lah, jadi otornya yg ikutan baper wkwkwk
Pesawat yang ditumpangi Gevan dan Aluna kini telah sampai di Jakarta, dan langsung dijemput di bandara oleh supir pribadi Gevan, Pak Anton."Al, kalau mau beli mangga yang muda gitu dimana, sih?"Aluna menoleh cepat ke arah Gevan yang sedang duduk santai di dalam mobil. Pria itu barusan bertanya tanpa mengalihkan tatapannya yang terus memantau pergerakan saham Samudra Corp. dari I-pad. "Mangga muda?" Ulang Aluna heran. "Buat apaan, Mas?" "Buat cocolan rujak. Bikinin ya? Kayaknya seru juga rujakan malem-malem gini," sahut Gevan lagi. "Maaf Pak Gevan, di depan ada toko buah. Mau coba berhenti di situ?" Pak Anton pun mengusulkan dengan sopan.Gevan menganggukkan kepala dengan cepat. "Boleh deh. Al, kamu aja yang turun ya? Aku nggak begitu ngerti cara milih mangga muda," pinta Gevan dengan senyum gantengnya yang bikin Aluna meleleh. 'Senyumnya biasa aja bisa nggak sih? Kelewatan banget gantengnya,' gerutu Aluna dalam hati sambil membuka pintu mobil dan berjalan beberapa langkah menuju
Aluna menatap bayangan dirinya di cermin kamar mandi dengan mata yang membelalak tak fokus. Oh My God.Apa yang sudah dia lakukan semalam?!Gadis itu menutup wajahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, malu sekali membayangkan perbuatannya tadi malam dengan Gevan di meja makan. 'Uh, lama-lama aku bisa gila kalau terus berdekatan dengan lelaki itu!' ((Aku sedang melukismu, Aluna Gendhis Manika...))Aaaaakk... kenapa ucapan Gevan semalam itu tidak bisa hilang dari ingatannya?! Gevan sialan! Kenapa laki-laki itu jago sekali merayu, sih?! Hobi banget bikin anak orang jadi meleleh!Dan segera setelah Gevan mengucapkan kalimat yang super sweet itu, Aluna pun mulai merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Seperti ada sensasi meremang dan meletup-letup kecil di bawah kulitnya, sensasi yang membuatnya... bahagia.Secara perlahan namun pasti, Gevan telah mengupas setiap lapisan dari kontrol dirinya sehingga semakin hari terasa semakin menipis. Pada akhirnya Aluna benar-benar khawatir kalau
"Haaatsschiiii!!!"Aluna bersin-bersin sambil mengusap hidungnya yang mulai sedikit berair. Uh. Pasti alerginya kumat lagi. Sudah beberapa hari ini Aluna tidak tinggal di rumah kontrakkannya, jadi pasti ada banyak sekali partikel debu yang menempel di sela-sela perabotan. Ck."Padahal tadinya aku ke sini karena mau puas-puasin tidur!" Keluhnya lesu. Angan-angan yang telah tercipta sejak ia berada di atas ojek yang menuju tempat tinggalnya pun pupus sudah. Mau tak mau Aluna harus bekerja membersihkan rumah kontrakan mungilnya ini dulu, agar bisa kembali ditinggali dengan nyaman.Kurang lebih satu setengah jam kemudian, Aluna baru selesai membersihkan semuanya. Ia pun lalu melemparkan tubuh lelahnya di sofa kecil depan televisi."Lapeeerr," ringisnya sambil memegangi perut. Mau masak sendiri sepertinya sih sekarang dia sudah tidak sanggup karena kelelahan, sepertinya mending pesan lewat aplikasi aja deh. Aluna pun segera meraih ponselnya yang berada di meja depan sofa. Baru saja i
Sepasang kaki jenjang terbalut heels runcing sepuluh senti itu melangkah dengan anggun dan penuh percaya diri di atas panggung megah. Bikini merah menyala yang ia kenakan untuk menutup aset-asetnya membuat penampilan gadis itu semakin seksi tak terbantahkan lagi. Make up glamour di wajahnya pun semakin menambah kecantikannya yang sudah sempurna.Tepuk tangan riuh penuh kekaguman mengiringi langkah gadis yang telah selesai menampilkan bikini rancangan seorang desainer kenamaan dari Italia itu. "Amanda!"Gadis itu menoleh, dan mendapati Nira sang Manajer berlari ke arahnya. Amanda yang sedang bersiap untuk penampilan selanjutnya, tak jengah dan tak malu untuk menanggalkan dua helai pakaian minim itu dari tubuhnya. Sontak, kulitnya yang keemasan eksotis pun terpampang dengan polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Seorang asisten desainer memakaikan Amanda sebuah bikini hitam yang bersurai renda panjang di bagian punggung sebagai penampilan terakhirnya malam ini, sekaligus pe
"Bun... Bunda, tunggu dulu!" Gevan berlari menyusul Desti yang menyeret Aluna agar mengikutinya ke arah pintu keluar dari unit apartemen Gevan. "Bunda, tolong dengarkan Gevan dulu! Ini nggak seperti yang Bunda kira, kok. Gevan dan Aluna--kami memang tinggal di satu apartemen tapi beda kamar, Bund!" Desti mendengus tanpa memelankan langkahnya. "Beda kamar?? Terus ngaruhnya apa sih, Van? Toh tadi juga jelas-jelas Bunda lihat kalian berdua sudah satu ranjang! Aduuuhhh... kepala Bunda pusing banget rasanya melihat kelakuan kamu tadi!" Desti memijit pelipisnya sambil mendesah keras.Aluna hanya bisa teediam dan menunduk malu. Rasanya dia sudah tidak punya harga diri lagi sebagai wanita di hadapan calon mertuanya ini. Desti pasti benar-benar sudah menganggapnya seperti perempuan murahan!"Pokoknya mulai sekarang kalian harus dipisahkan! Cuma sebentar ini, kok. Jadi Aluna akan tinggal sama Bunda dan Ayah di rumah, sedangkan kamu tetap di apartemen! Paham kamu, Van?!" Sentak Desti dengan ma
Beberapa waktu kemudian yang terasa sangat lama, Gevan mengangkat wajahnya dari dada Aluna yang telah dipenuhi oleh jejak merah tua tanda kepemilikannya. Manik hazel-nya lalu menatap kesal pada Aluna yang malah sudah tertidur pulas.Padahal ia sengaja menyulut gairah calon istrinya itu, tapi Aluna seolah tidak mempedulikannya dan malah terlelap sendiri!Dengan gemas, Gevan pun mengecup bibir merah merekah yang selalu basah itu dengan penuh gelora. Tapi ya memang dasar tidurnya kaya kebo, Aluna tetap saja tidak terbangun. Gevan begitu terhanyut saat calon istrinya itu merintih dan mengerang dengan suara seksinya, membuat gairahnya yang telah bangkit semakin meluap-luap. Hingga ia tidak menyadari jika satu jam kemudian Aluna mengeluh lelah, karena terus menahan rasa sakit yang begitu nikmat. Gevan berpikir kalau ia akan mulai memberikan Aluna vitamin penambah stamina yang aman untuk ibu hamil, agar calon istrinya itu bisa mengimbangi gairahnya yang meledak-ledak dan tidak akan bisa
BRAAAKKKK!!!Amanda membuka pintu dengan kasar, dan masuk begitu saja ke dalam ruangan kerja Adam tanpa permisi sambil berkacak pinggang. Wajahnya terlihat merah padam menahan amarah.Adam yang saat ini sedang melakukan rapat kecil internal koordinasi dengan bawahannya, sontak saja sangat kaget ketika melihat sepupunya yang menerobos masuk ke dalam tanpa permisi dan mengetuk pintu."Amanda? Kamu sudah sampai di Indonesia?" Cetusnya kaget. "Kita harus bicara, Dam!" Sergah Amanda, sembari mendengus dan menatap jijik pada para lelaki bawahan Adam yang memandangi dirinya, dengan air liur yang menetes penuh kekaguman. Adam menghela napas pelan. "Kita lanjutkan lagi nanti," ucapnya pada semua yang sedang berada di situ."Nggak nyangka bisa secepat ini kamu datang, Nda," Adam tersenyum kepada sepupunya itu. "Duduklah."Amanda menghempaskan napas kasar dan duduk di sofa di hadapan Adam sambil menyilangkan kakinya."Udah ketemu sama Gevan?""Cih. Dia bahkan sudah mengusir aku, Adam!" Cetus Am
"Aaaargghh!!" Gevan mengacak-acak rambutnya dengan gusar. Kedatangan Amanda barusan sukses membuat moodnya jadi benar-benar jelek sekarang. Entah untuk apa pula perempuan itu kembali, yang pasti Gevan sudah sangat muak padanya. Hahh, awas saja kalau Amanda bermaksud untuk mengganggu pernikahannya dengan Aluna yang hanya tinggal menghitung hari ini. Ia tidak akan pernah tinggal diam!Merasa tidak bisa lagi berkonsentrasi bekerja, Gevan pun meraih ponselnya.Ia memutuskan untuk menelepon Aluna dan bertanya apakah gadis itu sudah menerima lukisan dirinya. Gevan sengaja membuat lukisan itu pada saat Aluna sedang lelap tertidur.Melihat wajah cantik yang sangat pulas itu tiba-tiba saja melambungkan imajinasinya, membuat Gevan tergerak untuk mencari kanvas dan menyapukan kuas serta warna-warna indah di atasnya. Dalam bayangan Gevan, ia mengimajinasikan Aluna bagaikan seorang peri hutan yang cantik. Dengan gaun kuning yang berkibar ditiup angin, bando bunga putih yang melingkari kepalany
Saat Adam masih celingukan mencari keberadaan Flora yang tiba-tiba saja menghilang entah kemana, tiba-tiba saja Dante dan beberapa orang lelaki menariknya menuju ke dalam lift. Ya, rumah tiga lantai milik Pinkan memang memiliki lift kecil di dalamnya. "Party time!" Seru seseorang yang berada di samping Adam dengan penuh semangat, yang disambut dengan ribut sorakan riang lainnya. Oh damned. Sepertinya Adam sedang 'diculik' dan dibawa ke dalam Bachelor Party yang tadi disebutkan oleh Dante, padahal ia sama sekali belum bertemu dengan Flora untuk meminta ijin. Adam pun buru-buru meraih ponselnya, memutuskan untuk menelepon calon istrinya itu dan memberitahu mengenai acara yang sudah di atur oleh para sepupunya yang tukang culik ini. Paling tidak Flora harus tahu, karena Adam tidak ingin gadis itu memergokinya. Bisa kacau nanti. Namun sudah berkali-kali Adam menelepon ponsel Flora, tetap saja gadis itu tidak mengangkatnya. Adam pun berdecak sebal dan memutuskan untuk mengirim
Waktu berlalu tanpa terasa, dan hanya tinggal dua minggu lagi menuju hari pernikahan Adam dan Flora.Flora pun masih bekerja seperti biasa, meskipun Gevan membebaskannya jika ingin mengambil cuti. Tapi tentu saja gadis itu merasa tidak enak hati untuk mengambil cuti yang terlalu lama. Ah, bosnya itu memang terlalu baik.Dan ngomong-ngomong soal para calon pengantin, meskipun mereka masih bekerja di dalam satu Gedung, Adam dan Flora jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing yang cukup menyita waktu. Adam masih saja berkutat dengan dua perusahaan, Samudra Corp. dan Wrighton Constructions, karena Noah yang juga masih menjalani terapi kanker harus menjaga kondisinya dan tidak boleh terlalu lelah.Hal inilah yang menjadi dilema bagi Adam. Di satu sisi sejujurnya ia lebih menyukai bekerja di Samudra Corp bersama Gevan, namun di sisi lain ia juga kasihan dengan Dad yang sepertinya sudah waktunya pensiun sebagai CEO Wrighton Constructions--terutama karena sedang sakit seperti in
Adam kembali mengarahkan padangannya ke langit malam, membuat Flora pun sontak ikut mendongak melihat langit. Tapi gadis itu malah terkesiap ketika kedua matanya tiba-tiba ditutup oleh tangan Adam, membuat dirinya serasa terkungkung oleh kegelapan.Lelaki itu mendekatkan bibirnya di telinga Flora untuk berhitung mundur, "Tiga, dua, satu..."Adam membuka tangannya dari mata Flora, bertepatan dengan ledakan sejuta bunga yang berkilau laksana emas yang menyinari langit malam.Flora membelalak, terpukau, tak menyangka kalau akan ada kembang api malam ini. Suara desing lembut yang diikuti oleh suara ledakan serta visual gemerlap di angkasa membuat matanya berkaca-kaca."Indahnya..." guman Flora lirih, tanpa melepaskan tatapannya dari langit.Adam yang sedari tadi hanya memandangi Flora, kini menyunggingkan senyum kemenangan. 'Yes, dia suka!!' Soraknya dalam hati. "Ini beneran kamu yang rencanain?" Flora mengalihkan wajah penuh tanya kepada Adam."Iya dong! Kembang api itu akan terus me
Setelah makan malam, Adam bersantai sejenak di rumah Flora sebelum ia pulang ke Jakarta. Ya, ia pulang sendirian, karena besoknya lelaki itu berencana melamar Flora dengan mengajak serta Dad. Jika ayahnya itu mau. Tadi sore ia sempat menelepon Noah dan menceritakan semuanya. Noah berkata dengan jujur bahwa dia kecewa, karena berharap putranya akan kembali bersama Anya."That is not gonna happened, Dad," ucap Adam di telepon tadi sore. "It's already over between us. It's over a long time ago," tukas Adam tegas tak terbantahkan.Noah hanya bisa menghela napas. Hantaman rasa bersalah kepada Anya tidak akan pernah bisa pudar karena telah membuat wanita itu menjadi istrinya, hingga akhirnya Anya pun terpisah dengan cinta sejatinya. Tapi apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Adam benar-benar telah mengubur perasaannya kepada Anya, dan membuka lembaran baru bersama Flora.Bahkan hingga sambungan telepon itu berakhir, Noah masih bungkam--enggan memberikan restunya.It's okay. Adam te
"Kalau begitu buktikan kalau kamu memang menyayangi Flora dengan sepenuh hati. Jangan cuma pacari putri kami, tapi nikahi dia," ultimatum Wahyu sambil berkacak pinggang.***Mungkin kalau ada penggaris meteran, rasanya ingin sekali Flora mengukur lebarnya senyum Adam saat ini. Ok, senyumnya memang tampan, tapi ya nggak perlu lebar-lebar gitu juga, kan??"Saya siap menikahi Flora, Pak Wahyu," jawab Adam cepat. "Kapan pun. Lebih cepat lebih baik," tambahnya, yang membuat Flora rasanya ingin menenggelamkan diri ke empang milik tetangga saking malunya. Wahyu terkesiap dan mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Adam barusan yang terdengar begitu tegas. Tak dipungkiri kalau ia senang dan cukup lega karena Adam sepertinya serius dengan putrinya. Apalagi lelaki itu juga yang telah membantunya mencari bukti-bukti yang membuat Wahyu keluar dari penjara. Dari situ saja sepertinya memang terlihat kalau Adam memang memiliki perhatian lebih kepada Flora.Hanya saja, pria paruh baya itu juga
"Tadi bicara apa aja sama Arrigo?" Flora mengangkat wajahnya dari buah mangga yang sedang ia kupas untuk Adam, ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut lelaki itu."Nggak ada yang penting, sih. Cuma say thanks aja karena Riggo sudah banyak bantu sebagai pengacara Papa, gratis pula," sahut Flora sambil kembali berkutat dengan buah mangga yang dia kupas.Mereka berdua sedang bersantai di dalam gazebo yang terletak di taman belakang rumah orang tua Flora, membiarkan Papa dan Mama Flora saling kangen-kangenan setelah beberapa hari Papanya itu berada di tahanan Polisi.Taman belakang ini tidak terlalu luas, tapi ditata dengan apik dan sangat asri. Di tengah-tengahnya ada gazebo kecil yang sering dijadikan outdoor dining room saat Flora masih tinggal di Bandung.Cuaca kota kembang Bandung ini yang tidak terlalu panas dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi pun membuat suasana menjadi rileks."Aa!" Flora bermaksud menyuapkan sepotong mangga yang ditusuk dengan garpu ke mulut Adam, ta
Sesampainya di Polretabes Bandung, Adam pun memarkirkan mobilnya, sementara Flora langsung menelepon Riggo--pengacara yang mewakili papanya yang juga teman sekolahnya di SMU dulu."Go, gimana? Papa sudah bisa dijemput belum?" "...""Oh. Kalau gitu aku tunggu di mobil aja ya? Telpon aja kalau semua sudah beres.""...""Ok. Thanks banget ya."Flora menghela napas saat ia menutup sambungan telepon itu. "Papa belum bisa keluar karena masih harus tanda tangan beberapa berkas pembebasan," ucapnya memberitahu sambil menatap Adam."Ariggo Putra itu, pengacara papa kamu?" Tanya Adam yang masih terlihat sibuk mengutak-atik tablet-nya.Flora mengangguk. "Kenapa? Kamu kenal ya?""Nggak. Aku cuma cari profilenya aja di LinkedIn. Beneran cuma temen? Bukan mantan kamu kan?"Flora berdecak sebal. "Curigaan banget sih?"Adam mengangkat wajahnya dari tablet dan menatap dingin gadis di depannya. "Jawab saja, Flora."Flora mendengus kesal. "Bukaann! Dia itu cuma salah satu temanku di SMA, kok. Beneran."
Suara ketukan pelan di pintu tak pelak membuat kedua pasang mata berbeda warna itu pun menoleh ke sana. "Siapa?" Tanya Flora pelan kepada Adam. Aneh sih. Ini kan kamar Presidential Suite. Jadi dari pintu depan nggak langsung ke kamar, melainkan melewati ruang tamu, dapur bersih, ruang kerja, baru deh ketemu kamar. Maka jika orang itu mengetuk pintu kamar, artinya dia memiliki access card juga untuk masuk ke dalam kamar 3356 ini! "Jangan takut, kayaknya itu cuma Gevan." Adam menurunkan tubuh Flora dari pangkuannya. "Mungkin dia cuma mau mastiin kalau kamu baik-baik aja." Adam mendudukkan Flora di ranjang, lalu ia pun berdiri untuk membuka pintu. Seorang lelaki berwajah datar tanpa ekspresi berdiri di sana, lalu melongokkan kepalanya ke dalam kamar seperti sedang mencari-cari seseorang. "Mana Flora? Dia nggak apa-apa, kan?" Tepat seperti perkataan Adam sebelumnya, Gevan-lah yang sekarang berdiri di depan pintu kamar. Salah satu dari dua access card kamar ini memang dia
"ADAM!" Pekik Flora penuh kelegaan dan rasa syukur yang luar biasa. Beban berat yang tadi menggelayuti dadanya pun seketika terhempas. Ia tak peduli alasan kenapa lelaki itulah yang berada di kamar 3356, tak peduli kenapa bisa Adam-lah yang berada di situ alih-alih Raiden. Flora bahkan melupakan kenekatannya untuk datang ke kamar ini adalah bertujuan untuk menyelamatkan papanya. Ia lupa segalanya... karena teramat sangat lega. Flora memeluk erat tubuh atletis itu seperti tidak akan pernah melepasnya lagi, tanpa mengerti bahwa perbuatannya itu telah membuat seorang lelaki normal dengan hasrat yang meledak-ledak seperti Adam tentunya akan bereaksi. "Aaaa...!!" Flora memekik kaget dengan kedua netra bening yang membulat, saat lelaki itu mengangkat pinggangnya dan membuat kaki jenjang terbalut jeans itu melingkari tubuh Adam. Flora yakin kalau tubuhnya tidak enteng seperti Aluna yang mungil. Bobotnya 55 kilogram dengan tinggi 168 cm, namun Adam mengangkatnya dengan satu ta