Mobil yang dikendarai Marko akhirnya tiba di restauran mewah pilihan orang tua Jerico. Jerico turun dari mobil lebih dulu, sementara Marko mencari lahan parkir. Tentu saja dia tak membiarkan Marko terlantar begitu saja, maka dari itu lelaki itu memerintahkan sahabatnya masuk ke dalam restauran namun di meja yang berbeda."Maaf, aku terlambat," ucap Jerico mengambil tempat duduk yang masih kosong.Kedua orang tua Jerico sengaja memilih ruang VIP supaya lebih fokus membicarakan perjodohan tanpa adanya gangguan. Padahal bagi Jerico pertemuan makan malam tersebut tidak berarti apa-apa."Engga papa kok, Jer. Kami mengerti kalau kau sibuk sekarang," ucap seorang perempuan di sebelah Jerico."Putraku memang gila pekerjaan, sampai-sampai dia lupa kalau sudah waktunya mencari pendamping," ujar Papa David."Tidak masalah. Bukankah itu bagus? Itu artinya, dia pekerja keras dan bertanggung jawab," timpal Pak Steven, rekan bisnis Papa David."Sudah-sudah berhubung Jerico sudah datang, bagaimana ka
Greta kembali ke tempat duduknya usai dari toilet. Ya, dia izin pamit ke toilet saat makan malamnya bersama Mega telah selesai."Lama sekali ke toilet. Ada apa? Kau seperti melihat hantu." Mega heran karena Greta datang dengan berlari dan wajah pucat."Aku melihat Jerico berada di restauran ini," jawab Greta. "Dia di ruang VIP bersama para orang tua dan perempuan yang akan dijodohkannya. Aku pikir mereka sedang membicarakan pernikahan," lanjutnya panjang lebar."Aku yakin Pak Jerico tetap menolak perjodohan itu," kata Mega penuh keyakinan."Tapi, bagaimana kalau sebaliknya? Jerico terpaksa menerima perjodohan itu." Greta sudah pesimis lebih dulu. "Seharusnya aku tidak menerima Jerico waktu itu. Harusnya aku sadar aku dan Jerico berbeda. Dia kaya sedangkan aku, hanya perempuan biasa saja," lanjutnya."Kau tidak boleh bicara seperti itu. Kau dan Pak Jerico, bukankah kalian sudah ditakdirkan untuk bersama?""Entahlah. Aku pasrah saja pada waktu." Greta tidak ingin berekspetasi tinggi."A
"Maaf, hanya ada ini di lemari dapurku." Mega menyuguhkan dua mie cup untuk Greta dan dirinya. "Kau tahu, kan, aku tidak bisa memasak," sambungnya lalu terkekeh sejenak. "Tidak masalah, Meg. Justru aku yang tidak enak karena merepotkanmu." Greta mengintip mie cup tersebut apakah sudah matang apa belum. Mega menggeleng. "Aku malah senang kau menginap. Aku merasa tidak kesepian lagi." Mega tinggal sendirian karena merantau. Kedua orang tuanya berada di kota yang berbeda. "Oh, ya. Kau pergi ke kantor hari ini?" Greta mengangguk. "Ya, tapi aku pulang ke kosanku dulu. Tidak mungkin aku berpakaian seperti ini." "Hey, kau bisa memakai pakaianku terlebih dahulu. Kau bisa terlambat jika pulang ke kosan." Mega menawarkan diri. "Aku tidak ingin merepotkanmu." Greta menolaknya dengan halus. "Sudah kubilang, kau tidak merepotkan sama sekali. Justru aku sangat senang." Mega membuka tutup mie cup dan melahap mie tersebut dengan pelan karena masih panas. Kalau sudah begini, Greta tidak dapat me
"Oh, gitu." Greta mengangguk-angguk. "Mmm aku tidak sengaja melihatmu berada di sana juga. Terlihat seperti pertemuan keluarga. Apa benar itu kau?"Belum sempat mendengar jawaban dari Jerico, pintu ruangan lelaki itu terbuka. Menampakkan sosok berwibawa bertubuh tegap dengan setelan jas berwarna hitam. Mengetahui siapa yang datang, Jerico mempersilakan Greta meninggalkan ruangannya."Ada apa lagi Papa menemuiku?" tanya Jerico langsung."Kau memang tidak bisa basa-basi, ya, saat berbicara denganku." Papa David mengambil tempat duduk di sebelah Jerico."Untuk apa berbasa-basi? Lagi pula aku tahu, akhir-akhir ini Papa menemuiku untuk membahas perjodohan itu lagi, kan?" Jerico membuang napas dengan kasar. "Sudah kukatakan, aku menolaknya.""Beri Papa alasan yang jelas, kenapa kau bersikeras menolak perjodohan itu?" Papa David sangat penasaran. Sebab tidak mungkin alasan itu hanya karena sibuk dengan pekerjaan.Jerico sebenarnya tidak ingin memberitahukan perihal Greta sekarang ini. Akan t
Greta tertawa getir. "Benarkah? Meeting dengan klien atau pertemuan antar kedua keluarga? Kau tidak sedang membohongiku, kan?"Posisi Jerico terjepit sekarang. Greta sudah melihatnya di restauran. Itu artinya, perempuan itu melihatnya berkumpul dengan siapa."Baiklah, aku mengaku. Aku mengaku kalau semalam ada pertemuan makan malam bersama keluarga Shena." Akhirnya Jerico mengatakannya dan bisa bernapas lega. Sebab menyembunyikan dan berbohong pada Greta adalah hal yang berat dilakukannya."Jadi, nama perempuan itu Shena." Rose berucap dalam hati. Wajahnya berubah murung. "Lalu kau menerima perjodohan itu?" lanjutnya."Tentu saja aku menolaknya. Mana mungkin aku menikahi perempuan yang tidak kucintai." Jerico mengambil tempat duduk di samping Greta."Aku yakin meski kau menolaknya berkali-kali, orang tuamu pasti terus-menerus mendesakmu agar kau menerima perjodohan itu." Greta lagi-lagi pasrah dengan keadaannya saat ini. "Apa lagi siang tadi Papamu datang kembali ke kantor. Bukankah b
"Permainan apa yang akan kita coba pertama?" tanya Greta antusias kala mereka berdua tiba di taman hiburan."Eeemmm ... bagaimana kalau roller coaster?" Jerico asal bicara karena wahana yang pertama kali dia lihat adalah roller coaster."Ah ... kenapa kita tidak naik bianglala saja dulu.""Ada apa? Kau takut?" Jerico terkekeh melihat wajah Greta yang ketakutan."Siapa bilang aku takut? Ayo kita naik roller coaster." Greta menarik tangan Jerico menuju wahana tersebut."Tunggu." Jerico berhenti melangkah. "Lebih baik naik bianglala dulu."Ketakutan Greta mereda. Dia tersenyum lantas kembali menarik tangan Jerico. "Baiklah, ayo kita ke sana."Selesai mengantri panjang, tiba giliran mereka berdua menaiki wahana itu. Sebenarnya Greta takut dengan ketinggian. Namun menaiki bianglala, ketakutannya bisa dilewati. Karena dia bisa melihat pemandangan indah di sekitarnya dari atas sana."Bukankah ini indah?" tanya Greta tanpa memalingkan fokusnya ke langit. "Akan lebih indah lagi jika kita menai
Greta kembali ke meja saat sebelumnya meminta izin pada Jerico untuk mengangkat telepon. Dia memandang kekasihnya dengan tersenyum. Pasalnya, lelaki itu tengah menghabiskan dua piring sekaligus hingga berkeringat."Sudah makannya?" tanya Greta memastikan. Barangkali memang lelaki itu menginginkan sesuatu lagi.Jerico mengangguk. "Yah, aku sangat kenyang." Dia mengelus perutnya. "Omong-omong siapa yang meneleponmu?""Bukan siapa-siapa. Hanya teman lama," jawab Greta berbohong. Dia tidak ingin Jerico tahu siapa yang menelponnya tadi."Baiklah. Oh, ya aku sudah membayar ini semua. Tapi sebentar, aku mau menurunkan makanan ini dulu."Greta tak bisa untuk tak tertawa. "Oke, oke."***Keesokan harinya, Greta buru-buru menyantap sarapannya. Pagi ini dia sengaja sarapan tanpa menunggu Jerico bangun. Sebab dia sudah ada janji bertemu dengan seseorang.Greta pamit dan memberi pesan pada Flo jika nanti Jerico mencarinya. Dia tidak menghubungi sopir pribadinya melainkan memesan taksi online. Dia
Greta mendorong troli menuju rak berisi sayuran ketika tiba di All Fresh. Sedangkan Jerico mengikuti saja kemana perempuan itu melangkah. Beberapa sayuran seperti wortel, kubis, kangkung, kacang panjang, bayam, dan lainnya dia pindahkan ke troli.Setelah itu Greta berpindah pada buah-buahan. Sekilas dia mengamati gerak-gerik Jerico yang gelisah. Lagi-lagi lelaki itu kelihatan sedang banyak pikiran."Kau kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Greta menegur Jerico dengan pertanyaan."Tidak. Hanya saja, tiba-tiba tubuhku terasa enak." Jerico memegang pundaknya yang sakit."Kau sakit, Ko? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Greta merasa bersalah karena tidak menyadari jika kekasihnya itu sakit sejak di apartemen tadi. "Kita pulang saja, ya?"Jerico menggeleng lemas. "Tidak. Kita lanjutkan saja," ucapnya memaksakan diri. Padahal kepalanya mulai ikut sakit."Kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Ko." Greta menarik tangan Jerico dan meninggalkan troli berisi sayura
"K-kau?" Greta terkejut saat seseorang itu berbalik badan. "Koko? Kenapa kau di sini?" Greta menghampiri Jerico di paviliun. "Jadi, Tuan Besar yang dimaksud Rita itu, kau?""Memangnya kenapa? Kau tidak suka aku berada di sini? atau kau mengharapkan orang lain?" Jerico berkata dengan dingin.Greta menggeleng cepat. "Bukan begitu. Aku justru lega kalau Tuan Besar itu adalah kau. Aku benar-benar ketakutan. Aku takut jika ternyata Marko menjualku pada lelaki hidung belang."Jerico menarik Greta ke dalam pelukannya. "Aku tidak akan membiarkan itu semua terjadi padamu.""Lalu kenapa kau melakukan ini semua padaku?" ucap Greta manja masih berada dipelukan lelaki itu."Aku melakukannya karena merindukanmu. Kau tidak merindukanku memangnya?" Jerico melepas pelukannya."Tentu saja aku merindukanmu. Kau yang lebih dulu cuek dan tak peduli padaku. Sampai-sampai aku tak menyangka, kau mengenalkan Shena di depan para karyawan." Greta memukul dada Jerico karena kesal."Bukankah, kita telah setuju so
Suara ketukan pintu kamar membuat Greta bangkit dari duduknya. Pintu tersebut akhirnya terbuka. Dia mendapati pelayan itu membawakan sebuah nampan berisi makanan."Makan siangmu sudah siap. Nona harus makan dulu," ucap pelayan seraya memberikan nampan tersebut pada Greta."Aku tidak mau makan," tolak Greta. Dia tidak mengambil nampan itu justru memalingkan wajahnya."Ini perintah. Kalau Nona tidak mau makan, mereka bisa melakukan apa saja padamu." Dua orang bodyguard dengan tubuh kekar masuk ke dalam kamar.Bulu kuduk Greta merinding saat kedua bodyguard itu menatapnya tajam. "Oke, baiklah. Letakan saja itu di nakas. Nanti aku akan memakannya."Pelayan tersebut menuruti perintah Greta. "Kalau Nona tidak memakannya, Nona tahu, kan, akibatnya?"Greta memutar kedua bola matanya jengah. "Iya, aku mengerti.""Baiklah, kami permisi dulu." Baru saja ingin keluar kamar, pelayan itu dicegah Greta lebih dulu."Tunggu! Siapa namamu?" tanya Greta. Dia tahu kalau pelayan itu sebenarnya baik hati d
Mobil yang dikendarai Marko tiba di sebuah rumah mewah. Dia turun lebih dulu dan berbicara pada salah satu bodyguard yang berjaga di sekitaran rumah. Kemudian dia kembali lagi ke mobil serta memerintahkan Greta keluar.Greta tampak kebingungan kenapa lelaki itu membawanya ke sana. Dia pikir Marko mengajaknya bertemu dengan klien, tapi ternyata tidak. Ketakutan yang dia rasakan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Perasaannya pun tak enak."Aku tidak bisa menemanimu ke dalam," ucap Marko. "Tugasku hanya mengantarkanmu ke tempat ini.""Maksudmu ... kau meninggalkanku sendiri? Di tempat asing ini?" Greta panik. Dia tidak mengerti kenapa Marko mengajaknya ke tempat itu."Maafkan aku, Ta. Tapi kau tak perlu khawatir dan takut, kau hanya perlu menurut dengan perintah mereka semua. Maka kau akan tahu jawabannya.""Sebenarnya ada apa? Kenapa berbelit-belit? Katakan saja langsung ke intinya." Bukannya tenang, Greta semakin panik dengan ucapan Marko."Aku tidak bisa memberitahukanmu. Percayalah,
"Kalau begitu minggu depan kalian akan bertunangan," kata Papa David memberikan keputusan secara sepihak."Apa?" Jerico dan Shena berucap bersamaan."Kenapa? Ada apa?" Papa David heran dengan Jerico dan Shena. Bukankah mereka sudah setuju?"Apa tidak terlalu cepat, Om?" Shena protes dengan keputusan Papa David."Papa tidak ingin menundanya lama-lama lagi. Lebih cepat lebih baik," ucap Papa David dengan tegas. "Papa juga tidak ingin kau berhubungan dengan sekretaris itu lagi."Kedua mata Jerico menatap Papa David dengan tajam. "Papa tahu dari mana aku memiliki hubungan dengan Greta?""Mudah saja bagi Papa untuk mencari tahu. Lagi pula Papa juga sudah menemui dan bicara padanya agar menjauhimu." Papa David menghembuskan napasnya. "Dengar, Jer. Dia tidak pantas untukmu. Dia tidak sebanding dengan keluarga kita.""Papa tidak berhak menilai Greta seperti itu. Meskipun sederhana tapi dia perempuan yang baik dan istimewa," sanggah Jerico. Dia tidak terima jika Papanya merendahkan Greta. "Aku
"Saya ingin memberitahukan informasi kalau ...." Jerico menggantungkan kalimatnya ketika melihat Greta di barisan paling belakang. Jerico berdeham seraya melingkarkan tangannya pada pinggang seseorang di sampingnya. "Kalian bisa melihat perempuan yang bersama saya, dia Shena, calon pendamping saya."Terdengar sorak sorai dari para karyawan. Di antara mereka ada yang memberikan selamat serta mendoakan agar hubungan keduanya langgeng. Bahkan beberapa ada yang tidak suka."Baiklah, itu saja. Silakan kembali ke meja kalian masing-masing," sambung Jerico.Jerico melangkah sembari menggandeng Shena menuju ruangannya. Dia melewati Greta begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Sikap Jerico yang dingin, sangat menyakitkan bagi Greta. Dia paham bahwa ini adalah konsekuensi dari keputusannya. Hubungannya dengan Jerico menjadi meregang."Kau tidak protes dengan Pak Jerico? Dia sudah berani memperkenalkan perempuan itu di hadapan para karyawan. Seharusnya yang berada di sana tadi adalah kau, Ta." M
"Siapa sebenernya perempuan itu?"Penasaran dengan apa yang dilihatnya, Greta memegang knop pintu dan membuka lebar dengan perlahan. Kedua mata Greta membulat kala seorang perempuan asing berada di kamar kekasihnya."Kau siapa?" tanya Greta langsung membuat perempuan itu beranjak dari tempat tidur. "Ada hubungan apa kau dengan Jerico?""Greta? Emmm ... aku Shena." Perempuan yang bernama Shena itu langsung menutup mulutnya. Dia melirik Jerico memberikan tanda bahwa dirinya keceplosan. Dia baru saja diberi tahu jika Greta mengalami amnesia."Kau tahu namaku? Padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dan kenal padamu." Greta menatap Shena heran."Ah, itu ... Jerico memberitahukanku jika dia sebenarnya telah memiliki kekasih bernama Greta. Aku langsung berpikir itu kau." Shena beralasan padahal dulu dia sempat mengenal Greta sebelum amnesia.Greta mengalihkan atensinya pada Jerico yang terbaring di kasur. Lelaki itu memandang ke depan tanpa memedulikan dirinya berada di sana. Sejak tadi
Lagi-lagi hari ini Greta tidak semangat masuk kerja. Padahal hari ini adalah hari senin dan sudah hampir jam makan siang. Entah karena Jerico tidak masuk ke kantor atau karena keputusannya kemarin. Tapi yang jelas, setelah dia mengatakan keputusanya Jerico langsung mendiamkannya hingga pagi tadi."Kau mau ikut makan siang bersama kami, Ta?" Mega telah disusul Satria untuk makan siang bersama."Kalian saja yang pergi. Aku sudah pesan lewat online." Greta sedang malas keluar dari kantor. Terlebih suasana hatinya yang campur aduk."Baiklah kalau gitu kami duluan." Mega dan Satria beranjak pergi dari sana.Sepeninggal Mega dan Satria, bersamaan itu pula seorang resepsionis datang ke meja Greta dengan membawa makanan yang dia pesan secara online. Dia mengucap terima kasih sebelum akhirnya resepsionis itu pergi."Biar bagaimanapun aku harus tetap makan," ucap Greta dalam hati. Dia memasukan makanannya ke dalam mulut.Greta akui tanpa kehadiran Jerico di kantor, suasana menjadi sepi. Tak ada
Greta mendorong troli menuju rak berisi sayuran ketika tiba di All Fresh. Sedangkan Jerico mengikuti saja kemana perempuan itu melangkah. Beberapa sayuran seperti wortel, kubis, kangkung, kacang panjang, bayam, dan lainnya dia pindahkan ke troli.Setelah itu Greta berpindah pada buah-buahan. Sekilas dia mengamati gerak-gerik Jerico yang gelisah. Lagi-lagi lelaki itu kelihatan sedang banyak pikiran."Kau kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Greta menegur Jerico dengan pertanyaan."Tidak. Hanya saja, tiba-tiba tubuhku terasa enak." Jerico memegang pundaknya yang sakit."Kau sakit, Ko? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Greta merasa bersalah karena tidak menyadari jika kekasihnya itu sakit sejak di apartemen tadi. "Kita pulang saja, ya?"Jerico menggeleng lemas. "Tidak. Kita lanjutkan saja," ucapnya memaksakan diri. Padahal kepalanya mulai ikut sakit."Kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Ko." Greta menarik tangan Jerico dan meninggalkan troli berisi sayura
Greta kembali ke meja saat sebelumnya meminta izin pada Jerico untuk mengangkat telepon. Dia memandang kekasihnya dengan tersenyum. Pasalnya, lelaki itu tengah menghabiskan dua piring sekaligus hingga berkeringat."Sudah makannya?" tanya Greta memastikan. Barangkali memang lelaki itu menginginkan sesuatu lagi.Jerico mengangguk. "Yah, aku sangat kenyang." Dia mengelus perutnya. "Omong-omong siapa yang meneleponmu?""Bukan siapa-siapa. Hanya teman lama," jawab Greta berbohong. Dia tidak ingin Jerico tahu siapa yang menelponnya tadi."Baiklah. Oh, ya aku sudah membayar ini semua. Tapi sebentar, aku mau menurunkan makanan ini dulu."Greta tak bisa untuk tak tertawa. "Oke, oke."***Keesokan harinya, Greta buru-buru menyantap sarapannya. Pagi ini dia sengaja sarapan tanpa menunggu Jerico bangun. Sebab dia sudah ada janji bertemu dengan seseorang.Greta pamit dan memberi pesan pada Flo jika nanti Jerico mencarinya. Dia tidak menghubungi sopir pribadinya melainkan memesan taksi online. Dia