Share

5. Mulai Beraksi

Author: Ade Esriani
last update Last Updated: 2022-12-23 19:44:01

Bagian 5

Setelah sampai di depan supermarket, aku langsung turun dari mobil Mas Rian, kemudian bergegas masuk ke dalam untuk membeli beberapa kebutuhan pokok.

Beras, minyak goreng, sabun mandi, sabun cuci, odol, shampo dan lain-lain sudah dicatat dalam daftar belanjaanku. 

Aku segera mengambil keranjang, kemudian mencari barang yang akan aku beli. Setelah semuanya telah lengkap, aku langsung membayarnya ke kasir.

Setelah Helper dari supermarket tersebut memasukkan semua barang belanjaanku ke bagasi mobil, aku kembali mengeceknya untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang tertinggal. Setelah semuanya beres, aku segera melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Rasanya sudah tidak sabar ingin kembali ke rumah. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku.

Alhamdulillah, setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya aku tiba di rumah. Mbok Yuli membantuku untuk menurunkan barang belanjaan dari dalam mobil, kemudian membawanya masuk ke dalam.

"Mbok, Nia sudah pulang?" tanyaku kepada Mbok Yuli saat kami tiba di dapur. Mbok Yuli langsung membereskan barang belanjaanku tadi.

"Belum pulang, Bu! Tapi tadi Bu Nia nelpon, nyuruh Bibi untuk mencuci baju kotornya yang ada di keranjang, di dalam kamar," jawab Mbok Yuli sambil membuka karung beras, lalu memindahkannya ke dalam rice box.

Ternyata, Nia sudah mulai berani. Bahkan sudah berani memerintah Mbok Yuli. 

"Terus, Mbok sudah mencuci baju kotornya Nia?" 

"Belum, Bu. Mbok baru saja mau mencucinya, tapi keburu Bu Sandra datang."

"Ya sudah, nggak usah dicuci. Biarkan saja. Jika nanti Nia protes, bilang saja aku yang nyuruh. Kalau Nia sampai marah, suruh berhadapan langsung denganku," perintahku pada Mbok Yuli. Ini adalah salah satu cara agar Nia merasa tidak betah tinggal di rumah ini.

"Baik, Bu. Kalau begitu, Mbok mau lanjut ngerjain yang lain ya, Bu."

"Baiklah, Mbok."

***

"Mbok … Mbok!" Terdengar suara Nia berteriak-teriak memanggil Mbok Yuli.

Aku sudah menduga, pasti ia akan memarahi si Mbok karena tidak mau mencuci baju kotornya.

Aku berdiri di dekat tangga, aku ingin melihat bagaimana reaksi Nia saat Mbok Yuli mengatakan bahwa akulah yang melarangnya.

Dari atas sini, kulihat Mbok Yuli menghampiri Nia yang sedang berdiri di ruang tamu.

"Ada apa, Bu Nia?"

"Ada apa? Kamu masih bertanya ada apa? Kamu lupa? Aku menyuruhmu untuk mencuci baju kotorku yang ada di kamar, kenapa kamu tidak melaksanakan perintahku?" Nia meninggikan nada bicaranya, bahkan ia tidak sabar sedang berbicara dengan siapa. Mbok Yuli lebih tua dari dirinya, tapi Nia memanggilnya dengan sebutan 'kamu', benar-benar tidak punya sopan santun.

"Anu, Bu, i-itu–" Mbok Yuli terlihat gugup, sepertinya ia takut untuk memberitahu yang sesungguhnya kalau akulah yang menyuruhnya.

"Oke, karena aku masih berbaik hati, maka aku tidak akan mengadukan hal ini pada Mas Ilyas. Sekarang, cepat laksanakan perintahku," bentaknya. Mbok Yuli terlihat ketakutan, tapi belum berani beranjak dari tempatnya.

"Oh … ternyata kamu ingin dipecat ya, Mbok! Baiklah, aku akan menelpon Mas Ilyas sekarang juga, akan kuadukan padanya." Nia kembali ke kamarnya, beberapa detik kemudian, ia kembali dengan membawa ponsel di tangannya.

Aku yang sudah tidak tahan melihat tingkahnya yang sudah kelewat batas, memilih untuk turun ke lantai bawah. Jika aku tidak segera menghentikannya, ia pasti akan semakin ngelunjak.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanyaku pura-pura tidak tahu sambil memandangi wajah Nia dan Mbok Yuli secara bergantian.

"Ini loh, Sandra. Mbok Yuli tidak mau menjalankan perintahku. Aku hanya menyuruhnya untuk mencuci pakaian kotorku, tapi Mbok Yuli tidak juga melaksanakannya. Gimana aku nggak kesal coba?" Nia protes, ia tidak tahu kalau aku lah yang menyuruh Bi Yuli.

"Oh, itu. Kirain apaan!" 

"Kok masalah seperti ini dianggap sepele sih, San? Bisa-bisa, pembantu kamu ini bakal ngelunjak nantinya jika kamu tidak menegurnya." Nia tidak terima dengan sikapku yang seolah tidak begitu peduli pada pengaduannya.

"Mbok, Mbok boleh ke belakang. Silahkan lanjutkan pekerjaannya." Aku sengaja menyuruhnya untuk meninggalkan kami berdua, karena Mbok Yuli tidak terlibat dalam rencanaku.

"Sandra, kok' malah disuruh pergi sih? Dia kan belum mencuci pakaianku! Kamu gimana sih?" 

"Apa susahnya sih, Nia. Kamu aja yang nyuci pakaianmu sendiri. Mbok Yuli tuh banyak kerjaan. Lagian, kamu harus banyak beraktivitas. Buat apa, coba? Buat bisa ngelupain masalah rumah tanggamu dengan suamimu. Ayolah, nyuci baju kan gampang. Dulu sebelum menikah, kamu juga sering melakukan pekerjaan itu."

Nia sepertinya tidak suka jika aku mengungkit masa lalunya. Raut wajahnya seketika mendadak berubah.

"Itu kan dulu, Sandra. Kamu kan tahu sendiri, kalau selama ini aku hidup enak dan dimanja sama Mas Rian. Semua kebutuhanku sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga. Aku tidak pernah lagi mengerjakan pekerjaan seperti itu!"

Ketahuan sekarang, Nia tidak pernah mengerjakan tugas seorang ibu rumah tangga. Di depan Mas Ilyas, ia selalu mengatakan bahwa ia selalu melayani suaminya dan menyiapkan semua kebutuhan suaminya. Padahal semua itu bohong.

"Loh, bukannya kamu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga di rumahmu? Kamu kan bilang sendiri padaku dan Mas Ilyas jika kamu selalu melayani dan menyiapkan semua keperluan suamimu. Bahkan, kamu juga memasak setiap pagi untuk menyiapkan sarapan buat suamimu, seperti yang aku lakukan."

"Aku hanya menyiapkan makanan untuknya, Sandra. Bukan aku yang memasaknya. Asisten rumah tanggaku lah yang menyiapkan semuanya. Aku nggak level tau, ngerjain yang begituan."

"Berarti kamu bohong, Nia. Di depanku dan Mas Ilyas, kamu bersikap seperti seorang istri yang sangat memuliakan suaminya. Tapi ternyata di belakangku, kamu berbohong. Sepertinya, kamu hanya ingin menarik perhatian Mas Ilyas. Seperti yang kamu lakukan tadi pagi. Bela-belain masak nasi goreng buat sarapan Mas Ilyas. Padahal, kamu sendiri tidak pernah memasak untuk suamimu." Aku menatapnya dengan tatapan tajam, aku sudah benar-benar muak padanya. 

"Sandra, apa-apaan sih? Aku ini sahabatmu loh. Mana mungkin aku ingin menarik perhatiannya Mas Ilyas, yang jelas-jelas adalah suami dari sahabatku sendiri." Nia berkilah untuk menutupi kebohongannya. Padahal, aku sudah mengetahui semuanya.

"Jika aku ingin mencari lelaki lain, maka aku akan mencari yang lebih tampan dan tajir tentunya. Yang pasti, bukan lelaki yang sudah memiliki istri. Kamu sudah benar-benar kelewatan, Sandra. Aku tidak suka dengan tuduhannya itu. Jika kamu tidak suka aku tinggal di rumahmu ini, bilang saja terus terang. Dengan senang hati, aku akan pergi dari sini." Nia kemudian berlari dan masuk ke kamarnya sambil membanting pintu dengan keras, sehingga menimbulkan bunyi yang memekikkan telinga.

Tak lama kemudian, ia keluar lagi dari kamarnya sambil berlinang air mata.

"Sandra, kamu sudah sembarangan menuduhku. Aku akan keluar dari rumah ini, dan mulai sekarang, kita bukan lagi sahabat. Camkan itu!" 

Aku hanya diam sambil tersenyum sinis padanya. Semoga apa yang ia katakan benar adanya. Semoga ia secepatnya meninggalkan rumahku. Aku juga tidak butuh sahabat yang ternyata menginginkan suamiku. Lebih baik nggak usah punya sahabat, dari pada harus bersahabat dengan orang munafik yang ternyata ingin menusuk dari belakang.

Bersambung 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
alah nanti juga Nia nlpn Ilyas tuh bilang klu Sandra ngusir dia lht aj lah nnti
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Membalas Suami dan Sahabatku   6. Acting Nia

    Bagian 6Sudah hampir sepuluh menit aku menunggu di depan pintu kamarnya, berharap Nia keluar dengan membawa serta koper miliknya, dan segera angkat kaki dari rumahku. Namun, yang ditunggu-tunggu belum nongol juga. Nia tidak kunjung keluar dari kamarnya.Menyebalkan sekali. Katanya mau pergi, tapi ternyata masih betah berada di dalam rumahku. Aku tahu, pasti Nia hanya berpura-pura.Tiba-tiba saja, ponsel yang sedang berada di dalam genggamanku bergetar, ternyata Mas Ilyas yang menelpon. Aku pun segera menjawab telepon tersebut sambil menjauh dari kamar Nia, agar ia tidak mendengar pembicaraanku dengan Mas Ilyas. "Halo, assalamualaikum, Mas," sapaku terlebih dahulu."Sandra, kamu ngusir Nia ya? Kamu kok' jahat sekali? Apa salah Nia sampai kamu tega mengusirnya?"Mas Ilyas bahkan tidak sempat menjawab salamku, ia langsung mencecarku dengan berbagai pertanyaan."Mengusir Nia? Aku nggak ngusir Nia kok', Mas," jawabku. Tampaknya Nia sudah mengadu kepada Mas Ilyas. "Barusan Nia nelpon Mas

    Last Updated : 2023-01-11
  • Membalas Suami dan Sahabatku   7. Ketahuan

    Bagian 7"Sudah, hentikan. Kalian ini seperti anak kecil saja." Mas Ilyas terlihat marah."Nia, aku minta, tinggalkan aku dan suamiku. Kami ingin bersantai sambil bernostalgia," pintaku pada Nia. Nia pun menghentakkan kakinya lalu pergi meninggalkanku dengan Mas Ilyas."Sandra, kamu apa-apaan, sih? Mas perhatikan akhir-akhir ini kamu berubah. Kamu kenapa?" Pertanyaan Mas Ilyas tersebut semakin membuatku merasa kesal. Seharusnya ia merasa bersalah karena telah bermain api di belakangku."Justru kamu yang berubah, Mas! Sejak kehadiran Nia di rumah ini, Mas seolah tidak peduli lagi padaku. Mas selalu membela Nia.""Mas tidak membelanya. Mas hanya kasihan padanya, itu saja!""Oh, jadi Mas kasihan pada wanita lain, sedangkan istrimu sendiri kamu abaikan, begitu, Mas?""Bukan seperti itu. Mas hanya kasihan padanya. Kamu nggak kasihan sama dia? Dia sudah diduakan oleh suaminya, dan dia membutuhkan tempat untuk bersandar, Sandra.""Tempat untuk bersandar? Maksudnya apa, Mas? Apa jangan-jangan

    Last Updated : 2023-01-11
  • Membalas Suami dan Sahabatku   8. Pura-pura Tidak Tahu

    Bagian 8"Mas, aku kangen, Mas!" Tangan itu, melingkar di pinggangku.Nia … ternyata Nia yang memelukku. Ia tidak sadar bahwa aku ini bukanlah Mas Ilyas. Suasana di dapur yang gelap, membuat Nia tidak bisa melihat dengan jelas. Mungkin ia mengira bahwa aku adalah Mas Ilyas. Bodoh, ia tidak mengetahui siapa yang sedang dipeluknya.Aku segera melepaskan rangkulannya di pinggangku dan langsung membalikkan badan. Mata Nia langsung terbelalak saat melihatku.Ia menggeleng pelan sambil menutup mulutnya."Kangen? Sama siapa, Nia? Sama suamiku?" tanyaku dengan emosi yang bergejolak. Dadaku naik turun menahan luapan amarah yang siap untuk diledakkan."Sandra, ka-kamu nga-ngapain di sini?" tanyanya terbata. Ia tidak menjawab pertanyaanku, ia justru balik bertanya padaku."Justru kamu yang ngapain di sini? Ini rumahku, jadi wajar jika aku berada di dapurku sendiri. Sedangkan kamu, ngapain meluk aku dari belakang? Kamu mengira bahwa aku ini adalah Mas Ilyas? Iya? Jawab, Nia!" Nada bicaraku semak

    Last Updated : 2023-01-11
  • Membalas Suami dan Sahabatku   9. Bukti

    Bagian 9Mereka berdua takut ketahuan olehku, mereka tidak tahu kalau aku sudah mengetahui kebusukan mereka.Aku mengembuskan napas kasar, lalu kuscroll lagi pesan tersebut, hingga sampailah pada sebuah foto. Ya, foto Mas Ilyas dan Nia yang sedang berpelukan. Mereka tidur di sebuah kamar yang bernuansa putih, dalam balutan selimut yang sama. Nia bersandar di dada bidang Mas Ilyas yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus tersebut. Hanya tampak bagian atasnya saja karena tubuh mereka berdua ditutupi oleh selimut warna ungu bergambar bunga.Foto itu dikirim oleh Nia dari ponselnya. Dibawah foto tersebut ditulis caption, "Aku bahagia bersamamu, Mas. Aku telah mendapatkan kepuasan yang belum pernah kudapatkan dari suamiku sebelumnya. Tetaplah setia di sisiku, hingga waktunya tiba, kita akan menjadi pasangan suami-istri, Nia love Ilyas."Apa-apaan ini? Kepuasan? Apa maksudnya?Apa-apaan ini? Apa mereka telah melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan? Ternyata, bukan hanya sekadar menja

    Last Updated : 2023-01-11
  • Membalas Suami dan Sahabatku   10. Apa Kurangnya Aku?

    Bagian 10"Kok kamu lihatin aku seperti itu sih, Sandra? Apa jangan-jangan kamu mengira aku ini pelakor?" tanya Nia, balas menatapku dengan tatapan tajam juga.Tuh kan, aku hanya menyindirnya saja, Nia sudah merasa. Ternyata ia sadar bahwa dirinya adalah pelakor yang menginginkan suami dari sahabatnya sendiri."Aku 'kan tidak menyebut namamu, Nia! Kok' kamu jadi nyolot gitu! Apa jangan-jangan memang benar bahwa kamu itu seorang pelakor?" balasku tak mau kalah."Aku bukan pelakor ya," sangkalnya."Sudah-sudah, kalian ini seperti anak kecil saja. Kita lagi sarapan, loh," sahut Mas Ilyas. Ia terlihat kesal mendengar perdebatanku dengan Nia. Nia langsung menyudahi sarapannya. Ia langsung berlari ke kamarnya. Seperti biasa, saat aku adu mulut dengannya, ia pasti akan menghindar. Ia akan berpura-pura sedih dan menangis agar Mas Ilyas membelanya dan menyalahkanku. Aku sudah tidak peduli, yang jelas, aku tidak bisa berpura-pura baik di hadapan orang yang telah menusukku dari belakang."Sandr

    Last Updated : 2023-01-11
  • Membalas Suami dan Sahabatku   11. Membuntuti Nia

    Bagian 11Akumenyingkap tirai kamar, tanpa sengaja, aku melihat Nia menuju garasi, kemudian mengendarai mobil sportnya.Tanpa membuang waktu, aku segera mengambil kunci mobil yang terletak di salah satu paku dinding kamar, mengambil tas selempang, kemudian menuruni anak tangga. Untung saja mobil Nia belum jalan, jadi aku masih punya kesempatan untuk mengikutinya. Aku curiga kalau ia akan ketemuan dengan Mas Ilyas, karena ini sudah mendekati jam makan siang."Nia, kamu mau ke mana?" tanyaku berbasa-basi."Ada janji sama teman," jawabnya sekenanya. "Aku jalan duluan, ya, San. Nggak enak soalnya temen aku udah nunggu dari tadi.""Aku boleh nebeng mobil kamu, nggak? Soalnya aku juga mau ketemu teman. Oh ya, kamu sama teman kamu janjian di mana? Biar aku suruh temenku ke sana juga."Nia terdiam, sepertinya ia sedang mencari-cari alasan yang tepat, terlihat dari gerak-geriknya yang mulai gelisah. "Maaf, Sandra. Temanku nggak biasa gabung dengan orang lain, jadi aku nggak enak sama dia. Uda

    Last Updated : 2023-01-13
  • Membalas Suami dan Sahabatku   12. Kerja Sama

    Bagian 12Mas Rian tiba-tiba mengepalkan tangannya setelah membaca semua chat dan melihat foto tersebut. Wajahnya merah padam, terlihat sekali kalau ia sedang menahan amarah."Maaf, Mas. Aku tidak bisa lagi menuruti keinginanmu untuk tetap mempertahankan Mas Ilyas. Aku tidak mau bersama dengan seorang lelaki yang telah berzina dengan wanita lain," ucapku dengan tegas. Mas Rian masih terdiam, mungkin ia masih shock. Aku mengerti apa yang ia rasakan, itulah yang sedang aku rasakan saat ini.Aku tahu, Mas Rian sangat mencintai Nia. Mungkinkah perasaan Mas Rian akan tetap sama setelah mengetahui ini semua?"Oke, Mas akan mengabulkan permintaan Nia. Mas juga tidak sudi mempertahankan Nia, seorang wanita murahan yang memberikan tubuhnya disentuh oleh lelaki lain."Kukira Mas Rian akan tetap mempertahankan Nia, ternyata tidak! Mana ada lelaki yang mau menerima wanita seperti itu yang jelas-jelas sudah tidur dengan lelaki lain?Sebejat-bejatnya seorang lelaki, pasti menginginkan wanita baik

    Last Updated : 2023-01-13
  • Membalas Suami dan Sahabatku   13. Sungguh Sakit

    Bagian 13Saat hendak memasuki kamar tersebut, Mbok Siti mencegahku. "Sebaiknya Bu Sandra jangan masuk dulu, soalnya di dalam berantakan. Mbok baru ingat, ternyata Mbok lupa membersihkannya." Apa yang sedang disembunyikan Mbok Siti dariku? Dengan bertingkah seperti itu, aku semakin yakin kalau Mbok Siti menyembunyikan sesuatu dariku."Nggak apa-apa, Mbok. Minggir lah, aku pingin masuk!"Mbok Siti pun menyingkir, dengan terpaksa membiarkanku masuk ke dalam kamar utama yang selama ini aku tempati bersama Mas Ilyas jika kami menginap di rumah ini.Perlahan, kulangkahkan kaki melewati Mbok Siti yang masih berdiri di samping pintu.Ternyata benar, kamar ini berantakan sekali. Bantal dan guling sudah berpindah ke lantai. Sprei yang tadinya terpasang rapi, kini sudah terlepas dari kasur dan teronggok begitu saja di atas lantai.Tampaknya sudah terjadi pertempuran hebat di atas ranjang ini.Aku baru ingat sekarang. Selimut yang kulihat di foto itu sama persis dengan selimut yang ada di kamar

    Last Updated : 2023-01-31

Latest chapter

  • Membalas Suami dan Sahabatku   63. Ending

    Bagian 63"Sandra, izinkan aku menyematkan cincin ini di jari manismu, ya. Pertanda bahwa aku telah mengikat hatimu," pinta Mas Romi.Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Terharu, senang, bahagia semuanya berpadu menjadi satu."Ma, kalau cuma pegang tangan doang boleh ya? Nggak dosa kan megang tangan calon istri sendiri?" "Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!""Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!"Mas Romi meraih tanganku, lalu menyematkan cincin di jari manisku. Ia kemudian mengecupnya. Membuatku tersipu malu."Udah ya pegangan tangannya. Sekarang mari kita tentukan tanggal pernikahan kalian. Mama sudah tidak sabar pengen punya mantu!" Mamanya Mas Romi tersenyum manis padaku. Membuatku teringat kepada almarhumah mama mertua. Sifatnya tidak jauh beda dengan mamanya Mas Romi. Ah, aku jadi rindu padanya."Leb

  • Membalas Suami dan Sahabatku   62. Dilamar

    Bagian 62"Mas Romi datang bersama keluarganya, Mbok? Pagi-pagi begini? Serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan Mbok Yuli barusan."Iya, Non. Sekarang mereka sedang nungguin Non sambil menikmati teh dan juga pisang crispy buatan Mbok. Non kenapa? Kok wajahnya jadi tegang begitu? Deg-degan ya mau ketemu sama calon mertua?" Mbok Yuli masih sempat-sempatnya menggodaku."Tuh kan, pipinya bersemu merah," ledeknya."Mbok apa-apaan, sih? Biasa aja kok!" Aku memalingkan wajah agar Mbok Yuli tidak bisa lagi melihat raut wajahku. Jujur, aku deg-degan dan juga grogi."Kapan nemuin tamunya kalau kita ngobrol terus di sini? Yasudah, Non siap-siap ya. Mbok mau turun lagi ke bawah."Aku pun menganggukkan kepala dan buru-buru menutup pintu kamar.Apa Mas Romi serius dengan ucapannya semalam? Apa ia sungguh-sungguh mencintaiku? Ia bahkan membawa keluarganya untuk bertemu denganku.Ah, kenapa aku jadi salah tingkah begini sih? Nggak biasanya aku begini. Gegas aku berjalan ke kamar

  • Membalas Suami dan Sahabatku   61. Tamu Di Pagi Hari

    Bagian 61"Sebaiknya kalian pulang saja, Mas. Beri aku waktu untuk berpikir karena aku belum bisa memutuskan sekarang."Setelah diam cukup lama, akhirnya aku angkat bicara."Nggak bisa gitu dong, Sandra. Kamu harus jawab sekarang juga. Mas sudah sangat lama menunggumu. Mas mohon, mau ya jadi istrinya Mas." Mas Rian tetap memaksa. Ia sama sekali tidak mau mendengarku."Rian, sebaiknya kita pulang. Kasih waktu untuk Sandra berpikir. Lagian, Ini sudah malam dan Sandra mau beristirahat." Mas Romi memberi saran."Kamu saja yang pulang. Aku tidak akan pulang sebelum Sandra menerima lamaranku." Mas Rian tetap bersikeras pada pendiriannya."Rian, jangan paksa Sandra. Beri waktu padanya untuk memikirkan jawabannya. Biarkan dia beristirahat malam ini sambil memikirkan siapa yang akan dipilihnya.""Tidak, aku maunya malam ini.""Memang benar-benar keras kepala ya! Kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar padamu." Mas Romi terlihat kesal melihat sikap Mas Ri

  • Membalas Suami dan Sahabatku   60. Di Antara Dua Pilihan

    Bagian 60"Hentikan, Mas. Tolong jangan membuat keributan di sini. Jika pelanggan butik ini melihat ada keributan di sini, pasti mereka enggak akan mau berbelanja di butik ini. Aku mohon, Mas!" Aku menangkupkan kedua tangan, berharap Mas Rian mendengar permintaanku."Maafin Mas, Sandra. Mas hanya terbawa emosi. Mas sudah mencarimu ke mana-mana. Tiap hari tiada lelah untuk mencari keberadaanmu. Mas juga sudah bertanya pada Romi, dia bilang tidak mengetahui keberadaanmu. Tapi nyatanya dia bohong, bahkan dia sedang menemuimu sekarang. Benar-benar licik!" Mas Rian terlihat kecewa pada Mas Romi. Padahal ini bukanlah salah Mas Romi. Ia melakukan itu atas permintaanku."Aku memang sengaja meminta Mas Romi agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaanku. Aku ingin hidup tenang, Mas. Sudah terlalu banyak masalah dan ujian hidup yang harus kuhadapi. Itu sebabnya aku memilih untuk pergi jauh, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jadi tolong mengertilah!"Aku sengaja menjauh dari Mas Rian

  • Membalas Suami dan Sahabatku   59. Gagal Mengatakan Cinta

    Bagian 59Enam bulan sudah aku menetap di tempat kediamanku yang sekarang. Sekarang, hari-hariku disibukkan dengan urusan butik. Seminggu sekali aku juga menyempatkan diri mengikuti pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Kuakui ilmu agama yang kumiliki masih sangat dangkal. Aku harus sering-sering mengikuti pengajian untuk menambah kecintaanku kepada Allah SWT, sang pemilik kehidupan.Aku tahu, di balik ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah padaku, pasti ada hikmah di balik semua itu."Sarapan yuk, Non. Nasi gorengnya sudah Mbok hidangkan di atas meja!" Ucapan Mbok Yuli tersebut seketika membuyarkan lamunanku."Iya, Mbok. Kita sarapan sama-sama ya," ajakku sambil menyunggingkan senyum manis kepada wanita yang sudah kuanggap seperti orang tuaku tersebut. "Baik, Non, mari!" Mbok Yuli tidak lagi memanggilkan dengan sebutan Bu Sandra, kini beliau memanggilku dengan sebutan Non. Padahal aku sudah memintanya untuk memanggilku dengan menyebut namaku saja, tapi beliau tidak mau

  • Membalas Suami dan Sahabatku   58. Move On

    Bagian 58Akhirnya rumah ini pun terjual. Rumah yang sudah dihuni selama empat tahun lebih. Rumah yang dulu di dalamnya terdapat kehangatan dan kasih sayang. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah sirna. Saatnya membuka lembaran baru dan mengubur semua kenangan pahit. "Mbok, mohon maaf ya. Sandra tidak bisa lagi mempekerjakan Mbok. Rumah ini sudah dijual dan sebentar lagi akan ditempati oleh pemilik yang baru. Maaf jika Sandra ada salah selama Mbok tunggal di sini," ucapku saat memberikan gaji terakhir kepada Mbok Yuli beserta pesangonnya. Mata si Mbok terlihat berembun, mungkin ia sedih karena tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Sebenarnya aku jauh lebih sedih dibanding Mbok Yuli. Telah kehilangan suami, sekarang bahkan rumah ini juga terpaksa kujual.Jujur saja, aku tidak menginginkan harta yang berlimpah. Keinginanku cukup sederhana. Hanya ingin hidup bahagia bersama suami. Tapi ya sudahlah! Hati akan semakin sakit jika mengingatnya terus-menerus."Mbok nggak tahu harus tingg

  • Membalas Suami dan Sahabatku   57. Ditolak Di Sana Sini

    Bagian 57Bel berbunyi, aku pun segera membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, aku terkejut karena Nia masih berada di depan rumahku. Padahal aku sudah terang-terangan mengusirnya. Kukira yang datang adalah Mas Romi, karena tadi sudah berjanji akan datang bersama calon pembeli rumah ini. Ternyata yang datang justru Mas Rian. Entah kenapa, aku sedang tidak ingin bertemu dengan Mas Rian. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas, aku tidak ingin ditemui oleh lelaki manapun kecuali jika itu menyangkut hal penting."Ngapain kamu datang kemari, Mas?""Mas ada perlu denganmu, Sandra. Lagian sudah lama Mas tidak datang kemari. Kenapa? Sepertinya kamu tidak suka dengan kehadiran Mas?" Mas Rian malah balik bertanya padaku. "Hanya Sandra kah yang penting bagimu, Mas? sahut Nia, ia sepertinya kesal karena mantan suaminya itu mengunjungiku."Tentu! Lagian untuk apa kamu menanyakan hal itu? Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa, jadi kamu tidak usah ikut

  • Membalas Suami dan Sahabatku   56. Minta Ganti Rugi

    Bagian 56Sesampainya di tempat parkiran, aku terkejut melihat Mas Romi yang sedang berdiri di samping mobilku."Mas Romi? Ngapain kamu di sini?" tanyaku sesaat setelah menghampirinya."Nungguin kamu, jawabnya santai."Nungguin aku? Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku. Kamu tahu dari mana kalau aku sedang berada di tempat ini?" tanyaku penuh selidik. "Si Mbok yang memberitahu bahwa kamu sedang ziarah saat aku mendatangi rumahmu."Ah, aku lupa mengatakan kepada si Mbok agar jangan memberitahukan keberadaanku kepada siapapun."Sandra, kamu lupa ya? Tempo hari 'kan kamu yang menghubungiku untuk meminta bantuanku. Masih muda kok' sudah pikun," ledeknya sambil menertawakanku. Menyebalkan!Memang benar aku menghubungi Mas Romi tempo hari untuk meminta bantuannya. Pasalnya, aku akan menjual rumah yang sekarang kutempati. Aku ingin menghapuskan semua kenangan dengan Mas Ilyas. Aku berharap semoga dengan menjual rumah itu, bisa melupakan semua kenangan bersama Mas Ilyas. Aku ingin mo

  • Membalas Suami dan Sahabatku   55. Penyesalan Mendalam

    Bagian 55POV Sandra Di sinilah aku sekarang. Mengunjungi makam ibu dan juga mama mertua. Ibu dan mama mertua memang dimakamkan di tempat pemakaman yang sama, makam mereka berdua pun berdampingan.Aku duduk di atas tanah, di antara makam Ibu dan mama mertua, lalu memandangi makam mereka secara bergantian.Saat menatap batu nisannya, kembali aku teringat pada wajah Ibu dan juga wajah mama mertua. Sungguh aku sangat merindukan kedua wanita yang sangat kusayangi tersebut. Tapi sayangnya, aku hanya bisa memendam rindu ini. Hanya untaian doa yang bisa kukirimkan. Semoga Ibu dan mama mertua bahagia di alam sana."Maafkan Sandra, Bu, Ma, Sandra telah gagal mempertahankan rumah tangga Sandra dengan Mas Ilyas. Sandra tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Ilyas."Air mata mengalir begitu saja dari kelopak mata tanpa bisa dibendung saat mengucapkan kalimat itu. Fisikku memang kuat, tapi tidak dengan hatiku. Hatiku begitu sakit dan terluka. Sekuat tenaga mencoba untuk tetap tegar, tapi k

DMCA.com Protection Status