'Weekend ini pulang ke rumah ya, Nak.'
Begitulah pesan yang Alena terima dari mama. Sejak penghasilannya menurun karena papa memangkas subsidi, mau tak mau dia harus sering pulang untuk mengambil hati.
Sekalipun papa sering menyindir, Alena harus menebalkan telinga. Sepertinya dia memang harus mencari tambang emas baru selain papa tentunya. Yoga, adalah pilihan yang tepat.
'Iya, Alen pulang.'
Hanya itu yang dia ketikkan sebagai balasan, lalu kembali fokus menghadap layar dan mengerjakan laporan.
Setelah acara pertunangan malam itu, Adam sudah jarang mengganggu lagi. Mungkin dia sudah diberikan mukjizat supaya tidak menggombal dengan wanita lain. Lagi pula di kantor mereka juga tidak berhubungan langsung.
"Len, udah dengar kabar?" kata temannya.
Alena menggeleng karena kapok ketahuan sedang bergosip di saat jam kerja. Dia sebenarnya pasrah seandainya memang tidak lulus masa percobaan. Namun setidaknya, selama dua bulan ke depan dia masih memiliki pekerjaan sambil mencari yang baru.
"Awal bulan depan mau gathering."
"Wow asyik, dong," jawabnya.
"Kantor bakalan libur 3 hari dari rabu-jumat. Dilanjut sabtu-minggu," jelas temannya lagi.
"Aku masih kontrak percobaan, mungkin gak kali ya," kata Alena.
"Kita semua wajib berangkat. Tinggal tunggu surat edaran. HRD udah approve."
Mereka berdua berbincang, lalu sadar kalau ini jam kerja dan kembali fokus dengan laporan. Hingga waktunya pulang, Alena langsung mengambil tas dan meluncur ke rumah orang tuanya.
"Assalamualaikum."
"Non."
"Mama mana, Bik? Katanya aku disuruh pulang," tanya Alena saat melihat suasana yang sepi.
Kalau papa jangan ditanya. Setiap hari beliau akan pergi kerja pagi-pagi dan pulang larut malam, bahkan tak pulang berhari-hari jika tugas keluar kota.
"Di kamar, Non. Bentar bibik panggilkan."
Alena berjalan menuju ruang makan karena perutnya lapar. Bibik pasti masak yang enak. Harusnya sih dia pulang ke rumah, tapi rasanya memang lebih nyaman tinggal sendiri karena bebas.
"Anak mama yang cantik." Wanita paruh baya itu memeluk erat putrinya.
"Mama kenapa, kok melow gini?"
"Mama kangen. Coba tiap libur pulang ke rumah."
"Lihat nantilah, Ma."
"Kamu ini sekarang begitu. Apa udah gak sayang sama mama lagi?"
"Sayang. Tapi Alen kan kerja. Kalau pergi dari sini kejauhan, Ma. Lebih dekat dari sana," jawabnya.
"Eh, makan dulu. Bibik masak seafood." Mama membuka tutup sajian dan mengambilkan piring untuk putrinya.
Alena merasa heran dengan ini. Tumben mama perhatian sekali. Dia beberapa kali pulang ke rumah, tapi belum pernah diperlakukan seperti ini.
"Mama kenapa, sih? Aneh, deh." Nada suaranya penuh kecurigaan.
"Kamu makan dulu. Ntar mama ceritakan, ya."
Alena mencuci tangan, mengambil sendok dan mulai menikmati sajian. Tangan bibik memang luar biasa sehingga bahan apa pun terasa enak di lidah. Selesai makan, mama mengajaknya ke kamar.
"Len, kemarin itu mama kan butik langganan. Terus ada dress bagus banget, pas buat kamu. Jadi mama belikan."
Sebuah gaun berenda selutut berwarna marun keluar dari lemari dan dihadapkan kepadanya.
"Wow cantik banget, Ma. Alen mupeng yang model begini, cuma dananya belum ada. Kayak yang dipakai artis Korea," katanya.
"Iya ini memang model terbaru, belum diskon soalnya. Tapi buat kamu special mama belikan satu." Wanita paruh baya itu tersenyum senang. Apalagi putrinya langsung mencoba di depan kaca.
"Ih, makasih loh, Ma." Alena memeluk mama dengan erat.
"Suka?"
"Banget."
"Tapi harus dipakai."
"Iya nanti Alen pakai," katanya.
"Jangan nanti tapi besok," lanjut mama.
"Loh?"
"Malam minggu besok ada tamu yang mau datang ke rumah. Kamu harus dandan yang cantik," kata mama sambil mengedipkan mata.
"Siapa?"
"Ada, deh. Sekarang kamu istirahat dulu. Bawa gaunnya ke kamar. Besok kita cocokkan sama perhiasan mama."
"Ini udah di laundry?"
"Udah, dong. Masa mau pakai baju gak dicuci dulu. Nanti alergi kulit."
Kedua wanita itu tergelak karena sifatnya memang sama. Alena membawa gaunnya ke atas. Lalu membersihkan diri kemudian memilih tidur siang. Tubuhnya lelah sekali.
***
"Anak mama memang cantik banget," puji wanita paruh baya itu saat memasangkan kalung di leher putrinya.
"Siapa dulu mamanya," sahut Alena.
"Yuk ke bawah. Tamu kita udah datang." Mama menggandeng Alena dan mengajaknya turun.
"Siapa sih, Ma?"
"Turun aja sekarang. Nanti tamunya kelamaan nunggu."
Berdua mereka berjalan menuju tuang tamu. Alena kaget saat mendapati seorang laki-laki tampan sedang berbicara dengan papanya.
"Nah, ini dia yang ditunggu muncul juga." Papa sembringah saat mengenalkan putrinya kepada laki-laki itu.
"Aldo."
"Alena."
Dua tangan itu saling berjabat dan berkenalan. Aldo tersentak saat menatap wajah cantik Alena, seperti melihat bidadari turun dari kahyangan.
"Duduk sini, Alen."
Papa menepuk kursi disebelahnya. Wanita itu menurut dan menatap semua orang dengan kebingungan.
"Ada apa sih, Pa?"
"Aldo ini anak teman papa. Masih muda tapi sudah mapan. Katanya lagi cari calon istri," jelas papa antusias.
"Oh, I see."
Alena sudah tahu apa maksud dari kata-kata itu.
"Saya diundang Om datang ke sini buat makan malam. Tapi rasanya jadi pengen ajak kamu dinner berdua," kata laki-laki itu dengan percaya diri.
Alena menatap mama yang dibalas dengan anggukan.
"Eh ... iya." Alena tampak ragu-ragu akan tawaran itu.
"Gimana?" tanya Aldo.
"Boleh." Kali ini mama yang menyahut.
Mata Alena melotot mendengar itu. Dia mencubit lengan mama, tapi malah dibalas dengan senyum yang dibuat-buat.
"Ini ... bukan perjodohan, kan?" Dia bertanya blak-blakan.
Aldo dan papa tegelak. Sementara mama menggelengkan kepala. Alena memang akan bicara terus terang mengenai apa yang dipikirkannya tanpa menimbang terlebih dahulu. Untung saja Aldo tidak tersinggung.
"Kalau dibilang perjodohan juga gak apa-apa. Saya tidsk keberatan," jawab laki-laki itu santai.
"Kalau gitu kalian pergi sekarang."
"Mama!" Alena kembali melotot. Sumpah, dia malu.
"Ayo, Len. Kita jalan. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat." Aldo kembali menawarkan.
"Yaudah hati-hati, ya. Jangan pulang kemalaman. Gimana juga Alena kan perempuan." Mama mendorong tubuh putrinya saat melihat Aldo berdiri.
Kini mereka berdua berada dalam mobil yang sedang melaju ke sebuah chinese food's restaurant.
"Mobil kamu baru, ya?" tanya Alena saat melihat Toyota Land Cruiser terbaru terparkir di halaman rumah papa tadi.
"Ini baru 3 bulan pake. Yang lain aku simpan di garasi. Lagi bosen," jawab Aldo santai.
"Oh emang ada berapa?"
"Gak banyak. Cuma 3. Cukuplah. Bayar pajak mahal," Laki-laki itu masih berkonsentrasi menyetir sambil berbincang.
"Wow." Alena melengkungkan senyum manis.
"Kamu suka?"
"Apanya?"
"Mobilnya, lah. Masa orangnya. Tapi kalau suka sama orangnya juga boleh," kata Aldo gombal.
Alena bersemu merah mendengar itu. Dalam hati berkata, kebanyakan laki-laki memang begitu jika bertemu dengan wanita cantik.
"Eh, emang kamu kerja apaan, sih? Dari tadi kita belum kenalan," Wanita itu mengalihkan pembicaraan.
"Terus kalau udah kenalan, bisa jadi sayang, gak?"
"Idih." Alena membuang wajah ke samping dan berpura-pura melihat jalanan. Sepertinya laki-laki ini salah satu penampakan buaya darat.
"Aku dokter. Spesialis penyakit dalam." Aldo melirik lagi.
"Oh."
"Kenapa? Takut disuntik kalau punya suami dokter?"
Alena tergagap. Kenapa tiba-tiba Aldo berbicara soal suami. Rasanya ini terlalu cepat.
"Ngg ... gak sih. Biasa aja."
"Syukurlah kalau begitu. Kalau cocok kan tinggal lamar."
Jantung Alena serasa mau copot mendengarnya. Dalam hati wanita itu menimbang-nimbang. Pilih Yoga atau Aldo?
Adam. Entah mengapa tiba-tiba saja seperti ada suara yang berbisik mengucapkan nama itu, serta wajah sang mantan suami berkelebat di pelupuk matanya.
Adam memencet bel pintu rumah itu dan langsung disambut Cintia dengan malas."Tuan puteri udah siap?""Sekarang?""Iyalah. Masa' besok." Adam tergelak melihat wajah tunangannya yang cemberut.Setelah hari itu, dia bahkan menolak bertemu dengan Cintia sama sekali. Bukan menghindar, tapi karena kesibukan di kantor yang cukup padat. Perusahaan akan mengadakan gathering tahunan karyawan dan divisinya yang akan menyusun anggaran, juga pelaksanaannya."Aku ganti baju dulu. Kamu tunggu bentar." Cintia masuk ke dalam dan bersiap-siap.Adam berusaha menepati janji untuk mengajak wanita itu jalan-jalan sekalipun masih ada beberapa laporan yang belum selesai. Sepertinya dia akan lembur di hari senin nanti."Loh, ada kamu?" Papa Cintia keluar dan menemui calon menantunya. Laki-laki paruh baya itu dengan santainya duduk di sebelah Adam."Mau ajak Cintia jalan, Pa," jawab Adam."Ya refreshing. Jangan kerja t
Selamat datang peserta gatheringPT. Langit Jaya10-14 Februari 2021Begitulah kata-kata yang tertulis di banner The Ritz, sebuah hotel berbintang di kota itu. Seluruh staf dan karyawan pagi-pagi diberangkatkan karena acara akan diadakan full di tempat itu.Ada bagian dari hotel yang bisa digunakan untuk kegiatan outbond selain pool tentunya. Semua peserta begitu semangat saat keberangkatan, kecuali ... Alena. Pendekatannya dengan Aldo gagal karena ulah Adam. Sehingga setelah hari itu, dia bahkan merasa malas setiap kali bertemu dengan laki-laki itu.Aldo mungkin saja bisa menerima statusnya jika dijelaskan secara baik-baik, tapi bukan dengan cara seperti itu.Malam itu, mereka makan dalam diam hingga di dalam perjalanan pulang. Aldo juga bertanya secara detail siapa Yoga dan Adam. Alena berusaha menyampaikan dengan perlahan agar laki-laki itu tak salah paham.Awalnya Aldo terlihat bisa menerima. Namun, k
Suara riuh para peserta menggema di sekitaran pool. Hari ini, sebagian akses hotel ditutup untuk tamu yang lain karena perusahaan akan menjamu semua karyawan.Acara pembukaan sudah dimulai kemarin dengan training yang berjalan seharian penuh. Hari kedua ini akan dilanjutkan dengan kegiatan di kolam renang. Tempat itu penuh sesak, karena panitia menyusun beberapa perlombaan yang melibatkan semua karyawan.Di sinilah Adam berperan utama bersama timnya untuk mengatur apa saja jenis perlombaan dan juga hadiahnya. Dari pihak hotel membantu menyediakan fasilitas alat pendukung."Seru ya acaranya." Alena ikut berteriak dan bersorak saat ada yang peserta terjatuh ke kolam renang."Iya, seru banget. Tahun lalu kan outbond-nya di jembatan gantung," jawab temannya.Mereka ikut hanyut dengan suasana. Mata Alena fokus pada lomba yang sedang berlangsung. Memang kali ini, semua kegiatan selama tiga hari akan berpusat di hotel saja. Nanti di hari sabt
Hari ketiga gathering sama seperti sebelumnya. Ada satu tempat outdoor di hotel ini yang cukup luas untuk outbond, tapi terbatas dan tidak bisa menampung semua. Sehingga kegiatan yang diadakan mirip seperti acara peringatan tujuh belasan, misalnya lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan lomba balap karung.Tim hotel yang cukup kreatif, ditambah tim dari pihak perusahaan, membuat acara ini menjadi seru, menegangkan dan penuh dengan teriakan kegembiraan. Tidak semua peserta gathering ikut perlombaan, kebanyakan dari mereka hanya menonton sambil menikmati snack yang disajikan di sebuah booth di pinggir lokasi.Tiga hari ini memang diisi dengan kegiatan refreshing bagi karyawan setelah setahun mereka bekerja keras untuk perusahaan."Pak Adam! Pak Adam!"Teriakan itu membuat Adam terpaksa ikut ambil bagian karena beberapa orang menunjuknya menjadi peserta lomba, setelah aksi heroiknya menolong Alena kemarin di kolam renang. Jadi dia memilih salah
Adam terbangun saat merasakan lututnya begitu nyeri. Saat dilihat, bagian itu memang bengkak dan membiru. Dia mencoba bangun dan berjalan tapi rasa nyeri semakin menghebat, ingin menelepon beberapa staf tapi ini masih jam empat pagi.Adam mencoba berjalan dan memasak air di teko listrik yang terletak di nakas, lalu mengambil handuk kecil di kamar mandi. Dengan pelan dia mengompres memar itu agar nyerinya berkurang.Tangan besarnya mencari-cari sesuatu di laci, berharap ada minyak gosok atau apa pun yang bisa mengobati. Nihil, dia lupa kalau ini di hotel, bukan rumah sendiri. Hingga beberapa saat Adam terbangun karena bunyi alarm di ponsel. Ternyata dia ketiduran setelah hampir setengah jam mengompres lututnya.Adam berjalan ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi. Nyerinya sudah berkurang, tapi sepertinya dia tidak bisa ikut touring hari ini. Tunangannya pasti kecewa karena sudah mengorbankan banyak hal. Sekalipun anak direktur utam
Hari ini adalah hari terakhir acara gathering. Sebagimana yang biasanya terjadi di tahun-tahun sebelumnya, acara akan ditutup dengan makan malam, dan pemberian reward bagi karyawan yang berprestasi.Adam memakai jas terbaik dan menyisir rambutnya supaya terlihat lebih rapi. Dia juga mencukur cambang dan memakai parfum mahal. Laki-laki itu memang tampan sekarang, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Saat dimana dia terpuruk dan terjerumus ke dalam dunia malam setelah perceraian.Alena tidak tahu bahwa Adam membawa luka hati yang begitu dalam sehingga fustrasi dan harus tinggal di luar negeri. Jika tidak, maka dia akan mengemis untuk meminta rujuk, sementara orang tuanya tidak setuju."Mas udah siap?" Suara merdu sang kekasih terdengar di balik telepon.Cintia memakai gaun kesukaannya malam ini. Gaun yang membuat namanya tiba-tiba naik daun sebagai seorang model setelah pemotretan karena hasil yang memuaskan."Udah, Sayang. Aku ke ba
Hari ini, tepat tiga bulan Alena bekerja di kantor itu. Dia sudah memantapkan hati untuk mengundurkan diri sejak hari terakhir gathering. Wanita itu sengaja izin pulang lebih awal dengan alasan kesehatan yang semakin memburuk. Padahal, dia tak mau bertemu Adam dan keluarga Cintia di acara gala dinner. Evaluasi kinerjanya selama tiga bulan ini sedang dikerjakan oleh HRD. Namun, tanpa hasil itu sekalipun, dia tetap akan resign.Setelah makan siang, dia meminta izin kepada atasannya untuk menemui manager personalia dan menyampaikan langsung apa yang menjadi keinginannya."Pak Adam ada?" tanya Alena kepada sekretaris laki-laki itu."Ada tamu, Bu.""Oh, yaudah kalau gitu.""Tunggu dulu, Bu. Sebentar saya tanyakan." Sekretaris itu men-dial beberapa angka dan berbicara sesuatu dengan atasannya."Sepertinya tamu penting. Mungkin Ibu bisa kembali lagi nanti," katanya setelah menutup panggilan."Oke." Alena menatap
Adam mengusap wajah berulang kali sebelum akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu rumah itu."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Loh, Pak Adam?" tanya si bibik saat membukakan pintu."Ale-na ada, Bik?" tanya Adam canggung. Tangannya berkeringat sejak tadi karena gugup."Non Alen gak ada di sini, Pak. Dia cuma sesekali datang," jawab si Bibik."Oh, saya kira dia tinggal sini.""Ya gak, Pak. Masih di apartemen yang lama. Tempat dulu Bapak tinggal."Adam tersenyum pahit mendengar itu. Segala sesuatu yang mengingatkannya akan kebersamaan dengan Alena dulu, memang tidak bisa hilang begitu saja. "Oke kalau gitu saya per--" Adam hendak berpamitan saat tiba-tiba saja mamanya Alena muncul dari dalam."Siapa, Bik?" tanya wanita paruh baya yang masih cantik itu."Itu, Bu," tunjuk bibik.Mamanya Alena membuka pintu lebih lebar dan mendapatkan mantan menantunya sedang berdiri
Cintia memasuki kantor dengan santai. Sebagai salah satu pemegang saham, kini dia mendapatkan hak untuk mengunjungi perusahaan saat meeting tertentu. Dia juga diberikan ruangan tersendiri karena status sebagai anak direktur utama."Pagi Pak Dirut," sapanya saat memasuki ruangan papanya. Gadis itu langsung duduk di sofa sembari mengambil air mineral yang terletak di meja."Kamu gak kerja?""Lagi off pemotretan. Aku pengen lihat-lihat suasana kantor," jawabnya."Udah gak ada Adam lagi di sini. Apa yang mau kamu lihat? Biasanya kamu datang kan cuma buat ngelepas kangen sama dia," kata papanya. Laki-laki itu meletakkan mouse dan duduk di samping putrinya."Aku gak cari dia kok, Pa. Kan aku sendiri yang mau dia keluar dari kantor ini," jelas Cintia santai."Tapi papa tau hati kamu juga gak tega. Kamu benci tapi masih cinta."Cintia tersentak dengan wajah merona. Apa yang diucapkan papanya langsung mengena ke dalam h
"Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di kediaman orang tua Alena untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka."Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Aksa Adyatama bin Adam Al-Kautsar. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Setelah semua selesai, tamu-tamu yang lain mulai berdatangan dan mencicipi hidangan. Adam memotong dua ekor kambing untuk putranya di usia ke dua puluh hari, juga mengundang hampir semua kenalan. Mereka ingin berbagi kebahagiaan dan memperkenalkan sang buah hati.Alena sendiri sejak siang
Cafe ramai hari ini. Adam sampai kewalahan melayani pembeli. Antrean cukup panjang terutama untuk pembelian via online. Menu angkringan menjadi best seller selama beberapa bulan terakhir, padahal resepnya sederhana dengan bumbu racikan sang mama.Alena tidak turun sejak pagi, hanya berbaring di lantai atas. Perutnya sudah semakin membesar dan tak sanggup banyak beraktivitas. Tadi saja saat menaiki tangga kakinya terasa nyeri.Adam sudah meminta Alena untuk pulang ke rumah orang tua tetapi wanita itu menolak. Dia ingin mendampingi sang suami bekerja sekalipun tak bisa membantu apa-apa. Usia kandungan wanita itu sudah memasuki 36 minggu. Itu berarti tinggal menghitung hari menunggu si mungil di dalam perut dilahirkan.Alena dan Adam sudah mempersiapkan persalinan nanti, mulai dari biaya rumah sakit dan dokter, juga perlengkapan bayi. Pada bulan ke enam, jenis kelamin putra mereka sudah terlihat sehingga kedua mama sibuk mencarikan nama."Pak. Bahan untuk
Sebuah mobil box berwarna putih berhenti di depan ruko berukuran minimalis dengan membawa beberapa barang. Dibantu oleh seorang asisten, supir menurunkan isinya dengan hati-hati.Adam segera membuka pintu ruko dan ikut membantu menyusun letak beberapa barang. Sementara itu, Alena duduk di kursi sembari memperhatikan aktivitas itu dan mengusap perutnya yang semakin membuncit.Empat bulan setelah mengundurkan diri, Adam dan Alena sepakat untuk membuka sebuah cafe di salah satu ruas jalan besar. Pertimbangan itu diambil karena bisnis kuliner cukup menjanjikan dengan perputaran uang yang lebih cepat.Adam sudah mengajukan lamaran pekerjaan di beberapa perusahaan dan melakukan interview. Namun, hingga kini memang belum ada satupun yang cocok, sehingga dia memilih untuk berwira usaha."Konsepnya ini maunya gimana?" tanya Alena saat melihat beberapa kursi kayu mulai diangkut ke dalam."Ada yang lesehan dengan target pasaran mahasiswa dan
Suasana di kantor hari itu begitu sepi dan tak sama seperti biasanya. Bisik-bisik mulai terdengar mengenai audit yang dilakukan oleh para pemegang saham secara diam-diam dan melibatkan beberapa petinggi perusahaan.Semua orang menjadi ketakutan kedoknya akan terbongkar. Apalagi Adam yang notabene kesayangan direktur utama bisa terkena kasus dan akan segera diproses.Kabar yang beredar bahwa ada yang sengaja mengincar posisi empuk manager personalia sehingga menggunakan segala cara untuk menggeser laki-laki itu.Adam sendiri dengan begitu santainya memasuki ruangan dan menyapa para karyawan seperti biasa. Namun, dia meminta sekretaris untuk mengadakan rapat internal satu jam ke depan. Laki-laki itu ingin berpamitan dan meminta maaf secara langsung kepada bawahannya jika selama bekerja sama, sikapnya menimbulkan rasa tak nyaman."Permisi, Pak," ucap si sekretaris mengetuk pintu ruangannya sebepum masuk."Ya, masuk," jawab Adam tena
Bunyi mesin kendaraan yang memasuki pekarangan rumah, membuat Alena bersemangat dan segera berjalan keluar untuk menemui sang suami. Dia hafal dengan segala sesuatu tetang Adam, bahkan suara mobilnya juga."Tumben cepat banget datangnya, Mas," sambutnya di depan bahkan sebelum laki-laki itu mengetuk pintu.Biasanya Adam akan berkunjung di Jumat malam dan menginap hingga hari Minggu. Rasanya ada yang beda ketika sore hari begini suaminya sudah tiba."Sayang." Adam mencium dahi Alena dengan mesra sembari menggandeng tangan istrinya masuk ke rumah."Mas besok libur, kan? Jadi nginap di sini aja," ucapnya lemah sembari bergelayut manja di lengan laki-laki itu."Iya, besok libur. Tapi mas gak nginap di sini, Sayang," bisik Adam manja.Mereka berdua menapaki anak tangga menuju ke lantai dua, tempat di mana kamar Alena berada."Kenapa? Mas gak kangen aku?" Alena membuka lemari dan menganbilkan baju ganti untuk Ad
"Pagi, Pak. Hari ini rapat direksi jam sepuluh pagi."Begitulah sapaan yang Adam terima saat memasuki ruangan setelah mengantre absen di lobi depan. Pagi-pagi dia sudah berangkat ke kantor dan meminta sekretarisnya memesankan sarapan.Alena sudah kembali ke rumah orang tuanya karena kondisi fisik yang semakin drop. Sehingga dia mengalah sekalipun rasa sepi menemani setiap malam.Setiap hari setelah pulang kerja dia akan menjenguk Alena untuk melepas rindu lalu pulang setelah istrinya bermanja-manja. Papa mertuanya bahkan sempat meminta agar dia ikut pindah, namun laki-laki itu menolak."Permisi, Pak. Ini sarapannya. Saya belikan di cafetaria," ucap si sekretaris sembari meletakkan sebuah plastik berisi rice bowl dan orange juice sesuai dengan pesanan Adam."Thanks. Kamu boleh lanjut kerja," kata Adam dengan mata masih berfokus kepada layar di depan. Sebelum rapat direksi dimulai nanti, semua sudah harus beres dikoreksi."Oke, Pak
Setelah melewati bulan madu yang seru selama beberapa hari, di mana banyak kelakuan Adam yang membuat Alena kesal tapi sekaligus bahagia, akhirnya mereka pulang ke rumah.Koper yang tadinya kosong karena pergi hanya membawa pakaian seadanya, kini penuh dan justeru bertambah dengan oleh-oleh yang cukup banyak, hingga mereka harus membayar tambahan biaya bagasi.Alena benar-benar menghabiskan uang suaminya untuk berbelanja ini dan itu. Adam sendiri sengaja menjamu istrinya, karena dulu belum pernah kesampaian. Lagipula, kesempatan itu mungkin tidak akan datang dua kali. Bisa saja nanti dia hamil dan harus menunda berpergian jauh.Mereka mengunjungi beberapa toko yang menjual oleh-oleh dan membeli berbagai macam barang, seperti kaus juga makanan khas Bali. Alena bahkan sempat berfoto-foto di beberapa spot.Tak hanya pantai, mereka juga mengunjungi beberapa pura, bermain rafting, dan Tanah Lot. Adam benar-benar mengajak istrinya berkeliling, wal
"Flight attension. Landing station."Pesawat yang mereka tumpangi mendarat mulus di Bandara Ngurai Rai, Bali. Adam dan Alena langsung mengantre untuk mengambil barang bawaan mereka di bagasi.Mereka tak membawa banyak barang kali ini, karena Adam tak mendapatkan izin cuti lama. Perusahaan sedang gencar-gencarnya melakukan promo untuk produk baru yang sebentar lagi akan launching. Sehingga ada banyak kegiatan yang timnya harus persiapkan."Alhamdulillah, akhirnya kita sampai juga," ucap Adam sembari memeluk istrinya dengan mesra. Sepanjang perjalanan dia kerap menggoda Alena dengan mencubit pipi dan hidung saat wanita itu terlelap.Setelah akad nikah dan malamnya mereka memadu