"Jadi kapan, kamu kembali lagi ke perusahaan, Ga?" tanya Mas Danu. Kini mereka sudah duduk-duduk di ruang keluarga seusai makan malam. "Sekarang 'kan kamu sudah menikah lagi. Anak-anak juga sudah ada yang jagain. Sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak kembali ke perusahaan," lanjut Mas Danu."Nak Danu benar, Ga. Apa kamu gak kasihan dengan Nak Danu. Dia sendirian mengelola perusahaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabmu." Bu Lastri menimpali."Ruangan dan meja kerjamu masih kosong, Ga. Tidak seharusnya Direktur Utama perusahaan mengambil cuti yang sangat lama. Tiga tahun lebih, loh.""Dengan adanya Mas Danu sebagai direktur baru sudah sangat cukup, Bu. Bahkan perusahaan menjadi berkembang sangat pesat semenjak dipimpin Mas Danu." kilah Arga."Yah tetap saja, Ga. Perusahaan itu adalah warisan dari kakekmu. Dengan tangannya sendiri dia mendirikan perusahaan itu. Sudah menjadi kewajiban mu sebagai cucu laki-laki nya untuk meneruskan dan memajukan nya.""Benar sekali apa yang Ibu
Airin sedikit terkejut saat mereka memasuki pintu masuk tempat acara, matanya terbelalak membaca ucapan selamat di sebuah rangkaian papan bunga."Selamat Atas Kelahiran Putri Pertama pasangan Bapak Bayu Suseno dan Nyonya Dewi Maharani""Bayu," gumam Airin."Maaf undangan nya, Pak!" ucap salah seorang penjaga di pintu masuk. Argapun memberikan undangan yang dibawanya.Penjaga berjas hitam tersebut kemudian men-scan barcode yang ada di undangan tersebut melalui tabletnya. Dahi penjaga tersebut berkerut melihat foto dan identitas yang muncul di layar."Maaf, Pak. Apakah nama bapak Danu Gunawan?" tanyanya kepada Arga."Oh bukan. Nama saya Arga, saya diminta Pak Danu untuk mewakili nya menghadiri acara ini," terang Arga."Kalau begitu Anda tidak diizinkan masuk, Pak," ucap Penjaga tersebut tegas."Kenapa begitu?" tanya Arga sedikit kecewa."Undangan ini hanya berlaku untuk Nama yang tertera di barcode undangan, Pak. Tidak boleh diwakilkan."Arga menggaruk tengkuknya. Dia merasa sedikit jen
"Selamat, Pak Bayu. Akhirnya anda berhasil juga menjadi ayah. hahaha," ucap pria bertubuh sedikit tambun tanpa malu-malu."Tentu saja Pak, Diakan sudah berganti istri," pria kurus disebelahnya menimpali.Disusul gelak tawa yang lainnya."Apa benar istri pertama anda mandul, Pak Bayu?" tanya Pria itu lagi."Kenapa kalian membahas masa lalu," kilah Bayu. Sekilas dia menatap Airin. Perempuan itu bergeming. Dewi tersenyum sinis, mendengar ocehan para direktur sombong itu. Diapun menatap wajah Airin untuk melihat reaksinya. Namun, perempuan itu wajahnya terlihat datar-datar saja, membuat Dewi semakin kesal.Arga terlihat mulai tidak nyaman dengan tingkah orang-orang kaya yang tidak memiliki adab tersebut, yang bersikap merendahkan orang lain."Saya dengar rumor, anda menanam saham terlebih dahulu Pak Bayu. Secara pernikahan kalian 'kan belum genap setahun," tanya Pria tambun itu lagi.Seketika suasana menjadi hening. Beberapa orang terlihat menghentikan aktivitasnya."Ternyata sekarang an
Pukul sepuluh malam Arga dan Airin sampai di rumahnya. Setelah menengok sebentar Aura dan Aira di kamar nya. Airin pun berjalan memasuki kamarnya. Airin duduk diatasnya ranjang sembari memeluk lututnya. Hari ini benar-benar menjadi hari yang berat baginya.Arga memeluk erat tubuh istrinya, kemudian merebahkannya kedalam pelukannya."Bagaimana jika yang dikatakan orang-orang itu benar, Mas. Jika ternyata aku benar-benar man....""Shutt. Jangan mendahului takdir sayang. Anak itu rezeki, kedatangan nya sudah menjadi ketetapan Nya. Kita hanya harus berdoa dan berusaha, selebihnya serahkan kepadaNya.""Jangan memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Hari esok adalah rahasia Nya."Airin hanya mengangguk. Perkataan suaminya sungguh menyejukkan hatinya. "Tidur lah. Kamu pasti lelah. Besok aku ada kejutan untukmu." Arga mengecup mesra dahi Airin."Kejutan apa, Mas.""Kalau dikasih tau sekarang bukan kejutan dong namanya.""Ah gak asik.""Jadi kamu mau yang asik-asik nih sekarang?" goda Arga ya
"Katanya tadi malam mau kasih kejutan," tanya Airin."Astagfirullah. Maaf Mas lupa." Arga menepuk dahinya."Tutup matanya dulu yah.""Memang harus yah.""Kan kejutan."Airin pun duduk di tepi ranjang sembari menutup matanya.Arga mengambil amplop kuning yang tadi siang Mas Danu berikan, kemudian memeluk istrinya dari belakang dan menuntun tangan Airin untuk memegang amplop tersebut."Sekarang boleh buka.""Apa ini Mas?""Bukalah." Arga menyandarkan dagunya di bahu Airin.Airin pun membuka amplop tersebut dan melihat isinya. Dahinya berkernyit menatap wajah suaminya. Belum paham dengan maksud isi amplop tersebut."Ini tiket liburan kita besok, Sayang.""Besok Mas?""Yap.""Kita dan anak-anak akan pergi berlibur besok pagi.""Kenapa mendadak Mas?""Siapa bilang mendadak. Aku sudah merencanakan ini tiga hari yang lalu.""Iya tapikan seharusnya Mas bilangin nya jangan mendadak begini. Airin kan perlu mempersiapkan segala sesuatunya.""Kok kamu malah ngomel bukanya senang," ucap Arga semba
Sesuai janjinya, Mas Danu, Mba Irma dan Lisa anaknya yang berusia sepuluh tahun, menyusul Arga berlibur di kepulauan seribu keesokan harinya.Mba Irma sengaja mengajak Aira dan Aura jalan-jalan ke pulau seberang, memberi kesempatan kepada Arga dan istrinya untuk menikmati bulan madu nya berdua saja. Kakaknya yang pengertian itu bahkan sengaja menginap disana bersama Mas Danu dan anak-anak."Apa tidak apa-apa, Mas. Mereka nginep disana?" tanya Airin sedikit cemas."Jangan khawatir sayang. Mereka sudah biasa kok, tidur sama Tentenya." Arga duduk sembari memeluk istrinya. Kini mereka sedang asyik menikmati indahnya pemandangan matahari terbenam dari balkon villa.Nuansa indah nan romantis hanya bertahan hingga malam saja. Karena di pagi harinya, Airin merengek meminta Arga untuk menyusul Aura dan Aira di pulau seberang. Tidak ingin membuat istrinya khawatir tentang anak-anaknya, Arga akhirnya mengajak Airin menyusul di siang harinya.Setelah puas berjalan-jalan dan menikmati pemandangan
Satu bulan berlalu, tiba waktunya untuk Arga dan timnya untuk mempresentasikan proyeknya di depan investor.“Apa kabar, Pak Bayu?” Tanya Mas Danu ketika dirinya tidak sengaja bertemu dengan Bayu di lobi hotel.“Baik. Pak Danu ada janji juga disini?" tanya Bayu.“Iya, Pak. Saya ada meeting dengan Mr. Smith.”“Mr. Smith yang dari Swiss?"“Iya Pak. Kebetulan kami dapat undangan khusus untuk mengikuti tender Projek B.”“Oh begitu.”“Selamat yah, Pak. Saya dengar perusahaan anda sudah terpilih dalam Projek A.”“Terimaksih. Ternyata beritanya sudah menyebar yah.”“Proyek bernilai fantastis seperti itu pasti membuat gempar asosiasi Pak.”“Haha. Oh yah tentu.”“Semoga perusahaan saya juga bisa mengikuti jejak perusahaan anda, Pak. Ini pertama kalinya bagi kami bekerjasama dengan pihak asing.”“Semoga anda tidak kecewa, Pak Danu. Saya dengar banyak perusahaan-perusahan besar yang ikut tender proyek ini juga. Dan tentunya Mr. Smith tidak akan sembarangan memilih perusahaan untuk berpartner deng
"Assalamualaikum, Bu.""Waalaikumsalam. Sudah nyampe mana, Rin?""Masih di jalan, Bu. Mungkin sepuluh menit lagi nyampe.""Ya sudah ibu tunggu, yah. Ibu sudah masakin semur ayam kampung kesukaan kamu.""Iya, Bu. Terimakasih.""Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Airin mematikan panggilan telepon nya."Sepertinya Ibu mertua sudah tidak sabar ingin bertemu menantunya yang ganteng ini," ucap Arga memuji diri sendiri."Narsis." Arga dan Airin tertawa bersama.Hari ini Airin, Arga, dan anak-anak pergi mengunjungi Bu Ningsih. Semenjak menikah, secara rutin dua Minggu sekali, Arga mengajak Airin berkunjung ke rumah Ibunya. Hal yang dulu sangat jarang dilakukan Airin saat dirinya menikah dengan Bayu."Assalamualaikum," ucap Arga, Airin, dan anak-anak."Waalaikumsalam," jawab Bu Ningsih."Apa kabarnya, Bu?" tanya Arga sembari mencium punggung tangan mertua nya, disusul Airin dan anak-anak."Alhamdulillah, sehat Nak Arga. Cucu-cucu Nenek yang cantik gimana kabarnya?""Baik, Nek," jawab Aura dan
Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Tiga tahun kemudian"Bunda....!" teriak Aira dari depan kamarnya. Gadis kecil berusia delapan tahunan itu bersungut-sungut sambil menghentak-hentakankan kakinya begitu melihat kamarnya berantakan saat pulang sekolah."Ada apa sayang? Kenapa teriak-teriak?" Airin langsung mendekat."Liatin kamar Aira, tuh."Airin mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar putrinya. Di atas ranjang, Arfan dan Arkan sedang melompat-lompat kegirangan. Bantal dan guling mereka lempar sembarangan, sedangkan buku-buku ditumpuk menyerupai bangunan."Subhanallah, Arfan, Arkan. Ayo turun sayang! Kamar Kakak Aira jadi berantakan nih," bujuk Airin lembut kepada bocah kembar berumur empat tahun itu."Gak, mau. Alkan kan mau main sama Kakak Aila," ucap Arkan polos."Iya tapi mainnya yang baik yah. Sini-sini turun, Bunda gendong." Airin berdiri di pinggir ranjang. Arkan dan Arfan langsung mendekat ke pelukan Bundanya."Kakak Aira kan baru pulang sekolah, masih capek. Kalian main sama Bunda dulu yah.""Iya, deh.""Pin
Setelah beberapa kali sidang perkara, sampai juga pada sidang pembacaan keputusan. Arga ditemani Airin dan Mas Danu ikut serta menyaksikan pembacaan vonis tersebut."Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat Memutuskan! Satu, Bayu Suseno bin Guntur Suseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penculikan dan Penganiayaan, Dua Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama tujuh tahun penjara . . . ."Arga dan Airin merasa lega mendengar putusan yang dibacakan oleh Hakim. Meskipun tuduhan rencana pembunuhan itu tidak terbukti di pengadilan, namun Arga merasa senang karena Bayu mendapatkan hukuman yang maksimal dari Pasal Penculikan dan Penganiayaan. Arga berharap Bayu akan jera dan segera menyesali perbuatannya.Sedangkan dari Pihak keluarga Pak Guntur, Mereka merasa kecewa dan tidak puas dengan putusan yang diberikan kepada anaknya. Pak Guntur beranggapan, Pihak Pengadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan vonis a
Setelah kedatangan Airin ke rumah sakit, Arga langsung mengajaknya pulang kerumah. Sebenarnya Airin menginginkan agar Arga tetap di rawat sampai keadaannya benar-benar pulih. Tetapi Arga malah beralasan jika dia akan lebih cepat sembuh jika Airin yang merawatnya."Mas Arga harus banyak istirahat biar cepat pulih. Jangan ke kantor dulu kalau belum benar-benar sembuh.""Aku sudah sehat kok, Sayang.""Sehat apanya! Masih lebam-lebam begini."Airin memegang dagu dan mengamati lebam-lebam di wajah suaminya lalu mengoleskan obat lebam yang dibawa dari rumah sakit."Laki-laki berantem itu sudah biasa, Sayang. Lebam-lebam ini menandakan kalau suamimu ini beneran laki.""Laki-laki itu tidak harus adu otot untuk menunjukkan kejantanannya, Mas.""Nah yang itu Mas juga setuju."Arga mengambil obat dari tangan istrinya kemudian memeluknya."Jadi sekarang apa Mas juga bisa menunjukkan sisi kejantanan Mas yang lain," bisik Arga menggoda."Aw.. Aw.. Aw.."Airin menjewer kuat telinga suaminya."Aduh s