"Aku menyindir?" Ganesha menunjuk dadanya sendiri dengan sendok masih di tangan. Bahasa tubuhnya tetap cuek, tak terganggu. "Aku hanya mengatakan kebenaran di depan matamu. Aku bukan tipe orang yang suka menyindir-nyindir. Lagipula, kamu ini aneh. Kamu sendiri yang mengoceh-ngoceh. Giliran diberi tanggapan, malah kamu yang ngamuk-ngamuk. Kamu waras kan?" "Sudah Seno, jangan membuat keributan. Selesaikan makanmu dan segera kembali ke kantor. Kamu makan siang di sini karena ingin makan rendang buatan Ibu bukan?" Bu Santi dengan sigap menengahi pertikaian di antara kedua putranya. Seno dan Ganesha memang seperti ini adanya sedari keduanya remaja. Seperti anjing dan kucing. Tidak pernah akur satu sama lain. Seno kerap membuat masalah, dan Ganesha lah yang menyelesaikannya. "Ibu selalu begini. Membela Mas Esha terus." Seno makin sewot. Dia khawatir Arimbi makin tidak respek padanya karena terus dimarahi seperti seorang anak kecil. "Oh, jadi kamu berharap dibela oleh Ibu? Minta perlin
Laju mobil melambat ketika Ganesha berbelok ke arah perumahan Griya Riatur Residence. Ternyata rumah masa depan Ganesha dan Nelly dulu ada di perumahan mewah ini. Arimbi menarik napas lega. Karena dengan begitu jarak antara rumah dan tempat kerjanya menjadi lebih dekat. Ayahnya memang baru membuka minimarket wiralabanya di daerah ini. Dan kebetulan dirinyalah yang mengurus minimarket baru ini. Sania, kasir minimarket sedang cuti karena baru melahirkan. Dan selama Sania cuti, dirinyalah yang menggantikan tugas Sania menjadi kasir minimarket. Arimbi sudah menjalani tugas barunya ini selama dua minggu. Ganesha membunyikan klakson dua kali kepada Satpam yang berjaga di pos depan perumahan. Salah seorang dari Satpam yang tengah berjaga, mengangkat tangan dan mempersilakan Ganesha melanjutkan perjalanan. Mobil pun kembali melaju dan berangsur melambat ketika mereka tiba di jalan Kemuning nomor sembilan belas. Ganesha menghentikan kendaraan. Namun ia tidak mematikan mesin mobil di depan r
Ruang tamunya terkesan elegan dan klasik dengan sentuhan material kayu dan warna dominan coklat tua serta krem. Lantai terlihat asri dengan serat-serat kayu yang disusun sesuai alurnya. Bagian plafonnya perpaduan antara kayu jati dan juga gipsum berwarna putih bersih. Ada empat buah jendela-jendela kaca dengan ukuran besar yang menghadap langsung ke taman. Ada juga arena foyer yang mengatur sirkulasi udara dan juga cahaya. Kesan yang Arimbi dapatkan adalah rumah ini memberikan kehangatan dan kenyamanan dibalik kemewahannya."Kamu suka rumahnya?""Gila aja kalau rumah seperti istana begini saya tidak suka." Arimbi membatin."Baguslah kalau kamu suka. Berarti kamu tidak gila." Ganesha ngeloyor masuk ke dapur. Ia haus. Arimbi yang ditinggal melongo. Mengapa Ganesha bisa membaca isi hatinya? Padahal tadi ia hanya membatin saja. Sepertinya mulai hari ini ia harus menghilangkan kebiasaannya membatin. Karena ia menduga Ganesha bisa membaca isi hatinya. Bisa gawat kalau ia mengata-ngatai Ga
Arimbi memeriksa keadaan rumah sekali lagi. Ia mengecek kompor gas, keran air, dan sakelar. Arimbi memastikan tidak ada alat-alat elektronik yang masih menyala kecuali lemari es. Ia juga mengecek setiap jendela. Memastikan kalau semuanya sudah terkunci rapat. Setelah memastikan semuanya dalam keadaan aman, Arimbi pun mengunci pintu.Arimbi kemudian berjalan ke arah garasi. Karena di sana lah ia menyimpan motor matic dan helmnya. Setelah membukan pintu garasi Arimbi mendorong motornya keluar, sekaligus mengunci pintunya. Arimbi memastikan bahwa pintu garasi telah ia kunci dengan baik dengan cara mendorongnya sekali lagi. Bukan apa-apa. Di dalam garasi masih ada satu unit mobil milik Ganesha. Jangan gara-gara keteledorannya, mobil tersebut hilang pula. Amit-amit jabang bayi. Jangan sampai terjadi. Arimbi mengendarai motornya hingga ke pintu gerbang. Setelah mengunci pintu gerbang dan mengemboknya sekaligus, Arimbi pun siap berkendara. Rutinitasnya pagi ini adalah menjadi kasir minimar
"Aku nggak punya pacar, Mas. Punyanya suami," pungkas Arimbi sambil lalu. Terlepas seperti apapun perkawinannya dengan Ganesha, ia memang sudah punya suami bukan?"Udah balance hitung-hitungannya, Mas? Kalau udah, langsung clean transaction aja. Biar aku bisa langsung mulai kerja." Demi menghindari pertanyaan lebih panjang dari Hafid, Arimbi ingin lebih cepat bekerja. Apalagi ia melihat ada dua unit mobil yang biasa menyuplai stok barang telah tiba di depan toko. Itu artinya Hafid akan sibuk mengecek barang yang masuk, serta menyiapkan barang yang akan direturn. Pintu kaca minimarket kembali berayun beberapa kali. Para pembeli lain mulai berdatangan. Kesibukan pagi akan segera dimulai."Udah, kok Rim. Wah, sudah ramai pembeli ya? Sebentar, aku akan mencetak rincian laporan shift yang telah berakhir." Wilman dengan cepat mengklik ikon shift pada menu. Selanjutnya ia mengklik akhiri shift serta print shift. Sejurus kemudian printer pun mencetak detail laporan shift kasir."Oke, Rimbi.
Arimbi memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul tiga sore kurang lima belas menit. Waktunya untuk mengganti shift dengan Lita. Rekannya sesama kasir perempuan. Lita akan menggantikannya hingga pukul sebelas malam. Di atas jam sebelas malam, kasir laki-lakilah yang akan menggantikannya. Di minimarket ini perempuan memang tidak boleh mendapat shift malam. "Mas Hafid. Shiftku sudah akan berakhir lima belas menit lagi. Aku mau clean transaction nih. Tapi aku mau menghitung jumlah uang di drawer dulu ya? Silakan menjadi saksi, Mas." Arimbi memanggil Hafid untuk mengawasinya menghitung uang di laci mesin hitung. Kebetulan hari ini, Pak Arsyad, sang kepala toko berhalangan hadir karena kurang enak badan. Oleh kareannya Arimbi meminta Hafid sebagai asisten kepala toko untuk mengawasinya menghitung uang demi menghindari selisih angka dengan Lita nantinya."Oke, Rimbi. Lanjutkan saja. Aku akan mengawasimu dari jauh saja."Hafid menjawab dengan air muka dibuat seme
Arimbi terkesima. Setitik debu pun ia tidak menduga kalau orang seanggun dan seeducated Nelly, bisa mengeluarkan tuduhan tanpa dasar seperti itu. Istimewa Nelly juga bukan apa-apanya. Rasanya aneh saja kalau Nelly sampai mengetahui soal penggantian mempelai prianya. "Kamu tidak usah kaget begitu. Mas Esha yang mengatakannya pada saya. Bahwa sebenarnya ia terpaksa menikahimu demi menghindari carut marut keluarga. Dia juga--""Maaf, Mbak. Belanjaan Mbak semuanya sembilan puluh tiga ribu rupiah. Ini aja atau ada tambahan lagi?" Lita segera memotong pembicaraan customer cantik yang sepertinya mengenal Arimbi dengan baik ini. Kalimat-kalimat pribadi sarat hinaan yang dituduhkan sang customer cantik pada Arimbi, membuat Lita gregetan. Tidak sepantasnya orang seintelek customer ini mengeluarkan kata-kata sekasar itu. Makanya Lita langsung saja berinisiatif memotong kenyinyiran sang customer. Ia tidak tega melihat Arimbi yang terdiam karena dikata-katai sekasar itu."Tidak, Mbak. Cukup ini
Sembari mengunyah nasi, Ganesha melirik Arimbi melalui sudut mata. Saat ini dirinya dan Arimbi tengah menikmati makan malam. Ganesha tidak menyangka kalau kedatangannya ke rumah ini akan disambut selayaknya seorang suami sungguhan oleh Arimbi.Arimbi telah menyiapkan makanan yang ia masak dengan tangannya sendiri untuk mereka berdua. Awalnya Ganesha menduga kalau mereka akan memesan makanan dari luar. Karena ia tahu kalau Arimbi juga bekerja. Ternyata dugaannya salah. Arimbi telah menyiapkan makanan sederhana namun bergizi. Arimbi memasak ayam goreng bumbu dan tumis kangkung pedas. Arimbi juga menambahkan emping dan kerupuk udang yang ia masukkan dalam stoples kaca. Sederhana namun menggugah selera. Di makan dengan nasi hangat begini, lidah dan perut Ganesha benar-benar dimanjakan oleh Arimbi.Ganesha kembali melirik Arimbi. Jelas terlihat kalau Arimbi resah. Air mukanya yang biasa ramah, kali ini tampak gelisah. Bibirnya membentuk garis lurus, dengan kening sesekali berkerut dalam. I
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir