Victorino baru akan keluar dari Mansionnya menuju toko buku yang akan dituju Belinda dengan putra mereka saat tiba-tiba saja sudah ada Victor, Lilian, Edzhar dan juga Halwa di ruang keluarga, mereka berdiri serempak saat melihat Victorino menuruni satu persatu anak tangga sambil tidak melepaskan tatapan bertanya-tanyanya ke arah mereka semua, "Sedang apa kalian di sini?" Victor yang melangkah lebih dulu mendekati kakak laki-lakinya itu, "Tentu saja mengkhawatirkanmu, Rino. Kami ingin tahu perkembangan hubunganmu dengan Belinda, secara kamu tidak pernah sekalipun membalas pesan singkatku, apalagi menjawab panggilan teleponku," jawab Victor. Ia segera memeluk erat Victorino sebelum bergantian dengan Edzhar yang juga memeluk sahabat baiknya itu, "Aaron dan juga yang lainnya menitipkan salam untukmu, Rino. Semoga saja masalahmu dengan Belle bisa segera selesai," ucap Edzhar sambil menepuk pundak Victorino sebelum menjauhkan dirinya. "Terima kasih atas dukungan kalian. Duduklah dan an
"Astaga, tidak ada yang darurat dari tiga orang wanita yang sedang terburu-buru ke toilet, Belle. Terutama wanita hamil sepertiku dan juga Halwa," kekeh Lilian. Belinda tidak sempat protes karena mereka telah sampai di depan pintu toilet dan melangkah masuk ke dalamnya. Namun saat Belinda melewati bilik pertama, seseorang menarik tangannya hingga masuk ke dalam bilik itu dan langsung menguncinya, "Hello, My Lady! Maaf harus bertemu di tempat seperti ini," ucap Victorino sambil memberikan senyuman memikatnya pada Belinda. Kedua mata Belinda membola saat megetahui sosok pria yang menariknya masuk. Bau parfum yang sangat ia kenali mulai menelusup masuk ke lubang hidungnya, hingga memorinya saat bersama dengan pria itu kembali berputar lagi. "Rino! Lepaskan aku!" "Tidak, My Lady. Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kita bicara dari hati ke hati," tolak Victorino sambil mengurung Belinda dengan tangannya. "Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi, Rino! Lebih baik kamu lepaskan aku se
"Ya. Dengan terbakarnya Palazzo itu aku telah memutuskan untuk tidak lagi tenggelam di masa laluku. Aku harus terus maju melangkah ke depan demi kamu dan juga anak kita Belle. Dan aku pun mengharapkan hal yang sama padamu, Belle. Melangkahlah ke depan dan lupakan masa lalu itu. Sadarlah Belle Felipe sangat membutuhkan kita, orang tua kandungnya yang akan selalu menjaganya dan juga membesarkannya, bukannya pria lain." Diingatkan dengan kenyataan kalau ada pria lain saat ini, Belinda pun menepis tangan Victorino, "Ya, aku akan move on dari masa laluku melalui pernikahanku dengan Henry. Aku akan memulai lembaran baruku dengannya." Victorino menghela napas panjang, Wanita itu masih saja berusaha untuk menyangkal perasaannya sendiri. Padahal jelas sekali kalau tadi Belinda sama rindunya dengan Victorino. "Jangan keras kepala, Belle. Apa kamu yakin akan menghabiskan sisa hidupmu dengan pria yang tidak kamu cintai? Jangan karena kamu ingin menghukumku hingga kamu mengabaikan kebahagiaan k
"Felipe menyukai Henry. Jadi sudah pasti dia telah sepenuhnya mengizinkannya." "Apa kamu sudah bertanya sebelumnya padanya? Karena tanpa sepengetahuan kamu, Felipe telah mengizinkan aku untuk mencoba mengambil hatimu lagi. Yang berarti putra kita itu masih berharap kita bersatu kembali." Sudah saatnya Belinda mengetahui apa yang Victorino bicarakan berdua saja di sekolah putra mereka itu. Sontak saja Belinda menjauhkan dirinya dari pelukan Victorino saat mendengar pengakuan pria itu sambil menggelengkan kepalanya, seolah menolak percaya pada apa yang telah Victorino ucapkan tadi, "Tidak mungkin. Felipe sangat membencimu, anak itu pasti tidak akan melakukan itu," sanggahnya. "Apa kamu ingat saat Felipe mengajak aku bicara empat mata dengannya saat di sekolahnya?" tanya Victorino, ia akan menghadapkan kenyataan yang harus wanita itu terima. Putra mereka sendiri menginginkan Victorino merebut kembali hati mamánya. Namun Belinda dengan keras kepalanya menolak percaya pada ucapan Victo
"Baiklah aku akan melepaskanmu, Belle. Kalau kamu mau menikah dengan Henry maka nikahilah pria itu. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu itu," lirihnya. Victorino menghapus air matanya sebelum tangannya bergerak ke arah anak kunci dan baru akan memutarnya saat tiba-tiba Belinda memeluknya dengan sangat erat, "Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku ... " isaknya pilu. Victorino memejamkan kedua matanya. Selama ini ia dapat membaca dengan sangat tepat jalan pikiran seseorang hanya dengan menatapnya saja. Tapi tidak dengan Belinda, ia sama sekali tidak dapat membaca jalan pikiran wanita itu. Apa yang sedang Belinda rasakan dan apa yang tengah menjadi beban pikirannya, Victorino tidak dapat menerkanya dengan tepat. Selalu saja mudah berubah-ubah. Seperti saat ini, Belinda tidak mau membatalkan pernikahannya dengan Henry, namun tidak mau Victorino meninggalkannya. Kalau memang wanita itu masih mencintai Victorino, kenapa tidak membatalkan saja pernikahannya? Atau apa saat ini Belinda ten
Victorino baru akan mengatakan kebenarannya pada Belinda kalau tidak ada hubungan apapun di antara dirinya dengan Elena. Pertunangan itu hanyalah sandiwara untuk memuluskan rencana mereka dalam hal membongkar kebusukan keluarga Foxmoore, ketika terdengar seruan salah satu pengawal Duke William, "Lady Belle! Apa anda baik-baik saja? anda sudah terlalu lama di dalam!" Sontak saja hal itu membuat Belinda ketakutan. Wanita itu langsung menjauhkan dirinya dari Victorino lalu melangkah mundur hingga punggungnya membentur dinding dengan kedua mata yan g membola lebar, "Ba ... Bagaimana ini?" tanyanya. Jelas sekali saat ini wanita itu tengah ketakutan setengah mati. '¡Hijo de puta! (Berengsek!)' maki Victorino di dalam hatinya. Victorino benci melihat Belinda seperti itu, ia tidak ingin melihat Belinda ketakutan seperti itu. Seandainya saja ia tidak memiliki dampak kedepannya yang pastinya tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tapi juga Belinda dan Felipe nantinya, Victorino pasti su
Setelah mengantar Felipe kembali ke Mansion Duke William, sang supir dan kelima pengawal tadi langsung membawa Belinda menuju butik tempat Henry memesan pakaian pengantin mereka, pria itu sudah menunggunya di sana. Tentu saja Belinda tidak dapat menolaknya, ini sudah bagian dari rencana pernikahannya dengan Henry, yang ia sendiri pun ragu akan dapat membatalkannya. Hanya Duke William saja yang dapat membatalkannya, karena meski Belinda menolak pun pernikahan itu akan tetap terlaksana juga. Pengalaman gagal menyelamatkan hidup putranya, membuat Duke William tidak ingin hal yang sama terjadi juga pada Belinda. Bersama dengan Henry, Duke William akan dapat memastikan kesejahteraan hidup Belinda serta Felipe. Jika hidup bersama dengan seseorang yang berasal dari kelas sosial yang sama, maka segalanya akan lebih mudah. Itulah yang selalu ditanamkan Duke William pada Belinda. Ia tidak dapat menang melawan GGnya itu. Jadi, Belinda hanya dapat menjalaninya saja, meski jauh di lubuk hatiny
Diperjalanan kembali ke Mansionnya, Belinda lebih banyak diam saja dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela, sementara Henry selalu mencoba untuk menciptakan percakapan yang menarik untuk mereka. Namun sekeras apapun usaha pria itu, Belinda tidak dapat meresponnya dengan baik. Karena saat itu pikirannya tengah dipenuhi dengan Victorino, ia akan mengambil keputusan gila malam ini. Ya, ia harus melakukan itu sebagai salam perpisahan pada pria yang sangat ia cintai, yang cinta mereka seolah selalu dipermainkan oleh takdir yang tidak memihak pada mereka. "Kamu marah padaku, Belle?" Pertanyaan lirih Henry pada akhirnya berhasil menarik perhatian Belinda padanya. Ia menghela napas pelan sebelum menjawab, "Aku marah? Tentu saja aku marah atas kebiohongan kamu itu, Henry. Kamu bahkan berkali-kali menghina Rino tidak hanya di depanku, tapi juga di depan Felipe. Apa kamu tidak sadar perubahan sikap felipe padamu belakangan ini?" "Jadi karena masalah itu Felipe jadi cenderung menghindar
“Kenapa jalannya lelet sekali, Rino?” keluh Belinda dengan tidak sabar saat ia dan Victorino menaiki tangga menuju kamar mereka. “Kamu harus mulai berhati-hati sekarang ini, My Lady. Karena ada yang sedang berkembang di dalam rahimmu itu, anak kita.” Belinda pun emmutar kedua bola matanya, “Astaga, tidak harus seperti itu juga, Rino. Aku tetap berhati-hati tanpa harus jalan sepelan siput.” “Er!” Rino memanggil asisten pribadinya, “Ya, Don Victorino?” “Apa pembuatan lift sudah dimulai?” tanya Victorino. “Lift?” ulang Belinda. “Sī. Aku tidak mau kamu kelelahan karena harus turun naik tangga setiap harinya.” “Ya Tuhan, Rino. Jangan berlebihan seperti itu!” “Tidak ada yang berlebihan untuk keselamatan Istri dan juga anak-anakku. Jadi, bagaimana Er?” “Besok pengerjaannya baru akan dimulai, Don Victorino.” “Bagus!” “Rino, rumah pasti berantakkan sekali selama pengerjaan itu. Tidak bagus untuk Felippe yamg pastinya akan terlalu banyak menghirup debu nantinya.” “Itu makanya kita
“Ya, dokter Lian benar. Istri anda memang sedang mengandung, Don Victorino. Saat ini usia kandungannya sudah berjalan tiga minggu.” Beritahu dokter kandungan yang tengah menggerakkan transducer di perut Belinda, yang diubah menjadi sebuah gambar di layar monitor. Baik Belinda maupun Victorino dan Lilian, mereka sama-sama memandangi monitor yang menampakkan bagian dalam rahim Belinda tanpa berkedip. Hanya Victor saja yang berdiri di luar pintu, karena Victorino tidak mengizinkan adiknya itu untuk masuk.“Mana anakku?” tanya Victorino dengan tidak sabar. Matanya menyipit tajam saat melihat monitor itu dengan teliti namun tidak juga menemukan janin yang ia cari.“Astaga, sabar Rino. Baru tiga minggu dan baru terlihat kantung kehamilan saja. Bukan begitu, Dok?” “Anda betul, Nona Belinda. Kalian lihat ini.” Dokter itu melingkari bagian yang akan ia jelaskan pada Belinda, Victorino dan juga Lilian. Meski sebenarnya Lilian telah mengetahui letak kantong kehamilan Belinda mengingat ia sendi
“Bagaimana kondisi Mamá, Lian?” tanya Belinda setelah Lilian selesai melakukan pemeriksaan rutin pada mama Juana.“Kesehatannya semakin membaik. Sepertinya treatment pengobatan yang kami lakukan berhasil untuknya, Belle,” jawab Lilian.Belinda menghela napas lega. Sejak tadi ia seolah berhenti bernapas karena terlalu mengkhawatirkan kesehatan mama Juana.“Karena Mamá sudah kembali ke Madrid, itu yang membuat Mamá lebih cepat pulih, Mi Hija,” celetuk mamá Juana.Belinda melangkah mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur untuk mengusap lembut puncak kepala mama Juana,“Aku tahu itu, Má. Itu makanya aku dan Rino mengajakmu kembali ke kota ini.”“Terima kasih, Mi Hijo. Mamá selalu merasa ada Papámu di kota ini. Mamá merasa semakin dekat dengannya.”“Má. Ingat masih ada aku dan Felipe. Jangan temui Papá dulu, aku masih membutuhkan Mamá,” pinta Belinda.Meski kini ia telah aman berada di dalam lindungan Victorino. Tapi ia juga masih tetap membutuhkan kasih sayang mama Juana. Ia belum memba
Setelah memastikan Felipe benar-benar terlelap, Belinda menaikkan selimut Felipe hingga batas dagunya sebelum melangkah keluar dari dalam kamar putranya itu menuju kamarnya sendiri untuk menemui Victorino. “Rino, kamu di mana?” tanya Belinda saat suaminya itu tidak terlihat di kamar tidur, pun demikian dengan kamar mandi. Ia baru akan keluar dari kamar mereka ketika sudut matanya menangkap tirai yang bergerak tertiup aangin malam, yang menandakan kalau pintu balkon sedikit terbuka.Victorino pasti sedang berada di luar sana.Dengan Langkah cepat Belinda menuju balkon dan mendapati Victorino yang tengah merenung sambil berpegangan dengan pembatas balkon kamar mereka,“Kamu tidak dengar aku memanggilmu barusan?” tanya Belinda sambil memeluk dan menyandarkan pipinya di punggung suaminya itu.“Benarkah?” Suara Victorino yang terdengar parau membuat Belinda mengangkat lagi kepalanya, dengan lembut ia memjutar tubuh Victorino agar dapat menatap lekat-lekat kedua mata gelapnya,“¿Qué pasa?
“Kamu tidak apa-apa, Mi Hijo? Kamu pusing?” tanya Victorino.Kekhawatiran dan keharuan membaur menjadi satu. Khawatir karena anaknya baru saja berada di ambang maut, dan haru karena itulah kali pertamanya Felipe memanggilnya dengan sebutan Papá.“Papá aku takut! Mamá!” “Sst, tenanglah Mi Hijo, kamu aman sekarang. Er, siapkan mobil!” Dengan sigap Erasmo segera menghubungi supir mereka untuk membawa Felipe ke rumah sakit. Pasti itulah tujuan Victorino memintanya menyiapkan mobil.“Felipe, ada Mamá juga di Sini, Sayang. Jangan takut lagi ya,” Belinda turut serta menenangkan Felipe.“Kakiku sakit …” rintih Felipe.Kini Victorino pun mengerti kenapa Felipe bisa tenggelam, padahal ia tahu betul kalau putranya itu pandai berenang.“Itu namanya kram, Mi Hijo. Papá akan membawamu ke rumah sakit, kamu tahan sebentar ya.”“Sekarang sudah tidak sakit lagi, Pá. Aku tidak mau ke rumah sakit.”Sontak saja hal itu membuat Victorino menghentikan langkahnya untuk memberikan tatapan penuh pada putrany
Keesokan paginya sesuai dengan janji Victorino, pria itu mengajak Belinda dan Felippe berlibur ke salah satu tempat wisata paling hits di Spanyol.Sebuah Pulau dengan luas lima ratus tujuh puluh dua meter persegi di kawasan Mediterania yang memiliki garis pantai sepanjang dua ratus sepuluh kilometer. Pulau yang terdapat banyak objek wisata dengan pantainya yang cantik.Saat ini mereka sedang mengunjungi sebuah pantai yang disepanjang garis pantainya memiliki pasir berwarna pink akibat dari pecahan koral. Gradasi warna air lautnya pun terlihat jelas dari berbagai arah, terdapat juga beberapa watersport di sana, yang ingin sekali Victorino dan Felipe datangi.Mengabaikan beberapa turis yang sedang berjemur dan sebagian ada yang toples, sambil bergandengan tangan Belinda dan Victorino menyusuri tepian pantai itu. Sesekali mereka berhenti hanya untuk melihat Felipe yang sedang asik bermain dengan Erasmo dan Cecil.“Apa kamu tidak merasa curiga dengan hubungan mereka?” tanya Belinda.“Er
“Marina! Dario!” Pekik Belinda riang saat melihat kedua sahabatnya tengah duduk manis di ruang tamu Victorino.“Holla, Duquesa de Neville!” sapa Marina sambil berdiri dari sofanya untuk menghampiri dan memeluk Belinda.“Apaan sih, panggil Belle saja ah!” protes Belinda kesal, meski begitu ia tetap membalas pelukan sahabatnya itu.“Aku kangeeennn … “ rengek Maria.“Aku juga … “ balas Belinda yang semakin mengeratkan pelukan mereka.Dario yang semula hanya duduk diam saja kini pun turut bergabung dengan Belinda dan Marina. Baru saja pria itu akan memeluk mereka saat sebuah suara bariton mencegahnya,“Coba saja peluk istri saya, atau kau akan keluar dari rumah ini tanpa kepala!” Ancam Victorino.Sontak saja ancamannya itu membuat Dario mengurungkan niatnya. Tapi Belinda malah menariknya untuk memeluknya,“Aku juga kangen sama kamu, Dario!” Seru Belinda tanpa menyadari tatapan tajam Victorino padanya, lalu tatapan membunuhnya yang terarah pada Dario, “Be … Belle!” Dario segera melepaskan
"Kalau begitu ikut aku, ada yang ingin aku perlihatkan padamu!"Belinda membiarkan Victorino menarik lembut tangannya, pria itu berjalan dengan santai hingga Belinda tidak terburu-buru mengikuti langkah panjang kakinya."Kamu mau memperlihatkan apa lagi padaku?""Kejutan.""Astaga Rino ... Sudah banyak kejutan yang kamu berikan padaku. Kali ini apa lagi? Lemari pakaianku nyaris susah tidak dapat menampung satu pakaian lagi.""Bukan pakaian, My Lady," sanggah Victorino tanpa menghentikan langkahnya."Lalu apa? Tas? Koleksi tasku pun sudah banyak sampai-sampai ada beberapa tas yang terpaksa harus aku letakkan di luar lemari.""Kalau masalah pakaian dan tas yang berlebihan, kamu bisa meletakkan sebagian di rumah baru kita nantinya, sayangnya saat ini masih dalam tahap finishing. Tapi aku janji bulan depan kita sudah akan menempatinya.""Ya Tuhan, rumah apa lagi, Rino? Memangnya kenapa dengan rumahmu yang sekarang ini? Itu saja sudah cukup besar untuk aku.""Rumah yang akan aku hadiahkan
Dengan lengan kekar Victorino yang melingkar di pinggangnya dengan posesif, Belinda menatap nanar puing-puing reruntuhan Palazzo Victorino yang terbakar, yang Victorino bakar lebih tepatnya.Begitu besarnya pengorbanan Victorino demi bisa membalas orang-orang yang telah jahat pada Belinda dan juga Felipe, bagaimana Belinda tidak terharu karenanya.Victorino mampu menghukum mereka semua namun dengan kesan mereka semua tewas terbakar karena tidak sempat menyelamatkan diri mereka saat Palazzo itu terbakar habis.Jadi tidak ada konsekuensi hukum yang terjadi pada Victorino. Lagipula di tanah Duque de Neville, Victorino lah yang menjadi hukum itu sendiri.Apapun perintahnya, tidak ada satu orang pun yang dapat membantahnya. Kecuali Belinda tentu saja, itu pun ia harus melihat suasana hati suaminya terlebih dahulu."Sayang sekali ... " desah Belinda.Bukan hanya sekedar basa-basi saja. Belinda memang sangat menyayangkan tindakan Victorino itu, meski dengan alasan membalaskan dendam Belinda