Setelah Arga meletakkan barang-barang kedalam kamar, bayi Arfan terbangun dari tidurnya. Airin segera menyusuinya kembali sembari rebahan di dalam kamar. "Udah temuin Mas Rahman sama Arya dulu sana. Gak enak. Bertamu kok di kamar aja.""Loh kata Mas Rahman tadi 'kan kita bukan tamu. Jadi mau ngapain aja di kamar bebas toh," jawab Arga asal. Arga malah asik mengganggu bayi Arfan yang sedang menyusu, sementara bayi Arkan masih Lena tertidur sejak di perjalanan tadi."Jangan begitu, ah. Gak enak sama Mas Rahman. Nanti kita dikira sombong loh.""Iya iya. Mas temuin nih mantan penggemar berat mu itu," ucap Arga sekenanya, kemudian beranjak keluar kamar setelah sebelumnya mencium kening istrinya."Mas Arya apa kabarnya?" tanya Arga berbasa-basi."Alhamdulillah, baik." jawab Arya pendek membuat Arga menjadi bingung untuk memulai obrolan. Untungnya ada Mas Rahman yang punya banyak bahan pembicaraan untuk diobrolkan.Menjelang Dhuhur Arya pun pamit. Sebenarnya Bu Ningsih meminta Arya untuk ma
Di kantornya, Arga disibukkan dengan persiapan peresmian Resort Barunya di Anyer yang akan diselenggarakan sebulan lagi. Mr. Smith, mitra sekaligus investor utama di proyek tersebut sangat puas dan senang dengan keberhasilan Arga menyelesaikan proyek tersebut lebih cepat dari target waktu yang direncanakan."Terimakasih semuanya karena telah bekerja cukup keras untuk proyek ini. Semoga acara Peresmian besok berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan yang berarti. Terimakasih semuanya." Arga bertepuk tangan diikuti oleh seluruh tim-nya.Arga menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya. Hari ini benar-benar melelahkan. Tapi dia senang tim-nya bekerja dengan sangat baik, solid, dan juga kompak. Dia juga senang proyek yang sudah dikerjakannya hampir genap satu tahun telah selesai dengan baik."Maaf Pak Arga ada tamu," ucap Romi memberitahu."Ini 'kan sudah jam pulang, Rom. Siapa lagi yang bertamu?" tanya Arga kesal."Pak Rudi, Pak.""Pak Rudi?""Iya, Pak. Beliau menunggu di ruang tamu."
Ketika Airin dan Arga sedang menikmati makanannya, dari kamarnya terdengar si kembar menangis. Buru-buru Airin bangkit menuju ke kamarnya. Argapun mengikutinya dari belakang sembari membawa mangkok mienya dan Airin.Airin menimang bayi Arfan kedalam buaiannya. Tidak lama kemudian bayi Arfan sudah tertidur kembali. Airin meletakkan kembali ke dalam keranjang bayi."Pake dibawa ke kamar segala, Mas.""Biar gak bolak-balik. Nanti keburu medok mie-nya."Arga dan Airin menikmati kembali makanannya sembari duduk di sofa kamar."Pasti capek yah ngurusin si kembar?" Arga memulai obrolan setelah mengosongkan mangkuknya."Insyaallah tidak, Mas. Yah walaupun Airin masih agak kewalahan karena ini hal baru untuk Airin. Tapi kan ada kamu, ibu dan yang lainnya ikut membantu.""Aku minta maaf yah jika tidak banyak membantu dalam mengurus si kembar.""Iya Mas tidak apa-apa. Mas Arga juga kan punya tanggung jawab sendiri di perusahaan."Arga meraih kedua tangan Airin, "kemarin Ibu mengusulkan ke Mas te
"Assalamualaikum, Rin." Arga menghubungi Airin."Waalaikumsalam. Sudah sampai mana, Mas?" tanya Airin."Sudah sampai kok. Tadi sebelum dhuhur. Hp Mas lobet, jadi baru bisa nelpon kamu sekarang." Tentu saja handphone Arga kehabisan baterai, karena sepanjang perjalanan Arga mengobrol dan video call dengan istrinya via telepon."Alhamdulillah, iya gak papa. Mas Arga Sudah makan?""Belum, Nih. Mas gak selera makan," jawab Arga lesu."Memangnya kenapa Mas gak berselera? Apa menunya gak cocok yah?""Buka begitu sayang. Mas hanya belum terbiasa makan malam tanpa ditemani istri.""Hmmm raja gombal mulai deh.""Beneran, Sayang. Apa kita video call lagi aja yah? Kamu temenin Mas makan malam.""Ya udah, nanti kita makan malam bareng sambil video call. Kebetulan yang lainnya juga sudah pada kumpul""Asik...." Arga terdengar girang.Di meja makan, Airin dan anak-anaknya menyapa Arga yang sedang menikmati makan malam lewat video call. Bu Lastri dan Mba Irma yang juga duduk di meja makan hanya meng
Pukul lima sore Mba Irma dan rombongan tiba di Anyer. Di resort yang baru selesai di bangun itu, Mba Irma sengaja menyembunyikan Airin dan si kembar di kamar resort yang agak jauh dari kamar yang sudah disiapkan untuk mereka. Mba Irma sengaja merencanakan itu untuk memberikan kejutan kepada Arga."Pokoknya kamu gak boleh keluar-keluar dulu loh, Rin. Biar gak ketahuan sama Arga. Nanti kalau sudah waktunya, baru deh kamu keluar.""Iya, Mba.""Ibu juga, Yah. Temenin Airin disini biar gak bosen.""Terserah kamu saja. Inikan idemu.""Hehehe." Mba Irma tergelak kecil. Dia sendiri sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Adiknya. Arga pasti sudah kesal karena seharian ini dia tidak bisa menghubungi istrinya.Setelah menyembunyikan Airin dan Ibunya. Mba Irma dan anak-anak berencana untuk menemui Arga di lobi resort. Dari informasi yang dia peroleh dari Mas Danu, Arga sedang rapat dengan pegawainya sejak tadi siang. Dan mungkin sekarang Arga sudah selesai dengan rapatnya."Ayah..." Aira dan Aura
Malam pembukaan resort pun tiba. Tamu undangan terlihat sudah mulai berdatangan di Aula Resort. Arga terlihat sibuk menyalami tamu-tamunya.BrughhSalah seorang pegawai laki-laki berpakaian pelayan berjalan terburu-buru hingga menubruk tubuh Arga."Maaf Pak. Saya tidak sengaja," ucap pegawai tersebut sembari menunduk."Tidak apa-apa. Lain kali mohon berhati-hati.""Iya Pak. Terimakasih. Permisi." Buru-buru pelayan tersebut berjalan dengan cepat meninggalkan Arga tanpa memperlihatkan wajahnya."Selamat yah, Mas Arga. Tempatnya indah sekali dan asri. Saya nyaman sekali ada disini. Saya yakin ini akan jadi resort halal pertama yang ada di Anyer.""Terima kasih banyak, Pak Rudi. Ini semua berkat dukungan dari Pak Rudi. Kalau bukan Pak Rudi yang menyodorkan konsep wisata halal saya ke investor. Mungkin resort halal ini hanya jadi rencana saja.""Mas Arga terlalu merendah.." Arga mengantarkan Pak Rudi dan istrinya, ke meja di mana Mr. Smith duduk juga disana."Arga, Airin mana?" tanya Mba
Arga sedang mengurus administrasi ketika dengan tergesa-gesa Mas Danu menghampirinya."Aku punya berita penting, Ga.""Kalau ini mengenai Resort, tolong Mas Danu handle dulu. Saat ini aku hanya ingin fokus untuk kesembuhan Airin." Arga menanggapi dengan tidak semangat."Bukan itu. Ini tentang kecelakaan tadi malam. Polisi menduga ada unsur kesengajaan dalam insiden itu."Dahi Arga berkerut, "Maksud Mas Danu ada orang yang sengaja merencanakan itu? Tapi siapa? Dan untuk apa?""Itu masih dugaan, Ga. Karena orang yang bertanggung jawab dengan dekorasi panggung sekarang tiba-tiba menghilang.""Menghilang?""Mungkin lebih tepatnya lagi, melarikan diri. Dan fakta yang mengejutkan, ternyata asisten pribadi Bayu pernah menemui nya di sebuah hotel.""Asisten Bayu." "Meskipun ini baru dugaan. Tapi kuat kemungkinan Bayu ada hubungannya dengan itu semua, Ga.""Kurang ajar sekali dia. Apa sebenarnya maunya? Awas kamu Bayu," ucap Arga geram sembari mengepalkan tangannya."Mohon rahasiakan ini dulu
Dua Minggu setelah kecelakaan di Anyer, Danu merasa senang begitu mendapatkan kabar dari kepolisian jika orang yang bertanggung jawab atas dekorasi panggung akhirnya tertangkap. Danu pun segera memberitahukan berita ini kepada Arga."Aku punya kabar baik, Ga. Pegawai yang melarikan diri itu sudah tertangkap.""Benarkah?""Iya, barusan pihak kepolisian mengabariku. Namun kabar buruknya dia menyangkal jika kejadian itu akibat disengaja.""Omong kosong. Bagaimana mungkin lampu sebesar itu bisa jatuh sendiri. Bagaimana dengan bukti-bukti yang ada? CCTv dan yang lainnya?""CCTv tidak ada yang menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Adapun pertemuannya dengan Rico dia memang sudah memiliki hubungan kerja dengannya sebelumnya.""Lalu bagaimana dengan bukti transfer?""Dia mengatakan itu adalah pinjaman untuk berobat anaknya.""Apa itu semua masuk akal? Apa mereka memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga meminjamkan uang seratus juta secara cuma-cuma.""Semua alibinya masih sangat wajar da
Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Tiga tahun kemudian"Bunda....!" teriak Aira dari depan kamarnya. Gadis kecil berusia delapan tahunan itu bersungut-sungut sambil menghentak-hentakankan kakinya begitu melihat kamarnya berantakan saat pulang sekolah."Ada apa sayang? Kenapa teriak-teriak?" Airin langsung mendekat."Liatin kamar Aira, tuh."Airin mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar putrinya. Di atas ranjang, Arfan dan Arkan sedang melompat-lompat kegirangan. Bantal dan guling mereka lempar sembarangan, sedangkan buku-buku ditumpuk menyerupai bangunan."Subhanallah, Arfan, Arkan. Ayo turun sayang! Kamar Kakak Aira jadi berantakan nih," bujuk Airin lembut kepada bocah kembar berumur empat tahun itu."Gak, mau. Alkan kan mau main sama Kakak Aila," ucap Arkan polos."Iya tapi mainnya yang baik yah. Sini-sini turun, Bunda gendong." Airin berdiri di pinggir ranjang. Arkan dan Arfan langsung mendekat ke pelukan Bundanya."Kakak Aira kan baru pulang sekolah, masih capek. Kalian main sama Bunda dulu yah.""Iya, deh.""Pin
Setelah beberapa kali sidang perkara, sampai juga pada sidang pembacaan keputusan. Arga ditemani Airin dan Mas Danu ikut serta menyaksikan pembacaan vonis tersebut."Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat Memutuskan! Satu, Bayu Suseno bin Guntur Suseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penculikan dan Penganiayaan, Dua Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama tujuh tahun penjara . . . ."Arga dan Airin merasa lega mendengar putusan yang dibacakan oleh Hakim. Meskipun tuduhan rencana pembunuhan itu tidak terbukti di pengadilan, namun Arga merasa senang karena Bayu mendapatkan hukuman yang maksimal dari Pasal Penculikan dan Penganiayaan. Arga berharap Bayu akan jera dan segera menyesali perbuatannya.Sedangkan dari Pihak keluarga Pak Guntur, Mereka merasa kecewa dan tidak puas dengan putusan yang diberikan kepada anaknya. Pak Guntur beranggapan, Pihak Pengadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan vonis a
Setelah kedatangan Airin ke rumah sakit, Arga langsung mengajaknya pulang kerumah. Sebenarnya Airin menginginkan agar Arga tetap di rawat sampai keadaannya benar-benar pulih. Tetapi Arga malah beralasan jika dia akan lebih cepat sembuh jika Airin yang merawatnya."Mas Arga harus banyak istirahat biar cepat pulih. Jangan ke kantor dulu kalau belum benar-benar sembuh.""Aku sudah sehat kok, Sayang.""Sehat apanya! Masih lebam-lebam begini."Airin memegang dagu dan mengamati lebam-lebam di wajah suaminya lalu mengoleskan obat lebam yang dibawa dari rumah sakit."Laki-laki berantem itu sudah biasa, Sayang. Lebam-lebam ini menandakan kalau suamimu ini beneran laki.""Laki-laki itu tidak harus adu otot untuk menunjukkan kejantanannya, Mas.""Nah yang itu Mas juga setuju."Arga mengambil obat dari tangan istrinya kemudian memeluknya."Jadi sekarang apa Mas juga bisa menunjukkan sisi kejantanan Mas yang lain," bisik Arga menggoda."Aw.. Aw.. Aw.."Airin menjewer kuat telinga suaminya."Aduh s