"Jangan khawatir, nona. Aku akan menjadi tuan yang baik. Aku bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatanmu." Katanya setelah ia melemparkan sejumlah uang pada tuan penjual budak. Uang itu adalah harga kepemilikanku. Ia membeliku.
"Setidaknya kau tampak murah hati dan tampan." Kataku dalam hati.
Pangeran membopongku dan membawaku ke sebuah kamar di dalam istana yang tampaknya adalah kamarnya sendiri. Kamar itu sangat bagus, mewah, dan luas. Ia kemudian menidurkanku di sebuah tempat tidur yang empuk. Pada pengawal yang berjaga di luar kamarnya, ia memerintahkan :
"Panggilkan tabib istana dan Madam Margaret."
Dari depan pintu kamarnya, ia memandangi diriku. Kemudian, ia berjalan mendekat dan duduk di dekatku.
"Kau milikku sekarang, kau mengerti kan?"
"Aku seorang budak, budakmu. Aku menerima takdirku." Kataku tanpa menatap ke arahnya.
Asalkan ia tahu, bahkan jika takdirku adalah kematian, aku tetap menerimanya. Bahkan jika seluruh umat manusia punah, aku tak peduli. Tak ada lagi hal indah yang ingin ada dalam hidupku.
Pangeran kemudian menatapku lekat-lekat. Ia mengelus wajahku. Ibu jari tangan kanannya menekan tengah-tengah bibirku. Tatapan matanya itu sungguh serius. Apa yang ia lihat dari wajahku sampai tatapannya seserius itu? Ia mengangkat daguku dan memaksaku melakukan kontak mata dengannya. Kami bertatapan mata lama. Dan tak disangka-sangka, ia tersenyum juga.
"Siapa namamu? Berapa usiamu?"
"Anna, 21 tahun."
"Anna, kau berbeda dari yang lain. Kau pasti berasal dari jauh. Tak ada satupun manusia yang punya rambut berwarna merah dan mata berwarna ungu di benua ini. Dari mana kau berasal?"
"Ini mungkin terdengar mencurigakan, tapi aku bersumpah bahwa aku tak ingat dari mana aku berasal."
Kemudian, tabib istana datang bersama perempuan galak yang tadi menyeleksi budak-budak.
Tabib istana melakukan pemeriksaan padaku.
"Ia hanya butuh istirahat dan makanan yang lebih bergizi, pangeranku." Kata si tabib.
"Madam Margaret..." Kata sang pangeran. Wanita galak yang tadi menyeleksi wajah kami datang ke hadapan sang pangeran. Ternyata namanya Madam Margaret.
"Beri ia makanan, tempat tidur, dan pakaian yang baru. Pastikan ia nyaman di harem. Nanti malam, aku ingin bersama dengannya."
"Atas perintahmu, pangeranku."
Pangeran kemudian berlalu pergi.
*****
Madam Margaret membawaku ke sebuah gedung yang terletak di bagian belakang istana. Gedung itu adalah Harem. Ia juga menjelaskan tentang peraturan Harem dan sedikit tentang keluarga kerajaan sembari membawaku berkeliling.
"Gadis baru, jangan katakan pangeran yang membawamu ke sini." Kata Madam.
"Mengapa begitu."
"Sebab nanti kau jadi sasaran kecemburuan. Memang tidak boleh ada kecemburuan di harem, tapi yah.... Hati wanita tidak bisa menahan cemburu."
Harem itu tak seperti yang aku bayangkan di mana ada ratusan wanita cantik yang menunggu untuk menemani raja atau pangeran di ranjang. Mereka memakai pakaian yang terbuka dan belajar menari. Ternyata tidak begitu. Harem adalah sebuah gedung "istana wanita" dan tujuan didirikannya harem adalah untuk memperbanyak anggota keluarga kerajaan. Tak ada ratusan selir seperti yang dikatakan orang-orang. Raja hanya punya 39 selir, sedangkan Pangeran punya 11 termasuk aku.
"Dari mana selir-selir itu berasal?" Tanyaku.
"Kebanyakan selir dihadiahkan oleh para Adipati. Tapi ada juga yang kami beli langsung di pasar budak."
"Apa mereka semua suka menjadi selir?"
"Kau banyak bertanya, nona. Mengapa aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan konyolmu. Kau sebenarnya beruntung. Aku rasa dia menyukaimu. Dia tidak pernah tertarik pada wanita manapun. Kalau kau bergerak cepat, kau bisa jadi wanita pertamanya."
Sedikit tentang keluarga kerajaan yang dijelaskan madam Margaret padaku. Raja Darril Harlow, raja yang berkuasa saat ini memiliki tiga orang putra dan 19 orang putri. 19 putri? Demi Zeus, Daja ini pasti sangat menikmati waktu bersama selir-selirnya.
Pangeran sulung yang bernama Pangeran Reyne telah meninggal bertahun-tahun yang lalu di usia 25. Ia gugur di suatu peperangan. Kata Madam Margaret, Pangeran Reyne itu dijuluki "Pangeran yang martir." dan ia terkenal hingga ke penjuru benua Harlow karena memiliki hati yang selembut kapas. Rakyat jelata sangat mencintai pangeran ini.
"Lalu bagaimana dengan Erwin, apa ia juga dicintai rakyat jelata?"
"Aku rasa tidak. Ia lebih terkesan ditakuti daripada dicintai. Pangeran Erwin itu.... Agak sedikit angkuh kata mereka."
Sang pangeran ketiga bernama Pangeran Ragnar, 22 tahun. Ia tidak waras. Karena itu, ia dihapus dari garis pewarisan tahta. Pangeran Reyne dan Pangeran Ragnar adalah saudara kandung, anak dari sang permaisuri utama.
"Pangeran Reyne meninggal. Pangeran Ragnar gila. Itu artinya, Pangeran Erwin adalah pangeran mahkota."
"Iya, Anna."
"Bagaimana kalau dia mati?"
"Kalau Pangeran mati tanpa punya penerus, maka hancurlah kerajaan Harlow. Sang Raja tak lagi bisa memberikan keturunan. Ia adalah pangeran terakhir. Sebenarnya, yang mulia raja punya kakak laki-laki, tetapi dihapus dari garis pewarisan karena matanya yang catat sebelah. Namanya Grigori. Kini ia menjadi penasihat."
Kemudian, hanya ada tiga peraturan utama yang jika dilanggar maka hukumannya adalah hukuman mati.
1. Para selir dilarang memiliki hubungan dengan pria lain. Menatap pria lain juga tidak diperbolehkan.
2. Para selir dilarang membawa laki-laki ke harem.
3. Slarang menghina/berbuat tidak hormat pada para Permaisuri.
*****
Sore hari datang dan "tur" kecil itu telah selesai. Aku dibawa ke kamarku. Kamar ini cukup kecil ternyata. Aku berbaring di ranjang, lelah diriku ini. Aku belum melihat selir-selir lain. Mungkin mereka akan membenciku. Entahlah. Tidak peduli juga.
Semuanya terjadi begitu cepat, baru tadi malam rasanya aku berada di tengah samudera dingin. Sekarang, aku sudah menjadi budak dan Pangeran Erwin adalah tuanku. Segalanya terlalu gila untuk aku pahami.
Aku mengingat-ingat masa laluku. Aku saat itu berusia 14 tahun, berlari di antara pohon-pohon berdaun coklat yang hendak gugur. Saat itu musim gugur, aku begitu riang gembira. Tak ada yang aku khawatirkan. Masa-masa yang indah, saat keluarga lengkap dan bahagia. Kini, aku sendirian di tempat asing. Tak bebas. Tak punya siapapun. Aku harap aku mati saja dulu.
"Ingatanku rasanya berlubang. Aku melupakan banyak hal yang penting dari masa laluku. Entah apa itu." Pikirku.
****
Malam hari datang, aku dibawa ke rumah pemandian umum. Di rumah inilah para selir mandi.
Ada kolam air hangat yang sangat besar, berbentuk bundar, terbuat dari marmer putih, dan ada juga keran-keran air di sekitar rumah pemandian itu. Ada meja marmer yang berisi sabun, minyak wangi, dan buah-buahan.
"Aku baru di sini." Kataku pada seorang madam. (madam itu julukan untuk wanita paruh baya yang menjadi petugas di harem). Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Maksudku, apa iya aku harus telanjang dan masuk ke bak mandi itu.
Ternyata, kita tetap diminta menggunakan handuk. Saat aku sudah berendam, para selir berdatangan. Mereka tampak tertawa satu sama lain dan tak menyadari keberadaanku. Saat seorang dari mereka melihatku, aku tersenyum kikuk.
"Lihat, ada gadis baru. Apa kau Anna?"
****
Suasana pemandian ini sungguh aneh. Gadis-gadis selir ini tidak ramah. Mereka mengeliliku, melihat-lihat rambut dan bagian tubuhku. Kemudian, salah seorang dari mereka berkata :
"Apa yang bagus darinya? Punyaku lebih besar."
"Kau harus hati-hati, Anna. Aku dengar Pangeran Erwin suka melakukan kekerasan saat bercinta. Berdoalah kau kembali ke harem hidup-hidup."
Aku menjawab :
"Apa kau mencoba menakutiku? Kalian semua selir sang pangeran, tetapi kalian masih hidup-hidup saja. Oh, aku tahu. Itu karena Pangeran tidak pernah menyentuh kalian."
"Eh, kau kasar sekali. Baru datang sudah cari masalah."
"Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf." Kataku ketika sadar aku berkata kasar.
****
Setelah selesai mandi, akh didandani. Mereka memakaikanku pakaian yang sangat minim bahan. Gaun ungu sepaha yang transparan.
Aku dibawa menuju kamar Pangeran Erwin. Deg-degan? Tidak. Di jalan menuju kamar pangeran, Madam Alisya berkata padaku :
"Dengar, gadis berwajah murung. Jika kau menampakkan wajah murung seperti itu di hadapan pangeran, aku bersumpah akan membakar wajahmu. Tersenyumlah, ceria, dan bersikap malu-malu di hadapan pangeran."
Aku tak menanggapinya.
Ia memintaku berhenti. Tak disangka-sangka, ia menampar wajahku.
"Apa kau tidak dengar apa yang aku katakan, kau perempuan tuli. Berhenti menunjukkan wajah murung." Katanya membentak.
Aku menangis.
"Jangan menangis, nanti aku congkel bola matamu jika matamu berwarna merah di hadapan pangeran."
"Nona, apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?" Tanya Pangeran Erwin. Aku didiamkan berdua dengannya di kamar. Ia yang tadinya sedang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya beralih ketika melihatku menangis. "Mengapa aku harus menceritakannya padamu. Itu bukan urusanmu kan. Kita tidak saling kenal, kau itu orang asing!" kataku. Pangeran mengangkat daguku dan memaksaku melihat wajahnya. "Nona, kau cantik, tetapi kau sedikit kasar. Kau tahu kan kau bisa dipenggal karena berkata seperti itu padaku?" "Aku tahu. Lakukanlah ! Cabut pedangmu dan goroklah leherku. Aku tidak peduli. Hidup dan mati sama saja buatku. Bahkan, kematian sepertinya lebih membahagiakan." Kataku sembari menangis. Pangeran mengambil sebuah belati di meja kerjanya. Ia membuka belati itu dan mengacungkannya ke wajahku, tepat di antara kedua mataku. "Tutup matamu." Kata sang pangeran. Aku menutup mataku, bersiap merasakan tusukan belati itu entah di bagian mana. Namun, aku malah mendengar suara belati itu jatuh ke
"Kau... Kau tidak boleh melakukan ini. Aku selir kesayangan Pangeran Erwin. Jika kau menyentuhku, pangeran akan sangat marah padamu." Kataku berusaha membela diri. Ser Greimas melirik Permaisuri Tiana. Permaisuri Tiana memberikan isyarat agar Ser Greimas tetap memukuli. Pria bernama Ser Greimas itu mulai memukuliku. Ia merobek pakaianku, membuatku telanjang bulat di hadapan semua orang. Awalnya, ia menampar pipi kiri dan pipi kananku. Lalu, ia menendang dan meninju wajahku. Setelah itu, ia membenturkan kepalaku berkali-kali ke lantai. Aku berteriak kesakitan. Aku menangis dan memohon maaf atas perkataanku yang kasar tadi hanya agar ia berhenti memukuli. Rasanya begitu menyakitkan. Detik demi detik dalam penyiksaan itu, aku menangis dan menjerit. Rasa sakit itu seperti memenuhi seluruh tubuhku. Setelah aku babak belur, aku dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah. "Jangan beri ia makan dan minum selama berhari-hari. Nona pemurung ini harus didisplinkan." Kata sang permaisuri. Aku
"Erwin, dia itu cantik. Apa kau tidak menyukainya?" Kataku pada Erwin. Saat ini ia sedang sibuk di meja kerjanya, menulis sesuatu entah apa itu. "Siapa?" "Perempuan tadi. Yang mereka bawakan padamu. Namanya Hagya. Dia sangat menyukaimu." "Kau yang paling cantik di antara mereka semua." "Bukan aku. Aku hanya punya penampilan yang paling berbeda. Bukan aku yang tercantik. Kau adalah seorang pangeran, akan selalu ada wanita lain dalam hidupmu.""Nona, mungkin akan ada wanita lain dalam hidupku, tetapi di dalam hatiku hanya ada engkau." Aku memberikan senyum terpaksa padanya. ****Keesokan harinya, aku kembali ke Harem dengan disambut kemarahan Hagya. "Kau merebut pangeran dariku." Katanya. "Hagya, jika pangeran yang ingin ia masuk ke kamarnya, maka itu bukan salahnya Anna." Kata Bella membelaku. "Terima kasih, Bella." Malam demi malam terus begitu. Erwin menolak semua gadis yang dikirimkan padanya. Aku tahu dengan jelas Erwin bukan sekedar tidak menyukai mereka, ia membenci mere
"Jangan gegabah, nona. Lakukan seperti yang aku perintahkan. Penawar ini hanya satu, sebagaimana nyawamu." Kata Permaisuri Tiana sebelum ia memerintahkanku keluar dari kamarnya. Aku pun kembali ke kamarmu, merenung sendiri. Berapa kali sudah aku ada dalam situasi hidup dan mati? Aku akan memberitahu semuanya pada Erwin. Aku sudah berjanji bahwa aku tak akan memberitahukan apapun padanya. Sekalipun risikonya adalah nyawaku sendiri. Erwin kembali ke Istana dua hari kemudian. Dan sebagaimana biasa, ia mengundangku ke kamarnya. "Nona, lihat apa yang aku bawakan untukmu. Oh tidak, maksudku... tutup matamu. Aku akan memberimu sebuah hadiah." Kata Erwin begitu aku ada di kamarnya. Aku menutup mata. Dan aku rasakan ia mengalungkan sesuatu ke leherku, sesuatu yang sangat dingin. Kemudian, ia menuntunku berjalan. "Buka matamu." Katanya. Di depan cermin, aku bisa melihat hadiah itu adalah sebuah kalung berwarna biru tua berkilauan, bersinar indah, berbentuk hati, yang tampaknya pernah aku
"Apa salahku? Apa yang kau inginkan dariku?" Tanyaku padanya. Pria ini... Benarkah ia kakak yang mulia Raja Darril? Ia lebih menyerupai salah satu anaknya. Ia kelihatan jauh lebih muda dari sang raja, dan nampak seusia Erwin sendiri. Rambutnya jabrik dan acak-acakan. Sorot matanya tajam dan mengintimidasi. Aku merasa ada yang berbeda darinya. Tiba-tiba, ia memegang dahiku seperti seorang tabib yang mengecek demam. Kemudian, ia tampak kaget. Dilepaskannya tubuhku dari kunciannya. "Nona... Bukankah seorang gadis harem tidak boleh berjalan sendirian malam-malam begini?" Tanyanya. "Maafkan aku, tuan. Aku hendak kembali ke harem sebelum kau mendorong tubuhku ke dinding. Apa aku ada salah padamu?" "Tidak... Aku... Maaf... Aku hanya sedang kelelahan. Selamat malam, nona." Katanya. "Selamat malam. Sampai jumpa.""Sampai jumpa."Kemudian, aku kembali ke harem. Bagiku, anggota keluarga kerajaan ini sungguh aneh. Namun, aku belum melihat yang paling aneh di antara mereka semua : sang panger
"Aku kira apa tadi merah-merah di tengah danau. Ternyata bidadari yang jatuh dari surga. Apakah kau masih suci? Bolehkah aku merasakan surga dunia darimu?" Kata salah satu dari mereka. "Jangan mendekat. Aku adalah selir kesayangan Pangeran Erwin. Jika kalian berani menyentuhku, Pangeran akan menghukum kalian. Tapi jika kalian membiarkanku pergi, aku akan membujuk Pangeran untuk memberikan kalian hadiah." Kataku berusaha membela diri. "Hadiah apa yang lebih indah dari merasakan surga duniawi bersama selir kesayangan Pangeran angkuh itu. Menyentuhmu adalah cara terbaik untuk menghina dirinya." Saat mereka mendekatiku, aku berusaha melawan. Aku memukul mereka sekuat yang aku bisa. Namun, mereka juga memukulku balik hingga aku jatuh tak berdaya di rerumputan. Aku menjerit dan meronta-ronta. Berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua pahaku. Namun, mereka berhasil membukanya. Kemudian, mereka menamparku dengan sangat keras hingga pandanganku kabur. Kepalaku sakit luar biasa Aku tak berda
Tanah bergetar. Gempa kecil terjadi. Di hadapan kami, ada sebuah batu raksasa yang besarnya hampir menyerupai sebuah bukti. Batu itu ternyata bukan batu, tetapi naga yang tertidur dengan menelungkupkan sayap-sayap besarnya. Dan kini naga itu bangun dan berjalan ke arah kami."Kau takut, nona?" Tanya Erwin.Aku terdiam selama beberapa saat. Terbelalak melihat naga itu."Itu naga yang paling besar yang pernah aku lihat." Kataku pada Erwin setelah pulih dari ras kaget."Tunggu, kau pernah melihat naga sebelumnya?""Rasanya pernah. Mungkin dari buku-buku cerita.""Baguslah."Naga Frenya itu berwarna hitam legam sempurna. Tampak sangat menakutkan seperti monster dari neraka. Gigi taringnya berukuran setinggi badanku. Lehernya panjang sekali. Tampak seperti kadal dengan sayap.Ketika naga itu sudah dekat dengan kami, Erwin berjalan ke arahnya. Ia membelai kepala naga itu. Dan naga itu jinak seperti anak kucing.Si terdakwa hukuman mati di bawa ke hadapan naga itu. Semua orang mundur jauh ke
Saat ia hendak mengarahkan busur panah ke arahku, Naga Frenya memekik dengan sangat keras, membuat perhatiannya bubar. Lalu, kejadian yang tak pernah akan kami duga terjadi. Naga Frenya menyemburkan apinya ke arah sang raja. Beberapa putri di dekat sang raja juga terkena api itu. Bahkan, Erwin pun nampak kaget. Sang raja berguling-guling ke arah rumput untuk memadamkan api di tubuhnya.Erwin kembali menenangkan Frenya. Beberapa prajurit membantu memadamkan api yang membakar tubuh sang raja."Nona, ayo pergi dari sini." Kata Erwin.Ia membopongku. Dan dengan cepat, kami menaiki Flynn untuk sampai ke istana. Aku melihat Naga Frenya kembali ke posisi tidurnya. Telungkup menjadi batu.Setelah sampai di istana, Erwin membopongku menuju kamarnya. Kemudian, ia memanggil tabib. Saat tabib melepas rok yang aku kenakan, paha dalamku sudah merah karena darah. Erwin sampai memalingkan wajahnya. "Kau biasa menusuk dada musuhmu dengan pedang. Dan sekarang berpaling melihat darah di pahaku?""Sebab
Anna tak mengenakan sehelai benangpun ketika ia berjalan keluar tempat tidurnya untuk menemui hantu Nona Cresta yang telah menunggunya.“Aku kira kau sudah pergi, nona. Mengapa engkau masih berkeliaran saat bumi sudah mau kiamat seperti ini. Kerajaan Harlow itu sudah musnah.”“Yah, tetapi ia belum.” Kata Nona Cresta sembari menunjuk Erwin yang sedang tertidur.“Aku tak mungkin membunuhnya. Ia harapan semua orang sekarang.” Kata Anna.“Biarlah dunia ini habis hancur. Yang penting dendamku terbalaskan.”“Aku tak tahu dendammu sebesar itu. Aku akan menggantikan Erwin untuk mati demi dirimu, Nona Cresta. Aku sudah puas akan hidupku. Saatnya aku moksa.”…Setelah kepergian hantu Nona Cresta, Anna kembali ke tempat tidurnya dan direbahkannya tubuhnya di samping Erwin.“Aku punya hidup yang indah.” kata Anna.…Dan hari-hari penuh percintaan dan kebahagiaan itu telah berakhir. Anna dan Erwin sudah melewati malam terakhir mereka. Dengan enggan, kedua pasangan kekasih itu memakai pakaian merek
"Iya, itu benar. Aku mengendalikan darah mereka." Saat itu, Erwin mengerti bahwa ia punya kekuatan yang lain. Anna punya kekuatan yang sama. Gadis itu bisa mengendalikan seluruh penduduk Hargan, ia bisa menghapus ingatan mereka, juga bisa mengendalikan tubuh mereka, darah mereka. Kekuatannya itu diturunkan secara sempurna pada Erwin setelah Erwin mendapatkan separuh energinya Anna. Kini, Erwin bisa mengendalikan para penduduk Hargan sekaligus Harlow, sebab ia memang berasal dari benua Harlow ini. Dan Erwin bukan tak bisa mengendalikan kekuatannya, ia memang sangat ingin orang yang menyakiti Arista dan bayi di dalam kandungannya meledak. Erwin segera menghampiri Arista yang sekarat. Ia membawa Arista ke dalam pelukannya. Bahkan, Erwin tahu sendiri bahwa Arista tak dapat selamat. Bayi yang dikandung Arista juga sudah mati. "Kau membunuh mereka semua?" tanya Arista. "Iya, nona. Aku membunuh mereka semua untukmu." "Oh, Erwin. Tahukah kau selama ini aku sangat mencintaimu?" "Aku tahu
Penduduk Benua Harlow telah lama memendam kemarahan pada Raja mereka. Bukan Erwin saja, tetapi raja-raja mereka yang sebelumnya juga. Mereka telah lelah pada pihak kerajaan yang berbuat semena-mena dan membuat mereka sengsara. "Dulu, kita hampir mati kelaparan, sedangkan para putri raja menikmati kue dengan krim keju dan daging kalkun di istana. Mereka memakan hak kita." kata salah seorang lelaki bernama Marius. Marius adalah seorang petani buah anggur yang tampaknya begitu dendam karena dulu buah anggurnya telah dirampas pihak kerajaan. Ia sama sekali tak memperoleh uang. Tak hanya itu, anak bungsunya sampai meninggal karena ia tak punya uang untuk pengobatannya. Dan adik perempuannya yang cantik dirampas pula oleh sang raja (waktu itu Raja Darril) masih memerintah. "Mereka itu juga tukang rampok. Hanya saja, mereka terlihat bersahaja karena mereka memakai pakaian yang bagus dan mahkota." Dan ia bertekad untuk membalas dendam. Ia selalu menghasut para penduduk untuk memberontak d
Saat itu, seluruh dunia dilanda kekacauan ketika bulan merah yang punya banyak mata dan tentakel itu muncul. Bulan palsu itu tak hanya menakutkan, tetapi juga membuat dunia gelap. Sinar matahari tak sampai ke bumi karena dihalangi oleh si bulan merah. Tentu saja kejadian itu membuat dunia heboh dan kacau balau.Tak ada lagi sinar indah pagi hari, yang ada hanya sore hari. Yah, kau tak akan bisa membedakan mana pagi mana siang mana sore hari, sebab sepanjang hari terlihat seperti sore hari saat matahari hendak terbenam.Kebanyakan orang diam di dalam rumah mereka. Mereka semua memohon ampun pada dewa yang mereka percayai sebab mereka yakin bahwa inilah akhir dunia dan hari pembalasan akan segera tiba. "Di manapun ia berada, aku harap Nonaku baik-baik saja." kata Erwin yang dalam keadaan genting itu masih memikirkan Anna yang belum kembali padanya.Di hari ketiga setelah kemunculan bulan merah bermata itu, bulan itu telah "sampai" ke bumi. Dan seluruh penduduk bumi dapat melihat "mata"
Percumbuan di kolam air mancur itu terhenti ketika Erwin menyadari ada bercak merah di gaun Anna. Ia melepaskan ciumannya dan perhatiannya beralih ke gaun Anna."Kau terluka, nona?"Anna menggeleng."Lalu bekas merah ini dari mana?""Sepertinya aku mulai menstruasi.""Lihat kan. Akhirnya hari ini tiba juga. Rahimmu bersih dari benih Grigori. Dulu, kau bilang menstruasi itu tanda dinding rahim seorang wanita luruh setelah tidak berhasil dibuahi, kan?""Iya, Erwin. Aku sudah suci dari Grigori.""Kalau begitu, kau bisa tinggal lagi di istana ini." kata Erwin sembari bolak balik mencium punggung tangan kiri dan punggung tangan Anna."Aku lebih suka tinggal di paviliun itu." kata Anna. "Orang-orang di istana ini tidak memperlakukanku dengan baik.""Kau akan tinggal di kamarku, nona, menemaniku."Anna hanya bisa mengangguk pasrah.***Kini, satu-satunya yang menahan Erwin itu "melarikan diri" dari istana terkutuk itu adalah Nona Arista dan janin yang sedang dikandungnya. Erwin tak keberatan
Erwin menusuk Layla dengan belati yang ia bawa. Ia menusuk kakak tirinya itu tepat di bagian dahi sampai menembus kepala. Layla mati seketika dengan darah dan cairan kuning (otaknya sendiri) mengalir keluar setelah Erwin menarik kembali belatinya dari dahi Layla."Otak yang indah." kata Erwin sembari tersenyum.Kemudian, Erwin menuju tempat saudari-saudari perempuannya yang lain. Ia membunuh mereka semua dengan brutal. Ia sama sekali tak peduli ketika mereka memohon ampun padanya. Tak peduli juga bahwa yang ia bunuh adalah seorang wanita.Dan tak ada yang berani menganggu pembantaian itu, baik para prajurit maupun penghuni istana yang lain. Erwin membantai klannya sendiri dengan membabi buta. Tak hanya saudari-saudarinya, ia juga membunuh anak-anak dan suami mereka. Hari itu begitu biru dan kelam. Para putri kerajaan itu kini tinggal daging-daging yang berceceran. Tinggallah Erwin, Grigori, dan anak bayi yang ada di dalam kandungan Nona Arista sebagai keturunan Harlow yang tersisa di
Grigori tak pernah menyangka bahwa "iblis" yang selama ini ia sembah dengan sepenuh hati malah mengkhianati dirinya. Ia membangkitkan Giovanna Kingsley dengan menuangkan darah Anna di sebuah lubang kecil kristal tempat kepala itu membeku. Dari lubang kecil itu, darah Anna mengalir di dalam kristal dan menuju ke dahi Giovanna. Seketika itu pula, kristal itu perlahan-lahan meleleh dan kepala Giovanna terbebas. Kelopak mata Giovanna kemudian terbuka, menunjukkan matanya yang berwarna ungu. Mata ungu, rambut merah, dan kulit putih sepucat salju itu jelas menandakan bahwa Giovanna adalah seorang Kingsley. "Tuanku." kata Grigori sembari kembali membungkuk hormat pada kepala itu.Namun, tanpa basa-basi apapun, kepala Giovanna malah menyerang Grigori dengan taringnya. Diserangnya leher Grigori dengan membabi buta."Tuan... apa yang anda lakukan.... ini aku, Grigori, hamba yang selalu setia padamu." kata Grigori yang lehernya hampir putus."Kalau begitu... maukah kau memberikan pengorbanan te
"Mari, kita bicara di kamarmu." kata Erwin sembari menarik tangan Anna untuk pergi ke kamar perempuan itu.Sesampainya di sana, Erwin duduk di kursi meja rias Anna, sedangkan Anna berdiri berkacak pinggang memandangi Erwin."Mengapa aku tak boleh masuk ke kamarmu lagi?" tanya Anna."Kemarilah dulu..." ujar Erwin sembari menepuk-nepuk pahanya, isyarat agar Anna duduk di sana."Aku tidak mau." kata Anna.Erwin tersenyum gemas. Kemudian, ia menarik tangan gadis itu, membuat si gadis duduk di pangkuannya. Ia lalu melepas tiga kancing teratas dari gaun yang si gadis kenakan. Itu membuat dada si gadis menyembul keluar."Aku rindu padamu." kata Erwin sembari membenamkan wajahnya ke dada gadis itu. Kemudian, ia menggesek-gesekkan batang hidungnya. Ia menyukai dua benda yang empuk, lembut, dan harum itu."Sudahlah, Erwin. Katakan padaku, kenapa aku tak boleh masuk kamarmu lagi?"Erwin melepaskan wajahnya dari dada Anna, kemudian ia balik menatap mata gadis itu."Dengar, mulai saat ini, kau aka
Bahkan setelah percintaan yang memuaskan itu, Anna menangis bahagia karena ia akhirnya bisa merasakan "buah cinta" berupa kedutan di selangkangannya. Tidak ada jam dinding, jadi ia tak bisa menghitung berapa lama ia di puncak kenikmatan itu."Kau sangat menyukainya, ya?" tanya Erwin yang masih berada di atas tubuh Anna.Anna hanya mengangguk. "Tapi, kenapa kau sampai menangis, nona?""Karena rasanya memang senikmat itu.""Jadi selama ini kau tidak pernah merasakan kenikmatan itu? Kita sudah sangat sering melakukannya. Apa selama ini kau berpura-pura menikmatinya?""Aku... sudahlah, Erwin..."Setelah selesai, sepasang kekasih itu memakai pakaian mereka kembali dan berbincang sejenak sebelum tidur. "Hei, Erwin...""Ya?" "Aku ingin lagi...""Nona ! Kita kan baru saja melakukannya tadi.""Mungkin sekali lagi.""Aku lelah, nona. Besok saja ya."Anna memasang ekspresi wajah cemberut.****Tak ada yang harus dikhawatirkan lagi, sebab Erwin telah bertambah begitu kuat. Jauh, jauh, jauh leb