Indira sibuk duduk di kursi meja rias, memberikan polesan tipis di kedua pipinya dengan blush on. Ia tersenyum kecil, merasa tersipu dengan penampilannya seperti ini. Jika di bandingkan dengan seragam sekolah, ia terlihat lebih dewasa layaknya seorang mahasiswi.
“Gue itu emang udah cantik. Nggak kelihatan kayak tante-tante juga dandan beginian. Udah pas sesuai umur dan make up-nya nggak menor.”
Ia menyibak rambutnya ke belakang yang malam ini tampak ikal di bagian ujungnya. Karena gaun yang kainnya bersifat jatuh. Alhasil, ia memadupadankan dengan mengandalkan rambut panjangnya yang sedikit ikal.
“Kalau dandan ... Tingkat percaya diri kamu semakin tinggi, ya?”
Manik hitam itu segera memandang cermin dan pantulan Liam sudah terlihat di ambang pintu yang dibuka setengah.
Senyum jahil itu terpatri di sana.
Refleks, kedua tangan Indira menutup bagian dadanya yang rendah.
Memang tidak terlihat, masih pantas saja dip
“Kok, jadi Tante semua yang masak?” Indira mengusap tengkuknya di antara rasa bingung dan juga malu.Tania tersenyum semringah saat Indira menatap sarapan pagi yang tersaji cukup banyak di meja makan. “Nggak apa-apa, Dira. Sesekali Tante masakin kamu sama suami kamu. Khususnya untuk kita semua di sini. Kan, Tante cuma nginep beberapa hari dan sebentar lagi udah selesai pekerjaan Om kamu.”Perempuan yang sudah berbalut seragam sekolahnya meringis pelan dan mengangguk. Ia tadi pun sudah diberitahu Liam jika Tania menyibukkan diri di dapur sedari pagi. Tapi Indira tidak menyangka jika perempuan dewasa itu sudah selesai sangat cepat.“Zidan udah bangun ya, Liam?”Indira terkesiap dan menoleh ke belakang saat Liam datang menggendong Zidan. Tiba-tiba, Indira merasakan degup dalam jantungnya. Ia bersemu, melihat pria yang sudah rapi dengan setelan kerja, termasuk jasnya tampak andal menggendong bayi menggemaskan yang juga ters
“Maaf dan terima kasih untuk hari ini, Bi.”Bianca mengepalkan kedua tangannya, bersama sayatan luka di dalam hati, juga bulir air mata yang menumpuk, bersiap untuk turun di saat ia bersikeras menahannya.Ia mengetatkan rahang, tidak memedulikan ketika Liam meraih wajahnya dan mendaratkan kecupan manis ... Cukup lama di keningnya.“Maaf.”“Maaf ...”“... Dan terima kasih.”“Ini terdengar egois, tapi aku udah janji sama Indira untuk bertahan di hubungan ini sampai di antara kita sama-sama menemukan yang terbaik.”“Aku nggak bisa mempertahankan kamu atau membawa hubungan ini sampai di mana yang kita rasakan sendiri ketika di Bali. Karena aku menyesal dan kita ...”“Aku ataupun kamu, harus mengakhiri ini. Di antara kita nggak perlu ada yang berharap lebih dengan apa yang sudah kita lakukan di Bali.”“Sekali lagi maaf, Bi. Aku nggak mau
“Liam ... Ngantuk ...”Indira menutup mulutnya saat ia menguap. Perempuan itu baru saja mengikuti Liam keluar dari dalam mobil saat baru saja pria itu memarkirkan mobil. Mereka kembali ke gedung apartemen pukul sembilan malam, setelah beberapa jam menikmati hari bersama Mami dan Papi Indira; mertuanya.Pria itu menutup mobil setelah mengambil tas sekolah Indira dan paper bag berisi seragam sekolah Indira. Ia mendekat, melihat jika Indira memang sudah merasa kantuk berat.“Malas jalan?”Indira mengangguk sayu. “Jongkok, nanti gue naik ke punggung lo. Tasnya di gue, tapi paper bag lo yang pegang, ya?”“Suer ... Ngantuk ...” rengeknya kembali menutup mulut saat menguap.Liam mendengkus geli dan mengangguk. Ia memberikan tas ransel Indira, lalu bersiap berjongkok membelakangi Indira.Perempuan yang masih mengenakan dress selutut itu dengan setengah senang mulai meletakkan kedua tangannya men
Pagi ini Liam bangun dengan sedikit bingung. Ia duduk sejenak untuk menyesuaikan keadaannya sekarang dan beralih fokus menatap sisi ranjang di sampingnya. “Ke mana Indira?”Ia menoleh ke jam dinding dan menunjukkan pukul lima pagi. Ini jam bangun Liam dan Indira cukup jarang atau mungkin tidak sama sekali memilih untuk bangun jam lima. Perempuan itu terlalu suka yang mepet dengan jam sekolah atau paling normal akan bangun jam enam kurang lima belas menit.Namun, rasa bingungnya mulai terjawab saat indera pendengaran juga penciumannya menghidu sesuatu. Pandangannya teralihkan pada pintu kamar yang terbuka.“Apa dia lagi buat sarapan pagi? Kalau iya, apa nggak terlalu pagi?”Liam tertawa kecil untuk pemikirannya, meskipun belum terbukti seratus persen. Ia menyibak selimut dan bergegas ke arah dapur, mencari keberadaan perempuan yang semalam ia bopong ke ranjang. Sebab, Indira tampak pulas tidur di pangkuannya.Langkah kaki pan
Bukankah sebentar lagi Indira akan genap merayakan hari kelahirannya? Itu sebabnya Liam semangat bangun tengah malam, menyelimuti rapi tubuh Indira sebatas dadanya dan tersenyum manis.Pria itu mengusap lembut puncak kepala Indira dan beralih dari sisi ranjang istrinya. Ia dengan tenang duduk di meja kerja, lalu meraih secarik kertas dari laci.Benda itu sudah ia siapkan sejak kemarin dan ia akan menulis mulai dini hari.Ia menulis dengan tenang. Mengungkapkan rasa bahagia yang selama ini sudah ia rasakan tinggal satu atap bersama Indira. Liam hanya menulis tentang isi hatinya secara ringkas, menyatakan jika ia akan selalu berusaha untuk menjaga pernikahan mereka. Bahkan, sesekali tatapannya akan tertuju ke arah ranjang di mana Indira terlelap.Kedua sudut bibirnya berkedut dan tertarik perlahan.Liam tanpa sadar menggoreskan tinta di atas kertas itu terlalu dalam, sampai ia tidak berusaha membaca ulang. Ia hanya mengikuti naluri, merasa apa yang i
‘Maaf, Indira. Aku harus pergi sebelum kamu bangun. Pagi tadi Xavier minta aku temani dia ke Bandung dan kami berdua akan balik lagi ke Jakarta setelahnya. Kamu pergi ke sekolah sendiri, ya. Sarapan paginya udah aku siapkan.’Indira menggerutu sebal dan melempar asal secarik kertas di tempel bagian depan kulkas. Ia menaruhnya di atas meja dapur, lalu duduk di sana dengan mengembuskan napas lelah.“Kenapa, sih?”“Giliran kemarin bangun pagi, dia masih tidur dan suasananya aman-aman aja. Sekarang harus ditinggal, tepat di saat gue ulang tahun,” sahutnya mengusap wajahnya yang masih kusut.Indira pikir, ia kembali berada di posisi Liam kemarin. Perempuan itu baru bangun jam enam kurang lima belas menit dan beranjak terlebih dulu keluar kamar saat tidak mendapati Liam berada di sisi ranjang.Namun, kenyataannya Liam memang tidak ada di unit dan sudah pergi duluan.Indira menilik piama tidurnya. “Ya udah,
Tangis Indira pecah saat ia memeluk erat wanita yang telah melahirkan dan meyakinkan Indira tentang suaminya sendiri. Ia mengatakan semua ... tanpa ada satupun yang ditutupi mengenai keretakan hubungan di antara dirinya dan Liam.Bahkan, Mama Indira membungkam mulutnya, nyaris bergetar saat Indira mengatakan hubungan asmara yang sempat dijalin antara Liam dan Bianca.Wanita itu hanya duduk tenang bersama suaminya di ruang tengah. Sampai ia mendengar satu tamu yang datang magrib, ia langsung membuka dan mendapati Indira memeluknya erat dalam mata sembab dan air mata yang tidak berhenti usai.Orangtua Indira kaget, mengenai hal yang tidak pernah perempuan itu ungkapkan sama sekali.Namun, bukan hanya air mata Indira yang terus saja membawa pilu dan sesak dalam hati orangtuanya. Mama Indira dan Papanya pun tampak sakit ... ketika Indira membuang begitu saja kue ulang tahun yang telah disiapkan pria itu untuknya.“Naomi datang ke unit Dira dan Li
Bianca mengalihkan pandangan saat wanita itu menatapnya lurus, meskipun ia tahu jika ada air mata di pelupuk matanya. Diam-diam, jemari tangan itu mengepal di bawah meja, membawa dirinya pada keadaan yang tidak diinginkan.“Pernikahan putri Tante hancur, Bi. Kamu tau hal itu, kan?”Rahang Bianca mengetat ketika suara itu bergetar. Nyaris berupa bisikan dan itu sangat membuat Bianca kian mengepalkan kedua tangan, membuat buku jemari tangannya memutih. Ia membenci jika yang membawanya ke mari adalah Mama Indira.Ia tidak sengaja bertemu wanita itu di supermarket dan sekarang? Bianca terjebak dalam percakapan yang serius dan wanita itu adalah sosok pertama yang akan melindungi Indira.“Pernikahan Dira sudah berada di ujung tanduk,” lanjut wanita itu.Bianca langsung menatap manik mata Mama Indira dengan sorot tegasnya. Ia seolah tersudut ... dipojokkan dengan sangat tidak adil. Senyumnya tertarik sedikit, tampak menatap dan mem
Ketukan sandal, kedua tangan yang dilipat depan dadan serta sorot tajam itu membuat Liam menatap bingung istri kecilnya. Ia baru saja tiba di rumah pukul sembilan malam, sesuai perjanjian di antara dirinya dan Indira. Pria itu mendapatkan izin untuk mengikuti reuni dan pulang di saat acara belum selesai.Apa yang salah?Bahkan, selama mereka menikmati liburan bulan madu, Indira membebaskan Liam pergi datang ke reuni dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak sekali, melainkan beberapa kali dan satu hari mereka pulang ke Jakarta, Indira mengingatkan Liam.Ia sudah paham dan tidak akan membuat istrinya marah atau menangis lagi.Tapi belum sempat ia membuka pintu unit apartemen. Indira sudah berada di depannya, menunggu dengan raut wajah berbeda. Sebenarnya Liam sudah sangat ketakutan karena jika Indira marah ... maka ia harus menenangkannya. Liam pernah gagal untuk meluluhkan hati Indira ketika marah. Suasana hati istrinya kerap tidak terduga akan lulu
Indira tidak pernah menduga. Sekali jatuh cinta, maka ia merasakan kebahagiaan luar biasa selalu melingkupi dirinya bersama orang terkasih. Ia mencintai Liam, menerima semua kekurangan ... kesalahan yang pernah suaminya buat. Tapi apa pun itu, mereka sudah melangkah bersama, menata pecahan yang pernah menghunus tepat di hati.Bahkan, Indira sudah membuang rasa salah tingkah tiap Liam mulai menggoda atau ingin bermesraan dengannya. Karena sejak malam itu, ia ingin menjadi perempuan yang bisa mengimbangi sikap dewasa Liam, ikut mesum dan tentunya ikut romantis!Perempuan itu sedikit mendongak saat fotografer yang mereka sewa, memberikan aba-aba. Senyumnya semringah saat Liam memeluk pinggangnya dari samping, lalu membawa bibir basah itu ke leher istrinya. Mereka sudah menghabiskan banyak pose di tempat berbeda.“Cium, dong,” pinta perempuan itu merona saat pelukan mereka terurai.“Dari tadi kamu nggak pernah cium bibir aku,” gerutu I
‘Ingat, Dira Sayang. Sekarang kamu udah tau bagaimana isi hati kamu dan ternyata ... kamu juga sangat mencintai suamimu. Jadi, lupakan semua hal yang bisa membuat kamu malu dengan keadaan sebelumnya dan jadilah perempuan yang terlihat dewasa untuk merayu pria tampan.’‘Keberhasilanmu kali pertama adalah bagian terpenting yang bisa membuat Liam terus mengenang hal mendebarkan sama kamu, Nak.’‘Jangan kecewakan suamimu yang sudah menunggu kamu selama ini. Lakukan penuh cinta dan sayang yang kamu pancarkan dengan ketulusan hati.’Indira berdebar.Perempuan cantik itu memegang bagian di mana jantungnya berdetak kuat. Ia merasakan kedua pipi memanas saat di hadapannya ... ia terlihat sedikit lebih dewasa dari usianya dan juga bagaimana ia merias diri; memperlihatkan bagian yang harus terkesan sensual.Bibir kemerahan oleh lipstik dan juga riasan yang tidak terlalu tebal. Selama tinggal dalam satu unit yang sama. Indir
Tidak ada hari yang membuat mereka lelah untuk menciptakan kebersamaan yang manis. Liam dan Indira membuktikan, jika hal kecil bisa sangat berarti dan membuat komunikasi di antara keduanya terjalin kuat.Setelah pulang bekerja atau Indira yang memang kerap pulang cepat karena dalam masa ujian, mereka akan menyiapkan makan malam. Baik Indira ataupun Liam sudah saling mengerti dan memusatkan status mereka sebaik mungkin.Mereka akan menonton bersama di sore hari dan di tiap malam, Liam akan menjadi tutor bagi Indira dalam mengulas materi apa pun untuk besok harinya.Hmm, lebih tepatnya tutor tampan. Suami yang merangkap sebagai guru private sangat menyenangkan bagi Indira. Ia bisa meminta hadiah istimewa dan mendebarkan. Apalagi jika bukan sebuah ciuman panjang. Karena akhir-akhir ini Liam terlalu jual mahal.Dari mereka kembali bersama ke unit, sepertinya Indira yang memperlihatkan sisi agresif. Setiap malam pun ia sengaja memeluk Liam dan membawa satu kak
“Gimana? Jawabannya udah benar semua, kan?”Indira tampak nyaman melingkarkan kedua tangannya di leher Liam, merangkul pria itu dari belakang seraya membiarkan suaminya duduk memeriksa materi yang mereka ulas bersama di meja belajar Indira.Malam sudah menunjukkan pukul sembilan. Tapi ditemani suaminya, Indira tetap semangat untuk ujian nasional di hari pertama besok. Harinya berlanjut dengan bahagia tanpa beban dan belajar ... tentu saja ia memahami dengan baik, tanpa berpikir hal pelik seperti beberapa waktu lalu.Omong-omong, suami ya? Tentu saja! Indira dengan perasaan berdebar melirik cincin di jemari tangannya. Ia mengulum senyum, menghadirkan rona merah yang begitu kentara. Pun, jemari tangan Liam di atas meja belajar Indira yang sesekali membuka lembaran materi, memperlihatkan jemari itu tetap tersemat cincin pernikahan mereka.Keduanya memberikan simbol cinta dengan cincin pernikahan yang tidak akan mereka lepas, kecuali untuk sementa
Liam tersenyum miris saat pandangannya sangat lekat memandang foto pernikahan yang ia diam-diam simpan dengan rapi di galeri. Ruang khusus dengan nama yang tertera ringkas ‘Pernikahan’, entah kenapa pernah ia pisahkan dan membuat folder sendiri.“Setelah pernikahan kita yang aku ingat hanya untuk terus sadar kalau waktu itu aku udah punya kamu. Aku nggak menjalani hari sebagai pria lajang dan ada seorang perempuan yang menjalani komitmen bersamaku.”Liam mengulas senyum manis, meskipun perih dan gemuruh dalam dadanya kian menguat seiring jemari tangan mengusap lembut layar ponsel. Foto pernikahan ia dan Indira yang terlihat banyak orang manis. Tapi Liam tahu, dalam hati Indira menatap dirinya dengan umpatan yang terlalu banyak.Ia tertawa kecil, membayangkan kemarahan Indira yang memantik bagian terdalam hatinya. Pria itu tidak pernah menemukan kesan seringan dan semanis ini saat berkomunikasi dengan seorang perempuan.Itu yang mem
Bianca mengalihkan pandangan saat wanita itu menatapnya lurus, meskipun ia tahu jika ada air mata di pelupuk matanya. Diam-diam, jemari tangan itu mengepal di bawah meja, membawa dirinya pada keadaan yang tidak diinginkan.“Pernikahan putri Tante hancur, Bi. Kamu tau hal itu, kan?”Rahang Bianca mengetat ketika suara itu bergetar. Nyaris berupa bisikan dan itu sangat membuat Bianca kian mengepalkan kedua tangan, membuat buku jemari tangannya memutih. Ia membenci jika yang membawanya ke mari adalah Mama Indira.Ia tidak sengaja bertemu wanita itu di supermarket dan sekarang? Bianca terjebak dalam percakapan yang serius dan wanita itu adalah sosok pertama yang akan melindungi Indira.“Pernikahan Dira sudah berada di ujung tanduk,” lanjut wanita itu.Bianca langsung menatap manik mata Mama Indira dengan sorot tegasnya. Ia seolah tersudut ... dipojokkan dengan sangat tidak adil. Senyumnya tertarik sedikit, tampak menatap dan mem
Tangis Indira pecah saat ia memeluk erat wanita yang telah melahirkan dan meyakinkan Indira tentang suaminya sendiri. Ia mengatakan semua ... tanpa ada satupun yang ditutupi mengenai keretakan hubungan di antara dirinya dan Liam.Bahkan, Mama Indira membungkam mulutnya, nyaris bergetar saat Indira mengatakan hubungan asmara yang sempat dijalin antara Liam dan Bianca.Wanita itu hanya duduk tenang bersama suaminya di ruang tengah. Sampai ia mendengar satu tamu yang datang magrib, ia langsung membuka dan mendapati Indira memeluknya erat dalam mata sembab dan air mata yang tidak berhenti usai.Orangtua Indira kaget, mengenai hal yang tidak pernah perempuan itu ungkapkan sama sekali.Namun, bukan hanya air mata Indira yang terus saja membawa pilu dan sesak dalam hati orangtuanya. Mama Indira dan Papanya pun tampak sakit ... ketika Indira membuang begitu saja kue ulang tahun yang telah disiapkan pria itu untuknya.“Naomi datang ke unit Dira dan Li
‘Maaf, Indira. Aku harus pergi sebelum kamu bangun. Pagi tadi Xavier minta aku temani dia ke Bandung dan kami berdua akan balik lagi ke Jakarta setelahnya. Kamu pergi ke sekolah sendiri, ya. Sarapan paginya udah aku siapkan.’Indira menggerutu sebal dan melempar asal secarik kertas di tempel bagian depan kulkas. Ia menaruhnya di atas meja dapur, lalu duduk di sana dengan mengembuskan napas lelah.“Kenapa, sih?”“Giliran kemarin bangun pagi, dia masih tidur dan suasananya aman-aman aja. Sekarang harus ditinggal, tepat di saat gue ulang tahun,” sahutnya mengusap wajahnya yang masih kusut.Indira pikir, ia kembali berada di posisi Liam kemarin. Perempuan itu baru bangun jam enam kurang lima belas menit dan beranjak terlebih dulu keluar kamar saat tidak mendapati Liam berada di sisi ranjang.Namun, kenyataannya Liam memang tidak ada di unit dan sudah pergi duluan.Indira menilik piama tidurnya. “Ya udah,