"Kamu berani juga ya," cetus Adam sambil menyandarkan bahunya dengan santai di sandaran kursi. "Good. Saya suka itu." Flora yang masih belum paham dengan perubahan mood tiba-tiba dari atasan bulenya itu, hanya bisa terdiam mematung dan tidak tahu harus berkata apa. "Uhm, Pak. Maaf, jika dokumennya sudah selesai ditandatangani, boleh saya ambil lagi? Mbak Karla sudah menunggu di luar.""Hm... kalau begitu obati dulu luka di kepala saya, baru kamu boleh bawa dokumen ini."Flora mengangguk. Itu memang salahnya karena memukul Adam dengan payung, dan ia pun sama sekali tidak keberatan jika harus mengobati kepala atasannya yang terluka karenanya. Dengan cekatan, Flora menyibakkan rambut pirang gelap yang lebat di pelipisnya, dan melihat kulit pucat Adam yang kemerahan dan sedikit tergores serta berdarah."Lho, belum diobati sama sekali ya, Pak?" Tanya Flora kaget. Lukanya kan tadi pagi, sementara ini sudah sore."Itu gara-gara sekretaris saya yang membangkang, disuruh tunggu di luar mal
"Selamat pagi, Pak." Flora menyapa Adam yang baru saja datang dan langsung meliriknya dengan tajam, namun lelaki itu sama sekali tidak menyahutnya. Langkah kakinya yang panjang terus saja berjalan hingga masuk dan menghilang ke dalam ruang CEO. Flora pun menghembuskan napas pelan. Sejenak tadi ia sedikit takut kalau Adam akan marah padanya atas kejadian semalam di apartemen lelaki itu, tapi sepertinya apa yang ia takutkan tidak terjadi. Entah karena Pak Adam tidak ingat karena pengaruh mabuk, atau karena ia memang hanya tidak ingin mengingatnya. Yah, bisa dimaklumi sih. Pasti Pak Adam malu karena sempat mengajak Flora pacaran! Gadis itu sangat yakin kalau ucapan si cowok bule itu semalam hanya karena efek mabuk. RIIIINNNGGG!!! "Eh, ayam-ayam...!!" Suara dering interkom yang nyaring membuat Flora yang sedang melamun jadi kaget, dan refleks latahnya pun keluar. Sekilas ia melirik nomor yang menelepon, dan langsung mencelos saat menyadari bahwa si bos bule yang men
"Kamu lagi ngapain?"Flora menoleh pada Adam yang sekarang berdiri di sampingnya dengan wajah bulenya yang terlihat kepo. Sebelumnya, Adam meninggalkan Flora di Divisi Trial and Sample sesaat setelah mereka memasuki Gedung Samudra Innovation Center atau SIC. Ada beberapa hal yang perlu ia diskusikan dengan Kepala Eksekutif yang bertanggung jawab atas pengelolaan laboratorium ini. Dan ketika diskusi mereka berakhir, Adam pun memutuskan untuk kembali ke divisi Trial and Sample untuk menjemput Flora.Gadis itu sedang duduk di kursi yang dirancang khusus dengan teknologi yang bisa memungkinkan seseorang dapat melakukan video call secara tiga dimensi. Sebuah elektroda terhubung kabel tertancap di pelipis kirinya, dan Flora terlihat serius menatap layar dua arah 40 x 40 cm di hadapannya. "Ini Pak... saya penasaran dengan reality video call," sahut Flora wajah berbinar antusias. "Tadi Pak Jordy sudah menunjukkan bagaimana caranya." Jordy adalah karyawan yang bertanggung jawab untuk sem
Selama di perjalanan kembali menuju kantor, Flora hanya duduk dalam diam. Ia masih benar-benar kesal karena Adam telah menciumnya meskipun melalui virtual, ditambah lagi dengan seenaknya lelaki itu mengatakan kalau mereka telah berpacaran. Hah, mengingat yang telah terjadi benar-benar membuat Flora gusar! Perasaan Flora pun sangat berbanding terbalik dengan lelaki yang berada di sebelahnya, Adam James Wrighton. Suasana hati lelaki itu sepertinya sedang gembira, dilihat dari senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya dan siulan pelannya yang terdengar sangat menyebalkan bagi Flora. Bahkan ketika mereka telah sampai di gedung Samudra Corp., Flora masih saja tetap diam dan menekuk wajahnya. "ADAAM!" Flora mengernyitkan keningnya dalam-dalam, saat melihat sesosok wanita seksi berambut ikal panjang yang barusan memanggil Pak Adam telah ikut masuk ke dalam lift VIP, tepat ketika pintu lift hampir menutup. "Hei, handsome." Seuntai senyum cantik pun terurai dari bibir berli
Adam menggeram kesal karena kegiatan menyenangkannya terganggu akibat suara dering ponselnya yang berbunyi nyaring. Masalahnya bunyi itu bukanlah dering ponsel biasa, melainkan nada khusus yang memang sengaja ia setel khusus untuk panggilan dari Gevan. Dan jika Gevan sengaja meneleponnya di tengah honeymoon dengan istrinya, pastilah ada sesuatu yang sangat urgent. Adam sangat mengenal Gevan, yang jika sedang dimabuk cinta maka tak ingin ada seorang pun yang mengganggunya. Jadi bisa dipastikan, kalau Gevan saat ini memang membutuhkannya. Damned! Seharusnya Adam segera menyudahi kecupan-kecupan basahnya di leher Flora yang beraroma mawar segar itu, namun reaksi tubuhnya menolak pemikiran akal sehatnya. Hingga akhirnya Flora-lah yang mengakhirinya dengan mendorong kuat bahu Adam, namun lelaki itu sama sekali tidak bergeming dan terus memagut bibir Flora dengan membabi-buta. "Pak Adam! Hhh... Ponselnya... terus berbunyi..." Ucapnya dengan napas yang terengah. Flora menjauhka
Flora membelalakkan mata serta membuka mulutnya dengan lebar ketika mendengar cerita Adam mengenai Aluna yang telah mengandung, dan Gevan bukanlah ayah dari anak yang dikandungnya. "Jadi alasan Pak Gevan menikahi Aluna karena ingin melindunginya?" Tanya Flora tak percaya. "Aaaaaakkkk!!! Gak nyangka banget Pak Gevan yang super galak kaya siluman raja rimba ternyata bisa seromantis ituuuh!" Seru Flora sambil menangkupkan kedua tangannya di pipi dengan mata berbinar-binar. Adam menatap gadis berambut ikal merah panjang yang dikuncir satu di depannya itu dengan tatapan datar. "Ck. Itu sih bukan romantis, Maemunah! Tapi goblok!" Cetusnya nggak ada akhlak. "Cari penyakit namanya, menikahi wanita yang sudah jelas punya anak dari cowok lain!" Dengus Ada. kasar. Hah. Untung saja dulu ia mundur teratur untuk mendapatkan Aluna saat Gevan mengancamnya. Dan sekarang Adam benar-benar berterima kasih pada temannya itu, karena sudah bisa dipastikan ia tidak akan bisa seperti Gevan yang
Melamun kayak orang bego.Itulah yang terjadi pada tokoh utama wanita di novel ini sejak sang Adam meninggalkannya untuk kembali ke kantor. Flora masih duduk terdiam di depan kebun belakang, duduk di kursi malas dan menatap kosong ke arah kolam renang luas di hadapannya. Sebelum kembali ke kantor, Adam meminta Flora untuk mempertimbangkan dirinya.Masalahnya adalah, apanya yang harus dipertimbangkan sih?? Jujur saja Flora masih tidak mengerti!! Tidak mungkin kan, kalau si bos bule itu berniat serius??!Flora pun menggelengkan kepala dengan dramatis sambil berdecih. 'Hah, mana mungkin! Pak Adam itu kan playboy, mana ada cowok seperti itu mendadak insyaf hanya dalam beberapa hari?' Tidak. Flora juga tidak akan sepercaya diri itu berpikir bahwa dirinya yang biasa saja seperti ini bisa menjadi pasangan seseorang seperti Pak Adam. Lagipula, mana mau Flora memiliki suami yang berpredikat playboy dan doyannya gonta-ganti pasangan?? Dih, yang ada malah bikin makan hati!!Apa jangan-janga
"Pak, tolong lepasin saya!" Flora mencoba berontak, saat Adam yang tanpa peduli terus menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari kamar Amanda--yang langsung segera ia kunci kembali--menuju ke kamar paling ujung yang masih berada di lantai dua juga. "Pak Adam! Saya tuh masih pegang tongkat baseball ya! Kalau Pak Adam bersikap nyebelin atau berani berbuat tak senonoh lagi, saya tidak akan segan untuk menggunakannya!" Teriak Flora lagi sambil mengancam, saat Adam menariknya masuk ke dalam sebuah kamar besar bercat krem muda dengan karpet tebal senada cat temboknya. Sejenak Flora mengedarkan pandangan kagum di kamar yang sama mewahnya dengan seisi rumah tiga lantai tersebut. Ia suka dengan warna-warna soft namun tetap berkesan maskulin yang mendominasi di sana. Belum lagi pintu kaca geser yang mengarah ke balkon luas dengan pemandangan ke taman belakang yang asri serta kolam renang. Pasti menyenangkan jika duduk bersantai di sana sambil membaca buku. Namun khayalan Flora seg
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
"Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta
Sesampainya di Polretabes Bandung, Adam pun memarkirkan mobilnya, sementara Flora langsung menelepon Riggo--pengacara yang mewakili papanya yang juga teman sekolahnya di SMU dulu."Go, gimana? Papa sudah bisa dijemput belum?" "...""Oh. Kalau gitu aku tunggu di mobil aja ya? Telpon aja kalau semua sudah beres.""...""Ok. Thanks banget ya."Flora menghela napas saat ia menutup sambungan telepon itu. "Papa belum bisa keluar karena masih harus tanda tangan beberapa berkas pembebasan," ucapnya memberitahu sambil menatap Adam."Ariggo Putra itu, pengacara papa kamu?" Tanya Adam yang masih terlihat sibuk mengutak-atik tablet-nya.Flora mengangguk. "Kenapa? Kamu kenal ya?""Nggak. Aku cuma cari profilenya aja di LinkedIn. Beneran cuma temen? Bukan mantan kamu kan?"Flora berdecak sebal. "Curigaan banget sih?"Adam mengangkat wajahnya dari tablet dan menatap dingin gadis di depannya. "Jawab saja, Flora."Flora mendengus kesal. "Bukaann! Dia itu cuma salah satu temanku di SMA, kok. Beneran."
Suara ketukan pelan di pintu tak pelak membuat kedua pasang mata berbeda warna itu pun menoleh ke sana. "Siapa?" Tanya Flora pelan kepada Adam. Aneh sih. Ini kan kamar Presidential Suite. Jadi dari pintu depan nggak langsung ke kamar, melainkan melewati ruang tamu, dapur bersih, ruang kerja, baru deh ketemu kamar. Maka jika orang itu mengetuk pintu kamar, artinya dia memiliki access card juga untuk masuk ke dalam kamar 3356 ini! "Jangan takut, kayaknya itu cuma Gevan." Adam menurunkan tubuh Flora dari pangkuannya. "Mungkin dia cuma mau mastiin kalau kamu baik-baik aja." Adam mendudukkan Flora di ranjang, lalu ia pun berdiri untuk membuka pintu. Seorang lelaki berwajah datar tanpa ekspresi berdiri di sana, lalu melongokkan kepalanya ke dalam kamar seperti sedang mencari-cari seseorang. "Mana Flora? Dia nggak apa-apa, kan?" Tepat seperti perkataan Adam sebelumnya, Gevan-lah yang sekarang berdiri di depan pintu kamar. Salah satu dari dua access card kamar ini memang dia
"ADAM!" Pekik Flora penuh kelegaan dan rasa syukur yang luar biasa. Beban berat yang tadi menggelayuti dadanya pun seketika terhempas. Ia tak peduli alasan kenapa lelaki itulah yang berada di kamar 3356, tak peduli kenapa bisa Adam-lah yang berada di situ alih-alih Raiden. Flora bahkan melupakan kenekatannya untuk datang ke kamar ini adalah bertujuan untuk menyelamatkan papanya. Ia lupa segalanya... karena teramat sangat lega. Flora memeluk erat tubuh atletis itu seperti tidak akan pernah melepasnya lagi, tanpa mengerti bahwa perbuatannya itu telah membuat seorang lelaki normal dengan hasrat yang meledak-ledak seperti Adam tentunya akan bereaksi. "Aaaa...!!" Flora memekik kaget dengan kedua netra bening yang membulat, saat lelaki itu mengangkat pinggangnya dan membuat kaki jenjang terbalut jeans itu melingkari tubuh Adam. Flora yakin kalau tubuhnya tidak enteng seperti Aluna yang mungil. Bobotnya 55 kilogram dengan tinggi 168 cm, namun Adam mengangkatnya dengan satu ta