Enaknya dimaapin ga nih so Tommy?
"Mungkin lebih tepatnya memaafkan, melupakan, dan memberikan kesempatan kedua. Bukan untuk kami kembali bersama--karena besok aku akan jadi istri kamu--tapi untuk dia agar membenahi diri. Aku rasa, setiap orang yang pada dasarnya memiliki kebaikan hati dan mau menyadari kesalahannya berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua, ya kan?"Ucapan penuh pengampunan dari Aluna itu tak pelak membuat Gevan tercenung sesaat, sebelum kemudian ia mengerutkan keningnya."Jadi karena itu ya? Bukan karena kamunya aja yang memang masih ada rasa sama dia?" Pertanyaan Gevan yang bernada skeptis itu membuat Aluna membalas menatapnya dengan jengkel. "Ya enggaklah, Mas! Kalau aku masih ada rasa sama Tommy, pasti tadi itu kita udah kabur ke Bali atau Maldives atau kemana gitu, yang jauhan dikit biar gak gampang ditemukan!" Tukasnya ketus.Gevan berdecak kesal dan menyentil kening Aluna dengan gemas. "Ck, mana ada! Mau ke Bali kek, Maldives kek, atau ke Kutub Utara sekalian, kamu nggak bakalan bisa kabur, A
Akhirnya setelah dua setengah jam yang sangat menyiksa dan membuat Aluna keringat dingin serta berkali-kali menelan ludah menahan gairah, dirinya dan Gevan pun check out dari hotel dan kembali berkendara pulang menuju Jakarta. Untuk kali ini Aluna pun dapat bernapas lega karena Gevan tidak berbuat macam-macam padanya, ia hanya sedikit menggoda Aluna saja dan tak berapa lama lelaki itu pun tertidur. Sepertinya Gevan memang benar-benar mengantuk. "Mau ngapain ke sini, Mas?" Aluna mengerutkan dahinya saat tiba-tiba saja Gevan membelokkan mobil ke jalur drive thru sebuah restoran makanan cepat saji."Lagi kepengen burger sama kentang goreng," sahut Gevan sambil memandang menu-menu makanan yang terpampang di baliho. "Kamu mau pesan apa, Al?"Aluna menggeleng perlahan. Perutnya masih terasa kenyang setelah memakan beberapa tusuk yakitori buatan Tommy tadi."Minum aja kalau gitu ya? Milkshake mau nggak?" Tawar Gevan lagi, namun Aluna masih saja tetap menggeleng. "Kamu tuh kan lagi hamil,
"Aaah... jadi ini yang namanya Aluna?" Wanita itu berjalan mendekati Aluna yang masih duduk dan terdiam di sofa. Lalu senyum memikat dari bibir yang terpulas lipstik merah ceri itu pun mengurai dengan sangat cantiknya."Halo, Aluna. Namaku Amanda, cinta pertamanya Gevan," ucapnya ringan bagaikan bulu, dengan suara yang lembut bagaikan belaian sutra.Mata bulat Aluna pun makin membola mendengar perkataan yang keluar dari bibir wanita yang berpenampilan bak model itu. Siapa tadi namanya? Amanda? Dan dia adalah cinta pertama Gevan?Cih, sombong.Jelas-jelas tadi Gevan membentak serta mengusirnya, tapi wanita ini dengan tidak tahu malu malah bersikap keras kepala dan berusaha merayu calon suami Aluna!'Nggak bisa dibiarkan nih!' batin Aluna gemas.Ia memang tidak tahu kebenaran yang sesungguhnya siapa Amanda, tapi Gevan tidak terlihat membantah saat wanita itu mengatakan bahwa dirinya cinta pertama Gevan. 'Hm... mungkin cinta pertama yang gagal move on,' cibir Aluna dalam hati.Aluna m
Aluna hanya bisa menelan ludahnya dan menatap nanar saat dirinya dan Gevan akhirnya telah sampai di rumah Amanda. Saat ini hari sudah menjelang sore, dan rumah Amanda yang luar biasa besar itu pun dipenuhi oleh orang-orang yang sering wira-wiri di televisi. Rasanya Aluna hampir tak percaya kalau dirinya saat ini dikelilingi oleh wajah-wajah rupawan para selebriti!Amanda memang bukan model sembarangan, tentu saja circle-nya pun juga diisi oleh orang terkenal."Jangan takut Al. Mau kamu menang atau kalah puntetap saja nggak akan ada yang berubah kok," tukas Gevan saat melihat ekspresi Aluna yang mendadak pucat pasi. "Apa pun yang terjadi, nggak akan ada yang bisa membatalkan pernikahan kita besok," tambah pria itu lagi dengan penuh keyakinan.Aluna mengalihkan wajahnya kepada calon suaminya yang sekarang sudah terlihat jauh lebih santai daripada beberapa jam sebelumnya. "T-tenang aja, Mas. Aku pasti menang kok," sahut Aluna gugup. Gevan mendengus geli melihat kekeras-kepalaan calon
Tak bisa berkata-kata. Itulah yang sedang dirasakan oleh seorang Gevan Ahza Samudra saat ini. Ia terdiam dan tak mampu bergerak, dengan seluruh jiwa dan raga yang hanya bisa terpusat kepada Aluna. Gevan benar-benar terpukau, larut dalam pesona mematikan Aluna hanya dengan sikapnya yang lugu dan polos. Jika saja sebelumnya Gevan belum jatuh cinta kepada gadis ini, maka sekaranglah saatnya. Ia telah benar-benar jatuh dan terperosok ke dalam dunia menakjubkan ini, yang hanya akan terbentuk dari kerlingan mata indah milik Aluna.Gadis itu terlalu cantik dan terlalu menggemaskan untuk di abaikan, apalagi penampilan Aluna sekarang benar-benar mirip dengan lukisan Gevan yang menggambarkan imajinasi lelaki itu tentang Aluna yang seperti peri hutan.Rangkaian bunga putih di kepalanya, sebuket bunga warna-warni di tangannya, serta glitter kuning yang ia tiupkan dari telapak tangannya, sebagai simbol kunang-kunang yang hinggap di jarinya.Gevan bahkan belum sempat bertanya tentang lukisan it
Suara sorak sorai tamu dan lagu Happy Birthday pun mengalun merdu mengiringi langkah kaki Adam, yang saat ini sedang membawakan kue ulang tahun super besar yang penuh dengan hiasan bunga berwarna gradasi merah dan emas untuk sepupunya.Dengan wajah cantiknya yang terlihat berseri-seri, Amanda menatap lilin berbentuk angka 26 di atas kue tersebut dengan penuh senyuman yang terukir di bibir."Make a wish, Amanda!" Teriak seseorang, saat lagu Happy Birthday telah selesai dinyanyikan.Senyuman di bibir merah ceri milik Amanda pun semakin lebar, dengan mata kucingnya yang menawan pun seketika memejam dengan perlahan. 'I want Gevan's heart,' bisiknya penuh harapan dalam hati.Lalu Amanda pun meniup api di lilinnya hingga padam, membuat sorak sorai dan gemuruh tepuk tangan kembali terdengar saling bersahut-sahutan.Musik yang hingar-bingar pun kembali terdengar. Pesta yang sesungguhnya pun telah dimulai. Amanda terlihat gembira dan bersenang-senang, larut dalam suka cita hingga malam yang se
"Sudah siap semua, Van?"Gevan menoleh, lalu mengangkat wajahnya dari koper hitamnya untuk menatap ke arah Andromenda, Ayahnya."Sudah, Yah. Gevan sudah cek semua barang. Mudah-mudahan sih nggak ada yang ketinggalan," sahutnya.Tiba-tiba saja Andromeda tergelak kecil. "Kalau cuma barang saja yang ketinggalan sih nggak masalah, asal jangan istrimu saja yang ketinggalan, Van! Alamat gigit jari deh nggak jadi honeymoon!" Goda lelaki itu sambil menepuk pelan bahu anaknya yang malah nyengir mendengar ledekan Ayahnya.Ya mana mungkin juga Gevan bisa melupakan istri mungilnya itu! Bahkan rasanya ia sudah benar-benar tidak sabar untuk segera sampai di Zira Ayna, sebuah pulau pribadi di Dubai yang ia maharkan untuk Aluna.Akad nikah Gevan dan Aluna baru saja dilaksanakan pagi hari ini sekitar pukul sembilan dengan bertempat di kediaman Andromeda, yang kemudian dilanjutkan dengan perayaan sederhana bersama sanak saudara dan tetangga dekat. Andromeda dan Gevan sengaja tidak mengundang rekan-reka
"Apa?! Jadi mereka sudah menikah?!" Amanda memelototi Adam melalui sambungan video call yang baru saja memberitahukan informasi yang membuatnya sakit kepala. "Gimana sih, Dam! Kamu kan sebelumnya pernah bilang mereka menikahnya masih sebulan lagi?!"Adam menghela napas pelan. Sejujurnya ia agak kecewa juga dengan Gevan karena sama sekali tidak mengundang dirinya dalam acara pernikahan temannya itu, meskipun di sisi lain ia mengerti juga alasannya.Mungkin Gevan hanya tidak ingin Amanda datang dan bertingkah merepotkan di sana."Aku juga nggak tahu alasannya kenapa pernikahan mereka dipercepat. Namun menurut Om Andro, mereka baru melaksanakan akad hari ini dan untuk resepsinya sendiri baru bulan depan," tukas Adam. Andromeda memberitahu Adam, karena dirinya yang akan menggantikan sementara posisi Gevan sebagai CEO sementara temannya itu bulan madu. Biasanya Andromeda-lah yang take over semua pekerjaan jika Gevan sedang berhalangan, namun kali ini mantan CEO sekaligus ayah dari Gevan
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
"Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta
Sesampainya di Polretabes Bandung, Adam pun memarkirkan mobilnya, sementara Flora langsung menelepon Riggo--pengacara yang mewakili papanya yang juga teman sekolahnya di SMU dulu."Go, gimana? Papa sudah bisa dijemput belum?" "...""Oh. Kalau gitu aku tunggu di mobil aja ya? Telpon aja kalau semua sudah beres.""...""Ok. Thanks banget ya."Flora menghela napas saat ia menutup sambungan telepon itu. "Papa belum bisa keluar karena masih harus tanda tangan beberapa berkas pembebasan," ucapnya memberitahu sambil menatap Adam."Ariggo Putra itu, pengacara papa kamu?" Tanya Adam yang masih terlihat sibuk mengutak-atik tablet-nya.Flora mengangguk. "Kenapa? Kamu kenal ya?""Nggak. Aku cuma cari profilenya aja di LinkedIn. Beneran cuma temen? Bukan mantan kamu kan?"Flora berdecak sebal. "Curigaan banget sih?"Adam mengangkat wajahnya dari tablet dan menatap dingin gadis di depannya. "Jawab saja, Flora."Flora mendengus kesal. "Bukaann! Dia itu cuma salah satu temanku di SMA, kok. Beneran."
Suara ketukan pelan di pintu tak pelak membuat kedua pasang mata berbeda warna itu pun menoleh ke sana. "Siapa?" Tanya Flora pelan kepada Adam. Aneh sih. Ini kan kamar Presidential Suite. Jadi dari pintu depan nggak langsung ke kamar, melainkan melewati ruang tamu, dapur bersih, ruang kerja, baru deh ketemu kamar. Maka jika orang itu mengetuk pintu kamar, artinya dia memiliki access card juga untuk masuk ke dalam kamar 3356 ini! "Jangan takut, kayaknya itu cuma Gevan." Adam menurunkan tubuh Flora dari pangkuannya. "Mungkin dia cuma mau mastiin kalau kamu baik-baik aja." Adam mendudukkan Flora di ranjang, lalu ia pun berdiri untuk membuka pintu. Seorang lelaki berwajah datar tanpa ekspresi berdiri di sana, lalu melongokkan kepalanya ke dalam kamar seperti sedang mencari-cari seseorang. "Mana Flora? Dia nggak apa-apa, kan?" Tepat seperti perkataan Adam sebelumnya, Gevan-lah yang sekarang berdiri di depan pintu kamar. Salah satu dari dua access card kamar ini memang dia
"ADAM!" Pekik Flora penuh kelegaan dan rasa syukur yang luar biasa. Beban berat yang tadi menggelayuti dadanya pun seketika terhempas. Ia tak peduli alasan kenapa lelaki itulah yang berada di kamar 3356, tak peduli kenapa bisa Adam-lah yang berada di situ alih-alih Raiden. Flora bahkan melupakan kenekatannya untuk datang ke kamar ini adalah bertujuan untuk menyelamatkan papanya. Ia lupa segalanya... karena teramat sangat lega. Flora memeluk erat tubuh atletis itu seperti tidak akan pernah melepasnya lagi, tanpa mengerti bahwa perbuatannya itu telah membuat seorang lelaki normal dengan hasrat yang meledak-ledak seperti Adam tentunya akan bereaksi. "Aaaa...!!" Flora memekik kaget dengan kedua netra bening yang membulat, saat lelaki itu mengangkat pinggangnya dan membuat kaki jenjang terbalut jeans itu melingkari tubuh Adam. Flora yakin kalau tubuhnya tidak enteng seperti Aluna yang mungil. Bobotnya 55 kilogram dengan tinggi 168 cm, namun Adam mengangkatnya dengan satu ta