"Jadi maksud, Mbak Mira, semua ucapan yang di bilang Bu Nuni nggak bener?" tanya Sari kepadaku. "Bukan tidak benar, Sari, tetapi kurang tepat. Ada alasan, kenapa aku tidak mau menampung mereka dan malah menyuruh mereka pergi! Jadi yang dikatakan Bu Nuni, hanya garis besar yang diucapkan oleh Kakak iparku, tetapi ia tidak memberitahu Bu Nuni, seperti apa kejadian yang sebenarnya." Aku memberitahu Sari, kalau ucapan Bu Nuni bukannya salah, tetapi kurang tepat. "Oh, begitu! Terus yang sebenarnya itu seperti apa dong, Mbak? Coba Mbak ceritakan, biar kami nggak penasaran dan juga tidak salah paham." Sari memintaku, supaya aku memberi penjelasan versi aku sendiri.Aku pun menjelaskan sedetail mungkin, dari awal sampai akhir dan tidak ada yang aku tutupi. Aku juga menceritakan kehidupanku dulu, sebelum aku menjadi seperti sekarang ini. Aku menceritakan bagaimana mereka semua memperlakukanku, seperti seorang pembantu, bahkan menyuruh suamiku berpoligami. Aku bukannya mau menyebarkan aib kel
Bu Nuni pun terdiam, ia tidak menjawab pertanyaan Sari. Aku pun kembali berjalan menuju rumahku dan tidak mau peduli jago apa yang mereka bicarakan. Aku tidak mau banyak mengeluarkan tenaga, buat beradu mulut dengan mereka. Aku hanya tinggal menunggu waktu yang tepat, agar semua kebusukan iparku terbongkar.Karena aku yakin, kalau suatu saat nanti akan segera terdengar kabar dari mulut Bu Nuni. Jika apa yang dia ucapkan tadi padaku, tidak sesuai dengan kenyataan nantinya. Sesampainya di rumah, aku segera menyimpan belanjaanku, supaya segera di eksekusi oleh Mbak Juleha. Sedangkan aku menuju kamar Ibu mertua untuk memberitahu, kalau anak menantunya berada di rumah kontrakannya Bu Nuni. Aku memberitahu dia bukan karena mempunyai tujuan jahat atau bagaimana? Tetapi karena aku takut, jika Bu Ratmi mendengar kabar tidak enak dari orang lain tersebut, dengan versi yang berbeda, serta dengan penyampaiannya yang berlebihan. Jadi sebelum itu terjadi, aku memberitahunya terlebih dulu."Assal
"Iya, Bu, Mira juga tidak menyangka, kalau Kak Rendi dan Mbak Dewi akan berbuat seperti ini. Mereka melakukan semua ini, demi untuk melindungi diri mereka, supaya mendapat perhatian dari orang lain." Aku pun membenarkan apa yang diucapkan Ibu mertuaku barusan. "Mira, terus sekarang kita harus bagaimana?" tanya Bu Ratmi."Lebih baik nanti kita bicarakan dulu sama Mas Romi, setelah ia pulang kerja, ya Bu. Biar bagaimana pun, dia 'kan kepala rumah tangga di sini." Aku pun memberi jawaban, atas pertanyaan Bu Ratmi barusan.Bu Ratmi pun menyetujui pendapatku, setelah itu kami membahas hal lain. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar mertuaku, sebab Ibu mertuaku terlihat sudah capek dan mau istirahat. Amsetekah keluar dari kamar Bu Ratmi, aku pun pergi ke toko kueku, yang baru saja di buka oleh karyawanku."Mbak Mira, Mbak sudah denger gosip hari ini belum?" tanya Lusi, saat aku menemuinya di dapur tempat pembuatan kue tersebut."Gosip apa sih, Lusi?" Aku balik bertanya kepadanya."Itu l
"Ada apa, Bu Nuni? Kok Ibu datang-datang mengancam keluarga Mbak Mira sih, memangnya kenapa, Bu? Apa yang mesti di pertanggung jawabkan sama dia?" Terdengar suara Lusi bertanya kepada orang, yang berteriak tadi, yang ternyata itu adalah Bu Nuni.Aku, Ibu, serta Mas Romi saling pandang, saat mendengar keributan yang terjadi di halaman rumahku itu. Kemudian kami pun segera keluar dari rumah, buat melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Kenapa, Bu Nuni? Kok Bu Nuni berteriak-teriak memanggil kami seperti itu, memangnya ada apa, Bu?" Aku bertanya maksud dan tujuan Bu Nuni datang dan membuat keributan di tempatku saat ini."Akhirnya kalian semua pada keluar juga, setelah aku ancam. Aku tau kok kalian semua pasti takut 'kan, kalau rumah kalian aku rusak beneran?" Bu Nuni malah balik bertanya kepadaku."Iya, Bu, memangnya kenapa Ibu sampai mau merusak rumah aku?" tanyaku lagi.Aku benar-benar merasa penasaran, kenapa Bu Nuni datang-datang kerumahku, dengan keadaan yang semarah itu? Pad
"Iya, Mira, ternyata kamu benar, kalau Kakak iparmu itu orangnya semau sendiri. Terus Ibu mesti bagaimana? Ibu bingung ditagih sana sini, padahal Ibu nggak ngutang. Ibu mohon ya, Mira. Kamu bantu Ibu, buat melunasi hutangnya Dewi. Kalau uang simpanan Ibu yang habis, kamu nggak usah ganti. Anggap saja itu sebuah konsekuensi yang Ibu dapatkan. Tapi kalau masalah hutang ke yang lain, Ibu mohon ya, Mira. Kamu bantu Ibu," pinta Bu Nuni.Bu Nuni juga sampai memohon kepadaku, supaya aku mau membantu membayarkan hutang iparku tersebut. Mbak Dewi memang keterlaluan, sudah menumpang masih saja meminjam uang, dengan nama orang yang memberi tumpangan sebagai jaminannya."Bu Nuni, tolong maafkan semua kesalahan anak dan menantu saya ya, Bu Nuni. Karena akibat ulah mereka, kini Ibu yang menjadi susah susah," pinta mertuaku."Iya, Bu Ratmi, sama-sama. Aku juga minta maaf, Bu, sebab ini juga terjadi karena salahku, yang tidak mau mendengarkan ucapan Mira." Bu Nuni memaafkan Bu Ratmi, ia juga memint
Aku bertanya kepada suamiku, sebab tidak biasanya dia hanya diam seperti itu. Biasanya dia akan menjadi yang terdepan untuk mengatasi masalah keluarganya. Tapi tadi dia hanya diam saja, dia cuma menjadi pendengar saja, tanpa mau berkata apa-apa. "Nggak apa-apa kok, Dek. Mas diam itu karena Mas merasa yakin, kalau kamu mampu menanganinya sendiri. Mas percaya dengan kemampuannya, Dek," ujar Mas Romi memberi alasan atas kediamannya tersebut "Oh, jadi seperti itu, aku kira kenapa kamu seperti ini. Kalau memang seperti itu, ya sudah nggak apa-apa kok. Aku pikir kamu mendadak sariawan, Mas, hingga memuat kamu mendadak diam membisu tanpa mau berbicara," ujarku, sambil mesem."Mira, kamu ini bisa saja," ucap mertuaku sambil terkekeh.Mungkin menurutnya, ucapanku ini lucu, sehingga membuat mereka tertawa. Tapi aku juga bahagia, sebab bisa melihat mereka tertawa dan memberi mereka energi positif dengan cara tertawa."Bu, kalau seperti ini ceritanya, berarti Kak Rendi dan anak istrinya sudah
"Kak Rendi, Mbak Dewi, ya Allah ternyata kalian yang kecelakaan ini. Mas ... Mas Romi itu Kakakmu, Mas," setuju."Pak, Bu, ayo tolong mereka, bawa mereka berdua ke angkotku, mereka adalah keluargaku," pintaku.Aku begitu terkejut saat mengetahui, kalau yang kecelakaan itu adalah Kakak iparku."Oh, jadi yang hampir mencuri mobilku adalah keluarga kamu, ya Mbak?" Seorang pria setengah baya berkata kepadaku, kalau ternyata dia adalah orang yang hampir menjadi korban pencurian Kakak iparku."Maafkan mereka, ya Pak. Karena kelakuan mereka Bapak hampir menjadi korban, tetapi aku minta kepada Bapak buat memaafkan mereka ya, Pak. Karena mereka telah berniat jahat kepada Bapak, mereka kini membayar mahal kelakuannya." Aku memohon kepada si Bapak, buat memberi maaf kepada Kakak iparku itu. Si Bapak pun memaafkan perbuatan Kakak iparku, yang hampir membuatnya rugi. Kami pun membawa Kak Rendi dan Mbak Dewi, serta kedua keponakanku menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, kedua Kakak ipar
"Oh iya maaf ya, Nak Dewi, tapi Alhamdulillah, kalian semua sudah sehat kembali," timpal Bu Asmi, dengan sikap dia yang sepertinya tidak enak hati terhadap Mbak Dewi.Mbak Dewi tidak lagi menyahut ucapan Bu Asmi, tetapi ia malah pergi meninggalkan kami dan semua orang yang sedang menengok mereka. Mbak Dewi pergi keluar rumah entah mau kemana dan juga mau ngapain. Sepeninggal Mbak Dewi, yang menengok pun pamit. Sepertinya mereka semua merasa tersinggung Firman sikap Mbak Dewi tersebut. Sepeninggal para tetangga yang menengok, Mbak Dewi kembali menemui kami, tetapi sikapnya benar-benar tidak sopan terhadap kami. Entah kenapa ia berbuat seperti itu, yang pasti membuat kami menjadi heran kepadanya. Suasana Rumah yang tadi ramai dikunjungi orang, kini tidak lagi seramai tadi. Hanya anak-anak Mbak Dewi, yang terus berantem, mereka terus beradu mulut.Sebulan setelah mereka keluar dari rumah sakit, aku dan Mas Romi sering bolak balik menengok mereka. Apalagi saat ini Bu Ratmi, sedang dalam
"Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t
"Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul
"Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah
"Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru
Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c
"Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M
"Asal Mas tau, kalau adik ipar Mas Romi ini seorang pelakor. Ia itu berusaha menggoda suamiku, saat kemarin ia belanja di warungku, Mas" Mbak Widi memberitahu kami semua itu."Maaf, Mbak, maksud, Mbak apa? Kok Mbak mengatakan aku seorang pelakor? Memangnya kapan aku menggoda suami Mbak," tanya Meri yang datang menghampiri kami.Melihat Meri keluar, Mbak Widi juga mendekatinya. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya, akan menampar Meri. Tapi keburu ditangkis oleh Mas Romi. Mba" Wish hampir saja berbuat anarkis terhadap adikku, jika saja Mas Romi tidak sigap menangkis tangan Mbak Widi."Mbak Widi, tolong Mbak jangan kasar begitu. Tolong beritahu kami dulu, seperti apa sih permasalahan yang sebenarnya? Kok bisa seperti ini," tanyaku meminta penjelasan."Mbak Mira ngapain bertanya kepadaku? Mbak kan bisa tinggal tanya saja sama adik Mbak, ngapain mesti nanya sama aku," tanya balik Widi dengan begitu ketus."Maaf ya, Mbak, bukan aku mau ngeles. Tapi aku memang tidak merasa menjadi seorang p
"Ya sudah, Lus, suruh masuk saja ya," pintaku."Iya, Mbak siap," sahutnya.Setelah itu Lusi pun segera pergi untuk menyuruh orang, yang mencariku tersebut supaya masuk. Tidak berapa lama, Lusi bersama orang yang ingin bertemu aku itu pun masuk dan ternyata itu adalah Rani temanku."Rani, katanya kamu sedang di luar kota, tapi kok kamu sudah ada di sini?" Aku to the poin bertanya kepada Rani.Aku kaget bercampur heran, kenapa ia bisa berada di rumahku saat ini. Padahal tadi pagi saat aku telepon dia untuk mengundang dia, supaya datang keacaraku. Rani bilang, kalau ia sedang ada di luar kota. Makanya aku tidak percaya jika sekarang ia ada di hadapanku. Apa mungkin, pada saat pagi di telepon itu dia sedang mengerjai aku? Makanya sekarang ia sudah ada di hadapanku."Mira, kamu sudah kena prank yang aku buat. Aku memang sudah dari luar kota, tetapi sudah pulang dua hari yang lalu. Aku sengaja, bilang sedang diluar kota, sebab ingin memberi kejutan sama kamu. Dan ternyata kejutan aku berhas
"Mas pasti setuju dong, Dek, toh semuanya juga demi kebaikan keluarga kira juga," sahut Mas Romi."Ya sudah, masalah ini nanti kita obrolin lagi saja. Sekarang lebih baik kita makan sore dulu, pasti sudah pada laper kan," tanyaku.Kemudian kami pun pergi menuju ruang makan dan makan bersama. Empat minggu setelah kejadian perampokan di rumahku, Mas Rayhan pun dikabarkan sudah diperboleh dibawa pulang. Berhubung yang nabrak bertanggung jawab, jadi tidak perlu mengurusi administrasi lagi. Bahkan Mas Rayhan diantar pulang oleh orang yang menabrak tersebut. "Mas, alhamdulillah ya, Mas Rayhan sudah bisa pulang. Kebetulan kita mau syukuran kelahiran anak kita," ucapku."Iya, Dek, alhamdulillah. Ibu, Bapak dan Meri juga bisa hadir. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan," sahut Mas Romi."Apa benar, Mas? Kapan Ibu memberitahu Mas," tanyaku.Aku merasa kaget, saat mendengar orang tua dan saudaraku mau datang. Ternyata mereka menyempatkan diri, supaya bisa hadir, di acara cukur akikah serta