Butuh waktu dua minggu lebih hingga tangan dan kaki Xander benar-benar sembuh. Selama itu pula ia merasa menjadi seorang pengangguran. Hanya mendekam di dalam rumah tanpa melakukan apapun. Padahal satu kaki dan tangannya juga masih berfungsi untuk ia gunakan bekerja. Tapi Sera yang tiba-tiba bersikap tegas itu benar-benar melarangnya bekerja. Istrinya itu bertindak seperti bos besar yang terus saja menyuruh Xander istirahat.Xander merasa terkurung, dan ia hanya bisa pasrah karena tidak bisa menolak perintah si 'bos besar'. Tapi ia sudah sehat sekarang dan bisa kembali bekerja. Lelaki itu sudah siap dengan setelan kerjanya."X, aku ingin pergi. Apakah boleh?"Xander menoleh pada Sera yang duduk di sebelahnya. Mereka sedang sarapan bersama. "Kemana?" "Menghadiri pembukaan galeri baru temanku," jawab Sera."Sebenarnya aku ingin kau menemaniku ke acara peresmian Artadewa Medical Center. Artadewa Medical Center adalah rumah sakit ke sekian kali yang baru selesai dibangun oleh Xander. I
Xander menatap Tania dengan pandangan heran. Cukup tidak percaya wanita ini tidak bisa naik sepeda. Jika itu adalah motor, ia mungkin memaklumi, karena memang tidak sedikit orang yang tidak bisa mengendarainya. Tapi untuk sepeda? Hell... anak umur dua tahun saja sudah bisa."Aku tidak bisa menaiki sepeda, tapi ingin menaikinya."Xander menatap Tania dengan dahi berkerut, sebelum menghampiri pemilik sepeda itu untuk menyewa satu sepedanya. "Naik."Tania tampak ragu. "Nanti kalau jatuh?""Aku akan memeganginya," yakin Xander. Ia berdecak pelan karena menunggu Tania yang masih membutuhkan waktu beberapa saat hingga ia akhirnya naik ke sepeda.Xander menyuruh Tania mengayuh sepedanya, dan ia sendiri memegangi bagian boncengan sepeda untuk menjaga agar wanita itu tidak jatuh. Pertama kali Ta ia masih kesulitan mengarahkan setang sepedanya dan terus oleng. Tapi lama-kelamaan, wanita itu mulai bisa. "Wah, bisa!" Tania berseru senang, karena berpikir sudah bisa mengendarai sepeda. Ia mengay
Xander membuka pintu kamar, dan langsung berdecak mendapati anjing Tania yang bernama Molly berada di depan kamarnya. Sedang duduk manis sembari menjilati kakinya sendiri.Xander berniat melewatinya ketika anjing itu langsung bangun dan memutari kakinya. Lalu mendusel-dusel di sana. Ia menghindar, dan si Molly itu mengikutinya. Dia bergerak ke kanan dan kiri seakan berniat menghalangi langkah Xander. Entah kenapa anjing ini suka sekali mengganggunya. Setelah berhasil pergi dari si Molly, anjing yang lain muncul dari balik pintu kamar Tania yang terbuka setengah. Anjing jelek yang 'dipungut' dari jalan itu juga mengikuti langkah kaki Xander. Ada apa dengan anjing-anjing ini? Membuat kesal saja. Xander berkeinginan untuk menendangnya. Tapi tidak setega itu untuk melakukannya.Xander mempercepat langkahnya, bahkan terkesan berlari untuk menghindar dari dua anjing jelek itu. Ia menuruni tangga untuk ke ruang tangga."Anjingmu itu benar-benar menyebalkan," gerutu Xander setelah menundukka
Tania berlari. Kencang. Tak tentu arah. Di belakangnya seekor hewan buas mengejarnya. Suaranya menyeramkan. Matanya melotot dengan mulut terbuka lebar seakan sudah tidak sabar menerkamnya.Tania menjerit. Meminta tolong. Tapi ia tahu tidak akan ada yang menolongnya. Di tempat sepi ini, gelap, dan menakutkan. Tidak akan ada yang datang. Dengan wajah yang dibasahi air mata, Tania hanya terus berlari. Sampai kakinya tidak kuat lagi melangkah. Dan ia hanya akan pasrah jika akan benar-benar mati di sini.Tania berlari sekencang-kencangnya. Hingga pada akhirnya kehabisan tenaga. Tubuhnya lemas. Nyaris terkulai tak berdaya di tanah ketika sebuah lengan kekar menangkapnya. Memberikan perlindungan dengan memeluknya erat. Tania menangis. Antara ketakutan dan kelegaan menjadi satu. Ia takut ini hanya mimpi. Siapa yang mau datang ke tempat menakutkan ini untuk menolongnya? Dan Tania akan merasa lega jika ini memang bukan mimpi.Tania membuka matanya. Ingin melihat wajah orang yang mendekapnya e
Tania keluar dari bathub setelah berendam selama satu jam lebih dengan air panas. Ditemani aroma lavender yang membuat tubuhnya menjadi rileks. Ia kemudian memakai pakaiannya, menyisir rambutnya, lalu keluar dari kamar.Dari ujung lorong, Tania melihat Lyla berlari menghampirinya. Raut khawatir tampak di wajahnya."Nona baik-baik saja? Apakah ada yang terluka?" tanyanya cepat. Ia baru saja tahu apa yang telah terjadi dengan nonanya ini. "Saya benar-benar minta maaf, Nona. Saya meninggalkan ponsel saya di paviliun sejak pagi, karena itu saya tidak tahu jika Nona menelepon saya. Maafkan saya, Nona."Ah, jadi karena itu Lyla tidak bisa dihubungi? Setelah Sera yang tidak bisa dihubungi, Tania berganti menelepon Lyla. Tapi dia juga tidak menjawab panggilannya. Ia sudah berpikir tidak akan bisa pulang lagi setelah itu. Namun ia lupa masih ada Xander. Tania sepertinya tidak perlu bertanya apakah yang membawanya pulang Xander atau bukan. Karena ia yakin memang lelaki itu. Dia selalu ada ketik
Tania duduk di tepi kolam ikan hias di halaman mansion. Ia memasukkan makanan ikan ke dalamnya kolam. Lalu ikan-ikan kecil dengan warna cantik itu langsung berebut memakannya.Sinar matahari pagi menyorot kulit putih Tania. Tapi wanita itu tidak merasa terusik. Ia memasukkan tangannya ke dalam air. Memainkannya."Nona, ayo masuk. Nanti kulit Nona menjadi hitam." Lyla keluar untuk menghampiri Tania. Mengajaknya masuk.Tania menurut. Berdiri dari duduknya, ia mencuci tangannya di keran sebelum masuk ke dalam. Bisanya wanita itu akan memberikan penolakan terlebih dahulu jika acara bermainnya diganggu. Tapi sekarang tidak, karena Tania sedang tidak dalam mood yang baik. Ia malas melakukan apapun. Karena Sera.Perubahan sikap Sera padanya terus membuat Tania berpikir. Apakah mereka tidak bisa kembali seperti sebelumnya? Apa yang harus Tania lakukan untuk membuat Sera tidak membencinya lagi?Karena merasa haus, Tania pergi ke dapur untuk minum. Seorang pelayan sedang menuangkan jus berwarna
"Aaa akhirnya kita bisa bersama-sama lagi!!" Empat wanita itu saling berpelukan dan berjingkrak-jingkrak semangat. Sera dan ketiga teman baiknya semasa kuliah. Mereka akhirnya bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Setelah alasan sibuk dan lain-lain yang menghalangi."Ayo, ayo, masuk dulu." Sera membawa teman-temannya masuk ke dalam mansion. Lalu memanggil pelayan untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk teman-temannya."Sepertinya sekarang aku tahu bagaimana kehidupan seorang ratu. Ya seperti Sera ini. Aku benar bukan?" Salah seorang wanita berceletuk dan yang lainnya memberikan tanggapan dengan mengangguk."Kau ini bicara apa?" Sera tertawa malu."Aku serius. Coba lihat dirimu." Wanita itu menatap Sera dari ujung kepala sampai kaki. Mengira-ngira berapa harga dari setiap barang yang melekat di tubuh Sera. Dia mungkin tidak akan bisa menghitung nilainya. "Ya ampun! Kau bahkan memiliki kalung ini?!" Wanita itu tiba-tiba meraih sesuatu yang melingkar di leher Sera. Menatap kalung yan
Sera berniat masuk kembali ke dalam mansion setelah mengantarkan teman-temannya sampai di luar. Mereka baru saja pulang. Sera melangkahkan kakinya melewati pintu, di mana di sana Tania berdiri. Ia bisa melihat air mata yang terus keluar dari matanya. Tapi tidak ada isakan atau tangisan.Sera melengos. Berjalan melewati Tania ketika wanita itu berdiri di depannya. Seakan menghalanginya pergi.Sera memutar bola matanya. "Apa?" tanyanya ketus."Apa kau benar-benar membenciku? Tidak bisa menjadi Sera yang seperti sebelumnya lagi?" kata Tania pelan. Sera menghela napas kesal. "Seperti sebelumnya bagaimana? Harusnya aku memang bersikap seperti ini dari awal agar kau tidak berani melunjak." Ia terlalu memberi kebebasan pada Tania. Hanya membiarkan ketika dia terlihat dekat dengan suaminya. "Sera...." Tania mulai terisak. Benar-benar tidak bisa jika Sera bersikap seperti ini padanya. Tania sudah biasa menerima hinaan dari semua orang. Tapi jangan Sera. "Sudahlah, Tania. Jangan mulai berdra
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
Xander melangkah masuk ke dalam ruangan yang ditempati Tania. Istrinya akhirnya dipindahkan ke ruangan lain. Tubuhnya sudah tidak lagi ditempeli dengan berbagai alat penunjang hidup. Dia bahkan sudah membuka matanya sekarang. Tania tengah menatap Xander dengan mata sayunya. Bibir pink alaminya tampak pucat. Sementara bahunya dililit dengan kain kasa. Dengan lemah, wanita itu mencoba tersenyum pada Xander."Xander...."Xander menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak. "Sakit sekali ya?" ucapnya menyerupai bisikan. Meski sudah sadar, Xander tahu Tania tidak baik-baik saja. Dia masih kesakitan. Tania tampak seperti ingin berbicara. Tapi terlalu lemah untuk melakukannya. Satu kata saja sudah cukup sulit.Xander membelai rambut Tania. Menggeleng. "Tidak perlu bicara apa-apa dulu. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat.""Dimana baby Lio? Apa dia tidak mencariku?" tanya Tania dengan nada sangat pelan. Napasnya terengah. Xander harus benar-benar mendengarkan dengan baik. "Hm
Xander membopong tubuh lemah Tania keluar. Berjalan cepat memasuki pelataran rumah sakit. Para dokter dan perawat sudah bersiap. Membawa Tania ke ruang operasi untuk segera ditangani."Maaf, Tuan. Tapi Anda diizinkan untuk ikut masuk."Xander mengepalkan tangan. Menghembuskan napas berat, dia tidak membantah. "Selamatkan istriku apapun yang terjadi," ucapnya sebelum pintu ruangan tertutup.Xander duduk di kursi depan ruangan itu. Tangannya terkepal kuat. Raut emosi menumpuk di wajahnya. Penampilan Xander sudah berantakan. Kemeja putihnya sudah bercampur dengan warna merah. Xander sudah sangat siap membunuh orang.Lelaki itu. Jangan harap Xander akan melepaskannya. Jika sampai Tania kenapa-kenapa, ia pastikan Abraham Denovan akan mendapatkan perlakuan yang setimpal.Xander menoleh ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat. Alex dan Angeline berjalan cepat menghampirinya. Lio berada di gendongan Angeline. Tangisnya terdengar kencang.Xander berdiri dan ingin mengambil putranya
Xander mengeratkan mantel hijau tebal di tubuh Tania, sebelum merangkul pinggangnya dan berjalan bersama keluar mansion."Mommy dan Daddy?" Tania menoleh sekilas ke belakang untuk melihat apakah mereka sudah siap atau belum. Lio juga bersama mereka."Mommy dan Daddy akan menyusul. Kita ke bendara lebih dulu."Tania mengangguk. Xander membukakan pintu mobil, dan Tania masuk ke dalam. Ketika lelaki itu juga akan masuk, Christian datang. Xander menatap Tania. Memberitahukan dengan gerakan bibir sebelum berjalan sedikit menjauh dari mobil. Ada sesuatu yang tidak beres. Terlihat dari ekspresi Christian."Tuan, Abraham menghilang.""Maksudmu?" Xander mengernyit."Posisinya masih bisa dilacak sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi setelah itu dia menghilang. Dia meninggalkan mansionnya dan pergi entah ke mana," jelas Christian. Xander memang meminta Christian untuk mengawasi Abraham. Setelah dia membuat kejutan besar yang sudah pasti menghancurkan karirnya, Abraham tidak akan tinggal dia
Xander sudah sampai di mansion. Ia menghentikan langkah saat berpapasan dengan Alex di lorong lantai empat. Xander melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Daddy belum tidur?" tanyanya."Kau berbicara apa dengannya?" Xander mengernyit. Tapi kemudian ia paham maksud pertanyaan Alex. Daddynya pasti sudah tahu semuanya. Xander tidak perlu menjelaskan lagi."Hanya memberi peringatan pada Abraham Denovan," jawab Xander santai.Alex menghela napas berat. "Daddy tahu kau pasti sangat marah dengan apa yang dilakukan laki-laki itu pada Tania. Daddy juga sangat marah saat mengetahuinya," ucapnya. "Tapi kau jangan menjadi gegabah seperti ini."Alex sangat ingin menemui Abraham dan menghajarnya secara langsung ketika ia mengetahui ketika lelaki itu hampir mencelakai putrinya. Tapi Alex tahu ia tidak bisa gegabah."Pamanmu Robert, mengenal Abraham dengan baik. Dia pernah mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Lawannya adalah Abraham." Alex memulai ceritanya. "Abraham orang yang tida
"Apa saja yang kau lakukan di sana?"Tania merengut. "Aku tidak yakin kau tidak tahu. Para bodyguard mu pasti sudah memberitahumu kan?""Benar. Tapi aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Dan mengetahui apa yang kau rasakan saat bertemu dengan ayah kandungmu. Lanjutnya dalam hati.Tania dan Angeline baru saja pulang dari acara amal. Meski bodyguard sudah memberitahukan semuanya. Tapi ia ingin Tania sendiri yang memberitahu."Di sana ramai sekali. Banyak orang yang memberikan amal," cerita Tania. Lalu wajahnya yang tampak biasa sebelumnya berubah cemberut. "Tapi karena ada wartawan juga, aku jadi tidak suka.""Kenapa?" Xander memberikan tanggapan. Ia mendongak menatap istrinya."Banyak orang yang jadi pamer tahu. Mereka berlomba memberikan uang paling banyak untuk amal. Lalu menceritakannya di depan kamera. Seharusnya kan tidak boleh seperti itu. Jika memang ikhlas ingin beramal ya beramal saja. Kenapa harus dipamer-pamerkan?"Xander tersenyum melihat bibir Tania yang maju ke depan ke
"Setelah sukses dengan menjadi anggota dewan di Spanyol, Bulgaria, dan Inggris, Abraham Denovan akhirnya kembali negaranya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden pada pemilihan presiden yang akan datang. Nama lelaki kelahiran 1965 itu begitu cemerlang dalam dunia perpolitikan. Sikap tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugasnya tidak bisa diragukan.""Namun, baru-baru ini berhembus kabar miring tentangnya. Belum dipastikan kebenarannya, tapi Abraham Denovan diduga suka bermain dengan perempuan malam, meski telah memiliki seorang istri. Dia juga memiliki seorang anak dari salah satu teman tidurnya itu. Anak itu–""Mommy."Angeline langsung mematikan layar televisi yang menampilkan berita itu ketika Tania memanggil. Wajahnya yang semula datar berganti menjadi senyuman saat Tania berjalan mendekat."Mommy." Tania duduk di sebelah Angeline. "Mommy sedang apa?"Angeline menggeleng. "Mommy melihat berita. Tapi karena tidak menarik, Mommy jadi malas melihatnya," jawabnya. "Di mana Lio