Share

Bab 5

Author: empat2887
last update Last Updated: 2022-11-05 01:56:22

Sepertinya Mas Romi ragu, saat aku mengajaknya belanja ke supermarket. Mungkin dia berfikir dari mana aku mempunyai uang buat belanja. Sedangkan, uang yang dia kasih ke aku perharinya, saja tidak menentu. Kadang tiga puluh ribu, lima puluh ribu, maksimal tujuh puluh ribu. Terkadang juga, dia tidak memberi sama sekali.

Bukan karena pelit suamiku memberinya segitu, tetapi karena memang penghasilan dari menarik angkot tidak menentu, tergantung dari hasil tarikannya. Jika, telah membeli bensin dan memberikan setoran kepada pemiliknya, tetapi masih ada sisa uang, maka itulah pendapatannya hari ini. Begitulah, sistem kerja di angkutan umum.

"Ada, lah Mas, kalau untuk berbelanja keperluan dan jajanan anak. Makanya, aku ngajak Mas jalan. Atau mungkin, Mas mau nambahin uang buat belanjaannya?" tanyaku balik, setelah aku menjawab pertanyaan suamiku.

"Nih, Mas tambahin lima puluh ribu. Alhamdulillah, itu pendapatan Mas hari ini. Lumayanlah, buat beli bensin untuk pulang pergi ke supermarket." Mas Romi, menyodorkan satu lembar uang senilai lima puluh ribu.

"Pegang saja sama Mas, 'kan buat membeli bensin."

Aku, menyuruh Mas Romi untuk menyimpan uang tersebut. Karena, uangnya akan dibelikan bensin, buat perjalanan kami ke supermarket.

"Mah, ayo! Adek, sama Kakak sudah siap," ajak Arkan.

"Ia, sebentar ya sayang. Papa mau ganti baju dulu," ujarku.

Aku memberitahu anakku, kalau Papanya mau berganti pakaian dulu. Karena, Mas Romi barusan hanya memakai sarung serta koko. Karena, ia baru selesai shalat ashar. Sedangkan, aku dan juga anak-anak telah siap, kami telah memakai pakaian terbaik yang kami punya.

Setelah Mas Romi berganti pakaian, kami pun naik angkot untuk berangkat menuju supermarket.

Aku, duduk di jok depan bareng sama suamiku. Sedangkan, kedua anakku di ganggu belakang. Tetapi, pintu belakang angkotnya sengaja di tutup. Supaya, tidak ada orang yang mengira kalau angkotnya sedang narik. Saat mobil melewati warung Bu Ami, kebetulan sedang banyak orang. Warung Bu Ami dengan kontrakanku saling membelakangi, jadi walaupun jarak antara warung Bu Ami dengan kontrakanku dekat.

Tapi aku tidak mengetahui, kalau di warung Bu Ami sedang ramai. Saat mobil melintas, Ibu-ibu yang sedang nongkrong di warung tersebut langsung memalingkan muka. Sedangkan, Mas Romi sengaja membuka kaca jendela depan lebar-lebar, supaya bisa menyapa mereka. Tetapi, tidak ada satupun orang yang menjawab sapaan suamiku.

"Dek, kenapa itu Ibu-ibu? Kok, tumben nggak pada ngejawab ucapan Mas? Malah semuanya pada memalingkan muka." Mas Romi bertanya kepadaku, tentang sikap Ibu-ibu tadi.

"Mas, Adek jawabnya nanti saja ya, kalau kita sudah kembali kerumah. Nggak enak kalau ngomong sekarang, kita 'kan sedang ada diperjalanan." Aku, tidak langsung menjawab pertanyaan Mas Romi. Karena, kami sedang berada di perjalanan. Takutnya, nanti Mas Romi malah kepikiran, hingga tidak konsentrasi dalam membawa kendaraannya.

"Ya sudah, terserah kamu saja, Dek" Mas Romi menyetujui, kalau pembicaraannya ditunda sampai kami pulang dari Supermarket.

Mas Romi pun kembali melajukan mobilnya, ia tidak lagi bertanya apapun tentang para tetanggaku itu. Mas Romi, malah mengajak kedua anaknya mengobrol. Ia memberitahu ini dan itu tentang apapun, yang dilihat dan dilalui kami. Sesampainya di depan Supermarket yang kami tuju, kami pun segera turun lalu masuk ke dalamnya. Aku memilih semua yang diperlukan, sesuai dengan apa yang aku catat.

Sedangkan Mas Romi dan kedua anakku, mencari camilan sesuai dengan kemauan mereka. Setelah merasa cukup, aku pun mengajak suami serta anakku menuju kasir untuk membayarnya. Total semua belanjaanku, hampir mencapai satu juta seratus ribu rupiah. Aku pun segera membayar dengan uang tunai, dari dalam dompetku. Mas Romi melongo, melihat aku mengeluarkan uang sebanyak itu buat belanja.

Setelah membayar, kami keluar dengan menenteng barang belanjaan kami. Tangan kami berempat, semuanya membawa kantong kresek, berlogo nama swalayan yang kami kunjungi. Setelah sampai parkiran, kami menuju angkot suamiku dan segera masuk ke dalamnya. Barang belanjaan semuanya disimpan di belakang bersama Arman dan Arkan.

"Dek, katanya kamu mau cerita tentang sikap para tetangga tadi." Mas Romi mengingatkanku, tentang janjiku yang mau bercerita padanya setelah sampai rumah.

"Memangnya, Mas penasaran?" tanyaku, saat kami telah berada di kamar kami.

"Iya, dong Dek. Mas penasaran banget malah. Memangnya ada apa sih? Sampai mereka semua, bersikap seperti itu sama kita." Mas Romi berkata, kalau dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi.

"Baiklah, Mas. Aku akan menceritakan yang sebenarnya. Tetapi, aku minta sama Mas, Mas jangan sampai terpancing emosinya. Mas siap nggak?" tanyaku.

"Iya, Dek. Mas siap kok, Mas juga tidak akan terpancing emosi." Mas Romi menyetujui syarat dariku.

Aku pun menceritakan semuanya, dari awal belanja sayur di Mang Ade sampai belanja sembako di Bu Ami. Bahkan, saat Bu Ratmi datang mengambil minyak, serta kedatangan Marni aku ceritakan semua. Bahkan ucapan Arkan pun aku sampaikan. Semua kejadian hari ini, semuanya aku beritahu kepada suamiku. Saat aku bercerita, raut wajah Mas Romi berubah tegang tidak sesantai tadi.

"Jadi, semuanya ini berawal dari mulut ibuku sendiri?" Mas Romi bertanya kepadaku, ia seakan tidak percaya dengan apa yang aku sampaikan.

"Iya, Mas. Karena, dari awal kita pacaran sampai sekarang. Ibu tidak menyukaiku, bahkan belum menerimaku, sebagai mentunya. Bahkan, ia belum menerimaku, sebagai bagian dari keluarganya. Sikap Ibu padaku, berbeda dengan sikap ibu pada menantunya yang lain." Aku membenarkan, dengan apa yang aku ucapkan.

"Ya sudah, kalau begitu kamu harus ekstra sabar ya, Dek. Mungkin ini ujian rumah tangga kita, yang datangnya dari Ibu Mas. Kamu bisa 'kan tetap bersabar, demi Mas dan anak-anak? Siapa tau dengan kesabaranmu, hati Ibu bisa melunak. Bahkan bisa menyayangimu, seperti kepada menantunya yang lain."

Mas Romi, memintaku untuk tetap bersabar menghadapi Ibunya.

"Insya Allah, Mas," sahutku pendek.

"Ya sudah, ayo kita tidur! Tidak terasa, ternyata sudah hampir jam sepuluh," ucap Mas Romi.

"Iya, Mas ayo kita tidur! Nanti, kita malah kesiangan bangun untuk shalat subuh." Aku pun segera naik ke atas kasur, dan memakai selimut sampai ke dada.

Setelah itu, aku pun memejamkan mata. Namun, baru saja aku mau terlelap. Ada suara handphone berbunyi. Dari nada suaranya, sepertinya handphonenya Mas Romi. Aku pun bangun dan segera mengambil handphonenya, yang berada di atas meja rias.

Aku melihat kontak Ibu, yang tertera di layar handphone mas Romi. Rupanya, yang menelepon Mas Romi malam-malam begini, adalah Bu Ratmi Ibu kandung suamiku. Aku pun segera membangunkan Mas Romi, takut ada hal urgent yang mesti disampaikan.

"Mas, Mas Romi, bangun Mas!" Aku, menggoyang-goyangkan tubuh Mas Romi untuk membangunkannya.

"Ada apa, Dek. Memangnya sudah siang, kok kamu bangunin Mas? Perasaan, Mas baru saja tidur kok sudah pagi lagi." Mas Romi, mengira sudah pagi, saat aku membangunkannya.

"Bukan sudah pagi, Mas. Tetapi, ini ada telepon buat kamu dari Ibu. Makanya, Mas aku bangunkan. Siapa tau Ibu ada informasi penting, yang perlu segera disampaikan, Mas." Aku menjelaskan tentang maksudku membangunkannya.

"Kenapa, Ibu menelpon malam-malam begini? Ada apa ya, Dek?" Mas Romi bertanya kepadaku, yang pastinya aku juga tidak tahu jawabannya.

Bersambung ...

Related chapters

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 6

    "Angkat saja, Mas. Siapa tau penting," saranku. Mas Romi pun segera mengangkat telepon dari Ibunya, yang terus berdering tanpa henti. Ia juga mengeraskan suara teleponnya, mungkin supaya aku dapat mendengarkan pembicaraan mereka. Supaya, aku tidak salah paham terhadap Mas Romi."Assalamualaikum, Bu," sapa Mas Romi kepada Bu Ratmi."Waalaikumsalam, Romi. Rom, kakakmu Rendi besok akan datang bersama anak istrinya. Kamu bisa nggak, menyuruh Mira buat datang kerumah Ibu? Supaya, dia bisa membantu Ibu buat memasak serta beres-beres. Ibu malu, kalau Kakakmu datang tapi rumah masih berantakan dan makanan belum tersaji. Kamu tau sendiri, kalau Ibumu ini sudah tua. Tidak gesit lagi, kalau bekerja. Makanya, Ibu meminta bantuan Istrimu untuk bantu-bantu. Karena, selain kamu anak bungsu Ibu, kamu juga yang paling dekat jaraknya dengan Ibu." Bu Ratmi bicara to the point, ia menyampaikan maksudnya menelepon Mas Romi."Iya, Bu. Nanti, Romi tanya dulu sama Mira, ia besok bisa bantu Ibu atau nggak." M

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 7

    Aku membuka selimut, serta mengangkat tangan Mas Romi yang memelukku dan menggantikannya dengan guling. Kemudian, aku bangun dan pergi ke kamar mandi untuk berwudhu. Aku, akan melakukan shalat tahajud karena, aku tadi sempat tertidur walaupun hanya sekejap. Selesai shalat, aku mengambil handphoneku kemudian kembali merangkai kata. Setelah kantuk datang, aku kembali menyimpan handphoneku ke tempat semula, kemudian aku tidur dengan lelapnya."Mas, nanti antarkan aku dulu ya sampai kerumah Ibu. Setelah itu, baru Mas Antar anak-anak sekolah, baru kemudian Mas pergi mencari rupiah." Aku meminta Mas Romi. Supaya mau mengantarkanku ke rumah Ibunya. Aku berkata saat kami akan sarapan bersama."Iya, Dek," sahut Mas Romi. Kami pun segera sarapan, supaya perut terisi sebelum melakukan aktivitas. Aku meminta Mas Romi mengantarku, bukan karena apa-apa. Tapi karena aku malas, jika harus berjalan kaki untuk datang ke rumah mertuaku yang ada di ujung gang sana. Nanti di perjalanan, banyak orang yang

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 8

    Sapu yang dilemparkan oleh Bu Ratmi, hampir saja mengenai badanku, kalau saja aku tidak menghindar. Aku pun segera melaksanakan tugas, yang dilimpahkan padaku. Sedangkan Bu Ratmi pergi meninggalkanku. Aku pun segera mengerjakan pekerjaan, dari mulai menyapu, mencuci piring, serta mencuci baju. Setelah itu, aku membantu mertuaku memasak. Semua pekerjaanku, sesuai dengan daftar yang diperintahkan mertuaku. Karena kalau tidak, pasti aku mendapatkan pekannya lagi. Aku bekerja sudah seperti seorang asisten rumah tangga, yang pekerjaannya sesuai arahan dari sang majikan."Mira, kamu terus lanjutkan memasaknya! Aku mau bersiap-siap dulu, takutnya anak sama menantuku segera sampai. Kamu harus segera menyelesaikan memasak. Tapi awas, kamu jangan sambil memakannya. Apalagi kalau sampai kamu umpetin makanannya untuk kamu bawa pulang," perintah Bu Ratmi. Ia memerintahku, serta dia juga mengancamku."Iya, Bu," sahutku.Begitu rendahnya aku di mata mertuaku, sehingga aku dianggap bukanlah seoran

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 9

    "Iya, Wi. Biasalah si Mira akan datang kerumah Ibu, kalau mendengar anak-anak Ibu akan datang. Ia datang dan berpura-pura mau membantu Ibu, padahal niatnya datang ke sini, supaya mendapatkan oleh-oleh dari kalian." Bu Ratmi menimpali ucapan menantunya itu, ia bahkan berkata bohong karena telah membulak balikan fakta."Ih, mit-amit deh, kok ada ya orang seperti itu. Nggak tau malu banget," ujar Mbak Dewi.Mbak Dewi berkata sambil bergidik, seolah melihat sesuatu hal yang mengerikan. Mungkin penuturan Ibu mertuaku barusan, adalah hal yang sangat mengerikan baginya."Ya ada lah, Wi. Itu buktinya, orangnya juga ada di hadapan kita," sahut Bu Ratmi, sambil menunjukku dengan gerakan dagunya."Iya, Ibu bener, haa ... aaa." Mbak Dewi tertawa, seolah ada hal lucu yang lucu, yang membuatnya tertawa seperti itu. Aku tahu maksud perkataan mereka ditujukan kepadaku, mereka terus saja mengataiku, bahkan menertawakan aku. Aku sampai berpikir, jangan-jangan mereka itu menganggapku, seperti seorang b

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 10

    "Ternyata benar apa yang dikatakan Ibu, sebab kini telah terbukti di depan mataku, kalau kamu memang seorang menantu yang seperti Ibuku katakan. Aku menyesal karena dulu, aku membantu Romi untuk membujuk Ibu, supaya Ibu mau menyetujui pernikahan kalian. Tapi ternyata, ini balasan yang kamu lakukan terhadap Ibuku? Dasar kamu perempuan tidak tahu diuntung," ujar Mas Rendi panjang lebar memakiku.Mas Rendi memarahiku, sampai menunjuk-nunjuk wajahku. Ia saat ini murka sekali kepadaku, sebab aku melawan ketidak adilan mertuaku tersebut. Entah sejak kapan kejahatan harus dibiarkan, serta kita harus tunduk kepadanya. "Iya, Rendi, makanya dulu Ibu tidak sudi bermenantukan dia. Karena, Ibu dapat melihat, jika dia itu tidak sayang sama Ibu. Hu ... hu ... hu, Ibu sakit hati Rendi dikatai kasar sama dia. Dia adalah satu-satunya menantu, yang tidak mempunyai sopan santun kepada mertuanya. Dia menantu kurang ajar, Rendi," adu Bu Marni. Ia mengadu kepada Mas Rendi, sambil tergugu membuatku malah

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 11

    "Iya, Bu. Apa yang dikatakan Mas Rendi oti benar, kalau Mira itu harus meminta maaf kepada Ibu. Karena dia telah terbukti, telah melakukan kesalahan besar. Dia telah tega, membuat Ibu sampai menangis seperti ini," timpal Mbak Dewi.Ia menimpali ucapan suaminya. Mereka berdua tetap membela Bu Ratmi dan terus memojokanku. Posisiku kini terjepit, antara menjadi korban dan dianggap menjadi tersangka. "Baiklah ... aku akan meminta maaf kepada Ibu, kalau itu memang bisa membuat Ibu, serta Kak Rendi dan Mbak Dewi puas." Aku memutuskan untuk meminta maaf kepada mertuaku, atas perkataan pembelaan yang tadi aku ucapkan. "Nah ... begitu dong, makanya kamu itu jangan suka ngeyel jadi orang," ujar Mbak Dewi.Ia begitu senang, saat aku mengatakan mau meminta maaf kepada mertuaku itu. Padahal menurutku perkataanku tadi itu tidak ada yang salah, tetapi menurut mereka semua itu salah besar. Tapi saat ini aku meminta maaf, bukan berarti aku mengakui, kalau aku salah. Tetapi semua ini aku lakukan, de

    Last Updated : 2022-12-01
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   BAB 12

    "Kalau kamu menolaknya, ya sudah Ibu tidak akan memaafkanmu, gampang kok kalau berurusan dengan Ibu." Bu Ratmi berkata seenteng itu. "Lebih baik kamu nurut saja, Mira! Daripada nanti kamu tidak dimaafkan sama, Ibu. Salah kamu sendiri, kenapa telah membuat Ibu kecewa dan sedih. Makanya, kamu itu kerja jangan diam saja dirumah. Kalau kamu kerja, berarti kamu punya penghasilan dan nggak harus minta terus sama suami kamu, jadi suami kamu juga bisa ngasih jatah buat Ibunya. Seperti Mbak dong, setiap bulan Mas Rendi selalu transfer buat Ibu. Karena untuk kebutuhan sehari-hari kami, Mbak bisa bantu. Jadi seorang istri itu harus pengertian, biar disayang suami dan juga mertua. Betul kan Bu?" tanya Mbak Dewi kepada Mertuanya. Mbak Dewi panjang lebar bercerita, jika mau disayang mertua, sang menantu harus pengertian. Harus memberi mertua jatah setiap bulannya, biar mertua bahagia dan sayang sama kita. Mereka tidak tahu saja, jika aku juga selalu membantu Bu Ratmi. Namun, bukan dengan cara me

    Last Updated : 2022-12-03
  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 13

    Bu Ratmi benar-benar menguji kesabaranku, ia bukan saja selalu menjelekkanku kepada semua orang. Tetapi ia juga malah menginginkan supaya aku dipoligami oleh suamiku. Sungguh, Bu Ratmi menjadi seorang mertua yang tidak memiliki hari nurani. Ia begitu kejam kepadaku, ia juga terus menerus ingin membuat hidupku hancur berantakan karena ulahnya."Romi, Ibu benar. Mas juga setuju dengan pendapat Ibu, setelah Mas melihat sendiri perlakuan Mira kepada Ibu tadi. Lebih baik kamu menerima Delisa untuk menjadi istrimu, tidak ada salahnya juga kamu menyenangkan hati Ibumu sendiri." Kak Rendi memberi saran kepada Mas Romi, supaya Mas Romi mau menerima perjodohan dengan Delisa."Apa Romi tidak salah dengar, Kak? Kalau Ibu mau menjodohkan aku dengan, Delisa." Mas Romi bertanya kepada Kakaknya Rendi."Nggak Romi, kamu nggak salah dengar. Apa yang dikatakan Kakakmu Rendi itu semuanya benar. Ibu memang mau kalau kamu menikah dengan Delisa, bahkan Ibu ingin menggelar pernikahan kalian secepatnya." Bu

    Last Updated : 2022-12-03

Latest chapter

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 137. Tamat

    "Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 136

    "Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 135

    "Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 134

    "Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 133

    Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 132

    "Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 131

    "Asal Mas tau, kalau adik ipar Mas Romi ini seorang pelakor. Ia itu berusaha menggoda suamiku, saat kemarin ia belanja di warungku, Mas" Mbak Widi memberitahu kami semua itu."Maaf, Mbak, maksud, Mbak apa? Kok Mbak mengatakan aku seorang pelakor? Memangnya kapan aku menggoda suami Mbak," tanya Meri yang datang menghampiri kami.Melihat Meri keluar, Mbak Widi juga mendekatinya. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya, akan menampar Meri. Tapi keburu ditangkis oleh Mas Romi. Mba" Wish hampir saja berbuat anarkis terhadap adikku, jika saja Mas Romi tidak sigap menangkis tangan Mbak Widi."Mbak Widi, tolong Mbak jangan kasar begitu. Tolong beritahu kami dulu, seperti apa sih permasalahan yang sebenarnya? Kok bisa seperti ini," tanyaku meminta penjelasan."Mbak Mira ngapain bertanya kepadaku? Mbak kan bisa tinggal tanya saja sama adik Mbak, ngapain mesti nanya sama aku," tanya balik Widi dengan begitu ketus."Maaf ya, Mbak, bukan aku mau ngeles. Tapi aku memang tidak merasa menjadi seorang p

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 130

    "Ya sudah, Lus, suruh masuk saja ya," pintaku."Iya, Mbak siap," sahutnya.Setelah itu Lusi pun segera pergi untuk menyuruh orang, yang mencariku tersebut supaya masuk. Tidak berapa lama, Lusi bersama orang yang ingin bertemu aku itu pun masuk dan ternyata itu adalah Rani temanku."Rani, katanya kamu sedang di luar kota, tapi kok kamu sudah ada di sini?" Aku to the poin bertanya kepada Rani.Aku kaget bercampur heran, kenapa ia bisa berada di rumahku saat ini. Padahal tadi pagi saat aku telepon dia untuk mengundang dia, supaya datang keacaraku. Rani bilang, kalau ia sedang ada di luar kota. Makanya aku tidak percaya jika sekarang ia ada di hadapanku. Apa mungkin, pada saat pagi di telepon itu dia sedang mengerjai aku? Makanya sekarang ia sudah ada di hadapanku."Mira, kamu sudah kena prank yang aku buat. Aku memang sudah dari luar kota, tetapi sudah pulang dua hari yang lalu. Aku sengaja, bilang sedang diluar kota, sebab ingin memberi kejutan sama kamu. Dan ternyata kejutan aku berhas

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 129

    "Mas pasti setuju dong, Dek, toh semuanya juga demi kebaikan keluarga kira juga," sahut Mas Romi."Ya sudah, masalah ini nanti kita obrolin lagi saja. Sekarang lebih baik kita makan sore dulu, pasti sudah pada laper kan," tanyaku.Kemudian kami pun pergi menuju ruang makan dan makan bersama. Empat minggu setelah kejadian perampokan di rumahku, Mas Rayhan pun dikabarkan sudah diperboleh dibawa pulang. Berhubung yang nabrak bertanggung jawab, jadi tidak perlu mengurusi administrasi lagi. Bahkan Mas Rayhan diantar pulang oleh orang yang menabrak tersebut. "Mas, alhamdulillah ya, Mas Rayhan sudah bisa pulang. Kebetulan kita mau syukuran kelahiran anak kita," ucapku."Iya, Dek, alhamdulillah. Ibu, Bapak dan Meri juga bisa hadir. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan," sahut Mas Romi."Apa benar, Mas? Kapan Ibu memberitahu Mas," tanyaku.Aku merasa kaget, saat mendengar orang tua dan saudaraku mau datang. Ternyata mereka menyempatkan diri, supaya bisa hadir, di acara cukur akikah serta

DMCA.com Protection Status