17 tahun kemudian. Suasana rumah tampak ramai karena saat ini sedang diadakan pesta ulang tahun Marissa yang ke 17.
"Happy birthday to you…. Happy birthday.… Happy birthday.... Happy birthday to you…." Semua kompak menyanyikan lagu selamat ulang tahun."Make a wish, Nak," ujar Aurin.Marissa menyatukan kedua tangannya dan merapalkan sebuah doa. Setelah itu, ia meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunnya. "Yeay." Terdengar sorakan dan tepuk tangan yang ditujukan untuk Marissa."Potongan pertama untuk Mama dan Papa," ucap Marissa seraya menyuapkan potongan kue ulang tahun kepada kedua orang tuanya.Setelah acara tiup lilin dan potong kue, kini diadakan acara makan-makan dan hiburan. Ada penampilan dari sebuah band yang beranggotakan teman-teman sekolah Marissa yang bernama Carolina Band.Acara berjalan dengan lancar dan seru walau hanya diadakan secara sederhana di dalam rumah. Apalagi ada Roy, pacar Marissa yang tentunya ikut hadir dalam acara ini.Marissa dan Roy berdansa ria diiringi lagu yang dibawakan oleh Carolina Band. Satu jam berlalu, acara ulang tahun Marissa berakhir. Semua teman, kerabat, dan tetangganya yang hadir pun pulang.Tersisa Marissa dan Roy yang duduk berdua di taman belakang rumah Marissa."Maaf, ya, aku ngasih kadonya telat. Sengaja aku kasih kado sekarang biar momennya lebih kerasa," celetuk Roy."Iya, gak papa. Aku malah lebih senang karena kerasa lebih romantis," sahut Marissa.Roy melebarkan senyumnya lalu menyerahkannya sebuah paper bag kecil kepada Marissa."Dibuka," titah Roy.Dengan perasaan senang, Marissa membuka paper bag pemberian Roy. Ternyata di dalamnya ada sebuah kotak perhiasan panjang berwarna merah.Marissa membuka kotak tersebut dan terlihatlah kalung emas berbandul kupu-kupu yang sangat indah. "Mau aku pakaikan?" tawar Roy."Mau," sahut Marissa senang.Roy pun mengambil kalung tersebut dan memakaikannya di leher Marissa. Marissa menunduk untuk melihat kalungnya lebih jelas. Ia tersenyum bahagia saat melihat betapa indahnya kalung tersebut."Cantik," puji Marissa."Iya, tapi lebih cantikan kamu," sahut Roy."Gombal." Marissa memutar bola matanya malas. Walaupun begitu, ia sangat senang mendengar pujian dari Roy."Fakta," ujar Roy."Iya deh.""Kamu tetap cantik mau lagi kesal, marah, cemberut, cemburu. Kamu tetap cantiknya aku," cetus Roy."Stop, Roy. Aku geli dengernya," sahut Marissa yang membuat Roy terkekeh geli."Aku pamit pulang dulu, ya. Ayahku nyuruh aku pulang," ucap Roy."Iya, hati-hati."Saat Roy baru saja akan melajukan motornya, tiba-tiba hujan datang. Roy pun langsung meneduh dan memakai jas hujan."Pulangnya tunggu hujan reda aja," usul Marissa."Nanti Ayahku telfon-telfon aku terus. Jadi aku pulang sekarang aja. Maaf, ya.""Yaudah, hati-hati. Jangan ngebut, jalanan licin!""Siap, sayang!"Roy pun melambaikan tangan yang dibalas lambaian tangan pula oleh Marissa. Lalu Roy melajukan motor ninjanya meninggalkan pekarangan rumah Marissa.Saat Marissa akan masuk rumah, ekor matanya tak sengaja melihat seorang perempuan berjalan di bawah guyuran hujan. Marissa pun spontan menoleh untuk melihat lebih jelas lagi. Dirinya terkejut ketika menyadari bahwa yang ia lihat itu nyata. Ada seorang perempuan yang berjalan pelan di bawah guyuran air hujan.Marissa pun mengambil payung dan segera menghampiri wanita itu. Saat ingin mengucapkan sebuah kalimat, Marissa terpaku ketika melihat wajah perempuan itu.Wajah perempuan itu… sangat mirip dengannya. Marissa seperti bertemu dengan dirinya yang lain. Perempuan tersebut juga sama terkejutnya dengan Marissa. Mereka sama-sama terpaku dan saling menatap satu sama lain."Kamu… kenapa mirip sekali denganku?" ujar Marissa."K-kamu siapa?" Perempuan tersebut malah balik bertanya."Kenalkan, aku Marissa," ucap Marissa sambil mengulurkan tangan kanannya.Dengan bergetar, perempuan itu menjabat tangan Marissa sambil berucap, "Aku Farissa.""Wow, selain wajah kita yang mirip, nama kita juga mirip, ya," cetus Marissa.Farissa hanya menanggapinya dengan senyum tipis."Kamu kenapa hujan-hujanan? Ayo neduh dulu di rumahku," tawar Marissa."Gak usah, aku di sini aja," tolak Farissa."Gak papa, nanti kamu sakit kalau kehujanan. Kamu duduk aja di kursi belakang rumahku kalau gak mau masuk rumahku."Walaupun ragu, Farissa mengiakan tawaran Marissa. Marissa oun menggandeng tangan Farissa dan membawanya memasuki gerbang rumahnya menuju taman belakang rumahnya."Kamu duduk disini dulu, aku ambilkan minuman hangat dan baju ganti," ujar Marissa sambil memasuki rumahnya.Farissa menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya untuk menghangatkan diri. Ia mendongak untuk melihat langit. Ia refleks menutup mata ketika petir menyambar.Tak lama kemudian, Marissa datang dengan segelas teh hangat dan pakaian di tangannya."Ini diminum dan ini ada pakaianku buat ganti pakaian kamu yang sudah basah," ucap Marissa."Tapi aku ganti baju dimana?""Disini aja, gak ada yang lihat, kok. Aku hadap belakang dan gak bakal ngintip kamu," ujar Marissa.Farissa pun mengangguk dan menerima pakaian dari Marissa. Marissa lalu berbalik badan dan menunggu Farissa berganti pakaian."Sudah," ucap Farissa.Marissa berbalik badan lagi dan melihat Farissa sudah selesai berganti pakaian."Cocok tapi bajuku kebesaran, ya? Maaf banget, tapi kenapa aku lihat kamu kurus banget," ujar Marissa.Farissa menunduk, ia memilin kedua tangannya. "Aku…"Marissa menunggu Farissa yang tak kunjung menyelesaikan perkataannya. "Kamu kenapa? Apa kamu lapar? Mau aku ambilkan makanan?""Mau mau!" sahut Farissa antusias."Sebentar, ya." Marissa meninggalkan Farissa untuk mengambil makanan.Farissa mengedarkan pandangannya, menilik lebih jauh rumah Marissa yang sangat megah."Andai aku jadi Marissa, pasti hidupku tidak akan menderita," ucap Farissa dalam hati.Tak lama kemudian, Marissa kembali dengan sebuah nampan di tangannya. Nampan tersebut berisi sup, dessert, kue, dan jus jeruk."Silahkan dimakan," ucap Marissa.Farissa mengangguk lalu memakan makanan tersebut dengan sangat antusias. Marisaa terkekeh melihat Farissa yang makan dengan sangat lahap."Pelan-pelan makannya," tegur Marissa."Terima kasih banyak," ujar Farissa dengan mulut yang penuh dengan makanan."Sama-sama."Marissa bermain ponsel sambil menunggu Farissa selesai makan. Farissa terlihat kagum dan ingin tahu tentang ponsel yang dipegang Marissa. Ia terus mengintip apa yang dilakukan Marissa dengan ponselnya.Beberapa menit kemudian, Farissa sudah menyelesaikan kegiatan makannya. Ia bersendawa yang membuat Marissa terkekeh."Boleh aku tanya?" ucap Farissa gugup."Iya?""Benda yang kamu pegang itu apa?" tanya Farissa.Marissa menunjukkan ponselnya. "Ini? Ini namanya ponsel."Farissa mengangguk dengan mulut yang membentuk huruf o."Sekarang jam berapa?" tanya Farissa."Jam setengah sepuluh," jawab Marissa."Gawat, aku harus segera pulang," ucap Farissa panik"Kenapa buru-buru?" tanya Marissa."Nanti paman aku marah," jawab Farissa.Marissa pun mengantarkan Farissa sampai di pintu gerbang rumahnya. Farissa pun berpamitan dan melambaikan tangan kepada Marissa yang dibalas lambaian tangan pula oleh Marissa. Marissa pun memperhatikan Farissa berjalan sampai tidak terlihat lagi.Keesokan paginya, Marissa sedang bersiap-siap berangkat sekolah. Ia mematut dirinya di depan cermin. Setelah selesai berdandan, Marissa segera menyambar tas ranselnya dan keluar kamar.Ia berhenti di ruang makan dan langsung meneguk susu hangat yang telah dibuatkan ibunya. Setelah itu ia mengambil roti selai dan langsung melahapnya hingga habis."Aku berangkat dulu, ya, Ma," ujar Marissa.Aurin geleng-geleng kepala, ia berucap, "Pelan-pelan makannya, Nak.""Roy sudah nunggu. Bye, Ma, Pa."Marissa berlari keluar rumah dan langsung memeluk Roy yang sudah menunggu dengan anteng di atas motor ninjanya."Maaf lama," ucap Marissa."Santai aja, sayang. Aku juga baru aja nyampe, kok. Buruan naik!" sahut Roy.Marissa pun segera menaiki motor dan melingkarkan tangannya ke perut Roy. Roy pun melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Marissa.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sekolah. Setelah memarkirkan motornya, Roy merangkul Marissa dan melangkah bersama-sama menuju kelas mereka
Sudah satu jam lebih Farissa berada di rumah Marissa. Saat ini Marissa sedang buang air besar di kamar mandi dalam kamarnya. Walaupun sedang di kamar mandi, Marissa mengobrol banyak hal dengan Farissa.Tok tok tokTiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar Marissa."Nona!" Ternyata itu adalah suara Bibi Ambar, pembantu di rumah Marissa."Nona ngobrol sama siapa? Bibi buka, ya?"CeklekRuangan seketika hening. Farissa dan Bibi Ambar saling tatap."Nona tadi ngobrol sama siapa?" Bibi Ambar bertanya."Aku… aku…." Farissa memilin tangannya, tidak tahu harus menjawab apa.Bibi Ambar menaikkan sebelah alisnya, menunggu jawaban dari Farissa."Aku menonton itu." Farissa mengarahkan telunjuknya ke televisi yang tertempel di dinding.Bibi Ambar menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sungguh merasa aneh dengan tingkah Farissa. Tapi ia tak ambil pusing. Ia hanya menganggukkan kepalanya lalu mengucap permisi dan keluar dari kamar.Farissa mengusap dadanya, merasa lega. Marissa pun keluar dari kamar m
Marissa memandang ke bawah tepatnya di jalan dari balik jendela kamarnya. Ia memperhatikan Farissa yang berjalan pulang ke rumahnya. Setelah Farissa sudah tidak dapat dijangkau dari pandangannya, Marissa pun menutup jendela lalu merebahkan dirinya di kasur.Pikirannya mulai berkelana. Menebak nebak apa yang sebenarnya terjadi kepada Farissa. Berbagai teori muncul di kepalanya. Apakah 'paman' adalah ayah Farissa? Apakah 'paman' itu jahat? Apakah 'paman' adalah penculik yang menculik Farissa? Dan kenapa Farissa selalu keluar dan berjalan-jalan waktu malam tiba?Marissa menghela nafas kasar. Kepalanya tiba-tiba menjadi pusing dan sakit saat memikirkannya. Ia pun memilih menutup tubuhnya dengan selimut lalu tertidur.•••Sepulang sekolah, Marissa langsung merebahkan diri di atas kasur. Ia sedikit pusing karena memikirkan tugas sekolahnya. Ia disuruh membuat kerajinan dari barang bekas.Nanti kerajinan-kerajinan yang dibuat oleh para murid akan ditampilkan di pameran sekolah hari sabtu.Ti
Marissa fokus menatap bulan purnama yang tampak sempurna di langit malam. Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fadira sama sekali tidak menampakkan dirinya. Marissa sudah menunggu dari senja sampai malam tiba. Namun Farissa tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Marissa menatap jalanan dari balik jendela kamarnya, berharap melihat Farissa. Namun nihil, Farissa tetap tidak terlihat. Marissa meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya murung.Marissa membuka ponselnya, melihat beberapa foto dirinya dan Farissa. Tak terasa air matanya menetes."Nona, Bibi bawakan susu hangat." Suara Bibi Ambar membangkitkan Marissa.Marissa cepat-cepat menghapus air matanya dan tersenyum ketika Bibi Ambar memasuki kamar."Tugasnya banyak, ya, Non? Mau Bibi bantu?" tawar Bibi Ambar seraya menaruh segelas susu hangat di atas meja."Tidak usah, Bi. Ini sudah mau selesai, kok.""Ya sudah. Bibi tinggal dulu, ya, Non," ucap Bibi Ambar yang diangguki Marissa.Marissa menarik nafas panjang untuk men
Farissa takjub ketika jarinya menyentuh layar handphone milik Marissa. Ia kagum dan bertanya-tanya kenapa layar tersebut bisa bergerak dan berubah-ubah setelah tangannya menyentuh layar handphone tersebut.Ia sampai tidak memperhatikan jalan dan mendapat klakson dari banyak pengendara karena ia tidak fokus dan berjalan ke tengah-tengah jalan. Farissa pun segera menepi dan memasukkan handphone ke dalam saku celananya. Ia menikmati alunan lagu dari earphone yang terpasang di telinganya.Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di rumah besar milik Marissa. Di ia pun masuk lewat gerbang dan terlihatlah Aurin yang sedang merawat tanaman di depan rumah. Farissa sudah diberitahu tentang Aurin oleh Marissa. Ia diberitahu Marissa bahwa Marissa memanggil Aurin dengan sebutan 'Mama'."Mama," sapa Farissa sambil mencopot earphone dari telinganya."Eh, kok pulangnya cepat sekali?""Iya, karena aku sudah capek," sahut Farissa."Ya sudah masuk sana! Atau mau temani Mama di sini?""Aku mau temani Mam
Terik matahari menyilaukan mata Farissa yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah matanya terbuka sempurna, ia melihat Aurin sedang mengikat gorden."Bangun, Nak. Sudah pagi," ucap Aurin.Farissa meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menguap lalu mendudukkan dirinya."Mandi lalu sarapan. Tadi Roy sudah telfon Mama, dia bilang kalau bakal jemput kamu jam sembilan. Tadi Roy udah nelfon kamu tapi tidak diangkat. Gimana mau ngangkat kalau kamunya aja masih tidur," ujar Aurin.Mandi? Itu adalah kegiatan yang dilakukan Farissa sebulan yang lalu. Iya, dia sudah tidak mandi selama sebulanan lebih.Farissa hanya terdiam sambil memperhatikan Aurin yang keluar kamar. Farissa bengong, tadi malam adalah pertama kalinya ia tertidur nyenyak setelah sekian lama.Farissa beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju lemari besar milik Marissa. Ia membuka lemari itu dan tampaklah ratusan pakaian milik Marissa. Farissa tercengang melihatnya.Itu sangat berbanding
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Roy dan Farissa sampai di mall. Farissa turun dari motor dengan hati-hati. Ia lalu hanya terdiam melihat Roy turun dari motor dan membuka helm.Roy mengernyit melihat Farissa hanya diam seperti patung. "Kenapa gak dicopot helmnya?" tanyanya.Farissa menggeleng. "Gak bisa."Roy tambah bingung dengan pengakuan Farissa. "Kamu pasti cuma alasan aja 'kan biar aku bukain? Biasanya juga nyopot helm sendiri."Farissa hanya diam dan menunduk karena tak tahu harus menjawab apa. Roy hanya geleng-geleng kepala lalu menautkan jarinya dengan jari Farissa. Roy pun melangkah memasuki mall diikuti Farissa.Lagi dan lagi, rasa tersebut muncul kembali. Jantung Farissa pun berdegup kencang ketika Roy menggenggam tangannya. Perasaan apa ini?Mereka berjalan memasuki area bioskop. Mereka memesan popcorn dan soda terlebih dahulu. Farissa memandang popcorn yang ada di tangannya dengan bingung. Lalu ia mengambil satu biji popcorn dan mencobanya. Matanya berbinar, te
Farissa nampak bingung dengan makanan di depannya. Ia terus memandanginya tanpa memakannya."Kenapa gak dimakan?" Roy bertanya."Aku… gak tahu cara makannya," ungkap Farissa.Roy mengernyit bingung. "Bukannya kamu suka makan sushi?"Farissa meremas tangannya. Ia lupa bahwa kini ia sedang berperan sebagai Marissa. Farissa akui bahwa dirinya memang sangat polos dan rada bodoh."Eh, iya. Cuma aku pusing aja jadi gak nafsu makan," ujar Farissa."Kamu pusing? Kenapa gak bilang dari tadi?""Aku kira tadi pusingnya bakal hilang tapi ternyata enggak.""Ya itu dimakan walau sesuap aja. Nanti aku habisin.""Oh, oke."Farissa pun mengambil sepotong sushi dan melahapnya. Raut wajah Farissa menampilkan raut wajah tak suka. Ternyata sushi tidak cocok dengan lidahnya. Namun ia tetap menelan sushi yang telah ia kunyah.Ia mengambil dua potong sushi lagi dan langsung melahapnya. Lalu ia mendorong piring sushinya kedepan sambil berucap, "Aku sudah.""Oke." Roy mengambil sepiring sushi milik Farissa dan
"Aku, Sky Putra Raja, menjadikanmu, Farissa Putri Abraham, istri ku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," ucap Sky lantang."Aku, Farissa Putri Abraham, menjadikanmu, Sky Putra Raja, suamiku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," balas Farissa.Mereka pun berciuman dan berpelukan. Riuh tepuk tangan kembali terdengar. Para pemain musik mulai memainkan musik hingga terdengar alunan musik yang indah yang membuat suasana menjadi semakin hangat.Seluruh keluarga dan kerabat pun berfoto bersama dengan kedua pasangan pengantin. Setelah itu, diadakan acara lempar bunga. Marissa dan Farissa pun membelakangi para tamu lalu melempar buket bunga ke belakang.Yang menangkap kedua bunga tersebut adalah Nia dan seorang laki-laki bernama Joy. Joy adalah teman kampus mereka. Bertepatan dengan itu
Roy: Aku mau ngelamar kamuMarissa terkejut dan membeku saat membaca pesan dari Roy. "Ya Tuhan, ini beneran?" gumamnya.Marissa: Kamu serius?Roy: Seriuslah. Aku sama Bunda udah nyiapin seserahan. Kami akan kerumahmu nanti sore. Dandan yang cantik ya, sayang.Marissa merasa senang, cemas, bingung pokoknya semua rasanya seperti campur aduk. Ia sampai berjingkrak-jingkrak saking merasa campur aduk. Ia memandangi dirinya di depan cermin sambil berucap, "Serius cewek kayak aku mau dilamar nanti? Acak-acakan gini kayak orang utan kok bisa cepat dapat calon suami, ya.""Tapi aku memang cantik, sih," lanjutnya sambil berpose layaknya model."Aku harus nyiapin pakaian buat nanti." Marissa buru-buru menggeledah lemarinya. Banyak baju yang ia hamburkan hingga menjadi berantakan. "Aduh, aku harus pakai yang mana?" Marissa frustasi. "Oh iya. Lebih baik aku bilang ke Mama Papa sekalian tanya saran pakaian yang cocok dipakai nanti."Marissa pun keluar kamar dan berjalan ke kamar kedua orangtuanya.
"Dari hasil pemeriksaan, pasien dinyatakan hamil." Ucapan dokter membuat tubuh Anggun membeku."A-apa? Aku hamil?" Anggun berucap tak percaya."Iya. Usia kandungannya baru dua minggu. Tolong dijaga baik-baik kandungannya. Saya akan beri vitamin dan surat kontrol. Nanti bisa kontrol ditemani suaminya.""Suami? Apakah dunia sedang bercanda?" ujar Anggun dalam hati.Marissa menatap Anggun dengan tatapan kasihan. Dia ingin menyadarkan Anggun melalui kata-kata tapi ia tak tega melihat wajah Anggun yang pias. Setelah keluar dari ruangan dokter, Anggun menangis sejadi-jadinya."Maafkan aku, Mar. Mungkin ini karma karena aku berniat mencelakaimu. Tolong bantu aku… aku harus bagaimana?""Aku sudah memaafkanmu. Kamu harus sabar dan ikhlas menerima anak di rahimmu. Bagaimanapun dia bayi tak berdosa. Jangan kamu sakiti apalagi menggugurkannya. Kamu tidak mau 'kan terjadi hal buruk lagi? Maka jaga kandunganmu.""Lalu bagaimana dengan kuliahku?""Kamu bisa menggunakan pakaian oversize ketika ke kamp
Marissa tidak berangkat sekolah karena ia masih merasa lemas dan tak bertenaga. Kini dia hanya duduk bersandar ke headboard sambil menonton film. Tiba-tiba terdengar suara motor Roy yang sangat Marissa hafal.Marissa pun berhenti memutar film lalu beranjak dan turun ke lantai bawah dan menghampiri Roy. "Aku gak berangkat kuliah. Maaf gak ngabarin kamu karena aku lupa."Roy menyerahkan beberapa batang coklat kepada Marissa. "Cepat sembuh, sayang."Marissa menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Roy." Ia mengecup pipi Roy.Roy melotot kaget. Ia memegangi tangan Marissa lalu meremasnya. "Aaa aku salting berat. Kamu harus tanggung jawab."Marissa mengecup pipi Roy lagi. "Aku sudah tanggung jawab.""Itu malah bikin aku tambah salting, Mar.""Memang tujuan aku begitu. Aku suka lihat wajah kamu pas salting.""Kalau begitu aku juga mau cium kamu." Roy turun dari motornya.Namun Marissa segera berlari memasuki rumah sambil tertawa. Roy menatap Marissa dengan tatapan yang dibuat seolah-o
Cesy mencekik Excel sampai Excel tersedak dan sesak nafas. Excel memegangi tangan Cesy yang terasa sangat dingin. Cesy menatap Excel sangat tajam."Puas kamu merusak seluruh hidupku? Kamu memang pria brengsek. Kamu seharusnya gak pantas hidup. Kamu adalah manusia paling bejat yang pernah aku kenal," ucap Cesy berapi-api."Aku minta maaf." Excel melirih."Apakah kata maaf bisa mengembalikan semuanya yang sudah hancur tak tersisa? Kenapa? Kenapa kamu lebih memilih meninggikan ego dan sikapmu yang temperamental dari pada menahannya dan berusaha bersikap lembut kepadaku? Tidak perlu lembut, tapi bersikaplah dengan normal kepadaku. Apa itu sangat susah?""Iya aku tahu aku salah. Aku juga tidak ingin mempunyai gangguan mental dan sikap temperamental. Ini semua bukan pilihanku.""Menjadi korban kebejatanmu juga bukan keinginanku." Cesy berteriak. Ia melepaskan cekikkannya dengan kasar.Excel buru-buru mengatur nafas lalu turun dari kasur dan bersujud kepada Cesy. "Tolong jangan ganggu aku la
"Tolong berhentilah mengganggu Excel. Dia sudah mendapatkan ganjarannya. Kamu sudah menang, Cesy," ucap Marissa.Raut wajah Cesy berubah sedih. "Aku masih dendam padanya.""Untuk apa kamu dendam? Jika kamu berhenti mengganggunya dan dia dinyatakan pulih dari gangguan jiwanya maka ia akan dipenjara. Bukannya itu adalah balasan yang setimpal atas perbuatannya selama ini kepadamu?"Cesy diam, tampak berpikir. Beberapa detik kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Aku akan memberinya pelajaran satu kali lagi lalu aku akan berhenti mengganggunya."Marissa hanya geleng-geleng kepala. Memang kalau orang sudah dendam pasti akan melampiaskan dendamnya sampai ia puas termasuk Cesy. Ia bahkan masih ingin memberi pelajaran kepada Excel.Tiba-tiba perasaan Marissa menjadi tidak enak. Tapi ini menyangkut Roy.•••Saat sedang bersantai di balkon, tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi. Saat Marissa mengeceknya, rupanya ada telepon dari Roy. Marissa pun segera mengangkatnya."Halo, Roy?""Halo, Mar. Kamu kesini
"Cesy yang beberapa hari kemarin datang ke rumah saya?" tanya Yuni."Benar, Kak. Dia sudah meninggal bunuh diri." Ucapan Marissa membuat Yuni kaget sampai melotot."Bu-bunuh diri?""Iya. Dia bunuh diri dalam keadaan hamil.""Kok bisa?"Marissa pun menceritakan tentang cerita sebenarnya tentang Cesy. Ia juga menceritakan tentang ia yang dimimpikan Cesy. Marissa tidak peduli Yuni percaya atau tidak."Ya Tuhan, kasihan sekali Cesy. Aku tidak menyangka hidupnya setragis itu. Kemarin saat Cesy kesini saya sempat merekam perbincangan kami," ujar Yuni."Boleh saya dengar rekamannya?" pinta Marissa."Boleh-boleh." Yuni pun menghidupkan ponselnya dan memutar rekaman pembicaraannya dengan Cesy."Kak Yuni, perkenalkan aku Cesy. Aku kesini ingin berbagi cerita," ucap Cesy."Silahkan. Saya akan menjadi pendengar yang baik.""Jadi, saya punya mantan pacar yang toxic. Dia selalu melakukan kekerasan kepada saya. Saya sangat tertekan dan trauma. Apa yang harus saya lakukan?""Di a melakukan kekerasan
Terlihat di CCTV ada wanita memakai sweater ungu yang tak lain adalah Anggun memasukkan kecoa di dalam gelas yang dibawa oleh pelayan. Semuanya langsung menengok ke sekitar mencari Anggun. Anggun pun ketahuan dan digeret oleh para pengunjung ke tengah-tengah mereka.Marissa seperti mengenali Anggun. Ia melepas masker Anggun dan seketika matanya membulat. "Anggun?!"Roy pun tak kalah terkejut. "Apa salahku, Nggun?" tanya Roy.Anggun merampas maskernya dari tangan Marissa lalu memakainya kembali. Ia lalu berucap, "Salahmu adalah membangun kafe ini! Kafemu membuat kafe ayahku tidak laris. Kamu merebut pelanggan kafe ayahku!""Ya Tuhan … kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Rezeki sudah diatur," sahut Marissa."Halah, kalian jangan sok suci. Sekarang aku minta uang ganti rugi karena kalian menyaingi kafe ayahku.""Untuk apa kami ganti rugi? Apa yang kami lakukan sudah benar menurut kami." Marissa berucap. "Semuanya, apakah yang kami lakukan salah?"Para pengunjung menggeleng. "Tidak."
TringTiba-tiba notifikasi ponsel Marissa berbunyi. Marissa pun duduk di anakan tangga mengecek ponselnya. Ternyata ada pesan dari grub kampus.Grub kampus: Kabar duka datang dari seorang mahasiswi baru bernama Cesy. Ia ditemukan meninggal di kamarnya karena gantung diri. Mari kita panjatkan doa supaya Cesy tenang di alam sana. Terima kasih atas perhatiannya.Marissa membeku. Tangannya sampai bergetar hingga ia menjatuhkan ponselnya. Ia kaget dan hampir berteriak ketika ada yang menepuk bahunya. Saat Marissa menoleh, rupanya itu adalah Anggun. "Kamu tadi jadi bahan pembicaraan orang-orang di perpustakaan karena kamu ngomong sendiri seolah-olah ada orang disampingmu. Kamu tadi ngomong sama siapa?" ujar Anggun.Marissa menjadi bertambah terkejut. Ia semakin terkejut ketika melihat di seberang jalan ada Cesy yang melambaikan tangan kepadanya sambil menggendong seorang bayi yang tidak memakai pakaian sedikitpun seperti baru lahir.Anggun menepuk bahu Marissa. "Kamu kenapa melotot gitu?"