Dulu, saat Belinda masih menjadi pelayan pribadinya, Victorino memang sering memintanya untuk membuatkan Caffee Latte untuknya. Kopi yang aneh menurut Belinda saat itu. Apa itu berarti ingatan Belinda telah kembali?" Tidak mau merusak momen membahagiakan itu, Victorino pun bersikap seperti biasa saja, seperti tidak terjadi peristiwa yang aneh sedikitpun. Ia kembali menatap baristanya saat menjawab, “Ya, seperti yang dikatakan Nona ini.” Bahkan saat mereka duduk di meja yang terletak di sudut kafe itu, Belinda sama sekali tidak membahas masalah itu. Tidak pula bertanya-tanya kenapa wanita itu bisa mengetahui keinginan Victorino dengan sangat baik. Wanita itu terlihat … Biasa saja. Hanya saja tangannya sesekali masih menekan dadanya. “Apa kamu memiliki riwayat penyakit jantung?” tanya Victorino. Pertanyaan yang wajar untuk orang yang baru saling mengenal. Tapi ia mulai mengganti kata anda dengan kamu, agar hubungan mereka selangkah lebih maju lagi, lebih dekat dan lebih akrab l
“Apa kamu pernah bekerja sebagai barista? Sepertinya kamu tahu banyak tentang hal itu?” tanya Belinda dan Victorino pun kembali tergelak. Astaga, telah lama sekali ia tidak pernah tertawa lepas lagi seperti ini. Wanita itu telah menyebabkan Victorino menderita selama enam tahun karena perbuatan jahatnya itu. Kejahatan yang meyebabkan dirinya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi pribadi yang dingin dan keras. Tanpa seulas senyumpun yang terukir di wajahnya, wanita itulah yang telah menjadi penyebabnya. Tapi ... Wanita itu pula yang menjadi obatnya, yang berhasil menyembuhkannya dari penyakit dendamnya itu. 'Suatu hari akan datang seseorang yang akan mencintaimu dengan tulus, yang akan memelukmu dengan erat, dan yang akan membuatmu bahagia hingga luka di hatimu itu sembuh begitu saja.' Ucapan Belinda kala itu terngiang lagi di telinganya, seolah wanita itu sedang mengungkapkan kata-perkatanya lagi. 'Kamu salah, Belle. Apapun yang kamu katakan malam itu tidak semuanya ben
"Ya, mau aku ceritakan tentang wanita kenalanku itu?" Tanpa banyak tanya lagi, Belinda pun mengangguk pelan, "Iya. ceritakan tentangnya. "Salah satu teman wanitaku mengalami sebuah kecelakaan tragis setelah melewati pertengkaran hebat dengan kekasihnya sebelum peristiwa kecelakaan itu terjadi. Wanita itu sangat mencintai kekasihnya tentu saja, dan selama ini teramat sangat mencintai pria yang tidak sedikitpun pantas menerima cinta tulus darinya itu," mulai Victorino. Belinda terlihat fokus saat mendengarkan ceritanya, jdi Victorino pun kembali melanjutkan, "Kecelakaan itu tidak hanya menyebabkan teman wanitaku itu koma, tapi juga telah kehilangan janin yang tengah dikandungnya. Dia ... " "Ya Tuhan!" pekik Belinda. "Mau aku lanjutkan? Atau kamu taku tidak akan kuat mendengar kelanjutannya?" tanya Victorino. Bagaimanapun juga ia tidak mau memaksakan ingatan itu pada Belinda. Yang menurut dari keterangan Cecil dapat membahayakan kesehatan wanita itu sendiri. "Tidak apa-apa, la
Mereka terus berbincang hingga tanpa sadar yang tengah mereka minum saat ini adalah kopi kedua untuk mereka. Dan Belinda mulai merasa lebih nyaman lagi berada di dekat Victorino. Lebih dari satu kali mereka tertawa bersama, yang baru Belinda sadari kalau ternyata pria yang duduk di depannya itu memiliki selera humor yang bagus. Apapun tentang kopi selalu ia jadikan candaan, dan mau tidak mau Belinda pun tidak dapat menahan tawanya lagi. Dan, terasa ada yang familier dengan penampilan pria itu. Belinda seperti pernah melihatnya, tapi di mana? Mengabaikan hatinya yang selalu bertanya-tanya itu, Belinda pun kembali memulai percakapannya lagi, "Sudah lama sekali aku tidak berbincang santai seperti ini. Apalagi menemukan orang yang satu frekwensi denganku. Teman-temanku semua berada di Madrid, dan aku belum bisa mengunjungi mereka dalam waktu dekat ini." "Kamu asli Madrid?" "Tidak bisa dibilang asli juga. Papáku anak dari seorang Duke di negara ini, dan Mamáku hanyalah wanita biasa as
"Lord Henry, kenalkan saya Victorino, lebih tepatnya Don Victorino from Madrid!" Dan diluar dugaan mereka berdua, Belinda memekik kaget karenanya, "Sudah aku bilang sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya. Ternyata benar, kamu Don Victorino!" Baik Victorino maupun Henry sama-sama menatap penuh Belinda dengan suasan hati yang berbeda tentunya. Victorino senanang karena pada akhirnya Belinda mengenalinya, sementara Henry merasa was-was karena jika Belinda mendapatkan kembali ingatannya itu, maka kedudukannya sebagai tunangan wanita itu akan terancam. “Kamu mengingatku?” tanya Victorino dengan sumringah.“Tentu saja aku mengingatmu sekarang, Umm … Aku harus memanggilmu siapa?” “Rino, panggil saja aku Rino.” “Ah, ya Rino. Tentu saja aku menginagtmu karena aku bekerja di perusahaan Mr. Hose. Apa kamu lupa? Beberapa kali kita pernah bertemu di sana.” Victorino mengerutkan keningnya, ia berpura-pura mengingat pertemuan mereka kitu meski sebenarnya ia tidak akan pernah melupakannya
“Berani kau menyentuh wanitaku!” geram Victorino setelah Belinda menjauh dari mereka. “Wanitamu?” Henry tertawa hambar sebelum melanjutkan, “Dia tunanganku, sialan! Kau tahu arti tunangan dalam dunia bangsawan kita kan? Yang berarti dia adalah istriku. Aku berhak menyentuhnya kapan pun aku mau. Bahkan sudah berhak berhubungan intim dengannya.” Tangan Victorini bergerak cepat hingga tanpa henry bisa menghindar lagi, kerah kemejanya kini telah dicengkram erat oleh pria itu, “Berani melakukan itu padanya, aku akan membunuhmu! Ingat itu!” ancamnya. Henry segera menepis tangan Victorino tapi pria itu justru tambah mengeratkan cengkramannya, “Aku mendiamkanmu saat ini bukan berarti aku menyerah begitu saja. Tidak, aku tidak akan menyerah. Aku hanya menunggu saat yang tepat untuk menghancurkanmu dan juga keluarga tamakmu itu! Yang saat HIs Grace melihatnya, dia akan menendangmu layaknya anjing jalanan! Camkan kata-kataku itu!” desisnya sebelum melepas cengkramannya. Dengan anggun dan s
“Kau masih marah padaku, Belle?” tanya Henry pada Belinda yang tengah mengencangkan sabuk pengaman Felipe saat mereka sedang dalam perjalanan menuju ke Mansion Duke William. Sejak keluar dari kafe lalu mereka menunggu Felipe di sekolahnya hingga akhirnya Felipe sudah berada di tengah mereka, Belinda sama sekali tidak mau bicara dengannya. Wanita itu terus saja mengacuhkannya, melihatnya pun tidak. Fokus Belinda kalau tidak ke Felipe ya berpaling ke arah jendela, pemandangan luar jendela lebih menarik dibandingkan menatap wajah Henry. “Mau sampai kapan kamu akan terus mengabaikan aku seperti ini, Belle. Aku kan tadi sudah minta maaf,” tanyanya lagi. “Aku tahu kamu tidak terlihat tulus saat meminta maaf pada Rino, Henry!" “Tidak tulus bagaimana? Aku sangat tulus saat meminta maaf padanya tadi, Belle. Aku sungguh-sungguh tulus! Apa kamu tidak bisa melihat ketulusanu itu?” “Ingatanku memang belum kembali, Henry. Tapi hal itu tidak lantas membuatku tidak dapat menilai ketulusan seseo
“Apa kamu pikir aku akan percaya pada kamu ? Apa kamu kira aku akan lebih mempercayai perkataanmu itu alih-alih keluarga aku sendiri, Don Victorino?” tanya Elena, meski sedang dalam keadaan marah, suaranya masih tetap terdengar lembut. Tipikal bangsawan Inggris sejati. Tapi sayangnya mau secantik dan selembut apapun Elena, Victorino tidak akan pernah tertarik padanya. Hatinya telah terkunci pada Belinda, bahkan setelah wanita itu menyakitinya pun hati Victorino tidak dapat beralih dan tetap tertuju pada wanita yang menjadi cinta pertamanya itu. Memangnya alasan apalagi yang membuat Victorino terus menahan Belinda di Palazzonya meski ia telah tahu kalau wanita itu tidak sepenuhnya bersalah selain karena ia tidak mau kehilangan wanita itu lagi. Memang caranya saja yang salah dengan tetap membuat Belinda bersalah atas kejahatan yang menimpa Victorino enam tahun yang lalu. Agar ia memiliki alasan tepat untuk membuat wanita itu menuruti semua perintahnya. Tapi ternyata itu semua malah m
“Kenapa jalannya lelet sekali, Rino?” keluh Belinda dengan tidak sabar saat ia dan Victorino menaiki tangga menuju kamar mereka. “Kamu harus mulai berhati-hati sekarang ini, My Lady. Karena ada yang sedang berkembang di dalam rahimmu itu, anak kita.” Belinda pun emmutar kedua bola matanya, “Astaga, tidak harus seperti itu juga, Rino. Aku tetap berhati-hati tanpa harus jalan sepelan siput.” “Er!” Rino memanggil asisten pribadinya, “Ya, Don Victorino?” “Apa pembuatan lift sudah dimulai?” tanya Victorino. “Lift?” ulang Belinda. “Sī. Aku tidak mau kamu kelelahan karena harus turun naik tangga setiap harinya.” “Ya Tuhan, Rino. Jangan berlebihan seperti itu!” “Tidak ada yang berlebihan untuk keselamatan Istri dan juga anak-anakku. Jadi, bagaimana Er?” “Besok pengerjaannya baru akan dimulai, Don Victorino.” “Bagus!” “Rino, rumah pasti berantakkan sekali selama pengerjaan itu. Tidak bagus untuk Felippe yamg pastinya akan terlalu banyak menghirup debu nantinya.” “Itu makanya kita
“Ya, dokter Lian benar. Istri anda memang sedang mengandung, Don Victorino. Saat ini usia kandungannya sudah berjalan tiga minggu.” Beritahu dokter kandungan yang tengah menggerakkan transducer di perut Belinda, yang diubah menjadi sebuah gambar di layar monitor. Baik Belinda maupun Victorino dan Lilian, mereka sama-sama memandangi monitor yang menampakkan bagian dalam rahim Belinda tanpa berkedip. Hanya Victor saja yang berdiri di luar pintu, karena Victorino tidak mengizinkan adiknya itu untuk masuk.“Mana anakku?” tanya Victorino dengan tidak sabar. Matanya menyipit tajam saat melihat monitor itu dengan teliti namun tidak juga menemukan janin yang ia cari.“Astaga, sabar Rino. Baru tiga minggu dan baru terlihat kantung kehamilan saja. Bukan begitu, Dok?” “Anda betul, Nona Belinda. Kalian lihat ini.” Dokter itu melingkari bagian yang akan ia jelaskan pada Belinda, Victorino dan juga Lilian. Meski sebenarnya Lilian telah mengetahui letak kantong kehamilan Belinda mengingat ia sendi
“Bagaimana kondisi Mamá, Lian?” tanya Belinda setelah Lilian selesai melakukan pemeriksaan rutin pada mama Juana.“Kesehatannya semakin membaik. Sepertinya treatment pengobatan yang kami lakukan berhasil untuknya, Belle,” jawab Lilian.Belinda menghela napas lega. Sejak tadi ia seolah berhenti bernapas karena terlalu mengkhawatirkan kesehatan mama Juana.“Karena Mamá sudah kembali ke Madrid, itu yang membuat Mamá lebih cepat pulih, Mi Hija,” celetuk mamá Juana.Belinda melangkah mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur untuk mengusap lembut puncak kepala mama Juana,“Aku tahu itu, Má. Itu makanya aku dan Rino mengajakmu kembali ke kota ini.”“Terima kasih, Mi Hijo. Mamá selalu merasa ada Papámu di kota ini. Mamá merasa semakin dekat dengannya.”“Má. Ingat masih ada aku dan Felipe. Jangan temui Papá dulu, aku masih membutuhkan Mamá,” pinta Belinda.Meski kini ia telah aman berada di dalam lindungan Victorino. Tapi ia juga masih tetap membutuhkan kasih sayang mama Juana. Ia belum memba
Setelah memastikan Felipe benar-benar terlelap, Belinda menaikkan selimut Felipe hingga batas dagunya sebelum melangkah keluar dari dalam kamar putranya itu menuju kamarnya sendiri untuk menemui Victorino. “Rino, kamu di mana?” tanya Belinda saat suaminya itu tidak terlihat di kamar tidur, pun demikian dengan kamar mandi. Ia baru akan keluar dari kamar mereka ketika sudut matanya menangkap tirai yang bergerak tertiup aangin malam, yang menandakan kalau pintu balkon sedikit terbuka.Victorino pasti sedang berada di luar sana.Dengan Langkah cepat Belinda menuju balkon dan mendapati Victorino yang tengah merenung sambil berpegangan dengan pembatas balkon kamar mereka,“Kamu tidak dengar aku memanggilmu barusan?” tanya Belinda sambil memeluk dan menyandarkan pipinya di punggung suaminya itu.“Benarkah?” Suara Victorino yang terdengar parau membuat Belinda mengangkat lagi kepalanya, dengan lembut ia memjutar tubuh Victorino agar dapat menatap lekat-lekat kedua mata gelapnya,“¿Qué pasa?
“Kamu tidak apa-apa, Mi Hijo? Kamu pusing?” tanya Victorino.Kekhawatiran dan keharuan membaur menjadi satu. Khawatir karena anaknya baru saja berada di ambang maut, dan haru karena itulah kali pertamanya Felipe memanggilnya dengan sebutan Papá.“Papá aku takut! Mamá!” “Sst, tenanglah Mi Hijo, kamu aman sekarang. Er, siapkan mobil!” Dengan sigap Erasmo segera menghubungi supir mereka untuk membawa Felipe ke rumah sakit. Pasti itulah tujuan Victorino memintanya menyiapkan mobil.“Felipe, ada Mamá juga di Sini, Sayang. Jangan takut lagi ya,” Belinda turut serta menenangkan Felipe.“Kakiku sakit …” rintih Felipe.Kini Victorino pun mengerti kenapa Felipe bisa tenggelam, padahal ia tahu betul kalau putranya itu pandai berenang.“Itu namanya kram, Mi Hijo. Papá akan membawamu ke rumah sakit, kamu tahan sebentar ya.”“Sekarang sudah tidak sakit lagi, Pá. Aku tidak mau ke rumah sakit.”Sontak saja hal itu membuat Victorino menghentikan langkahnya untuk memberikan tatapan penuh pada putrany
Keesokan paginya sesuai dengan janji Victorino, pria itu mengajak Belinda dan Felippe berlibur ke salah satu tempat wisata paling hits di Spanyol.Sebuah Pulau dengan luas lima ratus tujuh puluh dua meter persegi di kawasan Mediterania yang memiliki garis pantai sepanjang dua ratus sepuluh kilometer. Pulau yang terdapat banyak objek wisata dengan pantainya yang cantik.Saat ini mereka sedang mengunjungi sebuah pantai yang disepanjang garis pantainya memiliki pasir berwarna pink akibat dari pecahan koral. Gradasi warna air lautnya pun terlihat jelas dari berbagai arah, terdapat juga beberapa watersport di sana, yang ingin sekali Victorino dan Felipe datangi.Mengabaikan beberapa turis yang sedang berjemur dan sebagian ada yang toples, sambil bergandengan tangan Belinda dan Victorino menyusuri tepian pantai itu. Sesekali mereka berhenti hanya untuk melihat Felipe yang sedang asik bermain dengan Erasmo dan Cecil.“Apa kamu tidak merasa curiga dengan hubungan mereka?” tanya Belinda.“Er
“Marina! Dario!” Pekik Belinda riang saat melihat kedua sahabatnya tengah duduk manis di ruang tamu Victorino.“Holla, Duquesa de Neville!” sapa Marina sambil berdiri dari sofanya untuk menghampiri dan memeluk Belinda.“Apaan sih, panggil Belle saja ah!” protes Belinda kesal, meski begitu ia tetap membalas pelukan sahabatnya itu.“Aku kangeeennn … “ rengek Maria.“Aku juga … “ balas Belinda yang semakin mengeratkan pelukan mereka.Dario yang semula hanya duduk diam saja kini pun turut bergabung dengan Belinda dan Marina. Baru saja pria itu akan memeluk mereka saat sebuah suara bariton mencegahnya,“Coba saja peluk istri saya, atau kau akan keluar dari rumah ini tanpa kepala!” Ancam Victorino.Sontak saja ancamannya itu membuat Dario mengurungkan niatnya. Tapi Belinda malah menariknya untuk memeluknya,“Aku juga kangen sama kamu, Dario!” Seru Belinda tanpa menyadari tatapan tajam Victorino padanya, lalu tatapan membunuhnya yang terarah pada Dario, “Be … Belle!” Dario segera melepaskan
"Kalau begitu ikut aku, ada yang ingin aku perlihatkan padamu!"Belinda membiarkan Victorino menarik lembut tangannya, pria itu berjalan dengan santai hingga Belinda tidak terburu-buru mengikuti langkah panjang kakinya."Kamu mau memperlihatkan apa lagi padaku?""Kejutan.""Astaga Rino ... Sudah banyak kejutan yang kamu berikan padaku. Kali ini apa lagi? Lemari pakaianku nyaris susah tidak dapat menampung satu pakaian lagi.""Bukan pakaian, My Lady," sanggah Victorino tanpa menghentikan langkahnya."Lalu apa? Tas? Koleksi tasku pun sudah banyak sampai-sampai ada beberapa tas yang terpaksa harus aku letakkan di luar lemari.""Kalau masalah pakaian dan tas yang berlebihan, kamu bisa meletakkan sebagian di rumah baru kita nantinya, sayangnya saat ini masih dalam tahap finishing. Tapi aku janji bulan depan kita sudah akan menempatinya.""Ya Tuhan, rumah apa lagi, Rino? Memangnya kenapa dengan rumahmu yang sekarang ini? Itu saja sudah cukup besar untuk aku.""Rumah yang akan aku hadiahkan
Dengan lengan kekar Victorino yang melingkar di pinggangnya dengan posesif, Belinda menatap nanar puing-puing reruntuhan Palazzo Victorino yang terbakar, yang Victorino bakar lebih tepatnya.Begitu besarnya pengorbanan Victorino demi bisa membalas orang-orang yang telah jahat pada Belinda dan juga Felipe, bagaimana Belinda tidak terharu karenanya.Victorino mampu menghukum mereka semua namun dengan kesan mereka semua tewas terbakar karena tidak sempat menyelamatkan diri mereka saat Palazzo itu terbakar habis.Jadi tidak ada konsekuensi hukum yang terjadi pada Victorino. Lagipula di tanah Duque de Neville, Victorino lah yang menjadi hukum itu sendiri.Apapun perintahnya, tidak ada satu orang pun yang dapat membantahnya. Kecuali Belinda tentu saja, itu pun ia harus melihat suasana hati suaminya terlebih dahulu."Sayang sekali ... " desah Belinda.Bukan hanya sekedar basa-basi saja. Belinda memang sangat menyayangkan tindakan Victorino itu, meski dengan alasan membalaskan dendam Belinda