“Lho. Elvano kayak gitu?” Gavin tak menyangka.
Vindreya mengangguk lagi.
“Jangan, Vin. Jangan mengikat sebuah hubungan karena tujuan lain yang bukan cinta. Orang tua Papa udah buktiin itu dan hasilnya nggak baik. Nggak ada kebahagiaan yang didapat dari hubungan yang kayak gitu. Yang ada hanya rasa sakit, penderitaan dan tidak nyaman.”
Vindreya tersenyum kecil. “Pa, aku takut kalo Elvano bunuh diri gara-gara aku. Tapi, mungkin nggak masalah kalo Elvano pergi selama-lamanya dari hidup aku karena sumpah Kenzo waktu itu.”
Alis Gavin merapat. “Sumpah Kenzo? Maksud kamu?”
“Waktu itu Kenzo sumpahin Elvano bahwa kalo Elvano buat aku ngerasa sedih dan tertekan melebihi dari yang sebelumnya aku rasain, maka saat itu juga Elvano bakal mati.”
Gavin seketika bergidik ngeri. Kenzo mem
Vindreya duduk di salah satu kursi dengan meja bundar berukuran kecil di depannya. Di atas meja itu sudah ada semangkuk mie ayam dan segelas jus jeruk. Namun, bukannya menyantap hidangan di depannya itu, Vindreya justru melipat kedua tangannya di atas meja sambil memandangi dua orang yang duduk semeter di depannya sambil tersenyum.“Lo ngapain sih ngikutin gue terus? Pergi sana jauh-jauh!” suruh seorang mahasiswa pada mahasiswi yang duduk di sebelahnya.Mahasiswi itu memanyunkan bibirnya. “Ih. Gue mau makan di sini.”“Kenapa harus makan di sini, sih? Tuh, liat. Masih banyak meja yang kosong.”“Karena lo ada di sini, makanya gue makan di sini.”Mahasiswa itu menatap sinis. “Lo tuh jadi cewek nggak punya urat malu, ya. Berkali-kali ditolak, masih aja ngejar.”“Ish, b
“Vindreya, untuk nikah sama lo dan menjadikan lo sebagai milik gue seutuhnya masih harus nunggu kita lulus kuliah dulu, sedangkan gue nggak bisa nunggu lebih lama. Yang gue tau, gue pingin memiliki lo seutuhnya saat ini juga. Apa yang harus gue lakuin sekarang?”Vindreya hanya diam sambil melangkah pelan menuju pintu. Tiba-tiba, Elvano berjalan mendekati Vindreya, semakin lama semakin cepat. Akhirnya, laki-laki itu berdiri tepat di depan Vindreya lalu mendorong tubuh gadis itu hingga mendarat di atas tempat tidur.Vindreya terkejut bukan main dan mencoba untuk keluar dari wilayah tempat tidur itu. Namun, Elvano sudah lebih dulu datang dan menimpa tubuh Vindreya.“Cara ini akan buat hubungan kita semakin kuat, Vin. Nggak akan ada satu orang pun yang bisa misahin kita setelah ini.”“Jangan, El!” teriak Vindreya memberontak.
1 tahun kemudian.Malam itu pukul 08.25, Gavin dan Freya tampak sedang asyik duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. Di tangan mereka ada beberapa lembar kertas dengan isi informasi yang berbeda-beda, tetapi ditujukan untuk orang yang sama --- Vindreya.“Aku pulang!” teriak Vindreya dari depan pintu dan sekarang sedang berjalan di ruang tamu hingga akhirnya dia tiba di sebuah ruangan di mana Gavin dan Freya masih saja sibuk dengan kertas-kertas itu.“Eh, anak Mama udah pulang. Sini Sayang, duduk.” Freya tersenyum pada Vindreya sambil menarik lembut tangan putrinya itu.Freya beranjak dari sofa lalu menuntun Vindreya untuk duduk di sebelah kiri Gavin. Setelah itu, Freya kembali duduk di sebelah kiri Vindreya.Vindreya baru saja pergi bersama Hansa dan teman-teman mereka yang lain untuk merayakan hari kelulusan mereka dari jenjang p
Keesokan paginya, Vindreya turun dari sebuah taksi lalu berdiri kokoh di depan sebuah gedung pencakar langit yang begitu megah. Di sepanjang perjalanan menuju kantor tadi, dia terus melihat ke luar jendela, barangkali akan melihat Kenzo di sana. Sayangnya, dia belum menemukan orang yang dia cari.Vindreya menarik napasnya dengan dalam dan merasakan debaran jantungnya yang tampaknya mulai sulit untuk diajak berkompromi. Semoga saja saat wawancara nanti, debaran itu tidak mengganggu.“Huft.” Vindreya mengembuskan napasnya dan membuat kepercayaan dirinya semakin meningkat sekarang. Dia kemudian mulai mengambil langkah pertama. Ya, ini tidak buruk, lalu terus berjalan memasuki gedung di depannya.Sesampainya di dalam gedung, Vindreya langsung ke bagian resepsionis yang tak berada jauh dari pintu masuk.“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” tanya wanita
Vindreya menggelengkan kepalanya. Tangisnya akhirnya pecah, bahkan tak peduli dengan Leo yang terus berusaha menyingkirkannya, dia justru memeluk laki-laki itu semakin erat.“Lo Kenzo. Gue tau lo Kenzo. Kenzo, gue udah nunggu lo selama empat tahun ini dan akhirnya sekarang ….”“Saya bukan Kenzo, Mbak.”Terjadi pertentangan di antara mereka. Vindreya terus memeluk Leo, sedangkan Leo terus berusaha melepas pelukan itu.Buk!Mereka jatuh ke lantai dan berpelukan di bawah sana dengan posisi terlentang. Sumpah demi apapun bahwa Vindreya sangat merindukan laki-laki yang sedang dia dekap itu.“Security!” teriak Leo yang masih berusaha menyingkirkan tubuh Vindreya.Ceklek.Tak butuh waktu lama petugas keamanan datang karena memang sejak tadi berjag
“Oke. Sekarang kamu pulang, sementara aku lanjut kerja. Daaa.” Kenzo berbalik badan lalu melangkah meninggalkan Vindreya.Vindreya memandangi punggung bidang yang tegap itu sambil terus tersenyum, tak menyangka bahwa dia akan bisa tiba di hari sebahagia ini. Lalu, tiba-tiba Kenzo kembali berbalik badan dan berlari ke arah Vindreya kemudian mengecup pipi kiri perempuan itu.Oh, tidak. Pipi Vindreya seketika memerah. Mulutnya menganga dan matanya menatap kosong ke depan karena saking kagetnya. Sementara itu di sisi lain, Kenzo justru menikmati pemandangan wajah yang begitu menggemaskan di depannya itu sambil tersenyum.“Daaa,” ucap Kenzo sekali lagi lalu pergi meninggalkan Vindreya. Ya, kali ini benar-benar pergi.…Vindreya membersihkan dan merapikan seluruh ruangan yang ada di rumahnya. Sebenarnya itu sudah dalam kondisi baik
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu