"Lalu kenapa aku bisa masuk kesini? Dan apa hubungannya ini semua dengan kakakku Marissa?" tanya Farissa."Kamu dan kakakmu adalah manusia yang berbeda dari manusia manusia lainnya. Tapi kakakmu lebih berbeda. Dia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia selain dia, termasuk kamu," tutur Ratu Aurora."Kalau aku boleh tahu, apa kelebihanku dan kakakku?""Maaf, aku tidak bisa memberitahumu. Biar waktu yang memberitahumu. Aku mengundang kamu kesini untuk mengajakmu berkenalan. Ingatlah bahwa apa yang kamu alami saat ini nyata.""Baiklah. Sekarang bolehkah aku kembali ke daratan? Aku takut Ayah dan Sky mencariku.""Silahkan. Dayangku akan mengantarkanmu sekaligus menjadi penjagamu selama kamu ada di daratan.""Kalau begitu, saya permisi," pamit Farissa sambil membungkuk hormat.Ia pun berbalik badan dan keluar dari istana diikuti Roro. Saat keluar istana, pakaian Farissa langsung berganti menjadi pakaian awal yang Farissa pakai. Farissa pun berenang kembali ke daratan."Farissa
Kerajaan Lauzalah kini dalam keadaan yang berantakan karena kembalinya Azalah dan Lauzalah. Alhasil, kerajaan terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu Lauzalah dan satunya kubu Marissa.Marissa dengan pakaian ratunya melangkah memasuki istana dengan anggun. Kubu Marissa bersorak gembira. Mereka mengikuti langkah Marissa dari belakang.Keadaan menjadi hening ketika Marissa berhadap-hadapan dengan Azalah dan Lauzalah. Mata mereka bersitatap, saling memancarkan keberanian dan amarah. Azalah menatap Marissa sambil tersenyum miring. "Ayah." Azalah memanggil Lauzalah."Sepertinya seru kalau punya dia kekasih eh maksudnya istri. Iya 'kan, Ayah?" lanjutnya."Tentu saja. Memangnya kamu ingin punya dua istri?" Lauzalah menyahut."Iya. Mereka kakak beradik dan … kembar." Azalah tertawa dengan tatapan yang masih menatap Marissa."Sayangnya, jiwamu akan kembali masuk ke dalam kendi sebelum kamu punya dua istri," ujar Marissa sambil maju secepat kilat untuk mencakar wajah Azalah.Beberapa tetes darah
Farissa menatap mobil kedua orangtuanya yang masuk ke pekarangan rumah. Posisi Farissa kini berada di atas balkon sambil menikmati green tea yang ia beli tadi dan belum sempat ia minum. Farissa melambaikan tangan sambil berteriak, "Kak Marissa, sini!"Marissa menoleh dan membalas lambaian tangan sambil mengangguk. Marissa dan kedua orangtuanya pun masuk ke dalam rumah. Marissa pun bergegas memasuki kamar Farissa lalu berjalan menuju balkon.Marissa pun mendudukkan dirinya di depan Farissa. Farissa menyodorkan satu cup green tea kepada Marissa."Thank you," ucap Marissa sambil memasukkan sedotan ke dalam cup lalu meminumnya."Segarnya," celetuk Marissa sambil menikmati green tea yang membasahi kerongkongannya."Kak, apakah Kakak bermimpi yang sama dengan mimpiku?" Farissa bertanya."Mimpi?" Marissa mengernyit. "Oh, yang tentang kita yang berada di istana gaib?""Ternyata Kakak juga bermimpi hal yang sama?" ucap Farissa kaget."Itu bukan mimpi. Lihatlah lehermu! Ada bekas sayatan pisau
"Lho kenapa? Bukannya dia cinta banget sama kamu sampai bikin kamu hamil," ujar Lauren.Maya terdiam sejenak untuk mengatur deru nafasnya yang memburu. "Aku sampai hamil bukan karena dia beneran cinta sama aku. Tapi karena dia menjadikan aku alat pemuas nafsunya."Hati ibu mana yang tidak hancur jika perkataan itu keluar dari mulut anaknya. Tentu saja Lauren sangat syok sampai hampir jatuh ke lantai. Untungnya ia berpegangan pada sisi brankar sebagai tumpuannya sehingga ia tidak jatuh.Maya pun sama hancurnya dengan Lauren. Maya memalingkan wajah, tak sanggup melihat raut wajah ibunya."Maafkan aku, Bu. Selain aku anak tidak berguna, aku juga anak yang selalu menyusahkan Ibu. Aku menyesal pacaran dengan Steven. Dia juga selalu porotin aku. Tabunganku habis puluhan juta untuk dia," tutur Maya."Jadi dia serimg porotin kamu? Ya Tuhan…. Padahal tabunganmu itu untuk biaya kuliah, Nak. Kenapa kamu habiskan." Kali ini Lauren benar-benar luruh ke lantai. "Ibu sengaja titipin uang itu ke kamu
Bendera berwarna kuning terpasang di sebuah rumah sederhana. Kondisinya sangat ramai karena penuh para pelayat. Seorang wanita berumur empat puluh tahunan menangisi kepergian putranya, Steven."Yang sabar, Bu Putri," ucap seorang wanita berseragam guru."Sekarang saya sendiri, Bu…," lirih Putri."Yang ikhlas, Bu." Guru-guru kompak memberi kalimat penenang.Beberapa menit kemudian, pemuka agama membaca doa dan mulai memimpin perjalanan untuk mengantarkan jasad Steven ke tempat pemakaman umum. Para siswa dan guru kembali kecuali Maya. Maya sedang mengurus surat-surat untuk pindah sekolah.Setengah jam kemudian, pemakaman dan penbacaan doa sudah selesai dilaksanakan. Semua pelayat pulang kecuali Maya dan Lauren. Mereka berdiri di samping kanan Putri yang masih menangisi anaknya."Maaf, Bu. Sebenarnya saya tidak enak bilang ini. Tapi Steven pernah meminta uang sepulug juta kepada saya. Saya ingin meminta uang itu kembali karena saya ingin pindah ke luar kota. Saya punya bukti transferan s
Baru saja Marissa pulang dari sekolah, ia langsung berganti pakaian untuk menemui Maya di taman kota. Ia memakai rok di atas lutut dan kemeja lengan panjang. Ia pun menyambar tas selempangnya dan bergegas keluar kamar.Saat ia menuruni tangga, Farissa menepuk bahunya dari belakang."Kakak mau kemana? Anterin aku sekalian ke rumah Sky," pinta Farissa."Kakak mau ketemu teman. Ya sudah, ayo berangkat!"Farissa mengangguk lalu mereka berdua menaiki motor vespa milik Marissa. Tentu saja Marissa yang menyetir. Beberapa puluh menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Sky."Makasih, ya, Kak. Nanti aku pulangnya di anterin Sky aja.""Iya. Kakak pergi dulu, ya.""Iya, Kak. Hati-hati."Marissa pun kembali melajukan motornya. Sepuluh menit kemudian, ia sampai di taman kota. Ia memarkirkan motornya dan melepas helm yang terpasang di kepalanya lalu ia melangkahkan kaki menuju bagian utara taman.Maya melambaikan tangan saat melihat Marissa datang. Marissa pun mrmbalas lambaian tangan pula. Mari
Farissa pulang di antar Sky. Sky ikut masuk ke rumah untuk menemui Abraham dan Aurin. Mereka berdua sedang bercengkrama di ruang keluarga."Permisi, Tante dan Om," ucap sky saat menghampiri mereka."Eh, ada Sky. Apa kabar, Nak?" Abraham menyahut dengan sangat ramah."Baik, Om. Saya kesini untuk mengantar Farissa pulang.""Wah, terima kasih, ya. Kebetulan Bibi Ambar sedang masak, mau makan bersama?" tawar Aurin."Oh, tidak perlu, Tante. Saya harus mengerjakan tugas kuliah saya," tolak Sky."Udah, gak apa-apa. Kebetulan Bibi Ambar masak rendang. Kamu suka rendang, 'kan? Sekali-kali lah ikut makan. Jangan sungkan-sungkan," ucap Aurin.Karena tak enak menolak lagi, Sky pun mengangguk. "Baiklah, Tante.""Ayo kita ke ruang makan," ajak Abraham sambil berdiri dan berjalan menuju ruang makan diikuti yang lainnya.•••Makan malam terasa hangat. Mereka sudah selesai makan dan sedang makan makanan pencuci mulut sambil bercengkrama."Rencana lulus kuliah mau kerja apa?" Abraham bertanya kepada Sk
Sepanjang perjalanan, Lea mengikuti Marissa. Ia berada di samping kanan Marissa sedangkan Farissa berada di samping kiri Marissa. Namun hanya Marissa yang dapat melihatnya.Marissa mengernyit bingung ketika melihat raut wajah Lea seperti ketakutan. "Kamu kenapa, Lea?" Marissa bertanya dalam hati."Aku takut dengan penunggu hulu sungai. Dia yang selama ini menahanku di sana. Tapi untungnya aku bisa kabur dan bertemu Alard," jawab Lea.Tentu saja Marissa terkejut mendengarnya. Ia memang belum pernah menerawang masa lalu Lea secara keseluruhan. Dan kini fakta baru ia dapati yang membuatnya terkejut."Penunggunya berbentuk apa?""Wanita setengah ular.""Kenapa kamu takut kepadanya?""Karena dia dulu menjadikanku budaknya dan dia sering menyiksaku. Apa aku tidak perlu kesana? Aku takut jika nanti aku kembali menjadi budaknya," ucap Lea berhenti berjalan dan menunduk.Otomatis, Marissa juga ikut berhenti. Farissa menatap bingung ke arah Marissa yang berhenti dan terlihat seperti sedang berb
"Aku, Sky Putra Raja, menjadikanmu, Farissa Putri Abraham, istri ku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," ucap Sky lantang."Aku, Farissa Putri Abraham, menjadikanmu, Sky Putra Raja, suamiku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," balas Farissa.Mereka pun berciuman dan berpelukan. Riuh tepuk tangan kembali terdengar. Para pemain musik mulai memainkan musik hingga terdengar alunan musik yang indah yang membuat suasana menjadi semakin hangat.Seluruh keluarga dan kerabat pun berfoto bersama dengan kedua pasangan pengantin. Setelah itu, diadakan acara lempar bunga. Marissa dan Farissa pun membelakangi para tamu lalu melempar buket bunga ke belakang.Yang menangkap kedua bunga tersebut adalah Nia dan seorang laki-laki bernama Joy. Joy adalah teman kampus mereka. Bertepatan dengan itu
Roy: Aku mau ngelamar kamuMarissa terkejut dan membeku saat membaca pesan dari Roy. "Ya Tuhan, ini beneran?" gumamnya.Marissa: Kamu serius?Roy: Seriuslah. Aku sama Bunda udah nyiapin seserahan. Kami akan kerumahmu nanti sore. Dandan yang cantik ya, sayang.Marissa merasa senang, cemas, bingung pokoknya semua rasanya seperti campur aduk. Ia sampai berjingkrak-jingkrak saking merasa campur aduk. Ia memandangi dirinya di depan cermin sambil berucap, "Serius cewek kayak aku mau dilamar nanti? Acak-acakan gini kayak orang utan kok bisa cepat dapat calon suami, ya.""Tapi aku memang cantik, sih," lanjutnya sambil berpose layaknya model."Aku harus nyiapin pakaian buat nanti." Marissa buru-buru menggeledah lemarinya. Banyak baju yang ia hamburkan hingga menjadi berantakan. "Aduh, aku harus pakai yang mana?" Marissa frustasi. "Oh iya. Lebih baik aku bilang ke Mama Papa sekalian tanya saran pakaian yang cocok dipakai nanti."Marissa pun keluar kamar dan berjalan ke kamar kedua orangtuanya.
"Dari hasil pemeriksaan, pasien dinyatakan hamil." Ucapan dokter membuat tubuh Anggun membeku."A-apa? Aku hamil?" Anggun berucap tak percaya."Iya. Usia kandungannya baru dua minggu. Tolong dijaga baik-baik kandungannya. Saya akan beri vitamin dan surat kontrol. Nanti bisa kontrol ditemani suaminya.""Suami? Apakah dunia sedang bercanda?" ujar Anggun dalam hati.Marissa menatap Anggun dengan tatapan kasihan. Dia ingin menyadarkan Anggun melalui kata-kata tapi ia tak tega melihat wajah Anggun yang pias. Setelah keluar dari ruangan dokter, Anggun menangis sejadi-jadinya."Maafkan aku, Mar. Mungkin ini karma karena aku berniat mencelakaimu. Tolong bantu aku… aku harus bagaimana?""Aku sudah memaafkanmu. Kamu harus sabar dan ikhlas menerima anak di rahimmu. Bagaimanapun dia bayi tak berdosa. Jangan kamu sakiti apalagi menggugurkannya. Kamu tidak mau 'kan terjadi hal buruk lagi? Maka jaga kandunganmu.""Lalu bagaimana dengan kuliahku?""Kamu bisa menggunakan pakaian oversize ketika ke kamp
Marissa tidak berangkat sekolah karena ia masih merasa lemas dan tak bertenaga. Kini dia hanya duduk bersandar ke headboard sambil menonton film. Tiba-tiba terdengar suara motor Roy yang sangat Marissa hafal.Marissa pun berhenti memutar film lalu beranjak dan turun ke lantai bawah dan menghampiri Roy. "Aku gak berangkat kuliah. Maaf gak ngabarin kamu karena aku lupa."Roy menyerahkan beberapa batang coklat kepada Marissa. "Cepat sembuh, sayang."Marissa menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Roy." Ia mengecup pipi Roy.Roy melotot kaget. Ia memegangi tangan Marissa lalu meremasnya. "Aaa aku salting berat. Kamu harus tanggung jawab."Marissa mengecup pipi Roy lagi. "Aku sudah tanggung jawab.""Itu malah bikin aku tambah salting, Mar.""Memang tujuan aku begitu. Aku suka lihat wajah kamu pas salting.""Kalau begitu aku juga mau cium kamu." Roy turun dari motornya.Namun Marissa segera berlari memasuki rumah sambil tertawa. Roy menatap Marissa dengan tatapan yang dibuat seolah-o
Cesy mencekik Excel sampai Excel tersedak dan sesak nafas. Excel memegangi tangan Cesy yang terasa sangat dingin. Cesy menatap Excel sangat tajam."Puas kamu merusak seluruh hidupku? Kamu memang pria brengsek. Kamu seharusnya gak pantas hidup. Kamu adalah manusia paling bejat yang pernah aku kenal," ucap Cesy berapi-api."Aku minta maaf." Excel melirih."Apakah kata maaf bisa mengembalikan semuanya yang sudah hancur tak tersisa? Kenapa? Kenapa kamu lebih memilih meninggikan ego dan sikapmu yang temperamental dari pada menahannya dan berusaha bersikap lembut kepadaku? Tidak perlu lembut, tapi bersikaplah dengan normal kepadaku. Apa itu sangat susah?""Iya aku tahu aku salah. Aku juga tidak ingin mempunyai gangguan mental dan sikap temperamental. Ini semua bukan pilihanku.""Menjadi korban kebejatanmu juga bukan keinginanku." Cesy berteriak. Ia melepaskan cekikkannya dengan kasar.Excel buru-buru mengatur nafas lalu turun dari kasur dan bersujud kepada Cesy. "Tolong jangan ganggu aku la
"Tolong berhentilah mengganggu Excel. Dia sudah mendapatkan ganjarannya. Kamu sudah menang, Cesy," ucap Marissa.Raut wajah Cesy berubah sedih. "Aku masih dendam padanya.""Untuk apa kamu dendam? Jika kamu berhenti mengganggunya dan dia dinyatakan pulih dari gangguan jiwanya maka ia akan dipenjara. Bukannya itu adalah balasan yang setimpal atas perbuatannya selama ini kepadamu?"Cesy diam, tampak berpikir. Beberapa detik kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Aku akan memberinya pelajaran satu kali lagi lalu aku akan berhenti mengganggunya."Marissa hanya geleng-geleng kepala. Memang kalau orang sudah dendam pasti akan melampiaskan dendamnya sampai ia puas termasuk Cesy. Ia bahkan masih ingin memberi pelajaran kepada Excel.Tiba-tiba perasaan Marissa menjadi tidak enak. Tapi ini menyangkut Roy.•••Saat sedang bersantai di balkon, tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi. Saat Marissa mengeceknya, rupanya ada telepon dari Roy. Marissa pun segera mengangkatnya."Halo, Roy?""Halo, Mar. Kamu kesini
"Cesy yang beberapa hari kemarin datang ke rumah saya?" tanya Yuni."Benar, Kak. Dia sudah meninggal bunuh diri." Ucapan Marissa membuat Yuni kaget sampai melotot."Bu-bunuh diri?""Iya. Dia bunuh diri dalam keadaan hamil.""Kok bisa?"Marissa pun menceritakan tentang cerita sebenarnya tentang Cesy. Ia juga menceritakan tentang ia yang dimimpikan Cesy. Marissa tidak peduli Yuni percaya atau tidak."Ya Tuhan, kasihan sekali Cesy. Aku tidak menyangka hidupnya setragis itu. Kemarin saat Cesy kesini saya sempat merekam perbincangan kami," ujar Yuni."Boleh saya dengar rekamannya?" pinta Marissa."Boleh-boleh." Yuni pun menghidupkan ponselnya dan memutar rekaman pembicaraannya dengan Cesy."Kak Yuni, perkenalkan aku Cesy. Aku kesini ingin berbagi cerita," ucap Cesy."Silahkan. Saya akan menjadi pendengar yang baik.""Jadi, saya punya mantan pacar yang toxic. Dia selalu melakukan kekerasan kepada saya. Saya sangat tertekan dan trauma. Apa yang harus saya lakukan?""Di a melakukan kekerasan
Terlihat di CCTV ada wanita memakai sweater ungu yang tak lain adalah Anggun memasukkan kecoa di dalam gelas yang dibawa oleh pelayan. Semuanya langsung menengok ke sekitar mencari Anggun. Anggun pun ketahuan dan digeret oleh para pengunjung ke tengah-tengah mereka.Marissa seperti mengenali Anggun. Ia melepas masker Anggun dan seketika matanya membulat. "Anggun?!"Roy pun tak kalah terkejut. "Apa salahku, Nggun?" tanya Roy.Anggun merampas maskernya dari tangan Marissa lalu memakainya kembali. Ia lalu berucap, "Salahmu adalah membangun kafe ini! Kafemu membuat kafe ayahku tidak laris. Kamu merebut pelanggan kafe ayahku!""Ya Tuhan … kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Rezeki sudah diatur," sahut Marissa."Halah, kalian jangan sok suci. Sekarang aku minta uang ganti rugi karena kalian menyaingi kafe ayahku.""Untuk apa kami ganti rugi? Apa yang kami lakukan sudah benar menurut kami." Marissa berucap. "Semuanya, apakah yang kami lakukan salah?"Para pengunjung menggeleng. "Tidak."
TringTiba-tiba notifikasi ponsel Marissa berbunyi. Marissa pun duduk di anakan tangga mengecek ponselnya. Ternyata ada pesan dari grub kampus.Grub kampus: Kabar duka datang dari seorang mahasiswi baru bernama Cesy. Ia ditemukan meninggal di kamarnya karena gantung diri. Mari kita panjatkan doa supaya Cesy tenang di alam sana. Terima kasih atas perhatiannya.Marissa membeku. Tangannya sampai bergetar hingga ia menjatuhkan ponselnya. Ia kaget dan hampir berteriak ketika ada yang menepuk bahunya. Saat Marissa menoleh, rupanya itu adalah Anggun. "Kamu tadi jadi bahan pembicaraan orang-orang di perpustakaan karena kamu ngomong sendiri seolah-olah ada orang disampingmu. Kamu tadi ngomong sama siapa?" ujar Anggun.Marissa menjadi bertambah terkejut. Ia semakin terkejut ketika melihat di seberang jalan ada Cesy yang melambaikan tangan kepadanya sambil menggendong seorang bayi yang tidak memakai pakaian sedikitpun seperti baru lahir.Anggun menepuk bahu Marissa. "Kamu kenapa melotot gitu?"