Tania meringis ketika menyentuhkan kapas bercampur obat merah di tangannya ke bibir Xander yang sedikit sobek. Pada bukan dia yang terluka. Xander saja tidak menunjukkan raut kesakitan sama sekali. Hanya datar.Tania langsung berlarian mengambil kotak P3K ketika menyadari luka di wajah Xander. Berinisiatif untuk mengobati lukanya. Ujung bibir lelaki itu sedikit robek dan mengeluarkan darah. Pipi kirinya tampak membiru. Tania ingin menangis melihatnya.Bukan ingin, tapi sudah menangis. Air mata keluar dari matanya dengan tangan yang masih setia mengobati luka Xander."Di sini aku yang terluka, Lea. Kenapa kau yang menangis?" ucap Xander dengan tatapan gelinya. Ia membiarkan lukanya diobati Tania."Apa kau tidak merasa sakit?" tanya Tania heran. Mengedip dengan kelopak mata yang dibasahi air mata. Ia saja ngeri sendiri melihat luka Xander.Xander menggeleng. Dibanding luka di wajahnya, ada hatinya terasa lebih sakit. Sera sukses benar menyakitinya. Xander masih saja berharap jika ini mi
"Jadi kalian membohongi Mommy dan Daddy selama ini?""I'm sorry."Angeline menggeleng. Menghela napas berat. Tidak tahu harus berkata apa lagi. Mendengar permasalahan antara kedua anaknya, ia dan suaminya langsung memutuskan datang ke Amerika untuk mengetahui apa yang terjadi secara langsung."Daddy dan Mommy memang ingin segera memiliki cucu. Tapi kalian tidak perlu sampai memakai ibu pengganti untuk memberikannya," ucap Alex untuk pertama kali setelah Xander menjelaskan apa yang terjadi. Jelas karena paksaan Angeline lelaki itu bercerita, karena dia terlalu malas membahas ini. Alex dan Angeline memang ingin memiliki cucu. Tapi jika anak dan menantunya tidak bisa memberikan pun tidak apa-apa. Masih ada banyak cara lain yang bisa dilakukan, seperti mengadopsi seorang anak. Bukan cucu kandung, tapi rasanya tidak masalah. Mereka tetap bisa menerimanya. Itu akan lebih baik daripada dengan apa yang Xander dan Sera lakukan sekarang. Keputusan untuk memakai ibu pengganti yang akhirnya menc
Xander keluar dari walk in closet dengan dasi yang terlampir di bahunya. Sementara tangannya sibuk mengancingkan kancing lengan kemejanya. Lelaki itu tengah bersiap-siap untuk ke kantor. Ada masalah di kantor yang mengharuskan kehadirannya. Xander menatap ke sekeliling kamar. Berdecak, ia kemudian keluar dari kamar. Lelaki itu berdiri di balkon dan menjulurkan kepalanya untuk melihat ke lantai bawah. "Sera, kau di mana?! Dasiku–" Ucapan Xander terhenti setelah ingat apa yang sedang ia lakukan. Wanita itu tidak ada di sini. Kenapa Xander mencarinya? Xander menghela napas berat. Belum terbiasa dengan ketidakhadiran Sera di sekitarnya. Ia terlalu bergantung pada wanita itu. Baru saja dia pergi, dan Xander sudah sangat merindukannya. That woman! Dia menghancurkan hidup Xander."Boleh aku membantumu?"Xander berbalik. Tania sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan ragu. Ia mendengar ketika Xander berteriak 'mencari' Sera."Tidak perlu," tolak Xander sembari berjalan masuk kembali ke k
"Bagaimana masalahmu di kantor? Mungkin Daddy bisa membantu.""Tidak perlu. Aku sudah membereskannya," jawab Xander. Ada penyusup masuk ke dalam perusahaan dengan berpura-pura menjadi pegawainya. Mencuri data-data penting perusahaan. Tapi dia berhasil diringkus tepat pada waktunya.Begitulah orang-orang yang tidak berguna. Mereka mencuri ide dari perusahaan lain untuk menciptakan perusahaan besar. Tidak tahu diri."Baguslah kalau begitu," kata Alex. Berbicara mengenai perusahaan, ia jadi teringat sesuatu. "Daddy menarik investasi yang Daddy berikan di perusahaan Jeremy."Xander yang menatap ponsel di tangannya menoleh pada Alex. Memberikan anggukan singkat. Sudah sepatutnya daddynya melakukan itu. Tidak perlu ada hubungan apapun lagi dengan keluarga Thomas. Hubungan pekerjaan sekalipun. "Lalu bagaimana dengan perceraian mu dan Sera?""Aku sudah menyerahkan dokumennya ke pengadilan."Alex mengangguk. Xander menatapnya dengan mata menyipit. Baru menyadari sesuatu. "Daddy bertengkar den
Xander berdecak setelah melihat berkas yang dikirim sekretarisnya tidak sesuai dengan apa yang lelaki itu minta. Ia ingin laporan pembangunan jalan tol Overseas Highway yang sekarang tengah dalam tahap pengerjaan. Tapi entah berkas apa ini yang malah dikirimnya. Benar-benar tidak teliti.Xander berniat keluar dari aplikasi email untuk menghubungi sekretarisnya lagi dan meminta dikirimkan laporan yang benar. Tapi terurungkan ketika ia sekilas membaca berkas itu.Ini adalah laporan mengenai informasi tentang Tania yang pernah ia perintahkan pada Christian untuk mencarinya. Xander bahkan lupa membacanya. Berkas itu sudah berkumpul dengan berkas-berkasnya yang lain.Xander menggeser layarnya. Membaca dengan teliti informasi tentang Tania, dan rahangnya menegang seketika. Tatapan matanya tampak tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Lelaki itu bahkan membacanya berulang kali. Berpikir jika matanya yang salah melihat."Tidak mungkin," geram Xander rendah. Wajahnya memerah. Ponsel di tanga
Tanpa arah tujuan, Kaki Tania yang tidak beralas kaki terus melangkah di jalanan beraspal. Wajahnya memerah, dengan bulir bening yang terus keluar dari matanya. Apa yang dibicarakan Xander, Tania mendengar semuanya. Ia ada di sana ketika Xander mengatakan 'ibu' yang meninggalkannya selama ini adalah Angeline. Ia juga melihat reaksi wanita itu yang seakan menunjukkan jika semuanya memang benar.Awalnya Tania masih bingung harus bereaksi bagaimana. Terlalu banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Tania ingin bertanya. Banyak hal pada Angeline. Tapi tidak seberani itu. Apa yang didengarnya saat ini sudah terlalu menyakitkan.Dulu Tania selalu berkata dalam hatinya sendiri. Jika ia bertemu dengan orang tuanya, hal pertama yang akan dilakukannya adalah memeluknya. Tania tidak akan membenci mereka yang sudah meninggalkannya. Tapi ucapan tetaplah hanya ucapan. Nyatanya tidak semudah itu untuk dilakukan.Kebencian itu tiba-tiba hadir sesaat setelah mendengar kebenaran itu. Tania berpik
Xander memperhatikan Tania yang damai dalam tidurnya. Wanita itu belum sadarkan diri. Wajahnya tampak sangat pucat. Xander menatap tangan Tania yang diinfus. Perlahan ia meraihnya untuk digenggam. "Cepat bangun, Lea. Atau aku akan mengguyurmu dengan air," ucapnya dengan nada mengancam. Yang sebenarnya hanya kata-kata penenang untuk dirinya sendiri. Lelaki itu ingin Tania segera sadar.Ini membingungkan. Perasaan takut dan khawatir itu muncul ketika Tania kenapa-napa. Ketika mendapati wanita itu tidak berada di jangkauan matanya. Xander menyadari jika ini bukan hanya karena bayi yang ada dikandungannya. Xander takut saat Tania pergi. Ketakutan yang lebih besar dari saat Sera yang sudah pergi meninggalkannya. Ia tidak bisa kehilangan Tania. Sudah cukup Sera. Jangan wanita ini juga."Tuan...." Tiba-tiba Tania tersadar. Mengerjap lemah. Lalu menatap langit-langit ruangan yang terasa asing. "Kau sudah sadar?" Xander berdiri dengan napas lega. Menekan tombol di atas ranjang, sebelum mele
"Kenapa Mommy tidak bisa membiarkan Lea tenang?!""Xander, Mommy hanya ingin–""Ingin mendapat pengakuan darinya?" sela Xander dengan nada menahan marah. "Mommy tidak pernah memperdulikan itu sebelumnya. Kenapa sangat ingin mendapat pengakuan sebagai ibu Lea?" sarkasnya.Angeline tidak bisa menjawab. Ia diam. Semua ini memang salahnya. Tania sudah jelas-jelas tidak menerimanya, tapi ia masih mencoba berbicara dengannya. "Jangan khawatir. Tania dan bayinya akan baik-baik saja." Alex menepuk pundak Xander untuk membuatnya tenang. Terlihat jelas jika putranya sedang khawatir.Tania pingsan untuk kedua kalinya, dan sekarang sedang diperiksa oleh Jonathan. Sementara mereka menunggu di depan ruang rawat."Kau juga tidak perlu khawatir." Alex yang semula berdiri kini duduk di samping Angeline. Mengusap bahu istrinya. Ia memang kecewa pada Angeline. Tapi seperti yang pernah ia katakan, ia terlalu mencintai Angeline hingga tidak bisa terlalu lama marah padanya.Angeline mengusap wajahnya. Men
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
Xander melangkah masuk ke dalam ruangan yang ditempati Tania. Istrinya akhirnya dipindahkan ke ruangan lain. Tubuhnya sudah tidak lagi ditempeli dengan berbagai alat penunjang hidup. Dia bahkan sudah membuka matanya sekarang. Tania tengah menatap Xander dengan mata sayunya. Bibir pink alaminya tampak pucat. Sementara bahunya dililit dengan kain kasa. Dengan lemah, wanita itu mencoba tersenyum pada Xander."Xander...."Xander menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak. "Sakit sekali ya?" ucapnya menyerupai bisikan. Meski sudah sadar, Xander tahu Tania tidak baik-baik saja. Dia masih kesakitan. Tania tampak seperti ingin berbicara. Tapi terlalu lemah untuk melakukannya. Satu kata saja sudah cukup sulit.Xander membelai rambut Tania. Menggeleng. "Tidak perlu bicara apa-apa dulu. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat.""Dimana baby Lio? Apa dia tidak mencariku?" tanya Tania dengan nada sangat pelan. Napasnya terengah. Xander harus benar-benar mendengarkan dengan baik. "Hm
Xander membopong tubuh lemah Tania keluar. Berjalan cepat memasuki pelataran rumah sakit. Para dokter dan perawat sudah bersiap. Membawa Tania ke ruang operasi untuk segera ditangani."Maaf, Tuan. Tapi Anda diizinkan untuk ikut masuk."Xander mengepalkan tangan. Menghembuskan napas berat, dia tidak membantah. "Selamatkan istriku apapun yang terjadi," ucapnya sebelum pintu ruangan tertutup.Xander duduk di kursi depan ruangan itu. Tangannya terkepal kuat. Raut emosi menumpuk di wajahnya. Penampilan Xander sudah berantakan. Kemeja putihnya sudah bercampur dengan warna merah. Xander sudah sangat siap membunuh orang.Lelaki itu. Jangan harap Xander akan melepaskannya. Jika sampai Tania kenapa-kenapa, ia pastikan Abraham Denovan akan mendapatkan perlakuan yang setimpal.Xander menoleh ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat. Alex dan Angeline berjalan cepat menghampirinya. Lio berada di gendongan Angeline. Tangisnya terdengar kencang.Xander berdiri dan ingin mengambil putranya
Xander mengeratkan mantel hijau tebal di tubuh Tania, sebelum merangkul pinggangnya dan berjalan bersama keluar mansion."Mommy dan Daddy?" Tania menoleh sekilas ke belakang untuk melihat apakah mereka sudah siap atau belum. Lio juga bersama mereka."Mommy dan Daddy akan menyusul. Kita ke bendara lebih dulu."Tania mengangguk. Xander membukakan pintu mobil, dan Tania masuk ke dalam. Ketika lelaki itu juga akan masuk, Christian datang. Xander menatap Tania. Memberitahukan dengan gerakan bibir sebelum berjalan sedikit menjauh dari mobil. Ada sesuatu yang tidak beres. Terlihat dari ekspresi Christian."Tuan, Abraham menghilang.""Maksudmu?" Xander mengernyit."Posisinya masih bisa dilacak sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi setelah itu dia menghilang. Dia meninggalkan mansionnya dan pergi entah ke mana," jelas Christian. Xander memang meminta Christian untuk mengawasi Abraham. Setelah dia membuat kejutan besar yang sudah pasti menghancurkan karirnya, Abraham tidak akan tinggal dia
Xander sudah sampai di mansion. Ia menghentikan langkah saat berpapasan dengan Alex di lorong lantai empat. Xander melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Daddy belum tidur?" tanyanya."Kau berbicara apa dengannya?" Xander mengernyit. Tapi kemudian ia paham maksud pertanyaan Alex. Daddynya pasti sudah tahu semuanya. Xander tidak perlu menjelaskan lagi."Hanya memberi peringatan pada Abraham Denovan," jawab Xander santai.Alex menghela napas berat. "Daddy tahu kau pasti sangat marah dengan apa yang dilakukan laki-laki itu pada Tania. Daddy juga sangat marah saat mengetahuinya," ucapnya. "Tapi kau jangan menjadi gegabah seperti ini."Alex sangat ingin menemui Abraham dan menghajarnya secara langsung ketika ia mengetahui ketika lelaki itu hampir mencelakai putrinya. Tapi Alex tahu ia tidak bisa gegabah."Pamanmu Robert, mengenal Abraham dengan baik. Dia pernah mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Lawannya adalah Abraham." Alex memulai ceritanya. "Abraham orang yang tida
"Apa saja yang kau lakukan di sana?"Tania merengut. "Aku tidak yakin kau tidak tahu. Para bodyguard mu pasti sudah memberitahumu kan?""Benar. Tapi aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Dan mengetahui apa yang kau rasakan saat bertemu dengan ayah kandungmu. Lanjutnya dalam hati.Tania dan Angeline baru saja pulang dari acara amal. Meski bodyguard sudah memberitahukan semuanya. Tapi ia ingin Tania sendiri yang memberitahu."Di sana ramai sekali. Banyak orang yang memberikan amal," cerita Tania. Lalu wajahnya yang tampak biasa sebelumnya berubah cemberut. "Tapi karena ada wartawan juga, aku jadi tidak suka.""Kenapa?" Xander memberikan tanggapan. Ia mendongak menatap istrinya."Banyak orang yang jadi pamer tahu. Mereka berlomba memberikan uang paling banyak untuk amal. Lalu menceritakannya di depan kamera. Seharusnya kan tidak boleh seperti itu. Jika memang ikhlas ingin beramal ya beramal saja. Kenapa harus dipamer-pamerkan?"Xander tersenyum melihat bibir Tania yang maju ke depan ke
"Setelah sukses dengan menjadi anggota dewan di Spanyol, Bulgaria, dan Inggris, Abraham Denovan akhirnya kembali negaranya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden pada pemilihan presiden yang akan datang. Nama lelaki kelahiran 1965 itu begitu cemerlang dalam dunia perpolitikan. Sikap tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugasnya tidak bisa diragukan.""Namun, baru-baru ini berhembus kabar miring tentangnya. Belum dipastikan kebenarannya, tapi Abraham Denovan diduga suka bermain dengan perempuan malam, meski telah memiliki seorang istri. Dia juga memiliki seorang anak dari salah satu teman tidurnya itu. Anak itu–""Mommy."Angeline langsung mematikan layar televisi yang menampilkan berita itu ketika Tania memanggil. Wajahnya yang semula datar berganti menjadi senyuman saat Tania berjalan mendekat."Mommy." Tania duduk di sebelah Angeline. "Mommy sedang apa?"Angeline menggeleng. "Mommy melihat berita. Tapi karena tidak menarik, Mommy jadi malas melihatnya," jawabnya. "Di mana Lio