~Aku menyesal pernah sebenci itu padanya. Sekarang aku merasa malu dengan rasa cinta ini~ Hansa.
Setelah selesai mengubah susunan tempat duduk, Bu Winda memulai pelajaran Matematika hari itu. Sekilas, tampak beberapa siswa merasa senang dengan perubahan tempat duduk itu, sisanya lagi ada yang merasa kurang senang, ada juga yang mencoba untuk beradaptasi dengan teman semeja barunya.
Sejak upacara bendera hingga pelajaran pertama dimulai, Elvano masih belum menunjukkan batang hidungnya karena masih disibukkan dengan persiapan lomba melukis di ruang kesenian. Hal itu membuat Hansa harus duduk sendirian di meja pojok kanan belakang dan Elvano pastinya belum mengetahui tentang perubahan tempat duduk ini.
Kefokusan Hansa dalam menyimak penjelasan Bu Winda di depan kelas beberapa kali dibuyarkan dengan pemandangan di depannya di mana tampak Kenzo dan Vindreya sepertinya semakin dekat. Tidak, Hansa tidak cembur
“Permisi, Bu,” ucap Elvano dengan sopan setibanya di ruang guru, tepatnya di depan meja Bu Winda, wali kelasnya sekaligus tantenya.Bu Winda yang tadinya fokus pada buku bacaannya kini mendongak dan melihat Elvano. “Iya, Vano. Ada apa?”“Saya nggak mau duduk bareng Hansa, Bu.”“Lho. Kenapa, Vano? Hansa ‘kan pinter. Dia bisa bantu kamu untuk memahami pelajaran di kelas yang nggak kamu pahami.”“Percuma saya semeja bareng cewek pinter tapi duduknya di belakang. Pelajaran tetap nggak akan masuk ke otak saya, Bu.”“Oh, kalo gitu Ibu akan pindahin kalian berdua ke meja paling depan. Gimana?”“Eh, enggak gitu, Bu. Saya pengen tukaran tempat duduk sama Kenzo. Jadi, biar Kenzo yang duduk di belakang bareng Hansa, saya di depan bareng Vindreya.&rdquo
Kriiing ….Bel pertanda pulang berbunyi. Para siswa yang tadinya mulai lesu, kini kembali bersemangat dan bergegas memasukkan alat tulis mereka lalu buru-buru keluar kelas.“Yuhuuu, akhirnya pulang!” Vindreya juga sama dengan para siswa yang lain. Dia begitu bersemangat ketika bel pulang berbunyi. Dia yang sejak tadi harus bersabar karena jauh dari Kenzo, sekarang bisa kembali dekat dengan laki-laki yang dia cintai itu dengan memanfaatkan statusnya sebagai majikan dari pangeran hitam itu.“Vin, pulang bareng, yuk. Bentar lagi kayaknya mami gue udah mau sampe sini untuk jemput. Sekalian gue mau mampir dulu ke rumah lo,” kata Elvano.“Pulang bareng?”Elvano mengangguk penuh harap.Vindreya menengok ke belakang. Di sana, tampak Kenzo sedang memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Jadi,
Di sepanjang perjalanan pulang, Vindreya tak kunjung mengangkat wajahnya dan mengucapkan satu kata pun. Kenzo juga harus dibuat bingung dengan sikap aneh gadis yang biasanya tidak bisa diam itu. Padahal sebelumnya baik-baik saja tadi. Ingin bertanya apa yang terjadi, tetapi percuma saja. Tampaknya Vindreya masih ingin menutupinya dari Kenzo.“Udah sampe. Ayo, turun,” kata Kenzo yang telah menghentikan langkahnya.“Bohong. Kok cepet?” tanya Vindreya yang masih saja tak menunjukkan wajahnya.“Makanya kepalanya itu diangkat dan liat ada di mana lo sekarang.”Dengan mata sembab dan menyipit karena menangis dan lama tak melihat cahaya, Vindreya mengangkat wajahnya dan melihat ke sekelilingnya. Di sebelah kirinya tampak sebuah bengkel yang dia tahu itu berada di dekat rumahnya. Gadis itu akhirnya melompat turun dari punggung Kenzo.
Vindreya duduk di atas sebuah sofa sambil menonton TV. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang berada di depan atasnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore. Seharusnya Gavin sebentar lagi pulang.Ting nung ….“Papa!” Vindreya seketika bersemangat.Vindreya beranjak dari sofa lalu bergegas menuju pintu utama untuk membukakan pintu. Benar saja. Yang tadi menekan bel memanglah Gavin.“Hai, Papa. Capek nggak?” tanya Vindreya sambil mengambil alih tas yang berada di tangan Gavin.“Tadinya capek. Tapi setelah liat tuan putri Papa ini, capeknya langsung hilang.”“Aaah, Papa. Em, berarti bisa dong kalo aku mau curhat sekarang?”“Ah. Udah Papa duga. Kalo udah nanya Papa capek atau nggak, ujung-ujungnya pasti mau lakuin sesuatu.”“Ih, Papa. Jadi gimana? Boleh nggak nih aku curhat?”Gavin
Pagi itu Vindreya dan Hansa berjalan beriringan menuju sekolah. Di sepanjang perjalanan, keduanya tampak diam. Vindreya memikirkan tentang adanya cinta yang sama di antara dia dan Hansa, sedangkan Hansa masih bergelut dengan pikiran dan perasaannya sendiri sambil bertanya-tanya apakah pantas dia jatuh cinta pada laki-laki yang selama ini begitu dia benci?Langkah Hansa tiba-tiba terhenti. Dia baru ingat bahwa Vindreya mampu membaca seseorang hanya dengan menatap matanya. Apa jangan-jangan Vindreya juga bisa melihat rasa cinta Hansa pada Kenzo?Menyadari Hansa tak berada di sisinya, Vindreya ikut berhenti lalu menoleh ke belakang. “Lho, Han. Kok berhenti?”“Vin, ada sesuatu yang pengen lo bilang ke gue nggak?”Alis Vindreya merapat sampai akhirnya dia menggeleng.“Semuanya baik-baik aja ‘kan, Vin?”&nbs
“Kalian kerjakan dulu tugasnya. Bapak mau ke ruang guru sebentar,” ucap guru Kimia kemudian keluar dari kelas.Perlahan tapi pasti para siswa yang berada di dalam kelas itu mulai ribut seiring dengan perginya guru Kimia dari kelas mereka. Ada siswa yang mulai mengobrol, ada yang berdiskusi mengerjakan tugas Kimia, ada yang tetap tenang, ada juga yang pergi dari bangkunya dan mengganggu teman-temannya yang lain.Hansa termasuk salah satu yang tetap tenang mengerjakan tugasnya. Dia tidak lupa di sebelahnya sedang duduk seseorang yang baru kemarin membuatnya jatuh cinta dan itu yang membuatnya harus mengerjakan tugasnya dengan jantung berdegup kencang.Hansa sedikit mempercepat gerakan tangannya dalam menuliskan jawaban atas tugasnya. Dia tahu ada yang akan terjadi tidak lama setelah tugasnya itu selesai. Tidak sampai 10 menit kemudian, tugas Hansa akhirnya selesai juga. Gadis itu lalu beberapa
Kriiing ….Bel istirahat akhirnya berbunyi. Vindreya tiba-tiba memukul mejanya karena tidak tahan lagi menampung rasa cemburu dalam dadanya. Suara pukulan meja itu membuat Elvano terkejut. Baru saja laki-laki itu akan bertanya ‘ada apa’ untuk kesekian kalinya pada Vindreya, gadis itu malah sudah keburu pergi dari mejanya dan berjalan menuju meja di pojok kanan belakang.Vindreya menarik tangan Kenzo. “Ken, ke kantin, yuk!”“Hem.” Kenzo masih memasukkan alat tulisnya ke tas.“Ih, buruan!” Vindreya menarik semakin kuat tangan Kenzo dan memaksa laki-laki itu untuk segera beranjak dari bangkunya.Kenzo menarik tangannya dari genggaman Vindreya dengan raut kesal. “Bisa sabar dikit nggak, sih?”“Nggak!” Vindreya kembali menarik tangan Kenzo dan membawa
“Udah dong, Vin. Jangan nangis lagi,” suruh Kenzo yang telinganya semakin panas mendengar tangisan Vindreya.“Gue takut, Ken.”“Iya, gue tau lo takut. Tapi setiap ketakutan itu nggak harus dituangin dalam bentuk air mata, ‘kan?”Vindreya tak menjawab lagi dan terus melanjutkan tangisannya. Sepanjang berjalan di koridor sekolah, Kenzo dan Vindreya menjadi pusat perhatian dan para siswa beranggapan bahwa Kenzo adalah penyebab gadis itu menangis. Yah, mau bagaimana lagi? Vindreya menangis dan tidak mau memberi kesaksian apa-apa pada para siswa itu hingga tidak heran jika para siswa berspekulasi sendiri.Salah satu siswa yang merupakan teman sekelas Kenzo dan Vindreya berdiri di depan pintu kelas untuk berjaga-jaga. Matanya seketika membulat ketika melihat Kenzo dan Vindreya sedang berjalan menuju kelas. Siswa itu cepat-cepat masuk ke kela
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t