Airin berbaring di kamar sembari menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Dia tidak menduga jika proses perjodohannya dengan Arga akan berjalan secepat ini. Sekarang ini dia bahkan sudah bertunangan dengan laki-laki tersebut.Laki-laki tengil dan penggoda, itulah kesan pertama yang dia dapat setelah pertemuan pertama mereka di toko. Namun secara perlahan penilaiannya berubah begitu melihat kedekatan laki-laki tersebut dengan anak-anaknya. Diam-diam dia pun mengaguminya.***Di malam yang sama"Apa benar ayah akan menikah lagi?" tanya Aura."Iya." Arga mencium kepala putri sulungnya yang sedang berada di dekapannya."Sebentar lagi kalian akan punya ibu baru. Apa Aura senang?"Aura gak tau.""Kenapa? Bukannya Aura ingin ayah menikah lagi agar punya ibu baru?""Aura takut. Ada yang bilang ibu tiri itu jahat.""Siapa yang bilang?""Di TV.""Apa ibu tiri temanmu itu jahat?"
Arga terlihat gelisah menunggu balasan pesan dari Airin. Sudah hampir tiga puluh menit berlalu, Airin belum membalas lagi pesan darinya setelah balasan yang pertama."Apa dia marah," gumam Arga.[Airin?]Arga kembali mengirim pesan kepada Airin yang sudah berstatus menjadi tunangan nya, namun pesan tersebut tidak kunjung juga di baca oleh tunangannya."Ah mungkin saja dia sedang sibuk. Dia 'kan sedang bekerja," ucap Arga mencoba menenangkan diri sendiri.Arga meletakkan kembali gawainya diatas meja, dan melanjutkan memeriksa berkas kerjanya.Drett DrettGawainya bergetar ada pesan masuk dari kontak bernama 'Airinku', dengan cepat Arga membuka pesan tersebut dan membacanya.Arga membaca pesan tersebut sembari mengernyitkan dahinya. "Apa iya ini balasan dari Airin?" gumam Arga.[Iya sayangku. Anak-anak apa Papahnya ni yang pengen ketemu?]Tulis pesan tersebut diikuti emoticon kerlingan.Argapun tersenyum dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dengan senang hati dia pun segera membala
Mba Irma langsung mengajak anak-anak dan Airin untuk bermain di arena bermain. Aira dan Aura terlihat asik bermain bersama Airin dan keponakannya, sementara Mba Irma dan Mba Laras duduk mengobrol sembari mengawasi mereka.Mba Irma merasa senang melihat kedekatan kedua keponakannya dengan Airin. Mereka terlihat sangat akrab dan bahagia bersama perempuan tersebut. Bahkan Aira dan Aura terlihat sangat nyaman bercengkrama dengannya. Mba Irma benar-benar heran dengan kedekatan keponakannya dengan Airin. Mereka terlihat seperti sudah lama saling mengenal.Meliha kebahagiaan Aira dan Aura, tiba-tiba saja bulir bening mengalir dari netranya. Dia teringat bagaimana masih kecilnya mereka saat Ibu mereka Ariani meninggal dunia. Namun sekarang dia sedikit lega, karena sebentar lagi mereka akan memiliki Ibu pengganti yang mereka sayangi dan juga menyayangi mereka.Setelah puas bermain, Aira menarik lengan Airin untuk menemaninya membeli jajanan di food court dekat are
“Aku tau kamu bertunangan dengannya hanya untuk menghindariku, Rin.”“Mas Arya cukup. Aku tidak ingin bahas ini lagi. Terserah kamu mau berpikir apa. Yang jelas sekarang aku adalah calon istri seseorang. Jadi aku mohon jangan ganggu aku lagi," ujar Airin, "Minggir! Aku mau pulang," Airin mulai tersulut emosi.Sore ini Arya sengaja menunggu Airin keluar dari toko dan memaksanya mendengar kan isi hatinya seperti waktu itu. “Airin. Bisakah kita bicara dari hati ke hati sekali saja. Aku mohon.”“Aku bilang minggir, Mas.”Arya mencoba meraih tangan Airin, namun dengan kuat Airin menepisnya. Namun sejurus kemudian Arya berhasil menarik lengan Airin.“Lepaskan, Mas.” Airin berontak.“Tidak. Kali ini aku tidak akan melepaskanmu. Tidak untuk yang kedua kali.”"Lepaskan atau aku teriak," ancam Airin.Airin menghentakkan tangan Arya agar melepaskannya. Namun cengkraman tangan Arya terlalu kuat.Buuugh.
Arya membating kuat pintu kamarnya ketika dia memasukinya. Dilihatnya luka memar di ujung bibirnya dari kaca meja riasnya. Matanya nanar membayangkan kejadian di toko tadi. Dadanya bergemuruh panas melihat kedekatan Airin dan tunangannya.Setelah meninggalkan Airin dan tunangannya berdua saja di depan toko, ternyata Arya tidak langsung pergi, melainkan memperhatikan dari jauh kedekatan Airin dan tunangannya. Airin dan Arga bahkan duduk berdekat-dekatan dengan mesra di depan toko. Dadanya rasanya terbakar. Laki-laki itu seperti nya bukan laki-laki sembarangan. Kendaraannya mewah dan berkelas, penampilan dan tampangnya juga menawan. Dia terlihat berasal dari keluarga berada, sama seperti mantan suami Airin dulu yang juga orang kaya.Arya pikir Airin berbeda, namun ternyata semua perempuan sama saja, hanya mementingkan materi saja, pikir Arya.Arya mengambil selembar foto lama dari dalam laci mejanya. Itu adalah sebuah foto keluarga dimana ada anggota keluarga Airin dan keluarga nya di f
"Kenapa gak belanja bareng tunangan mu aja Rin?" tanya Nirma.Airin menyilangkan tangan di depan dada, kemudian menjeling. "Iya-iya. Belum halal! Begitu 'kan.""Itu tau."Hari ini Airin tidak ke toko. Dia meminta ijin kepada Mas Rahman untuk berbelanja kebutuhan pernikahannya. Airin meminta sahabatnya Nirma untuk menemaninya ke butik di salah satu Mall.Ketika Arin dan Nirma hendak menaiki tangga berjalan menuju lantai atas. Tiba-tiba tanpa sengaja mereka bertemu Arga yang baru turun dari tangga berjalan. Arga terlihat kesusahan menenteng beberapa kantong belajaan."Airin!""Mas Arga.""Tuh 'kan dia juga habis belanja. coba kalian janjian aja tadi," goda Nirma."Oh yah kenalin, Mas. Ini Nirma temen aku.""Temenmu yang waktu itu bukan," Arga mengingat kejadian pesan jail tempo hari.Airin dan Nirma saling menatap, sepengetahuannya ini adalah pertama kali Arga dan Nirma bertemu.
Hari pernikahan Airin dan Arga yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rombongan mobil mempelai laki-laki juga sudah sampai. Rumah sederhana nan asri itupun kini terlihat ramai. Pelaminan sederhana nan indah juga sudah siap dengan hiasan bunga-bunga. Hidangan pesta juga sudah tersedia di tempatnya. Meskipun acara pernikahan dilangsungkan secara sederhana dan hanya mengundang kerabat dekat dan tetangga, namun keluarga Bu Ningsih telah mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin.Di dalam kamarnya, Airin Rachmi terlihat cantik dan anggun dengan riasan sederhana dan natural serta gaun putih yang dikenakan nya. Sengaja dia meminta kepada sang MUA agar riasannya tipis saja dan jangan terlalu medok. Nirma yang sedari tadi menemaninya dirias tidak henti-hentinya menggoda Airin."Masya Allah, Rin." Nirma terkagum begitu melihat Airin yang telah selesai dirias. "Pantesan saja habis ini suami mu langsung memboyong mu pulang," goda Nirma, "dia pasti gak bakalan tahan lihat istrinya cantik begini
Arya dan Bu Yanti akhirnya terpaksa mengikuti kemauan Pak Suryo untuk menghadiri pernikahan Airin. Tidak lupa Bu Yanti mengajak Tiara untuk turut menemani Arya di acara tersebut. Seperti biasanya, dia hendak memamerkan calon menantunya yang masih singgel dan juga seorang Dosen cantik itu.Bu Yanti sengaja memperlambat dandanannya di dalam kamar tadi. Dia sengaja ingin menghindari proses ijab qobul, dan memilih datang sedikit terlambat. Menjelang waktu dhuhur mereka baru tiba di acara tersebut. Rumah Bu Ning juga sudah terlihat sepi. Hanya terlihat beberapa tamu saja."Katanya suaminya orang kaya. Moso acaranya cuma begini doang, Pak," komentar Bu Yanti begitu mendapati acara pernikahan Airin yang terkesan sepi dan jauh dari kata mewah.Pak Suryo hanya menggeleng kan kepalanya. Tidak berniat untuk meladeni perkataan istrinya yang terdengar sangat tidak mengenakkan. Dia sendiri merasa tidak enak hati kepada keluarga Bu Ningsih karena datang terlambat dan tidak sempat menyaksikan proses
Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Tiga tahun kemudian"Bunda....!" teriak Aira dari depan kamarnya. Gadis kecil berusia delapan tahunan itu bersungut-sungut sambil menghentak-hentakankan kakinya begitu melihat kamarnya berantakan saat pulang sekolah."Ada apa sayang? Kenapa teriak-teriak?" Airin langsung mendekat."Liatin kamar Aira, tuh."Airin mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar putrinya. Di atas ranjang, Arfan dan Arkan sedang melompat-lompat kegirangan. Bantal dan guling mereka lempar sembarangan, sedangkan buku-buku ditumpuk menyerupai bangunan."Subhanallah, Arfan, Arkan. Ayo turun sayang! Kamar Kakak Aira jadi berantakan nih," bujuk Airin lembut kepada bocah kembar berumur empat tahun itu."Gak, mau. Alkan kan mau main sama Kakak Aila," ucap Arkan polos."Iya tapi mainnya yang baik yah. Sini-sini turun, Bunda gendong." Airin berdiri di pinggir ranjang. Arkan dan Arfan langsung mendekat ke pelukan Bundanya."Kakak Aira kan baru pulang sekolah, masih capek. Kalian main sama Bunda dulu yah.""Iya, deh.""Pin
Setelah beberapa kali sidang perkara, sampai juga pada sidang pembacaan keputusan. Arga ditemani Airin dan Mas Danu ikut serta menyaksikan pembacaan vonis tersebut."Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat Memutuskan! Satu, Bayu Suseno bin Guntur Suseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penculikan dan Penganiayaan, Dua Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama tujuh tahun penjara . . . ."Arga dan Airin merasa lega mendengar putusan yang dibacakan oleh Hakim. Meskipun tuduhan rencana pembunuhan itu tidak terbukti di pengadilan, namun Arga merasa senang karena Bayu mendapatkan hukuman yang maksimal dari Pasal Penculikan dan Penganiayaan. Arga berharap Bayu akan jera dan segera menyesali perbuatannya.Sedangkan dari Pihak keluarga Pak Guntur, Mereka merasa kecewa dan tidak puas dengan putusan yang diberikan kepada anaknya. Pak Guntur beranggapan, Pihak Pengadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan vonis a
Setelah kedatangan Airin ke rumah sakit, Arga langsung mengajaknya pulang kerumah. Sebenarnya Airin menginginkan agar Arga tetap di rawat sampai keadaannya benar-benar pulih. Tetapi Arga malah beralasan jika dia akan lebih cepat sembuh jika Airin yang merawatnya."Mas Arga harus banyak istirahat biar cepat pulih. Jangan ke kantor dulu kalau belum benar-benar sembuh.""Aku sudah sehat kok, Sayang.""Sehat apanya! Masih lebam-lebam begini."Airin memegang dagu dan mengamati lebam-lebam di wajah suaminya lalu mengoleskan obat lebam yang dibawa dari rumah sakit."Laki-laki berantem itu sudah biasa, Sayang. Lebam-lebam ini menandakan kalau suamimu ini beneran laki.""Laki-laki itu tidak harus adu otot untuk menunjukkan kejantanannya, Mas.""Nah yang itu Mas juga setuju."Arga mengambil obat dari tangan istrinya kemudian memeluknya."Jadi sekarang apa Mas juga bisa menunjukkan sisi kejantanan Mas yang lain," bisik Arga menggoda."Aw.. Aw.. Aw.."Airin menjewer kuat telinga suaminya."Aduh s