"Kalau menurut kamu, Mira. Kamu cocok yang mana?" tanya Sekar.Bukannya menjawab pertanyaan dariku, Sekar malah balik bertanya kepadaku. Aku pun akhirnya menjawab, apa yang sesuai dengan hati nuraniku."Aku sih cocoknya ruko yang sekarang ini, Sekar. Aku lihat sih, sepertinya bagus gitu dan sesuai dengan apa yang ada di bayanganku. Tapi nggak tau, jika menurut kamu, kira-kira kamu cocok yang mana?" Aku menjawab pertanyaan Sekar dan juga bertanya kepadanya."Kok pikiran kita sama sih, Mira. Aku juga cocoknya sama ruko yang ini, semoga saja ini awal dari kelancaran bisnis kita ya, Mira." Sekar membenarkan apa yang aku katakan. "Iya, Sekar, aamiiin," ucapku.Ternyata Sekar juga sama denganku, ia merasa cocok dengan ruko yang kedua ini. Semoga apa yang menjadi ucapan Sekar menjadi kenyataan, kalau bisnis yang akan kami jalani ini, nantinya akan lancar dan bertambah besar. Aku pun mengamini ucapan Sekar, berharapan apa yang kami rencanakan dan harapkan menjadi kenyataan."Ya sudah kalau
"Iya, Sekar. Kita sebagai teman, serta sebahai sesama muslim memang wajib saling mengingatkan." Aku menimpali ucapan Sekar.Setelah itu kami ngobrol hal yang lain, tetapi saat kami sedang bercengkrama. Ada Kak Rendi masuk ke ruko Sekar, tetapi sepertinya ia belum melihat keberadaanku. "Kak Rendi!" seruku."Eh, Mi-Mira, kamu sedang ada di sini juga?" tanya Kak Rendi gugup."Aku sedang membicarakan tentang perkembangan bisnis kami, Kak. Kak Rendi sendiri mau ngapain ke sini? Apa Kakak mau membeli pakaian, atau mau membeli hati penjual pakaian?" tanyaku. Aku memberitahu Kakak iparku, kenapa aku berada di sana saat ini. Tapi saat aku bertanya kepada Kak Rendi, malah terlihat semburat merah di raut wajahnya. Sepertinya, Kak Rendi dan Sekar ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Tapi aku yakin, kalau mereka berdua memiliki rasa yang sama satu sama lain."Ih apaan sih kamu, Mira. Kepo banget! Aku datang ke sini, sebab ada sesuatu hal yang harus di selesaikan tau. Iya 'kan, Sekar?"
"Iya, Bu, Mira setuju. Bahkan Mira setuju nya pake banget, Bu. Sebab mereka memiliki masa lalu yang hampir sama, yaitu dikhianati oleh orang terkasihnya. Semoga saja setelah mereka menikah, mereka berdua mendapat kebahaguaan." Aku menyahut pertanyaan mertuaku, serta mendoakan hubungan sahabat dan juga iparku.Setelah itu kami membahas tentang hubungan mereka berdua, dengan begitu serius. Kebetulan Mas Romi tidak bekerja, sebab giliran supir serepnya yang berangkat.Kami membahas tentang pernikahan Sekar dan Kak Rendi, yang ingin digelar dua bulan kemudian. Kami membahas, apa saja yang mesti di persiapkan oleh pihak keluarga laki-laki.Dilain waktu, Sekar juga datang ke rumahku untuk membahas hal yang sama. Ia juga meminta pertimbanganku, tentang hubungan mereka. Sekar juga menanyakan apa saja yang mesti calon pengantin wanita persiapkan. Rencana pelaksanaan pernikahan mereka, akan dilaksanakan di kota ini, supaya tidak memakan waktu serta biaya berlebih. Tinggal perwakilan keluarga Se
"Jadi begini, Pak. Istri anda bukannya mempunyai penyakit atau bagaimana, tetapi penyebab istri anda merasakan sakit hingga pingsan. Dikarena dia sedang mengandung," terang Dokter."Apa, Dokter? Jadi istri saya sedang hamil?" tanya Mas Romi kaget.Mas Romi mungkin tidak menyangka jika aku sedang hamil. Jangankan Mas Romi, aku juga merasa kaget saat mendengarnya. Soalnya, sudah sejak lama aku tidak memasang KB, berharap segera memiliki momongan kembali. Namun ternyata baru kali ini terlaksana, setelah anak keduaku berusia sembilan tahun."Iya, Pak istri anda sedang hamil, usia kandungannya telah mencapai delapan minggu, serta termasuk trimester pertama. Trimester pertama adalah masa masa-masa terentan bagi seorang Ibu hamil, jadi Ibu jangan sampai terlalu capek ya, Pak." Bu Dokter memberitahu Mas Romi, serta memberi saran kepadanya."Alhamdulillah," ucap kami serempak."Iya, Dokter, insya Allah pesan anda akan saya laksanakan. Saya akan usahakan, supaya istri saya mulai sekarang tid
"Masih agak jauh, Bu," sahutku.Aku menjawab pertanyaan mertuaku, tentang rasa mulas yang aku rasa di perutku ini. Rasanya memang masih kadang terasa kadang tidak, belum teratur seperti yang mertuaku tanyakan barusan."Berarti masih mencari ruang, kamu yang sabar ya, ayo baca shalawat dan juga berdzikir!" Bu Ratmi mengajariku, supaya aku membaca shalawat dan juga berdzikir. Padahal dari tadi juga aku sedang melantunkan apa yang Bu Ratmi perintahkan."Romi, ayo kamu siapin air, terus baca surat yasin khususkan buat keselamatan istri kamu! Selesai membaca yasin, airnya kamu miumkan kepada istrimu." Bu Ratmi juga menyuruh anaknya, supaya mengaji surat yasin, kemudian airnya aku minum.Aku dan Mas Romi pun menuruti perintah mertuaku, Mas Romi mengaji yasin, sedangkan aku bersahabat sambil berdzikir. Tidak berapa lama, aku pun merasakan sakit perut yang mulai teratur. Aku pun memberitahu suami dan mertuaku, kalau aku sudah merasakan hal tersebut. Setelah itu, aku di bawa suami dan mertuak
"Mira, alhamdulillah ya, kamu sudah pulang lagi ke rumah dengan sehat dan membawa cucu cantik buat Ibu." Bu Ratmi menyambutku, sambil meraih anak yang ada di gendonganku. "Iya, Bu, alhamdulillah," sahutku."Ya sudah, kamu makan dulu sana, biar si kecil sama Ibu. Kamu pasti lapar, sebab biasanya Ibu menyusui selalu saja lapar," perintah Bu RatmiIa begitu peduli kepadaku, aku bersyukur saat habis melahirkan seperti ini, banyak orang yang begitu perhatian dan juga menyayangiku."Iya, Mira, ayo makan dulu, buat Ibu yang meladeni kamu. Apa mau makanannya di bawa ke sini," tanya Ibu."Nggak usahlah, Bu, Mira makan di meja makan saga," sahutku.Aku pun kemudian berdiri dan berjalan menuju ruang makan. Aku menuruti apa yang diperintahkan Ibu mertua dan juga Ibu kandung aku sendiri. Sesampainya di ruang makan. Aku diladeni oleh Ibu, padahal aku sudah melarangnya.Aku meminta Ibu jangan meladeni aku, biar aku sendiri yang mengambil makanan tersebut. Semenjak aku melahirkan, nafsu makan aku me
Aku pun merasa kaget, takut Ibu stok dan berakibat fatal untuk kesehatannya. Apalagi dia sudah pernah terserang struk dan Dokter meminta, supaya Ibu jangan diberikan kabar yang memicu stres."Iya, Bu, Mas Reyhan kecelakaan. Sekarang Mas Romi yang sedang mengurusnya," sahut Lusi."Ya Allah, terus bagaimana keadaannya sekarang?" Bu Ratmi bertanya. Tubuhnya gemetar, lalu Lusi pun segera menuntunnya ke sofa, supaya Bu Ratmi duduk untuk meminimalisir Bu Ratmi jatuh. Lusi juga mengambilkan minum hangat untuk mertuaku, kemudian menyuruh Bu Ratmi meminumnya."Bu ... Ibu tenang saja ya, insyaAllah semuanya baik-baik saja," bujukku."Iya, Mira, semoga saja. Mir, coba tolong kamu tanyakan kepada Romi, bagaimana kondisinya Reyhan saat ini? Terus Reyhan di bawa ke rumah sakit mana," perintah mertuaku."Iya, Bu," kataku.Aku segera mengambil handphone, yang aku simpan di dalam tas selempangku, yang kebetulan berada di sampingku. Aku pun segera mencari kontak Mas Romi kemudian meneleponnya. Bah
Aku bertanya, ketika Mas Romi pulang dulu ke rumah. "Alhamdulillah, Dek, Mas Reyhan sudah sadar. Tapi ...," ucapnya menggantung, membuat aku yang mendengarkannya penasaran."Tapi apa, Mas, kamu jangan bikin aku penasaran dong?" Aku bertanya lagi kepada suamiku.Bagaimana tidak penasaran, jika mendengar perkataan Mas Romi yang seperti itu. Jujur aku merasa ingin segera mendengar apa maksud Mas Romi tersebut menjeda perkataannya."Jadi begini, Dek. Akibat kecelakaan yang menimpa Mas Reyhan, ia sekarang tidak bisa berjalan. Ia harus menggunakan kursi Roda, sebab kata Dokter Mas Reyhan mengalami struk, seperti yang dialami Ibu dulu. Tapi ia masih bisa bicara jelas, hanya kakinya saja yang tidak bisa bergerak," terang Mas Romi."Ya Allah, kasihan sekali dia itu ya. Terus dia datang ke sini bersama siapa? Apa yang menabraknya bertanggung jawab tidak, Mas?" Aku memberondong pertanyaan kepada suamiku."Dia datang sendirian, Dek. Istrinya Mbak Marsya tidak ikut, kata Mas Reyhan rumah tangga m
"Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t
"Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul
"Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah
"Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru
Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c
"Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M
"Asal Mas tau, kalau adik ipar Mas Romi ini seorang pelakor. Ia itu berusaha menggoda suamiku, saat kemarin ia belanja di warungku, Mas" Mbak Widi memberitahu kami semua itu."Maaf, Mbak, maksud, Mbak apa? Kok Mbak mengatakan aku seorang pelakor? Memangnya kapan aku menggoda suami Mbak," tanya Meri yang datang menghampiri kami.Melihat Meri keluar, Mbak Widi juga mendekatinya. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya, akan menampar Meri. Tapi keburu ditangkis oleh Mas Romi. Mba" Wish hampir saja berbuat anarkis terhadap adikku, jika saja Mas Romi tidak sigap menangkis tangan Mbak Widi."Mbak Widi, tolong Mbak jangan kasar begitu. Tolong beritahu kami dulu, seperti apa sih permasalahan yang sebenarnya? Kok bisa seperti ini," tanyaku meminta penjelasan."Mbak Mira ngapain bertanya kepadaku? Mbak kan bisa tinggal tanya saja sama adik Mbak, ngapain mesti nanya sama aku," tanya balik Widi dengan begitu ketus."Maaf ya, Mbak, bukan aku mau ngeles. Tapi aku memang tidak merasa menjadi seorang p
"Ya sudah, Lus, suruh masuk saja ya," pintaku."Iya, Mbak siap," sahutnya.Setelah itu Lusi pun segera pergi untuk menyuruh orang, yang mencariku tersebut supaya masuk. Tidak berapa lama, Lusi bersama orang yang ingin bertemu aku itu pun masuk dan ternyata itu adalah Rani temanku."Rani, katanya kamu sedang di luar kota, tapi kok kamu sudah ada di sini?" Aku to the poin bertanya kepada Rani.Aku kaget bercampur heran, kenapa ia bisa berada di rumahku saat ini. Padahal tadi pagi saat aku telepon dia untuk mengundang dia, supaya datang keacaraku. Rani bilang, kalau ia sedang ada di luar kota. Makanya aku tidak percaya jika sekarang ia ada di hadapanku. Apa mungkin, pada saat pagi di telepon itu dia sedang mengerjai aku? Makanya sekarang ia sudah ada di hadapanku."Mira, kamu sudah kena prank yang aku buat. Aku memang sudah dari luar kota, tetapi sudah pulang dua hari yang lalu. Aku sengaja, bilang sedang diluar kota, sebab ingin memberi kejutan sama kamu. Dan ternyata kejutan aku berhas
"Mas pasti setuju dong, Dek, toh semuanya juga demi kebaikan keluarga kira juga," sahut Mas Romi."Ya sudah, masalah ini nanti kita obrolin lagi saja. Sekarang lebih baik kita makan sore dulu, pasti sudah pada laper kan," tanyaku.Kemudian kami pun pergi menuju ruang makan dan makan bersama. Empat minggu setelah kejadian perampokan di rumahku, Mas Rayhan pun dikabarkan sudah diperboleh dibawa pulang. Berhubung yang nabrak bertanggung jawab, jadi tidak perlu mengurusi administrasi lagi. Bahkan Mas Rayhan diantar pulang oleh orang yang menabrak tersebut. "Mas, alhamdulillah ya, Mas Rayhan sudah bisa pulang. Kebetulan kita mau syukuran kelahiran anak kita," ucapku."Iya, Dek, alhamdulillah. Ibu, Bapak dan Meri juga bisa hadir. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan," sahut Mas Romi."Apa benar, Mas? Kapan Ibu memberitahu Mas," tanyaku.Aku merasa kaget, saat mendengar orang tua dan saudaraku mau datang. Ternyata mereka menyempatkan diri, supaya bisa hadir, di acara cukur akikah serta