"Mau steak welldone sama seporsi spaghetti."Gevan menaikkan alisnya heran menatap istrinya. "Bukannya kamu baru saja makan chicken grilled dan tuna sandwich?" Tanyanya takjub. Nafsu makan Aluna hari ini sungguh membuat Gevan tercengang. Belum ada lima menit dia menghabiskan enam potong ayam dan setangkup sandwich, tiba-tiba saja sudah meminta dua menu lagi?Aluna mengatupkan mulutnya yang mencebik sambil memicingkan mata kesal menatap suaminya. "Jadi nggak boleh?!" Tukasnya sewot. "Boleh banget dong, Sayang. Cuma apa perut kamu nanti nggak sakit makan sebanyak itu?" Gevan mengelus rambut istrinya dan mengecup bibir cemberutnya sekilas dengan gemas.Desahan kecil pun terhempas dari mulut Aluna. "Aku laper banget, Mas. Nggak tahu deh, kenapa hari ini rasanya kepengen makan terus," keluhnya. Padahal selama hamil, nafsu makan Aluna tidak terlalu bertambah secara signifikan. Bahkan Gevan pun pernah bertanya-tanya kenapa Aluna tidak rakus selama hamil.Tiba-tiba sekelebat pemikiran memb
Aluna memandangi ponselnya dengan kening berkerut dan bibir yang digigit. Sikapnya yang terlihat ragu-ragu itu pun membuat Gevan yang tadi telah membuka matanya menjadi waspada."Siapa?" Suara Gevan yang terdengar dingin membuat Aluna menatap suaminya sambil meneguk ludah."Mmm... T-Tommy..."Sontak Gevan pun langsung menegakkan badannya dan menatap tajam Aluna. "Ngapain si kunyuk itu telepon kamu?!" "Ya nggak tahu, Mas. Kan teleponnya belum aku angkat," sahutnya sambil mengedikkan bahu. "Boleh kuterima nggak, Mas?" Aluna pun meminta ijin kepada suaminya. "Ck! Terimanya di sini saja. Dan nyalakan speakernya," perintah Gevan sambil melipat kedua tangan di dada. Tatapan dari manik hazel-nya tak lepas memandang Aluna yang malah jadi salah tingkah. Aduh mudah-mudahan saja Tommy nggak ngomong yang aneh-aneh di telepon!"Halo?"Selama beberapa detik yang terdengar hanya keheningan, sehingga membuat Aluna pun mengecek kembali sambungan teleponnya."Halo, Aluna. Apa kabar?" Sahut suara yan
Suara tawa yang terdengar sedih pun tiba-tiba berderai dari mulut Tommy. "Gevan sialan! Kenapa kamu bisa sesempurna itu?! Kenapa kamu mau menerima Aluna yang sedang mengandung anakku?!" Ucapnya dengan nada putus asa.Seketika Amanda pun tersentak dan membelalakkan matanya, saat mendengar sesuatu yang di luar perkiraannya. 'Apa dia bilang?? Aluna sedang mengandung anak Tommy?!'Dengan penuh emosi, gadis itu pun menjambak rambut ikal lebat Tommy dan membuat kepalanya yang rebah di meja bartender sontak mendongak karena tertarik kuat oleh jemari Amanda."Tommy!! Wake up!!" Lalu tanpa ragu, Amanda pun menampar-nampar pipi lelaki itu dengan satu tangannya yang bebas agar matanya yang terpejam bisa membuka."Aluna... jangan pergi... jangan pergi dengannya..." "Damned it!!" Umpat Amanda geram saat Tommy masih saja meracau dengan mata yang masih juga terpejam.Sepertinya pria sok bijak yang munafik ini benar-benar teler dan tidak akan sadar. Percuma saja Amanda berusaha membangunkannya."T
"Naah, sudah sampai!" Seru Gevan gembira. "Aku buka tanganku ya, satu... dua... tiga!"Saat pandangan matanya sudah tidak lagi terhalang oleh tangan Gevan, Aluna pun mengerjap-kerjapkan matanya sesaat, sebelum akhirnya benar-benar membulatkan matanya saat melihat object raksasa yang membuatnya terperangah."M-Mas??" Aluna masih terkejut dengan surprise yang disiapkan suaminya hingga tak mampu berkata-kata."Surprise," bisik lembut Gevan di telinga Aluna, yang masih saja terkesima.Sebuah yacht supermewah dan terlihat supercanggih di dekat jembatan yang menjorok ke lautan sedang tersandar di sana. Namun bukan itu saja yang membuat Aluna terdiam dalam ketertegunan, tapi sebuah tulisan berwarna merah besar yang tertera di bagian lambung yacht itu yang bertuliskan kalimat : 'Sweet Aluna'."Itu hadiah pernikahan untukmu, Sayang," bisik Gevan dengan mata hazelnya yang berbinar-binar, dan mengecup pelipis Aluna dengan penuh cinta."Ayo, kita naik!" Ajak Gevan antusias sambil menarik pelan t
Cahaya matahari pagi yang masuk lewat kisi-kisi jendela dan tembus melalui gorden putih dan tipis itu terasa menusuk mata Tommy yang terasa berat.Dengan mengernyit, ia berusaha membuka kelopak matanya perlahan, lalu mengerjap-ngerjap dan mengerang lirih saat merasakan pusing hebat yang menghantam kepalanya.Satu tangannya terangkat untuk memijat kening, dan matanya pun kembali memejam karena tak kuat menahan sensasi berputar di kepala. Sial. Pasti semalaman ia mabuk berat hingga tak sadarkan diri!Tapi... tunggu. Jika ia mabuk, bagaimana ia bisa sampai di rumah dengan selamat? Siapa yang mengantarnya??Serta merta Tommy pun membuka matanya, mengabaikan tusukan rasa nyeri yang tiba-tiba menyeruak karena matanya yang terbuka lebar."Mmmhhh..."Tommy pun terpaku mendengar suara gumanan lirih seorang wanita yang berasal dari arah samping kanan ranjang, serta ada sesuatu yang terasa bergerak-gerak di dadanya. Sontak Tommy pun menunduk, menatap nanar pada sebuah tangan lembut yang memelu
"Jangan pernah memancing singa tidur, Al..." guman Gevan sambil menatap lekat istrinya. "Jadi sekarang, kamu harus tanggung sendiri akibatnya."Aluna terkesiap saat Gevan mengangkat tubuhnya dalam gendongan seperti koala. Bokongnya dipegang erat oleh Gevan, dan Aluna pun otomatis mengalungkan kedua tangan di leher suaminya untuk menjaga keseimbangan. Gevan langsung menyerbu bibir ranum merekah istrinya dengan ganas, bibir yang sangat membuatnya tergoda sedari tadi. Kaki panjangnya yang terbalut chinos pants coklat muda melangkah pasti dengan membawa serta Aluna menuju sofa besar yang menghadap kolam jacuzzi.Ia membaringkan tubuh istrinya dengan perlahan dan hati-hati, seakan Aluna terbuat dari porselen yang sangat rapuh. Untuk sesaat Aluna mengira Gevan akan langsung menerjang dan melahap tubuhnya dengan beringas seperti tadi pagi. Namun yang terjadi malah lelaki itu hanya terdiam dan menatapnya dengan mata hazelnya yang masih terlihat kelam dan pekat.Aluna pun ikut membisu. Ia
Saat Aluna terbangun di dalam master bedroom, ia sudah sendirian tanpa Gevan di sisinya. Gelombang laut yang tenang dan suara deru lembut dari mesin yacht membuat Aluna tertidur cukup lama.Sambil menguap dan mengucek-ucek matanya, Aluna beringsut turun dari ranjang, bermaksud ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa lengket setelah aktivitas panas bersama suaminya tadi."Sssshhh..." Aluna mendesis sambil mengernyit ketika merasakan sedikit nyeri di bagian bawah tubuhnya saat bergerak. 'Iisssh... ini pasti gara-gara Mas Gevan yang nggak ada jedanya minta jatah melulu!' Sungutnya sambil cemberut. Meskipun masih terasa nyeri, namun Aluna berusaha mengabaikannya dan terus saja berjalan ke kamar mandi dengan sedikit lesu.Sesampainya di kamar mandi, ia pun terbelalak melihat kemewahan di dalamnya. Namun yang membuatnya terkagum-kagum adalah bath tub bulat yang menghadap ke arah kaca tembus pandang superbesar yang memperlihatkan panorama indah lautan luas!Wah, kayaknya as
Desahan lembut yang dibuat-buat pun terdengar dari saluran seberang. "Gevaan-Gevan! Hmm... apa menurut kamu bukankah sebaiknya Om Andro dan Tante Desti tahu tentang status anak yang dikandung oleh Aluna?"Gevan pun mencengkram ponsel Aluna dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ternyata Amanda yang telah ia kenal benar-benar bisa sekeji itu! Dalam hati Gevan pun mengutuk hari dimana ia mengenal seseorang yang bernama Amanda Almira Wrighton, dan hari-hari dimana ia mengira telah jatuh cinta sekaligus hancur karena wanita itu!"Ayolah, Gevan. Kamu tahu sendiri kan? Bangkai tak akan bisa selamanya disembunyikan, karena baunya bagaimana pun akan tercium juga," sindir Amanda.Seketika Gevan pun mengeluarkan tawa mengejek yang membahana. "Yap, kamu benar sekali. Dan bangkai milikmu? Hah! Kamu jauh lebih busuk, Amanda!" Sinisnya telak. "Diego, Alessandro, Dante, Ernesto, dan... ah... maaf aku lupa siapa saja nama lelaki yang telah tidur denganmu selama kau di Roma, KARENA MEREKA TERL
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
"Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta
Sesampainya di Polretabes Bandung, Adam pun memarkirkan mobilnya, sementara Flora langsung menelepon Riggo--pengacara yang mewakili papanya yang juga teman sekolahnya di SMU dulu."Go, gimana? Papa sudah bisa dijemput belum?" "...""Oh. Kalau gitu aku tunggu di mobil aja ya? Telpon aja kalau semua sudah beres.""...""Ok. Thanks banget ya."Flora menghela napas saat ia menutup sambungan telepon itu. "Papa belum bisa keluar karena masih harus tanda tangan beberapa berkas pembebasan," ucapnya memberitahu sambil menatap Adam."Ariggo Putra itu, pengacara papa kamu?" Tanya Adam yang masih terlihat sibuk mengutak-atik tablet-nya.Flora mengangguk. "Kenapa? Kamu kenal ya?""Nggak. Aku cuma cari profilenya aja di LinkedIn. Beneran cuma temen? Bukan mantan kamu kan?"Flora berdecak sebal. "Curigaan banget sih?"Adam mengangkat wajahnya dari tablet dan menatap dingin gadis di depannya. "Jawab saja, Flora."Flora mendengus kesal. "Bukaann! Dia itu cuma salah satu temanku di SMA, kok. Beneran."
Suara ketukan pelan di pintu tak pelak membuat kedua pasang mata berbeda warna itu pun menoleh ke sana. "Siapa?" Tanya Flora pelan kepada Adam. Aneh sih. Ini kan kamar Presidential Suite. Jadi dari pintu depan nggak langsung ke kamar, melainkan melewati ruang tamu, dapur bersih, ruang kerja, baru deh ketemu kamar. Maka jika orang itu mengetuk pintu kamar, artinya dia memiliki access card juga untuk masuk ke dalam kamar 3356 ini! "Jangan takut, kayaknya itu cuma Gevan." Adam menurunkan tubuh Flora dari pangkuannya. "Mungkin dia cuma mau mastiin kalau kamu baik-baik aja." Adam mendudukkan Flora di ranjang, lalu ia pun berdiri untuk membuka pintu. Seorang lelaki berwajah datar tanpa ekspresi berdiri di sana, lalu melongokkan kepalanya ke dalam kamar seperti sedang mencari-cari seseorang. "Mana Flora? Dia nggak apa-apa, kan?" Tepat seperti perkataan Adam sebelumnya, Gevan-lah yang sekarang berdiri di depan pintu kamar. Salah satu dari dua access card kamar ini memang dia
"ADAM!" Pekik Flora penuh kelegaan dan rasa syukur yang luar biasa. Beban berat yang tadi menggelayuti dadanya pun seketika terhempas. Ia tak peduli alasan kenapa lelaki itulah yang berada di kamar 3356, tak peduli kenapa bisa Adam-lah yang berada di situ alih-alih Raiden. Flora bahkan melupakan kenekatannya untuk datang ke kamar ini adalah bertujuan untuk menyelamatkan papanya. Ia lupa segalanya... karena teramat sangat lega. Flora memeluk erat tubuh atletis itu seperti tidak akan pernah melepasnya lagi, tanpa mengerti bahwa perbuatannya itu telah membuat seorang lelaki normal dengan hasrat yang meledak-ledak seperti Adam tentunya akan bereaksi. "Aaaa...!!" Flora memekik kaget dengan kedua netra bening yang membulat, saat lelaki itu mengangkat pinggangnya dan membuat kaki jenjang terbalut jeans itu melingkari tubuh Adam. Flora yakin kalau tubuhnya tidak enteng seperti Aluna yang mungil. Bobotnya 55 kilogram dengan tinggi 168 cm, namun Adam mengangkatnya dengan satu ta