Sore itu Isabell sedang berjalan-jalan di sekitar mansion Tuan Alfredo. Sepasang matanya menangkap potret besar yang terpampang pada dinding di hadapannya. Langkah heels putih itu terhenti.
Dipandanginya potret di hadapannya itu dengan seksama. Sebuah potret berukuran besar. Menampilkan dirinya, Tuan Alfredo dan seorang wanita paruh baya. Entah siapa. Tawanya dalam potret itu terlihat sangat bahagia. Tak sadar bibirnya mengulas senyum melihatnya."Itu potret keluarga kita, Sweety. Potret itu diambil di hari pertunanganmu dengan Fernando."Leher Isabell memutar menuju sumber suara itu. Tuan Alfredo tersenyum manis padanya. Rupanya pria paruh baya itu sudah berdiri di belakangnya."Anda," tukas Isabell yang masih terlihat sungkan pada ayahnya."Isabell, panggil aku Ayah, Nak. Kau adalah puteriku. Dan ini adalah Ibumu. Apa kau tak bisa mengingatnya?" Alfredo mendekat. Tangannya menunjuk pada wanita paruh baya namun masih terlihat cantik pada potrMobil Lamborghini Huracan dengan cat warna merah melaju dengan kecepatan tinggi. Fernando yang sedang mengemudikan mobil sport itu menuju mansion Tuan Alfredo yang berada di kaki bukit. Ayah mertuanya itu memang sengaja membangun mansion-nya jauh dari keramaian kota. Semua itu karena permintaan mendiang istrinya, Anna Maria.Anna adalah seorang penulis novel. Mereka pindah ke menasion itu setelah menikah. Anna mengatakan pada Alfredo, jika dirinya membutuhkan susana yang hening dan sejuk untuk menghasilkan karya yang berkwalitas.Sejak saat itu Anna sibuk dengan menulis, sementara Alfredo harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dari mansion itu menuju kantornya. Namun pria 50 tahun asal Spanyol ini tak pernah mengeluh. Baginya Anna sangatlah penting. Membangun sebuah mansion di tepi bukit dan tinggal di sana memanglah tak masuk akal baginya. Namun logikanya tak berfungsi karena rasa cintanya pada sang istri.Setelah satu tahun menikah dan menjalani hidup jauh dari keramaian kota, ak
David dan Leonard saling pandang setelah mendengar penuturan Vanessa tentang Fernando dan Isabell. Keduanya berpikir, sepertinya mereka harus melupakan Senorita mulai sekarang. Karena tak mungkin mereka bisa mendapatkan wanita itu lagi setelah mengetahui betapa kuat koneksi ayah Isabell di Meksiko."Kalian tak perlu cemas, aku bisa membantu kalian untuk mendapatkan Isabell kembali," tukas Vanessa setelah hening cukup lama di ruang tamu itu. Wanita itu menaikan sudut bibirnya saat David dan Leonard menoleh padanya."Maksudmu?" Leonard segera menyela dengan wajah curiga. Dia tak bisa percaya begitu saja pada wanita asing ini. Bisa saja wanita ini sedang mencari keuntungan sendiri, pikirnya."Ya, aku bisa membawa Isabell pada kalian lagi, tapi kalian harus membawa Isabell jauh dari tempat ini. Ke luar negeri atau kemana saja agar Fernando dan Tuan Alfredo tak bisa menemukannya lagi," jawab Vanessa masih dengan seringai liciknya. Dia berharap dua pria mau bekerja sama dengannya. Karena ini
Pagi itu di bandara New York, terlihat sekelompok pria berpakaian serba hitam yang berjalan beriringan. Mereka mengenakan stelan jas hitam dilengkapi topi hitam dan kacamata dengan warna senada. Penampilan para pria itu mengingatkan kita pada sekelompok antek-antek mafia dalam film action.Siapa mereka? Dari gurat wajahnya mereka tidak seperti warga lokal. Hm, rupanya mereka adalah orang-orangnya Tuan Alfredo. Ini terlihat jelas karena pembisnis besar itu tampak berjalan di depan mereka. Rupanya Tuan Alfredo baru saja tiba di kota New York. Big bos itu membawa banyak pengawal kali ini."Bos, mata-mata sudah mengirim lokasi dimana para pria itu tinggal. Apakah kita langsung ke sana sekarang?" tanya Gaston yang berjalan bersisian dengan Tuan Alfredo. Wajahnya tampak antusias sembari menggenggam ponsel di tangan kanannya."Kita akan ke sana setelah sarapan," jawab Alfredo dengan wajah datar dan tanpa menoleh pada asistennya itu. Dia tak ingin buru-buru membereskan dua pria bajingan itu.
Matahari mulai naik ke atas. Sinar jingganya menerpa bangunan megah yang berdiri kokoh di atas puncak bukit. Mansion Tuan Alfredo terlihat begitu memukau diterpa sinar matahari pagi itu.Sinar jingga itu diam-diam menerobos masuk lewat celah-celah kecil jendela kamar Isabell. Kamar yang berada di lantai dua bangunan megah itu. Kamar yang dulunya ditempati oleh Anna, ibu Isabell untuk menulis karya novelnya. Dan merupakan kamar dimana sang ibu meregang nyawa satu tahun yang lalu.Isabell yang meminta pada Alfredo untuk menempati kamar penuh hawa mistis itu. Isabell mengatakan, dirinya bisa merasakan kehadiran sang ibu jika berada di kamar itu.Meski awalnya kamar itu sempat dikosongkan beberapa bulan setelah penyelidikan para polisi selesai. Alfredo memutuskan untuk mengunci kamar ini. Namun entah kenapa tiba-tiba Isabell menginginkan kamar itu. Dia sempat menolaknya, namun puterinya itu terus merengek dan memohon.Kamar dengan ukuran yang lebih luas dari kamar lainnya di mansion itu,
Siang itu di kota New York, Amerika Serikat. Tuan Alfredo sedang duduk bertumpang kaki pada kursi kebesarannya. Batang cerutu terselip di antara jari tengah dan telunjuknya. Pandangannya tampak lurus pada jendela besar di hadapannya, dimana menampilkan pemandangan kota dari ketingian 20 meter dimana ruangannya berada saat ini.Batang cerutu itu mengepulkan asap tipis ke udara. Gaston dan beberapa bodyguard masih berdiri di hadapan meja kerja Tuan Alfredo. Namun pria 50 tahun itu tak juga memutar kursinya guna menghadap pada mereka, setelah kabar kurang baik yang baru saja dirinya sampaikan.Sepertinya Tuan Alfredo sangat kecewa saat ini. Bagaimana tidak, mereka sudah jauh-jauh datang dari Meksiko untuk meringkus David dan Leonard, namun ternyata rencana mereka gagal begitu saja.Benar, David dan Leonard tak ditemukan pada unit apartemennya saat Gaston dan beberapa bodyguard menyatroni tempat itu. Entah kemana dua bajingan itu kabur. Dan siapa yang sudah membantunya? Ini merupakan hal
Petang itu Vanessa mengunjungi Nyonya Devardo di rumah sakit jiwa. Seorang pelayan setia wanita tua itu yang mengabarinya, jika Nyonya Devardo kini telah dipindahkan ke rumah sakit jiwa yang berada di tepi puncak, tak jauh dari mansion Tuan Alfredo.Setibanya di rumah sakit jiwa yang dirinya tuju, Vanessa bergegas menemui Dokter Mirae yang menurut si pelayan adalah dokter yang menangani Nyonya Devardo pada rumah sakit tersebut.Dokter Mirae mengatakan, jika kondisi Nyonya Devardo baik-baik saja. Meski terkadang wanita itu kedapati sedang bicara sendiri, bahkan tertawa dan menangis tanpa alasan. Sebagai seorang dokter kejiwaan, Dokter Mirae cukup pandai dan mengetahui bahwasannya Nyonya Devardo hanya berpura-pura gila saja.Namun pihak kepolisian tetap saja memintanya untuk memulihkan kondisi kejiwaan wanita tua itu. Sementara Vanessa mengatakan, jika Nyonya Devardo sudah banyak mengalami guncangan jiwa selama hidupnya. Tak tanggung-tanggung wanita asal Spanyol itu membual dan mengatak
Setelah dirinya dan Nyonya Devardo memasuki mobil, Vanessa segera mengemudikan mobilnya meninggalkan area rumah sakit jiwa itu. Keduanya saling pandang lantas tertawa begitu puasnya. Bagaimana tidak? Karena rencana mereka akhirnya berjalan dengan mulus.Nyonya Devardo bersandar pada sandaran bangku mobil. Wanita tua itu akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Dia memang cerdik, pikirnya memuji diri sendiri. Ekor matanya melirik pada Vanessa yang sedang mengemudikan mobil. Bibir wanita itu tersenyum miring. Hebat sekali. Vanessa mau saja membantunya untuk kabur.Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya tanpa memalingkan sepasang netranya dari wanita di sampingnya itu. Vanessa membantunya semata karena menginginkan Fernando. Namun dirinya takkan bisa mendapatkan pria itu. Karena Nyonya Devardo akan melenyapkan Fernando juga. Dia sangat senang karena Vanessa bodoh dan percaya saja padanya. Padahal wanita itu takkan mendapatkan apa-apa dari usahanya ini. "Kita akan ke mana, Vanessa?" tanya N
Mobil Lamborghini Huracan merah yang dikemudikan oleh Fernando tampak menepi di pelataran sebuah hotel. Marvolo Hotel, tempat dimana ia akan menemui seorang Clien asal Inggris. Setelah melepaskan lingkaran seat belt dari tubuhnya, Fernando menoleh pada arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Rupanya sudah pukul lima sore. Hh, pasti Clien itu sudah bosan menunggu, pikirnya sembari menggelengkan kepala.Noah yang sudah berdiri di depan pelataran hotel segera menghampiri mobil Fernando. Pria itu lantas membukakan pintu mobil sport milik bosnya itu. Langkah panjang Fernando segera keluar dari pintu mobil. Noah agak membungkukkan tubuhnya pada pria itu."Silakan, Bos. Mr. Anthony sudah menunggu," ucap Noah.Fernando hanya mengangguk. Dia lantas berjalan sembari merapikan kancing jasnya. Noah dan beberapa pengawal mengapit langkah pria itu memasuki lobi hotel.Dua orang pria asal Inggris sedang berdiri di samping meja VVIP yang berada di balroom hotel. Mereka melempar sen