Aku dan Mas Farhan ke jakarta. Sebenarnya aku tidak harus bertindak jauh seperti ini. Keluarga Adam sudah menerima Anjel, harusnya itu lebih daripada cukup. Tapi, entah kenapa rasanya kurang, aku ingin Adam pun ikut bertanggungjawab. Karena Anjel hamil dan aku selalu kepikiran Salma, jangan sampai bayi itu bernasib sama seperti Salma. Mas Farhan mengizinkan aku menemui Adam, dengan syarat dia pun harus ikut. Dia akan menemaniku menemui Adam. ini tidak masalah, karena tanpa mas Farhan minta syarat pun, aku sudah berniat akan mengajak mas Farhan. Kini aku dan mas Farhan sudah sampai di Jakarta, sengaja aku tidak menemui mantan ibu dan ayah mertua, aku memilih bertemu langsung dengan Adam. Setelah menemui Adam baru aku akan bertemu dengan mantan mertuaku. Di meja resepsionis aku langsung menanyakan keberadaan Adam. Mereka yang masih mengenaliku menyapaku dan sukses membuat aku senang. Karena mereka tidak melupakan aku. "Bu Khansa, apa kabar?" tanya resepsionis saat tahu orang
Adam terdiam, saat aku mengatakan jika Anjel sedang hamil anaknya. Dia seperti menganggap kehamilan Anjel tidak berarti apa-apa. "Kamu dengar tidak? Anjel hamil dan kamu harus bertanggung jawab," tegasku lagi saat tidak ada respons apapun dari Adam. Adam menatapku yang mana aku masih bersembunyi di balik tubuh mas Farhan. "Kenapa aku yang harus bertanggung jawab?" tanya Adam dan sungguh ucapnya itu terdengar menyebalkan. karena geram, aku yang berlindung dibelakang tubuh mas Farhan langsung pasang badan. "kamu bilang kenapa? Jelas saja kamu yang harus bertanggung jawab karena kamu adalah ayah biologisnya!" ujarku dengan membentak. Dia enggak berubah sama sekali. "Apa kamu yakin bayi itu milikku? apa ada buktinya?" Aku menggeleng, sungguh tidak bisa dipercaya. Saat dia menghamili anak orang, dia malah bersikap seolah bukan dialah ayahnya, bukan di yang menyebabkan Anjel hamil. "Dia kekasihmu, sudah pasti' dia sedang hamil anakmu. Apa kamu mau bersikap sama seperti pada
Setelah pertemuanku dengan Adam selesai dan aku mengunjungi mantan mertuaku. Aku dan mas Farhan memutuskan untuk langsung pulang ke Surabaya. Aku sangat berharap ada kabar baik, jika dilihat dari sikap Adam yang sedikit banyaknya telah berubah. "Mas, menurutmu apa Adam akan bertanggungjawab?" tanyaku mas Farhan disela kegiatan mas Farhan menyetir, ya kami baru sampai di bandara Juanda dan supir mas Farhan mengirim kami mobil. "Mmm, harusnya sih , iya. Mas rasa dia sudah berubah dari terkahir kali kita bertemu," jawaban mas Farhan sama persis denganku. "Aku juga berpikir seperti itu." "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Yang penting kita sudah berusaha hasilnya kita pasrah saja," timpal mas Farhan dan itu ada benarnya. Aku tidak boleh terlalu memikirkannya kemungkinan terburuk Adam tidak menerimanya pun masih ada keluarganya yang dengan senang hati menerima Anjel dan bayinya. "Maafin aku ya, Mas. Kamu pasti risi karena aku terlalu ikut campur urusan orang lain?" . "E
Dua tahun lalu Jika ada yang bertanya siapa orang yang paling aku benci? Maka dengan senang hati aku akan mengatakannya. Jika orang yang paling aku benci adalah istriku sendiri--Khansa.Kenapa bisa aku membenci istriku sendiri? Alasan karena dia seorang penjahat wanita. Dia menggunakan koneksi keluarga untuk menikah denganku.Jujur, aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan dengan dirinya. Aku tidak menyukainya. Tapi karena desakan keluarga dan dia memang cantik membuat aku dengan sukarela menerima pernikahan ini. Beruntung dia cantik jika tidak maka aku akan menolak dia mentah-mentah.Hubungan pernikahan kami tidak ada yang aneh, berjalan seperti suami istri pada umumnya. Tapi, aku pernah bilang pada istriku--Khansa jika aku ingin childfree. Aku tahu dia kecewa terlihat jelas di wajah cantiknya itu raut sendu.Tapi aku tidak peduli. Ini sudah jadi keputusanku. Sialnya karena malam itu aku terpengaruh alkohol membuat aku tidur dengannya tanpa menggunakan alat pengaman. Aku kira t
Masa sekarang.....Selama kurang-lebih dua tahun dari dia mengandung dan kini anaknya sudah berusia satu tahun lebih, sudah berpuluhan cara aku lakukan untuk membuat anak itu lenyap. Hingga Khansa mau berubah kembali. Tapi, Semakin ke sini aku justru semakin ilfiil padanya. .Aku bahkan enggak pernah lagi menyentuhnya. Bagaimana aku mau menyentuhnya, melihat dirinya saja membuat bir4hiku hilang. Sudah tidak ada lagi selera untuk menyentuhnya.Tanpa sepengetahuan Khansa. Aku bermain api dengan sekretarisku. Dia cantik, tubuhnya mmmm tidak bisa diungkapkan saking indahnya. Dia dengan Khansa ibarat langit dan bumi. Hubunganku dengannya sudah berjalan hampir satu tahun.Selama satu tahun itu, Khansa sama sekali tidak curiga dengan hubungan kami. Dia seperti biasa melayaniku. Bukan melayani di atas ranjang melainkan melayaniku dalam urusan perut dan pakaianku. .Meskipun demikian aku tidak luluh, aku menganggap apa yang dilakukan Khansa sebatas pelayanan yang memang harus dilakukan oleh
Gawai milikku terus saja bergetar, sengaja enggak aku angkat karena saat ini aku berada di ruang meeting. Karena mengganggu terpaksa aku menyerahkan gawai milikku pada asistenku.Setelah selesai meeting, asistenku langsung memberikan gawaiku. Dia terlihat pucat. Apa dia sakit?"Kamu kenapa? Sakit?" Tanyaku pada asisten saat aku meraih gawaiku."Enggak Tuan.""Lalu kenapa kamu begitu terlihat pucat?' tanyaku lagi.Dia tertunduk, ia seperti ragu untuk mengatakannya."Ada apa? Bicara saja," tuturku."Itu, tuan mmm. Nyonya telepon dan marah. Nyonya tahu perihal hubungan dengan wanita tuan," ujar asistenku.Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi. Dan kini aku tahu kenapa asistenku terlihat pucat. Dia habis kena marah ibuku."Ngomong apa aja ibuku?" Tanyaku seraya berjalan ke ruanganku."Nyonya marah karena Tuan bersekingkuh lalu nyonya titip pesan agar Tuan telepon balik saat acara meeting selesai.""Baiklah. Setelah ini apa aku punya jadwal lain?" Tanyaku. Karena aku berniat pulang l
Anjel terus saja mendesakku untuk secepatnya menikahi dia. Padahal aku sama sekali belum kepikiran untuk menikah lagi. Belum kepikiran untuk terikat dengan yang namanya pernikahan. Bagiku hidup menduda justru lebih nyaman.Apalagi semenjak menjalin hubungan dengan Anjel, tidak ada terbersit untuk menikahinya. Hubunganku dengan Anjel hanya sebatas partner di atas ranjang. Selain itu kami juga sama-sama memiliki keuntungan. Jika aku keuntungannya mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku dapat dari Khansa, apalagi urusan ranjang. Sedangkan Anjel, ia mendapatkan segala yang ia mau. Mulai dari fasilitas mewah, barang branded dan pekerja layak. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Jadi, untuk apa lagi ia mendesakku untuk menikahinya?Karena sekeras apa dia memintanya, aku akan menolak dengan terang-terangan. Karena tujuan awal dengannya pun bukan untuk menikahinya, tapi hanya untuk mencari kesenangan. Namum, dia tidak boleh tahu. Aku yakin jika dia tahu maka ia akan marah besar padaku. M
POV Khansa “Kamu bisanya apa, sih? Jadi istri enggak guna banget! Boro-boro ada gunanya, nyenengin hati suami aja gak bisa!”Aku tertunduk sedih saat mendengar perkataan pedas dari suamiku—Mas Adam. Tidak pernah sedikit saja ia mengeluarkan kata-kata baik untukku, yang bisa Mas Adam lakukan hanyalah meninggikan suaranya setiap kali berbicara denganku.Perubahan drastis Mas Adam terjadi semenjak satu tahun terakhir ini, suamiku tidak lagi perhatian, sering marah-marah bahkan yang lebih parahnya aku tidak pernah dianggap istri lagi olehnya.Aku tidak pernah tahu apa alasannya padahal, selama ini aku merasa tidak ada yang berubah dari diriku. Aku selalu melayaninya dengan sepenuh hati, menyiapkan kebutuhan kerjanya, menyiapkan kebutuhan perutnya lalu Kenapa ia bisa berubah?“Kenapa kamu bicara seperti itu, Mas? Bukankah aku selalu melayanimu dengan baik. Kamu menjadi prioritas utamaku bahkan aku sampai melupakan kebutuhanku sendiri.”“Kamu nanya? Kamu masih nanya, Mas Kenapa? Harusnya k
Anjel terus saja mendesakku untuk secepatnya menikahi dia. Padahal aku sama sekali belum kepikiran untuk menikah lagi. Belum kepikiran untuk terikat dengan yang namanya pernikahan. Bagiku hidup menduda justru lebih nyaman.Apalagi semenjak menjalin hubungan dengan Anjel, tidak ada terbersit untuk menikahinya. Hubunganku dengan Anjel hanya sebatas partner di atas ranjang. Selain itu kami juga sama-sama memiliki keuntungan. Jika aku keuntungannya mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku dapat dari Khansa, apalagi urusan ranjang. Sedangkan Anjel, ia mendapatkan segala yang ia mau. Mulai dari fasilitas mewah, barang branded dan pekerja layak. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Jadi, untuk apa lagi ia mendesakku untuk menikahinya?Karena sekeras apa dia memintanya, aku akan menolak dengan terang-terangan. Karena tujuan awal dengannya pun bukan untuk menikahinya, tapi hanya untuk mencari kesenangan. Namum, dia tidak boleh tahu. Aku yakin jika dia tahu maka ia akan marah besar padaku. M
Gawai milikku terus saja bergetar, sengaja enggak aku angkat karena saat ini aku berada di ruang meeting. Karena mengganggu terpaksa aku menyerahkan gawai milikku pada asistenku.Setelah selesai meeting, asistenku langsung memberikan gawaiku. Dia terlihat pucat. Apa dia sakit?"Kamu kenapa? Sakit?" Tanyaku pada asisten saat aku meraih gawaiku."Enggak Tuan.""Lalu kenapa kamu begitu terlihat pucat?' tanyaku lagi.Dia tertunduk, ia seperti ragu untuk mengatakannya."Ada apa? Bicara saja," tuturku."Itu, tuan mmm. Nyonya telepon dan marah. Nyonya tahu perihal hubungan dengan wanita tuan," ujar asistenku.Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi. Dan kini aku tahu kenapa asistenku terlihat pucat. Dia habis kena marah ibuku."Ngomong apa aja ibuku?" Tanyaku seraya berjalan ke ruanganku."Nyonya marah karena Tuan bersekingkuh lalu nyonya titip pesan agar Tuan telepon balik saat acara meeting selesai.""Baiklah. Setelah ini apa aku punya jadwal lain?" Tanyaku. Karena aku berniat pulang l
Masa sekarang.....Selama kurang-lebih dua tahun dari dia mengandung dan kini anaknya sudah berusia satu tahun lebih, sudah berpuluhan cara aku lakukan untuk membuat anak itu lenyap. Hingga Khansa mau berubah kembali. Tapi, Semakin ke sini aku justru semakin ilfiil padanya. .Aku bahkan enggak pernah lagi menyentuhnya. Bagaimana aku mau menyentuhnya, melihat dirinya saja membuat bir4hiku hilang. Sudah tidak ada lagi selera untuk menyentuhnya.Tanpa sepengetahuan Khansa. Aku bermain api dengan sekretarisku. Dia cantik, tubuhnya mmmm tidak bisa diungkapkan saking indahnya. Dia dengan Khansa ibarat langit dan bumi. Hubunganku dengannya sudah berjalan hampir satu tahun.Selama satu tahun itu, Khansa sama sekali tidak curiga dengan hubungan kami. Dia seperti biasa melayaniku. Bukan melayani di atas ranjang melainkan melayaniku dalam urusan perut dan pakaianku. .Meskipun demikian aku tidak luluh, aku menganggap apa yang dilakukan Khansa sebatas pelayanan yang memang harus dilakukan oleh
Dua tahun lalu Jika ada yang bertanya siapa orang yang paling aku benci? Maka dengan senang hati aku akan mengatakannya. Jika orang yang paling aku benci adalah istriku sendiri--Khansa.Kenapa bisa aku membenci istriku sendiri? Alasan karena dia seorang penjahat wanita. Dia menggunakan koneksi keluarga untuk menikah denganku.Jujur, aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan dengan dirinya. Aku tidak menyukainya. Tapi karena desakan keluarga dan dia memang cantik membuat aku dengan sukarela menerima pernikahan ini. Beruntung dia cantik jika tidak maka aku akan menolak dia mentah-mentah.Hubungan pernikahan kami tidak ada yang aneh, berjalan seperti suami istri pada umumnya. Tapi, aku pernah bilang pada istriku--Khansa jika aku ingin childfree. Aku tahu dia kecewa terlihat jelas di wajah cantiknya itu raut sendu.Tapi aku tidak peduli. Ini sudah jadi keputusanku. Sialnya karena malam itu aku terpengaruh alkohol membuat aku tidur dengannya tanpa menggunakan alat pengaman. Aku kira t
Setelah pertemuanku dengan Adam selesai dan aku mengunjungi mantan mertuaku. Aku dan mas Farhan memutuskan untuk langsung pulang ke Surabaya. Aku sangat berharap ada kabar baik, jika dilihat dari sikap Adam yang sedikit banyaknya telah berubah. "Mas, menurutmu apa Adam akan bertanggungjawab?" tanyaku mas Farhan disela kegiatan mas Farhan menyetir, ya kami baru sampai di bandara Juanda dan supir mas Farhan mengirim kami mobil. "Mmm, harusnya sih , iya. Mas rasa dia sudah berubah dari terkahir kali kita bertemu," jawaban mas Farhan sama persis denganku. "Aku juga berpikir seperti itu." "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Yang penting kita sudah berusaha hasilnya kita pasrah saja," timpal mas Farhan dan itu ada benarnya. Aku tidak boleh terlalu memikirkannya kemungkinan terburuk Adam tidak menerimanya pun masih ada keluarganya yang dengan senang hati menerima Anjel dan bayinya. "Maafin aku ya, Mas. Kamu pasti risi karena aku terlalu ikut campur urusan orang lain?" . "E
Adam terdiam, saat aku mengatakan jika Anjel sedang hamil anaknya. Dia seperti menganggap kehamilan Anjel tidak berarti apa-apa. "Kamu dengar tidak? Anjel hamil dan kamu harus bertanggung jawab," tegasku lagi saat tidak ada respons apapun dari Adam. Adam menatapku yang mana aku masih bersembunyi di balik tubuh mas Farhan. "Kenapa aku yang harus bertanggung jawab?" tanya Adam dan sungguh ucapnya itu terdengar menyebalkan. karena geram, aku yang berlindung dibelakang tubuh mas Farhan langsung pasang badan. "kamu bilang kenapa? Jelas saja kamu yang harus bertanggung jawab karena kamu adalah ayah biologisnya!" ujarku dengan membentak. Dia enggak berubah sama sekali. "Apa kamu yakin bayi itu milikku? apa ada buktinya?" Aku menggeleng, sungguh tidak bisa dipercaya. Saat dia menghamili anak orang, dia malah bersikap seolah bukan dialah ayahnya, bukan di yang menyebabkan Anjel hamil. "Dia kekasihmu, sudah pasti' dia sedang hamil anakmu. Apa kamu mau bersikap sama seperti pada
Aku dan Mas Farhan ke jakarta. Sebenarnya aku tidak harus bertindak jauh seperti ini. Keluarga Adam sudah menerima Anjel, harusnya itu lebih daripada cukup. Tapi, entah kenapa rasanya kurang, aku ingin Adam pun ikut bertanggungjawab. Karena Anjel hamil dan aku selalu kepikiran Salma, jangan sampai bayi itu bernasib sama seperti Salma. Mas Farhan mengizinkan aku menemui Adam, dengan syarat dia pun harus ikut. Dia akan menemaniku menemui Adam. ini tidak masalah, karena tanpa mas Farhan minta syarat pun, aku sudah berniat akan mengajak mas Farhan. Kini aku dan mas Farhan sudah sampai di Jakarta, sengaja aku tidak menemui mantan ibu dan ayah mertua, aku memilih bertemu langsung dengan Adam. Setelah menemui Adam baru aku akan bertemu dengan mantan mertuaku. Di meja resepsionis aku langsung menanyakan keberadaan Adam. Mereka yang masih mengenaliku menyapaku dan sukses membuat aku senang. Karena mereka tidak melupakan aku. "Bu Khansa, apa kabar?" tanya resepsionis saat tahu orang
Beberapa hari setelah menghubungi Sinta dan menceritakan apa yang kakaknya lakukan, belum ada tanda-tanda Adam ada niat baik. Adam, seolah memutuskan kontak dengan keluarganya sendiri. Tapi, meskipun tidak ada kabar dari Adam, mantan ayah dan ibu mertuaku mereka terbuka, bahkan mereka menerima Anjel. Meskipun masih ada perasaan marah pada Anjel, tapi bukan berarti mereka harus tidak pedulikan kehamilan Anjel. Aku selalu merasa heran, keluarga Adam semuanya baik. Tapi kenapa hanya Adam yang berbeda? Kenapa hanya dia yang tidak memiliki hati nurani? entahlah! Sesuai kesepakatan, ibu meminta padaku untuk menghubungi Anjel dan memintanya untuk ketemuan. Mereka ingin meminta maaf dan ingin mengatakan niat baik mereka. Jika mereka menerima Anjel dan bayinya. Mereka berniat membawa Anjel untuk tinggal bersama mereka. (Bu Wulan ingin bertemu sama kamu,) aku kirim teks pesan ke nomor Anjel. Kutunggu beberapa menit akhirnya masuk balasan dari Anjel. (apa keluarga mas Adam ada di
("Apa kamu ngomong kaya gini untuk mengejekku? Menertawakan aku karena bernasib malang, ditinggal setelah ada yang lebih dariku? Apa iya, Khansa?") "Tidak! Aku sama sekali tidak punya pikiran sampai sana. Ini murni dari hatiku, karena Aku pun pernah ada di posisimu, aku tahu bagaimana sakitnya pria yang kita cintai memilih wanita lain. Terlebih sekarang kamu sedang hamil. Ingat! Anak dalam kandunganmu tidak berdosa, dia tidak tahu apa-apa. Jangan sampai anakmu bernasib sama seperti anakku. Jikapun Adam tidak mau tanggung jawab, tapi aku yakin keluarganya akan menerima kamu. Terlebih kamu sedang mengandung keturunan mereka," tuturku menjelaskan sekaligus menyanggah tuduhan jika aku tengah mengejeknya. Lagi-lagi tidak ada jawaban, yang terdengar sekarang hanya suara isakan yang sangat menyayat hati. "Kamu mau yah dengarkan saranku? Dia harus tanggung jawab, aku akan bicara pada keluarganya. Aku titip pesan sama kamu, tolong jangan stres, jangan banyak pikiran. Percayalah setiap ma