirup udara segar. Ia merangkul lengan Austin dan menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. Austin tersenyum dan mengusap lembut lengan Kenny, memandang kedepan, merasakan hembusan udara yang sangat menyejukkan."Aku iri sekali dengan hubungan mereka, mereka terlihat sangat mesra," gumam Dokter wanita.Pengawal wanita hanya menganggukkan kepalanya saja, melihat kebersamaan sang Tuan. Pemandangan yang ada di depan mata memang sangat memanjakan mata. Beruntung warga desa yang menyambut kedatangan mereka membawa minum dan juga sedikit cemilan untuk mereka."Buah apa itu? Kenapa besar sekali?" tunjuk Kenny pada pohon besar yang ada di depannya, cukup jauh. Meski jauh ia masih bisa melihatnya karena buah denga
"Mau apa di kamar, hem?" tanya Kenny dengan nada jahil. "Ingin membuatmu melayang ke surga," balas Austin terkekeh. Lama Austin menunggu hingga akhirnya mereka bisa kembali ke kamarnya. Kenny merangkul lengan Austin dengan erat sambil menahan dinginnya malam. Sepanjang perjalanan keduanya terus tersenyum, bahkan kini tangan Austin sudah mulai melakukan aksi nakalnya. "Malu dilihat mereka." tunjuk Kenny pada para pengawalnya. Austin terkekeh dan mempercepat langkahnya. Ia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, juga menguncinya. Ia menggendong Kenny ke kamarnya, lalu merebahkannya di sana dengan sangat perlahan. "Apakah boleh?" tanya Austin dengan mata yang sudah berkabut gairah. Kenny menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia mengalungkan kedua tangannya saat Austin mulai mengukungnya. Mata keduanya saling tertaut, memancarkan cinta yang sangat luar biasa. "Matamu indah," puji Austin sambil memajukan wajahnya. Ia mengecup pelan bibir Kenny, lalu melumatnya dengan penuh kele
"Kami akan berpuasa untukmu," ledek Austin. Kenny langsung meletakkan sendok dan duduk dengan tubuh tegap. Ia menatap wajah pasangan tua di hadapannya dengan rasa bersalah yang luar biasa. Matanya pun berkaca-kaca, hingga bulitan bening mulai menetes membasahi pipinya. Hal itu membuat Austin panik, pasalnya ia hanya bergurau saja dengan istrinya. "M-maafkan aku Tuan, Nyonya. Aku tidak bermaksud menghabiskan makanan ini," mohon Kenny. "Sayang, aku hanya bercanda saja. Tidak mungkin kami berpuasa, Tuan dan Nyonya Aldrik pasti telah menyiapkan makanan lebih," balas Austin sambil memeluk istrinya dari samping. Kenny terus saja terisak, membuat Tuan dan Nyonya Aldrik mengangkat suaranya. "Yang dikatakan suamimu benar. Kami selalu menyiapkan makanan lebih, jangan merasa bersalah seperti itu," timpal Tuan Aldrik. "Tunggu sebentar, aku ambilkan makanan untuk kita semua. Kau lanjutkan saja makannya, jangan bersedih, nanti anakmu ikut merasakannya," ucap Nyonya Aldrik dengan senyum tulus
"Jangan sentuh air kolam itu!" teriak Austin saat Kenny hendak memasukkan tangannya ke dalam kolam pertapaan. Austin langsung berlari dan menarik tubuh Kenny. Ia tidak akan membiarkan Kenny menyentuh air dengan suhu dingin yang sangat luar biasa. Tubuhnya pun tak akan bisa menahan dinginnya air tersebut jika tidak mendapatkan bantuan dari kekuatannya. "Kenapa?" tanya Kenny heran. "Air itu bisa membekukan tanganmu," balas Austin masih memeluk tubuh istrinya. "Tapi yang aku lihat air itu tidak terlihat dingin. Sama seperti air biasanya. Bahkan kepulan asap pun tak ada. Apakah kau ingin mengerjaiku?" tanya Kenny. "Tidak, aku tidak mengerjaimu. Jika kau tidak percaya masukkan ranting itu di sana dan angkat. Lihat apa yang terjadi," pinta Austin sambil menunjuk ranting yang ada di dekatnya. Kenny mengambil ranting yang baru saja ditunjuk oleh suaminya. Ia memasukkan ranting itu perlahan, lalu melihat perubahannya. Dalam hitungan detik ranting itu telah membeku, terlihat dari kristal
"Ya, aku tak akan menangis lagi. Semoga kau bisa lebih cepat menyelesaikan pertapaan itu. Aku dan anak kita akan selalu menunggumu di sini," balas Kenny sambil menghapus air matanya dengan kasar. Rasa kasih yang dimiliki Austin membuatnya menangis, tapi tangis itu ia sembunyikan dan dengan cepat menghapusnya. Ia langsung mengangkat wajah Kenny dan menatapnya dengan penuh cinta, sambil tersenyum. "Lebih baik sekarang kita pulang," ajak Austin. Kenny menganggukkan kepalanya, lalu Austin menggendongnya dan membanya ke tubuh Leo. Keduanya menunggangi Leo secara bersamaan. Sedangkan Cloe berjalan di samping, mengikuti langkah Leo. Sepanjang perjalanan Austin tak melepaskan pelukannya dari sang istri. Bahkan jas yang tadi membalut tubuhnya kini sudah menyelimuti tubuh Kenny. "Apakah terasa dingin?" tanya Austin. "Tidak, aku selalu merasa hangat jika berada di dekapanmu," balas Kenny. "Sebenarnya aku tidak tenang meninggalkanmu di sini, semoga kau betah tinggal di tempat yang sangat b
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.