"Ada apa, Tuan Muda Raiden?" Raiden menatap dingin pada waiter laki-laki berseragam hitam-hitam yang tadi melayani mejanya. Ia sengaja memanggil waiter itu untuk meminta bantuan. Waiter itu pun melirik sekilas kepada seorang gadis berambut ikal kemerahan yang tertidur pulas dengan kepalanya yang tertumpu di atas meja. "Apa kau sudah melakukan persis seperti apa yang kuperintahkan?" Waiter itu mengangguk. "Lima tetes obat tidur untuk minuman yang dipesan Nona ini," ucapnya mengulang perintah Raiden sebelumnya. "Bagus." Lalu lelaki bernetra hitam pekat itu pun melemparkan kunci mobilnya ke arah sang waiter, yang langsung ditangkapnya dengan gesit. "Nyalakan mesin mobilku dan bukakan pintu sampingnya." "Baiklah, Tuan. Apa Anda perlu bantuan untuk membawa Nona Muda ini ke dalam mobil?" "Tidak perlu. Biar aku yang membawanya sendiri," tolak Raiden sambil bergegas berdiri dan melangkah ke arah Flora. Ia menarik bahu gadis itu dan menyelipkan masing-masing tangannya di bahu dan di
"FLORAA!!!" Suara bentakan keras dari pintu yang dibuka secara paksa, tak pelak membuat seorang lelaki yang berada di atas ranjang itu pun sangat terkejut. Tubuhnya yang sudah setengah telanjang pun sontak menghentikan aksi bejatnya dan terpaku melihat sorot dan aura membunuh yang terpancar dari seorang Adam James Wrighton. "Raiden, Bajingan!!" BUUGH!!! "Belum puas juga setelah semalam aku gebukin ya?!" Pukulan bertubi-tubi terus bersarang di wajah dan tubuh Raiden yang sudah dipenuhi dengan luka baru, padahal luka lama bekas semalam pun masih belum terlalu pulih. Raiden terjengkang dan jatuh pingsan di lantai kamar dengan darah yang mengucur dari hidung, mulut dan pelipisnya. Melihat targetnya yang sudah diam tak berdaya, Adam bukannya berhenti. Ia malah terus menerus melayangkan tendangan keras dengan sekuat tenaga ke tubuh Raiden, hingga membuat tubuh Raiden terpental ke sana kemari. "Pak Adam," sesosok pria menahan Adam yang sepertinya tidak akan pernah berhenti memunt
Flora mendesah pelan dengan kedua kelopak mata yang masih terpejam. Keadaan yang terlalu nyaman ini membuatnya malas untuk sekedar membuka mata, apalagi untuk bergerak. Namun mau tak mau ia harus bangun dan bersiap untuk berangkat ke kantor, meskipun yang ia inginkan sekarang adalah bergelung di balik selimutnya dan terlelap dengan pulas hingga siang hari. Gadis itu pun terkikik geli saat tiba-tiba merasakan hidung mancung yang mengendus-endus rambutnya dengan rakus, lalu dilanjutkan dengan memberikan kecupan-kecupan manis di bahu sehalus satin miliknya. Cekikikannya semakin nyaring ketika Adam menyelipkan satu tangannya ke dalam selimut untuk menggelitik pinggang ramping Flora. "Stopp!! Aduh, nggak tahan geli banget!!" jeritnya. "Geli, hm? Itu hukuman buat kamu karena semalam nggak mau kasih jatah buat aku," balas suara maskulin yang serak karena baru bangun sekaligus tersirat nada kesal juga di dalamnya. Debaran itu pun semakin intens dirasakan oleh Flora, ketika menyadari
Flora termangu membaca chat dari Anya yang dipenuhi kalimat-kalimat kemarahan.Aaahh... ia harus segera bertemu dengan wanita itu untuk menjelaskan semuanya sekaligus meminta maaf. Namun sejujurnya Flora juga bingung hendak berkata apa, karena semua yang akan ia katakan akan berakhir dengan menyakiti hati Anya. Egoiskah Flora jika ia memutuskan untuk menerima menjadi tunangan Adam? Tentu saja tidak.Tapi Flora merasa bersalah, karena belum menyampaikan amanat dari Noah kepada Adam agar kembali bersama Anya. Seharusnya ia mengatakan niatan Noah itu kepada Adam, namun entah kenapa ia pun ragu.Atau mungkin Flora takut. Takut jika Adam benar-benar akan kembali kepada Anya jika mengetahui bahwa Noah akan menceraikan wanita itu. Dan yang paling ia takutkan adalah, jika ternyata Adam masih menyimpan rasa cintanya yang dalam kepada cinta pertamanya itu.Flora tidak ingin tersisih. Ia ingin Adam hanya melihatnya, seperti yang sudah-sudah selama ini.Dan bodohnya, ia pun baru menyadarinya
Sesampainya di Rumah Sakit, Adam dan Flora cukup terkejut ketika mereka masuk ke dalam ruang rawat Noah, dan mendapati kalau lelaki paruh baya itu telah duduk di sofa dengan santai.Noah tampak seakan ia benar-benar sudah sehat."Pak Noah, bagaimana kondisi Anda?" Tanya Flora dengan senyum yang merekah di bibirnya. Gadis itu mengambil duduk di sofa seberang Noah, sambil menatap ke sekeliling ruang rawat VVIP yang luas itu."Dimana Anya?" Tanya Flora heran, karena tidak menemui keberadaan Anya di situ.Noah hanya membalas senyum dan menatap Adam yang masih berdiri dengan kikuk di samping Flora."Adam, duduklah," pinta Noah. "Ada yang ingin Dad bicarakan denganmu dan juga Flora."Setelah Adam duduk di samping Flora, Noah pun menatap mereka berdua berganti-gantian. Kemudian ia menghela napas sebelum berbicara."Pasti sekarang kamu sudah tahu tentang penyakit Dad, bukan?" Tanyanya sambil menatap lurus kepada Adam, yang dibalas dengan anggukan pelan dari putra semata wayangnya itu."Apaka
"Flora."Tatapan gadis itu pun sontak beralih dari ponselnya, dan mendongak ke arah Gevan yang sedang berdiri menjulang di depan mejanya."Tahu nggak udah berapa kali nama kamu saya panggil, hm?" Sindirnya sambil berdecak kesal dan bersidekap."Eh?? Loh, bapak sudah dari tadi berdiri di situ?? Ke-kenapa nggak bilang??" Flora pun tergagap, dan merutuk pertanyaan bodoh yang barusan terucap dari mulutnya.Aduh. Gara-gara dia terlalu fokus memikirkan kata-kata untuk berkirim pesan kepada Adam yang berakhir dengan bengong menatap ponselnya, Flora pun tidak sadar kalau kelakuannya malah kepergok bos."Maaf," ucap Flora akhirnya sambil nyengir melihat wajah masam bos-nya. Beruntungnya Flora, seharian ini Gevan sama sekali tidak memarahi atau membentaknya seperti biasa. Pengaruh menikah dan bulan madu memang luar biasa. Atau mungkin jangan-jangan sikap tukang marah Pak Gevan sebelumnya itu karena nggak pernah dapat 'jatah' saja? Wkwk.Flora pun segera mendehem pelan untuk mengusir pikiran j
Flora masih tidak terima saat Adam memperkenalkan diri sebagai tunangannya kepada Mas Bro si tukang bakso. Bukannya apa, masalahnya ini kan di daerah dekat kosnya. Ck. Mudah-mudahan aja Mas Bro nggak ember. Flora nggak mau kalau sampai semua orang yang mengenalnya tahu kalau Adam calon suaminya. Bakal ribet jelasinnya kalau-kalau ternyata mereka putus. Tahu gini dia ogah bawa Adam ke sini, padahal tadinya maksud Flora sengaja makan di dekat kos agar tidak kelamaan menghabiskan waktu berdua bersama pria itu lagi. Habis makan, ya bisa langsung jalan kaki aja pulang. "Kan aku sudah bilang kalau kamu sebaiknya berpikir masak-masak dulu? Kok malah ngaku tunangan sih?" Sungut Flora sambil mengunyah baksonya dengan lahap karena tersulut emosi, tapi memang karena lapar juga sih. "Kan aku juga sudah bilang kalau aku suka sama kamu. Hm... ralat, aku SAYANG sama kamu, Flora. Dan itu nggak akan berubah," sahut Adam kelewat santai, mengabaikan Flora yang mendelik kesal kepadanya ka
[Spageti dan sandwich-nya enak] [Besok bawakan sarapan lagi ya] [Mau pamerin lagi masakan tunanganku ke orang sekantor] Flora nyengir senang membaca chat dari Adam. Seumur-umur, baru kali ini dia membuatkan bekal sarapan baik untuk seseorang maupun untuk diri sendiri. Alasannya sih cuma satu : males. Boro-boro bikin bermacam-macam bekal seperti itu, masak indomie aja kadang masih suka nitip kalo pas kebetulan ada teman satu kosnya yang bikin! Minta ditimpuk emang nih si teteh satu. Flora sengaja bersusah payah untuk Adam karena hatinya tersentuh saat melihat bagaimana sebelumnya Adam yang menolak keras untuk bekerja di Wrighton Constructions, tiba-tiba mengubah pendiriannya karena permintaan Noah yang sedang sakit. Yah... meskipun lelaki itu sepertinya masih terlihat sangat enggan untuk bekerja di perusahaan jasa konstruksi milik ayahnya sih. Dan Flora ingin sekali membantu meringankan beban yang sedang dipikul oleh Adam, namun ia tak tahu bagaimana caranya. Sehin
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
"Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta
Sesampainya di Polretabes Bandung, Adam pun memarkirkan mobilnya, sementara Flora langsung menelepon Riggo--pengacara yang mewakili papanya yang juga teman sekolahnya di SMU dulu."Go, gimana? Papa sudah bisa dijemput belum?" "...""Oh. Kalau gitu aku tunggu di mobil aja ya? Telpon aja kalau semua sudah beres.""...""Ok. Thanks banget ya."Flora menghela napas saat ia menutup sambungan telepon itu. "Papa belum bisa keluar karena masih harus tanda tangan beberapa berkas pembebasan," ucapnya memberitahu sambil menatap Adam."Ariggo Putra itu, pengacara papa kamu?" Tanya Adam yang masih terlihat sibuk mengutak-atik tablet-nya.Flora mengangguk. "Kenapa? Kamu kenal ya?""Nggak. Aku cuma cari profilenya aja di LinkedIn. Beneran cuma temen? Bukan mantan kamu kan?"Flora berdecak sebal. "Curigaan banget sih?"Adam mengangkat wajahnya dari tablet dan menatap dingin gadis di depannya. "Jawab saja, Flora."Flora mendengus kesal. "Bukaann! Dia itu cuma salah satu temanku di SMA, kok. Beneran."
Suara ketukan pelan di pintu tak pelak membuat kedua pasang mata berbeda warna itu pun menoleh ke sana. "Siapa?" Tanya Flora pelan kepada Adam. Aneh sih. Ini kan kamar Presidential Suite. Jadi dari pintu depan nggak langsung ke kamar, melainkan melewati ruang tamu, dapur bersih, ruang kerja, baru deh ketemu kamar. Maka jika orang itu mengetuk pintu kamar, artinya dia memiliki access card juga untuk masuk ke dalam kamar 3356 ini! "Jangan takut, kayaknya itu cuma Gevan." Adam menurunkan tubuh Flora dari pangkuannya. "Mungkin dia cuma mau mastiin kalau kamu baik-baik aja." Adam mendudukkan Flora di ranjang, lalu ia pun berdiri untuk membuka pintu. Seorang lelaki berwajah datar tanpa ekspresi berdiri di sana, lalu melongokkan kepalanya ke dalam kamar seperti sedang mencari-cari seseorang. "Mana Flora? Dia nggak apa-apa, kan?" Tepat seperti perkataan Adam sebelumnya, Gevan-lah yang sekarang berdiri di depan pintu kamar. Salah satu dari dua access card kamar ini memang dia
"ADAM!" Pekik Flora penuh kelegaan dan rasa syukur yang luar biasa. Beban berat yang tadi menggelayuti dadanya pun seketika terhempas. Ia tak peduli alasan kenapa lelaki itulah yang berada di kamar 3356, tak peduli kenapa bisa Adam-lah yang berada di situ alih-alih Raiden. Flora bahkan melupakan kenekatannya untuk datang ke kamar ini adalah bertujuan untuk menyelamatkan papanya. Ia lupa segalanya... karena teramat sangat lega. Flora memeluk erat tubuh atletis itu seperti tidak akan pernah melepasnya lagi, tanpa mengerti bahwa perbuatannya itu telah membuat seorang lelaki normal dengan hasrat yang meledak-ledak seperti Adam tentunya akan bereaksi. "Aaaa...!!" Flora memekik kaget dengan kedua netra bening yang membulat, saat lelaki itu mengangkat pinggangnya dan membuat kaki jenjang terbalut jeans itu melingkari tubuh Adam. Flora yakin kalau tubuhnya tidak enteng seperti Aluna yang mungil. Bobotnya 55 kilogram dengan tinggi 168 cm, namun Adam mengangkatnya dengan satu ta