"Sebenarnya aku bukan orang desa, Nek. Aku berasal dari Madripoor city, keluargaku membuangku dan berniat membunuhku," balas Austin dengan wajah menunduk, ia menahan kesedihan itu, berusaha tegar untuk menceritakannya. Nyonya Thomson terkejut dengan apa yang ia dengar, meski begitu ia berusaha menenangkan Austin yang tubuhnya sudah bergetar. "Tak usah bersedih, jika mereka membuangmu, masih ada keluarga Thomson yang akan menerimamu," ucap Nyonya Thomson sambil memeluk Austin. "Tapi aku takut mereka menemukanku." "Siapa sebenarnya keluargamu? Apakah aku mengenalnya? Dan mengapa mereka ingin membunuhmu?" tanya Nyonya Thomson penasaran. "Apakah kau akan membuangku juga jika aku memberitahu siapa keluargaku?" "Tentu tidak, aku pun janji akan menjaga rahasia ini untuk melindungimu. Meski kita baru bertemu, entah kenapa aku merasa sangat menyayangimu, seperti aku menyanyangi cucuku sendiri." Nyonya Thomson meyakinkan Austin, Austin melihat kesungguhan di wajah tua Nyonya Thomson. Aus
"Apakah kau menjadi pelayan sekarang?" tanya Mandie adik Julie. Kabar kepindahan Julie dan Kenny ke kediaman utama Thomson sudah sampai ke telinga para saudaranya. Mereka tak terima hanya Julie saja yang menerima fasilitas mewah keluarga Thomson, mereka pun ingin tinggal di kediaman Thomson dan menguasainya. Austin tak menjawab, ia hanya terdiam. Jika ia menjawab pun pasti akan ada hinaan lainnya lagi, dan ia tak menginginkan itu. Sedangkan Mandie merasa kesal karena Austin tak menjawab semua pertanyaannya, ia menatap kesal pada Austin hingga menendang kaki Austin untuk menyalurkan kekesalannya. "Kenapa kau diam saja? Apakah kau bisu?" tanya Mandie kesal. Austin menutup mata, berusaha menahan amarah dalam diri. "Aku tak tahu, mungkin Mommy sedang tidur di kamarnya," balas Austin datar. "Menantu tak berguna sepertimu memang pantas melakukan pekerjaan rendahan ini, lain kali bersihkan juga rumahku," hina Mandie sambil tertawa. Mandie berjalan menuju kamar Julie, ia memasuki seluruh
"Apa yang ingin Nyonya beritahu?" tanya Wilson penasaran. "Aku hanya ingin memberitahu jika Kenny sudah menikah, mungkin kau belum mengetahui pernikahannya," balas Nyonya Thomson. Wilson terkejut mendengar kenyataan yang dapat membuatnya patah hati, kesedihan tak terelakan lagi. Ia merasa putus asa dengan kabar yang ia dengar dari mulut Nyonya Thomson. Bahkan Nyonya Thomson sudah melarangnya untuk mendekati Kenny. Wilson tak menerima kekalahan, ia mengepalkan tangan merasa kesal dengan kekalahan yang baru saja hadir di dalam hidupnya. Ia hanya menginginkan Kenny untuk dirinya sendiri. "Siapa pria beruntung itu?" tanya Wilson dengan senyum paksa. "Kau tak perlu tahu siapa, dia hanya pria biasa dari desa," balas Nyonya Thomson. "Pria dari desa menikahi Kenny? Apakah kalian tak memiliki selera yang lebih tinggi untuk mencari pasangan Kenny?" Wilson lebih terkejut saat ia dikalahkan dengan pria desa. "Apakah harta dan tahta begitu penting buat kami? Kami tak menginginkan menantu ka
"Tak usah kau pikirkan, aku yakin sekali dengan kebaikan hati Austin, aku yakin Kenny tak mungkin meninggalkannya. Suatu saat nanti pasti akan ada cinta di antara mereka," balas Tuan Thomson. Mereka semua pergi bersama-sama. Rombongan mobil membelah jalan raya dengan kecepatan sedang, tak ada yang berani mengahalangi jalan rombongan keluarga Thomson yang sangat terkenal dengan kebaikannya. Semua menaruh hormat pada keluarga itu karena keluarga Thomson sangat membantu prekonomian negara mereka. Belum lagi bantuan keluarga Thomson untuk keluarga yang kurang mampu, juga pendirian panti asuhan untuk menghidupi anak-anak jalanan yang tak memiliki Orangtua. Sepanjang perjalanan Kenny dan Austin terdiam, tak ada percakapan dalam perjalanan mereka. Hingga Austin mencoba untuk memecah keheningan itu dengan sebuah perkataan yang mampu membuat Kenny merasa kesal. "Maaf jika pernikahan ini membebanimu, jika kau ingin mengakhiri pernikahan ini aku tak masalah. Jangan buat hidupmu terkurung karen
"Kenny!...." Austin berteriak lalu melepas jasnya dan berenang menolong Kenny yang sudah terjatuh ke dalam kolam renang. Sepatu pun tak sempat ia lepas karena rasa panik itu, rupanya Kenny tak pandai berenang, hingga berulang kali tubuhnya tenggelam ke dalam air. Para anggota keluarga yang melihat tak ada yang membantu, mereka bahagia melihat kesulitan yang dialami Kenny. Bahkan tak sedikit dari mereka yang tersenyum, mengharap kematian Kenny. Dengan kemampuan renang yang dimiliki, Austin mampu menggapai Kenny dengan mudah. Para anggota keluarga mendekat menggerubungi mereka, Austin merebahkan tubuh Kenny agar memudahkannya mengatur napas dan mengambil kesadarannya. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Austin saat Kenny mendapatkan kesadarannya. Kenny mengangguk, ia meminta Austin untuk membawanya ke kamar hotel. Austin sadar jika ada seseorang yang sengaja mencekal langkah Kenny hingga terjatuh ke dalam Air, ia melihat kaki itu menghalangi langkah Kenny. Tapi ia tak melihat siapa waj
"Mengapa kau berhenti begitu saja?" tanya Kenny dengan wajah memerah. Sang supir tak sengaja menghentikan laju mobil secara mendadak, hingga mereka tak sengaja bersentuh bibir. Austin tak menyangka ia bisa menyentuh bibir itu dengan bibrnya, rasa canggung menyelimuti hati mereka. Keduanya terdiam melempar pandangan ke luar jendela. "Maaf Nyonya, tadi ada hewan yang melintas," balas sang supir sambil melajukan lagi kendaraannya. "Sudahlah, lebih cepat lagi agar cepat sampai ke rumah, rasanya gerah sekali di sini," balas Kenny sambil mengibas-ngibaskan tangan ke wajahnya. Austin mendengar perkataan Kenny, ia tersenyum sambil menyentuh bibirnya. Meski hanya sekilas, tapi sentuhan itu sangat membekas di hati. Austin terus tersenyum, meski tak bertemu pandang pada wajah Kenny yang masih memerah. Begitu sampai di rumah, Kenny langsung turun, mendahului Austin tanpa menunggu supir membukakan pintu untuknya. "Apakah dia sedang merasa malu? Atau ia sedang marah padaku?" gumam Austin pada
"Kau salah paham, aku tak sengaja jatuh dan menimpa tubuhnya," ucap Austin cepat sambil membenarkan posisinya. Sedangkan maid yang tadi tertimpa tubuh Austin berdiri mematung, menunduk tak berani menatap wajah Kenny yang sudah tak berekspresi. Austin berusaha menjelaskan agar Kenny tak salah paham dengan kejadian tadi. Tapi Kenny tak mau mendengarkan penjelasan Austin, ia berjalan dengan langkah lemas melewati Austin dan juga maid. "Aku tak perduli mau kau bermesraan ataupun tidak," balas Kenny acuh. Austin mengikuti langkah Kenny, ia ingin membantu Kenny berjalan karena cara jalan Kenny yang tak seimbang. Tapi Kenny menepis tangan Austin yang sudah menempel di lengannya. "Jangan sentuh! Aku bisa jalan sendiri," ucap Kenny. Austin mengikuti langkah Kenny dari belakang, ia menyiapkan diri jika Kenny terjatuh nanti. Dan benar saja, baru beberapa langkah, tubuh Kenny limbung, hampir terjatuh ke lantai jika tak ditahan Austin. "Aku bantu," ucap Austin tanpa menerima bantahan. Austin
"Lea, dia bilang Aurel sakit dan terus memanggil daddynya," balas Austin. "Lalu apa hubungannya denganmu?" tanya Kenny. "Aurel menganggapku sabagai daddynya, aku tak tega jika melihatnya menderita seperti itu. Apakah aku boleh ke rumah Lea?" balas Austin meminta izin. Kenny terdiam sejenak. "Ya, pergilah," jawabnya. "Aku pergi sebentar, kau istiahatlah yang cukup, atau mau aku antar ke kamar dulu?" tanya Austin. "Tak perlu, aku bisa sendiri," balas Kenny tanpa menatap wajah Austin. Austin mengangguk, lalu pergi ke kamar mengambil kunci mobil juga jaket yang biasa ia kenakan. Kenny melihat langkah Austin yang tergesa-gesa itu, ada perasaan aneh saat melihat kecemasan dalam diri suaminya. Austin berlari menuju garasi mobil, lalu mengendarainya. Saat sampai di depan pintu masuk rumah, Austin melihat Kenny sudah berdiri melambaikan tangan padanya. Tentu saja Austin berhenti tepat di samping tubuh Kenny. lalu membuka kaca jendela mobilnya. "Ada apa?" tanya Austin. Kenny tak menjawa
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.